Sabtu, 20 Desember 2014

PENDIDIKAN KEADABAN (Perspektif Pemikiran Ta’dib dalam Filsafat Pendidikan Islam)



Kata ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’dib yang artinya pendidikan (udecation) disiplin, patuh dan tunduk pada aturan (discipline) peringatan atau hukum (punishment) hukuman-penyucian (chastisement). Ada juga yang memberikan arti ta’dib yang berarti beradab, bersopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.
Al-Jurjani, mendefinisikan ta’dib adalah proses memperoleh ilmu pengetahuan (ma’rifah) yang dipelajari untuk mencegah pelajar dari bentuk kesalahan. Akan tetapi al-Attas mempunyai definisi tersendiri dan lebih rinci dengan diatas tentang ta’dib yaitu pengakuan realitas bahwa ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari urutan yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwasanya sesorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual, dan spritualnya. Definisi al-Attas diperkuat oleh syeikh Wan Ahmad al Fathani dari Pattani, dari Thailand Selatan, (1856-1908), berpesan agar seseorang mempunyai adab, maka ia harus selalu dekat dengan majelis ilmu. Syeikh Wan Ahmad  menyatakan “Jadikan olehmu akan yang sekedudukan engkau itu (majlis) perhimpunan ilmu yang engkau muthalaah akan dia. Supaya engkau mengambil daripada segala adab dan hikmah.”
Dalam pendidikan islam ta’dib merupakan hal yang sangat penting yang harus diajarkan, hal ini karena pembelajaran ta’dib akan merubah perilaku seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dan yang berakhlaqul karimah sehingga manusia akan menjadi manusia yang sempurna (insanul kamil).
Al-Attas mengungkapkan bahwa orang yang terpelajar adalah orang baik. “Baik” yang dimaksudkannya di sini adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh dan meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya.
Dari pendapat al-Attas diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa seseorang yang benar-benar terpelajar adalah orang yang beradap. Disini terlihat bagaimana pentingnya pendidikan keadaban yang harus dipelajari seseorang. Seseorang dapat dikatakan baik apabila pembelajaran adab yang dilakukannya diamalkan dalam kehidupan, bukan hanya sekedar ucapan tetapi adab meliputi perilaku dan juga kebiasaan seseorang. Ta’dib memiliki beberapa hubungan diantaranya :
1.      Hubungan ta’dib dengan Ilmu
Adab dalam konteks ilmu berarti disiplin intelektual yang mengenal dan mengakui adanya urutan ilmu berdasarkan kriteria tingkat-tingkatannya, dan keluhuran dan kemuliaan yang memungkinkannya mengenal dan mengakui bahwa seseorang yang pengetahuannya berdasarkan wahyu Tuhan jauh lebih luhur dan mulia daripada mereka yang pengetahuannya berdasarkan akal. Adab terhadap ilmu pengetahuan akan menghasilkan cara-cara yang tepat dan benar dalam belajar dan penerapan berbagai bidang sains yang berbeda. Seperti rasa hormat terhadap para sarjana dan guru dengan sendirinya merupakan salah satu pengejawantahan langsung dari adab terhadap ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam  penekanan ta’dib di sini adalah mencakup ilmu dan amal dalam pendidikan dan adanya amal (praktik) ialah untuk menjamin ilmu agar dapat dipergunakan secara baik dalam kehidupan masyarakat. Karena alasan inilah, maka al-Attas mengkombinasikan secara harmonis antara ilmu, amal (praktik) dan adab yang kemudian menamakannya dengan pendidikan. Setelah ilmu dipelajari dengan baik dan benar yang dilandasi dengan iman serta dipraktikan langsung  dalam bentuk amal itu semua adalah betuk wujud dari konsep ta’dib.
2.      Hubungan ta’dib dengan alam semesta
Adab dalam kaitannya dengan alam berarti pendisiplinan akal praktis dalam berhubungan dengan hierarki yang menjadi karakter alam semesta sehingga seseorang dapat membuat keputusan yang tepat mengenai nilai-nilai dari segala sesuatu, baik dalam konteksnya sebagai tanda-tanda Tuhan, sumber ilmu pengetahuan maupun sebagai sesuatu yang berguna bagi pengembangan ruhani dan jasmani manusia. Di samping itu, adab terhadap alam dan lingkungan juga berarti bahwa seseorang harus meletakkan tumbuh-tumbuhan, gunung, sungai, batu-batuan, danau, lembah, binatang dan habitat-habitatnya pada tempat-tempat yang semestinya.
  1. Aspek  ta’dib dalam tarbiyah
Dalam konteks tarbiyah yang diartikan sebagai pendidikan belum cukup untuk menghantar peserta didik untuk menjadi orang beradab. Sebab bentuk penekatanan dalam tarbiyah hanya sekedar pemeliharan dan pengasuhan jasmani semata. Sebagaimana yang yang dikatakan al-Juranai dalam kitabnya at-ta’rifaat bahwa makna dasar tarbiyah adalah pengasuhan (al-Hadhonah), dalam pengasuhan itu al-Jurjani tidak menjelaskan lebih detail tentang makna tarbiyah tersebut. Dalam hal ini, ada perbedaan sedikit dengan Sayyid Quhtub ketika memakanai istilah at-Tarbiyah sebagai upaya pemeliharaan jasmani dan membantunya dalam rangka menumbuhkan kematangan sikap mental sebagai pancaran akhlaqul karimah pada diri peserta didik. Bila dianalis dari dua pendapat dua tokoh diatas aspek ta’dib dalam tarbiyah hanya sedekar pengenalan ilmu dasar yang tidak sampai pematangan mental sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi diatas.
Dari pandangan tersebut, tarbiyah mencakup semua aspek pendidikan, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik, dan lebih memprioritaskan kepada jasmani dari pada rohaniahnya. Kemudian tarbiyah lebih menonjolkan pada penumbuhan kembangkan fisik material dan unsur-unsur kasih sayang serta untuk hal-hal yang konret. Oleh karena itu, proses pendididkan dengan ciri-ciri ini sangatlah cocok dan tepat bila diterapkan pada pendidikan tingkat dasar / kanak-kanak atau lebih konkretnya sesuai untuk istilah yang dipakai proses pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.
Sedangkan ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik yang berlandaskan keimanan. Istilah ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak.

  1. Aspek ta’dib dalam ta’lim
Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan  dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Misalnya pada surat  Yusuf, ayat 6, berarti ilmu pengetahuan yang dimaksud, diajarkan atau dialihkan kepada Nabi adalah tabir mimpi. Sedangkan pada surat al-Maidah ayat 4, ilmu yang dimaksud adalah ilmu berburu.
Ta’lim juga mewakili ungkapan proses dari tidak tahu menjadi tahu. Hanya sekedar pengisian kognitif saja. Namun, dari istilah ta’lim pada beberapa ayat diatas menunjukkan bahwa ilmu yang bisa untuk dialihkan meliputi semua ilmu termasuk diantaranya sihir. Sehingga memang istilah tersebut lebih dekat pada pengajaran bukan pendidikan, karena pendidikan dalam pengertian Islam tentu saja harus mengarah pada manusia yang lebih baik, sesuai peran dan fungsinya didunia ini menurut Al Qur’an dan As Sunnah. (QS. Al-Baqarah ( 2):31).
Pengertian pendidikan dalam ta’lim mengandung makna yang terlalu sempit. ta’lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai antar manusia. Ia dituntut untuk menguasai nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada afektif. Jadi ta’lim, sekedar penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sementara ta’dib dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlaq atau budi pekerti peserta didik. Berarti orientasi ta’dib lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi yang berakhlaq mulia. Pengertian ini didasarkan pada sabda Nabi saw:  
أدبنى ربى فأحسن تأدبى
Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar