Orang-orang Yunani, sebelum tahun Masehi telah menyatakan bahwa
pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi manusia. Ada dua kata yang
penting dalam kalimat itu, yaitu membantu dan manusia.
Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang
dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat)
kemanusiaan. Itu menunujukkan bahwa tidaklah mudah menjadi manusia. Karena
itulah sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manusia. Jadi, tujuan mendidik
ialah memanusiakan manusia. Agar tujuan itu dapat dicapai dan agar program
dapat disusun makna ciri-ciri manusia yang telah menjadi manusia itu haruslah
jelas. Segi lain bahwa pendidikan ialah usaha menolong orang agar ia mampu
menyelesaikan masalah yang ia hadapinya. Jadi, selama manusia masih menghadapi
masalah yang harus diselesaikan selama itu pula ia masih menjalani pendidikan,
sementara itu manusia tidak pernah tidak menghadapi masalah. Jadi, karena
manusia selalu menghadapi masalah maka selama itu pula ia memerlukan
pendidikan.[1]
Anak adalah
makhluk yang sedang tumbuh, oleh karena itu pendidikan sangat penting sekali
karena mulai sejak bayi belum dapat berbuat sesuatu untuk kepentingan dirinya,
baik untuk mempertahankan hidup maupun merawat diri, semua kebutuhan tergantung
ibu/orang tua. Oleh sebab itu, anak/bayi manusia memerlukan bantuan tuntunan,
pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan mendalami
belajar setahap demi setahap untuk memperoleh kepandaian, keterampilan dan
pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri
yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang
pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki
kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi
kehidupan pada masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
(akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu
bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.[2]
Betapa
pentingnya periode anak-anak dalam pendidikan budi pekerti dan membiasakan
anak-anak kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Pendidikan anak-anak
sejak dari kecilnya harus mendapat perhatian penuh. Ada pepatah lama
mengatakan: “ Pelajaran diwaktu kecil ibarat lukisan diatas batu, pendidikan
diwaktu besar ibarat lukisan diatas air.”[3]
Pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Sementara, anak
yang tidak mendapat pendidikan usia dini, akan lamban menerima sesuatu. Anak
yang tidak mendapat pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti mobil yang
tidak bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat memiliki
bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat baru.
Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai
mesinnya, jadinya lamban.
Menurut saya,
periode terpenting dalam pendidikan ialah masa anak-anak, apabila anak-anak
kurang mendapat perhatian pada permulaan hidupnya, sebagian besarnya menjadi
besar dengan akhlak yang rusak, suka pembohong, dengki, pencuri, pencela,
mengejek dan suka campur tangan dalam urusan orang lain; anak yang seperti itu,
akan cenderung kepada membuat konspirasi-konspirasi, tipu daya dan
menjerumuskan orang lain. Untuk menghindarkan anak-anak dari sifat-sifat ini
tidak sukar, yaitu dengan pendidikan dan pengajaran yang baik, dengan mengisi waktu
kosongnya, menyuruh dia belajar Al-qur’an, mempelajari riwayat hidup
orang-orang besa, hikayat orang-orang saleh, orang-orang baik serta perilaku
mereka itu, agar menjadi pedoman dan mengikuti langkah-langkahnya dan tertanam pula
dalam jiwa anak-anak tadi rasa cinta pada orang-orang yang taqwa dan saleh.
Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka
penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini di sesuaikan dengan tahap tahap
perkembangan yang di lalui oleh anak usia dini.
Umumnya, pada usia 4 tahun ini si kecil baru mulai masuk TK (Taman
Kanak-kanak). Baik TK yang biasa atau TK Al Quran yang dikenal dengan TKA
(Taman Kanak-kanak Al Quran) atau TPQ (Taman Pendidikan Al Quran). Itu artinya,
sebagian tanggung jawab pendidikan anak terlimpahkan pada para guru TK
tersebut. Namun demikian, adalah salah besar apabila orang tua menyerahkan
pendidikan anak 100% pada lembaga pendidikan. Kegagalan pendidikan kepribadian
anak kebanyakan karena kegagalan pendidikan dalam rumah; yakni pendidikan orang
tua. Dalam konteks pendidikan orang tua, ibulah yang paling memegang peranan
penting. Oleh karena itu, sukses tidaknya masa depan anak dan baik buruknya
kepribadiannya, akan sangat tergantung seberapa peran ibu dalam proses
pendidikannya. Terutama dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yakni usia 0 – 6
tahun dan 6 – 16 (usia SD SMP). Tentu saja peran ayah tak kalah pentingnya,
terutama dalam proses pembangunan kepribadian.
DAFTAR PUSATAKA
Athiyah
Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok PENDIDIKAN ISLAM, Bulan Bintang, Jakarta;
1977
Ahmad
Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung; 2012
Abu
Ahmad dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta; 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar