Sabtu, 13 Desember 2014

KONSEKUENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN SISTEMATIK



BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Guru adalah elemen dalam pembelajaran yang memiliki peran cukup dominan dalam pembelajaran. Seorang guru selain dituntut untuk memiliki ilmu yang cukup untuk mengajar dan komunikatif, juga harus memiliki rancangan-rancangan perencanaan pembejaran agar materi yang disampaikan menjadi terarah dan mudah dipahami oleh siswa.
Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan.Pembelajaran yang baik, cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian pula sebaliknya. Namun, kenyataannya hasil belajar pendidikan di Indonesia masih dipandang kurang baik. Sebagian besar siswa belum mampu menggapai potensi ideal/optimal yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu ada perubahan proses pembelajaran yang sudah berlangsung selama ini.
Sebagai seorang guru harus berani menerima konsekuensi, dalam hal ini adalah tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan disusun secara sistemik atau testruktur untuk mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran. Dengan demikian dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsekuensi guru dalam pembelajaran sistemik.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran sistematik?
2.      Apa yang dimaksud profesionalisme guru?
3.      Apa saja syarat-syarat profesionalisme guru?
4.      Apa saja Tugas dan Tanggung Jawab Guru dalam Pembelajaran?
5.      Apa saja kompetensi guru dalam belajar?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEKUENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN SISTEMATIK
1.       Pengertian Pembelajaran Sistemik
Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan, yaitu tercapainya tujuan kurikulum.[1]
Pembelajaran yang dilaksanakan seorang pendidik, pada dasarnya adalah sebuah sistem, karena pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bertujuan, yaitu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai berbagai komponen. Hal ini perlu dipahami, karena melalui pemahaman terhadap sistem pembelajaran, minimal guru akan memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatan setiap komponen dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut.
Pemahaman terhadap sistem juga bermanfaat untuk membantu dalam proses perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh seorang guru. Guru dapat merencanakan suatu proses pembelajaran secara sistemik dengan memanfaatkan segala fasilitas yang ada, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan perencanaan tersebut untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sistemik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru sesuai dengan perencanaan yang dibuat secara sistemik atau terstruktur guna mencapai hasil atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

2.      Pengertian Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (webstar, 1989). Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standart mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi  kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.
Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sukar menentukan bagaimanakah sebenarnya mengajar yang baik. Ada guru yang mengajar baik kepada Taman Kanak-Kanak akan tetapi menemui kegagalan di kelas-kelas tinggi SD dan sebaliknya ada Guru Besar yang pandai mengajar kepada mahasiswa akan tetapi tidak sanggup menghadapi murid-murid di kelas rendah SD.
Walaupun demikian dapat juga diberikan bebrapa prinsip yang berlaku umum untuk semua guru yang baik.
1)      Guru yang baik memahami dan menghormati murid
Mengajar adalah suatu hubungan antar-manusia. Guru sebagai manusia menghadapi murid sebagai manusia pula dan bukan sebagai tong kosong atau sebagai makhluk yang lebih rendah dari dirinya. Guru yang otoriter yan bersifat diktator biasanya memerintah anak berpikir dan mengakui kesanggupannya untuk berpikir dan mengambil keputusan sendiri.
2)      Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya
Ia harus menguasai bahan itu sepenuhnya jangan hanya mengenal isi buku pelajaran saja, melainkan juga menyukainya serta mengetahui pemakaian dan manfaatnya bagi kehidupan anak dan manusia umumnya. Sedapat mungkin bahan itu berarti dan penting bagi kehidupan anak sekarang dan kemudian hari.
3)      Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran
Biasanya segala macam pelajaran diberikan dengan metode ceramah atau metode kuliah, artinya guru berbicara dan murid mendengarkan. Kemudia guru memberi ulangan atau tes untuk menyelidiki hingga manakah bahan pelajaran itu ditangkap oleh anak-anak. Memang ada kalanya metode kuliah yang paling sesuai, akan tetapi sering metode itu kurang cocok dan lebih baik diapaki metode mengajar lain seperti metode krja kelompok, diskusi, tanya jawab, sosio drama, eksperimen dan sebagainya.
4)      Guru yang baik menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu
Kesanggupan anak-anak dalam berbagai hal berbeda-beda. Biasanya guru mencoba menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan rata-rata di dalam kelas itu. Bagi anak-anak yang pandai pelajaran itu terlampaumudah, sedangkan bagi anak-anak yang lambat pelajaran itu terlampau sulit,sehingga makin lama makin jauh ketinggalan.
5)      Guru yang baik mengaktifkan murid dalam hal belajar
“Learning by doing” Kata dewey. Sesuatu lebih berhasil kita pelajari bila kita melakukannya. Hasil pelajaran dengan membaca akan lebih baik lagi kalau kita mendiskusikannya dengan teman-teman lain.
6)      Guru yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata belaka
Salah satu penyakit yang terbesar di sekolah ialah verbalisme, yakni anak mengenal kata-kata tetapi tidak menyelami artinya, anak dapat mengatakan pelajaran di luar kepala, akan tetapi tidak memahami isinya.
7)      Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid
Aktivitas belajar yang sejati tidak ada kalau anak-anak tidak melihat perlunya suatu pelajaran bagi dirinya. Anak lebih rajin belajar membaca kalau ia mengetahui isi macam-macam buku, amajalah dan sebagainya.
8)      Guru mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya
Ada tujuan jangka panjang, yakni yang ditetapkan oleh Negara dalam Undang-Undang Poko Pendidikan yang harus selalu terbayang di depan guru. Pendidikan mempunyai tujuan. Dengan pendidikan kita ingin “membentuk” manusia tertentu dapat menyumbangkan tenaga yang sebaik-baiknya untuk kebahagiaan sesamanya dan negaranya.
9)      Guru jangan terikat oleh satu buku pelajaran (textbook)
Tujuan mengajar bukanlah mengusahakan agar murid-murid menguasai suatu textbook. Textbook bersifat umum dan harus lagi disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak di kelas tertentu de daerah dan tempat tertentu. Textbook mengikat pribadi guru dan mengekang kebebasannya untuk mencari bahan-bahan dan metode alin yang dianggapnya lebih baik.[2]
Sementara itu, yang dimaksud profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan mata pencaharian seseorang. profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang professional adalah guru yang memiliki kopetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan professional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis dengan kata lain, pengertian guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang professional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.

3.      Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lai meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan.
2.      Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar.
3.      Persyaratn psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, anatara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian.
4.      Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, ridak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular.
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklarifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus:
a.       Memliki kemampuan prosfesional,
b.      Memiliki kapasitas intelektual,
c.       Memiliki sifat edukasi sosial
Tetapi kalau dilihat dari perangkat-perangkat dan kemampuan yang lain mentak masih harus dilihat lebih jauh, bagaimana profesionalisme dan kapasitas edukasi sosialnya. Untuk mendekati permasalahan itu perlu dilihat beberapa aspek yaitu:
1.      Aspek kematangan jasmani
Aspek kematangan jasmani dapat dilihat dari perkembangan biologis dan usia. Pada umumnya dikatakan sudah dewasa jasmani, kalau sesorang itu sudah akil baligh. Tetapi dalam kenyataannya ukuran biologis ini kalau dikaitkan dengan ukuran yang lain masih belum memadai. Bahkan bagi Indonesia juga jarang seorang yang sudah mencapai usia 15 tahun, terus mampu berumah tangga.
2.      Aspek kematangan rohani
Lain halnya dengan kematangan jasmani yang ditandai dengan dicapainya akil-baligh, kematangan /kedewasaan dalam arti rohani mungkin sangat bervariasi/berbeda-beda antara masyarakat/bangsa yang satu dengan masyarakat/bangsa yang lain.
3.      Kematangan/kedewasaan kehidupan sosial
Aspek kedewasaan sosial senantiasa berhubungan dengan kehidupan sosial, atau kehidupan bersama antarmanusia. Untuk dapat bergaul dengan sesama manusia dituntut adanya kemampuan bergaul dengan adanya kemampuan berinteraksi dan memenuhi beberapa persyaratan. Sebagai contoh harus dapat saling menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong menolong, dapat dan mau membela kepentingan bersama.

4.      Kode Etik Guru
Dalam buku karangan Made Pirdata ada beberapa kode etik yang harus di miliki oleh seorang guru, diantaranya :
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
2.      Setia kepada pancasila, UUD 45, dan negara
3.      Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik
4.      Berbakti kepada peserta didik dalam dalam membantu mereka mengembangkan diri
5.      Bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembngan peseta didik
6.      Lebih mengutamakan tugas pokok atau tugas Negara lainnya daripada tugas sampingan
7.      Bertanggungg jawab, berprestasi,dan akuntabel dalam bekerja
8.      Berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan
9.      Menjadi teladan dalam berperilaku
10.  Berprakarsa
11.  Memiliki sifat kepemimpinan
12.  Menciptakan suasana belajar yang kondusif[3]
Disahkannya UU Guru dan Dosen merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi dunia pendidikan Indonesia. Undang-Undang tersebut terpenting bagi guru, antara lain untuk hal-hal berikut.
1.      Memberikan perlindungan profesi bagi pelaksanaan/jabatan Guru.
2.      Memberikan perlindungan jaminan bagi guru untuk memperoleh hak-haknya sebagai pengembangan profesi yang tidak saja layak/manusiawi, tetapi juga sesuai dengan nilai keterampilan dan keahliannya.
3.      Sebagai instrument Hukum untuk memberikan sanksi bagi guru yang melanggar hokum atau kode etik.
4.      Memberikan jaminan perlindungan hokum bagi guru dalam menghadapi ancaman dan tindakan siswa, orang tua atau wali murid, dan anggota masyarakat.
5.      Memberikan jaminan kepastian hokum bagi siswa, orang tua atau murid dan masyarakat dalam menerima layanan pendidikan yang professional.
6.      Memberikan jaminan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab profesionalisme dalam bekerja.
Kode etik adalah seperangkat kaidah prilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi. Kode etik ini merupakan persetujuan bersama yang timbul dari para anggota sesuai dengan nilai-nilai ideal yang merupakan harapan. Kode etik penting bagi guru, antara lain ;
1.      Menjaga dan meningkatkan kualitas moral guru
2.      Menjaga dan meningkatkan kopetensi guru sebagai profesi
3.      Perlindungan kesejahteraan terhadap guru[4]
Dalam menjalankan tugasnya, guru harus selalu terikat pada kode etiknya. Guru akan menghindarkan dirinya dari melakukan tindakan tidak terpuji atau merugikan peserta didik. Dengan demikian, kualitas layanan pendidikan akan maksimal , kinerja guru optimal, dan mutu lulusan akan sangat baik.

5.      Profesionalisme Guru dan Prinsip-Prinsipnya
Profesionalisme berasal dari kata dasar profesi. Mc Cully (Sunaryo Karadinata dan nyoman Dantes, 1997) mengartikan profesi adalah “a vocation in which professesd knowledge of some department of learning of science is used in its application to the affairs of others or in the practice of an art founded upon it”. Hal ini mengandung makna bahwa dalam suatu pekerjaan profesional selalu digunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang secara sengaja harus dipelajari, dan kemudian secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain.
Ada banyak macam profesi yang ada dimasyarakat, misalnya: dokter, apoteker, perawat, psikolog, akuntan, pengacara, peneliti, polisi, fotografer, arsitek dan guru. Masingg-masin gpmilik profesi sudah baang tentu harus memiliki seperangkat keterampilan khusus yang membutuhkan ketelitian dan ketentuan, serta menuntut keahlian dan tanggung jawab yang tinggi. Guru sebagai profesi juga membutukan dan menutut hal-hal yang demikian, lebih-lebih dalam era dewasa ini profesi guru tersebut dituntut bisa lebih profesional.
Dalam hal ini profesionalisme guru memiliki prinsip-prinsip profesionalisme sebagai berikut:
1.      Bahwa profesi guru merupakan profesi yang berdasarkan bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2.      Menuntut komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan, iman taqwa dan akhlak mulia.
3.      Adanya kualifikasi akademik dan latarbelakang pendidikan yang relevan.
4.      Memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah.
5.      Menuntut tanggungjawab tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan bangsa.[5]

6.      Sifat-sifat Guru
Tokoh seorang guru yang paling sukses dalam mendidik karkter manusia ialah Nabi Muhammad SAW. Meskipun sudah 13 abad beliau wafat, pengaruhnya sangat kental dan mendalam serta berakar dalam hati pengikutnya.
Kemulian sifatnya yang paling mendasar adalah sidiq, amanah, tabligh, fatonah. Keempat karakter esensial inilah yang setidaknya dimiliki setiap individu yang bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai lainnya. Akan tetapi sebagai seorang guru, guru harus memiliki sifat-sifat yang lebih spesifik untuk menunjang pekerjaannya dalam mengajar peserta didik.berikut adalah sifat-sifat keguruan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW :
1.      Kasih sayang.
Sifat kasih sayng setidaknya dimiliki setiap orang yang menjadi seorang pendidik, sehingga proses pembelajaran akan menyentuh keruang kalbu. Sifat ini menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang di didik.
2.      Sabar.
Sifat sabar adalah bekal yang dibutuhkan unutk menjadi seorang pendidik yang sukses. Keragaman sikap dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik menjadi tantanganbagi pendidik terutama anak didik yang lamban dalam memahami materi yang sulit untuk dibangun.
3.      Cerdas.
Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul dan memberikan sosuli yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya yang dibutuhkan tidak hanya kecerdasan intelektual, namun emosianal dan spiritual.
4.      Tawadlu’.
Pantang seorang pendidik memiliki sifat sombong meski kepada anak didiknya, dengan demikian tidak ada yang renggang antara pendidik dan peserta didik karna akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik kepada anak didiknya atas kehormatan.
5.      Bijaksana.
Seorag pendidik tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan agar mudah baginya untuk memecahkan sebab-sebab permaslahan.
6.      Pemaaf.
Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tidak luput akan kesalahan, maka pendidik dituntut untuk mudah memberikan maaf meskipun ada sanksinya yang diberikan kepada anak didik yang menjadi pelaku kesalahan sebagai bagian dari eduksi.
7.      Berkepribadian yang kuat.
Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak didik jika seorang pendidik memiliki kepribadian yang kuat sehingga muncul apreasi anak didik dan bukan apriori. Secara otomatis, kepribadian yang kuat bisa mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan kenyakinan diri anak.
8.      Yakin terhadap tugas pendidikan.
Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi anak selalu optimis dan penuh kenyakinan terhadap tugas yang diembannya. Allah SWT akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiliki kenyakinan tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan, esuai dengan hadis qudsi bahwa Allah sesuai dengan perasangka hambanya.[6]

7.      Syarat-syarat Profesionalisme Guru
Suatu pekerjaan professional memerlukan persyaratan khusus, yakni
(1)      menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
(2)      menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
(3)      menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
(4)      adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
(5)      memungkinkan perkembangan sejaln dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985).
Selain persyaratan di atas, Usman menambahkan, yaitu
1)      memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2)      memiliki klien atau objek pelayanan yang tetap, seperti dokter dan pasiennya, guru dengan muridnya.
3)      diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat (Usman, 2005). Menurut Surya (2005), guru yang professional akan tercemin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.
Surya berpendapat bahwa profesionalisme guru mempunyai makna penting, yaitu: (1) profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan masyarakat umum; (2) profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah; (3) profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya. Kualitas profesionalisme ditunjukan oleh lima sikap, yakni: (1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal; (2) meningkatkan dan memelihara citra profesi; (3) keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya; (4) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi; dan (5) memiliki kebanggan terhadap profesinya. Guru professional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar.
Pemerintah melalui presiden sudah mencanangkan guru sebagai profesi pada Tanggal 2 Desember 2004. Guru sebagai profesi dikembangkan melaulai: (1) system pendidikan; (2) system penjaminan mutu; (3) system manajemen; (4) system remunerasi; dan (5) system pendukung profesi guru. Dengan pengembangan guru sebagai profesi diharapkan mampu: (1) membentuk, membangun, dan mengelola guru yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi di tengah masyarakat; (2) meningkatkan kehidupan guru yang sejahtera, dan (3) meningkatkan mutu pembelajaran yang mampu mendukung terwujudnya lulusan yang kompeten dan terstandar dalam kerangka pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan nasional pada masa mendatang.
Seorang guru yang professional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya mempunya jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus (continuos improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya. Dengan persyaratan semacam ini, maka tugas seorang guru bukan lagi knowledge based, seperti sekarang ini, tetapi lebih bersifat competency based, yang menekankan pada penguasaan secara optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai-nilai etika dan moral. Konsekuensinya, seorang guru tidak lagi menggunakan komunikasi satu arah yang selama ini dilakukan, melainkan menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga terjadi komunikasi dua arah secara demokrasis antara guru dengan siswa. Kondisi demikian diharapkan mampu menggali potensi dan kreativitas peserta didik (Sidi, 2003).
Dengan profesionalisme guru, maka guru masa depan tidak tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, tetapi beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manager belajar (learning manager). Sementara itu, sikap dan sifat-sifat guru yang baik adalah: (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada murid-muridnya; (3) sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa dihadapan peserta didik; (5) penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas (Ngalim Purwanto, 2002).[7] Dalam pembelajaran yang efektif seorang guru juga harus memiliki kelakuan masalah pribadi yang baik, diantaranya:
1.      jabatan guru memerlukan keahlian yang khusus
2.      guru harus memiliki keahlian sebagai guru
3.      guru harus memililikikepribadian yang baik dan teringrentasi
4.      guru harus memiliki mental yang sehat
5.      guru harus berbadan sehat[8]

8.      Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Guru sebagai pendidik dan pembimbing pada buku ini senagaja dijadikan subpembahasan tersendiri, karena memiliki makna yang cukup mendasar dalam upaya melihat bagaimana kedudukan guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan. Hal ini sekaligus untuk melengkapi pembahasan mengenai istilah mendidik dan mengajar yang sengaja dibedakan dengan menempatkan dua istilah dalam tanda petik.
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai ‘pendidik’. Guru memang seorang ‘pendidik’, sebab dalam pekerjannya ia tidak hanya ‘mengajar’ seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melaith beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali denga berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan keterampila keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar keterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan.
Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai denga tujuan pendidikan. Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan keliahatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya.[9]
9.      Tugas dan Tanggung Jawab Guru dalam Pembelajaran
Masih ada orang yang berpandangan , bahwa peranan guru hanya mendidik dan mengajar saja. Pandangan modern seperti yang di kemukakan oleh Adams dan Dikey bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi :

a.       Guru sebagai pengajar
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam ssekolah (kelas). Ia menyampaikan  pelajaran agar murid dapat memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah di sampaikan oleh seorang guru. Selain dari itu juga berusaha agar terjadi perubaahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, dan apresiasi melalui pengajaran yang diberikannya.
      Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu memahami sedalam-dalmnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung jwabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
b.      Guru sebagai pembimbing
Guru mempunyai kewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Murid-murid membutuhkan bantuan guru dalam hal menatasi kesulitan kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial dan interpersonal.
c.       Guru sebagai pemimpin
Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, dimana murid adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervise atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis.
Dengan kegiatan manajemen ini guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang serasi, menyenangkan, dan merangsang dorongan belajar para anggota kelas.guru harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik seperti hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketenagaan, ketabahan, humor, tegas dan bijaksana.
d.      Guru sebagai ilmuwan
Guru dipandand sebagai orang yang paling berpengetahuan. Guru bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilinyakepada muridnya. Tetapi seorang guru juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus menumpuk pengetahuan yang telah dimilikinya.
e.       Guru sebagai pribadi
Sebagai pribadi guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya-muridnya, oleh orang tua, dan oleh masyarakat.sifat-sifat itu sangat di perlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran yang efektif.
f.       Guru sebagai penghubung
Sekolah berdiri diantara dua lapangan yakni disatu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi dan kebudayaan yang terus berkembang dengan lajunya dan dari pihak lain ia bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntunan masyarakat
Guru perlu menggalang kekuatan melalui organisasi profesinya, sehingga merupakan suatu kelompok penekan (pressure group) yang dapat melobi DPR serta lembaga masyarakat lain sehingga terbentuk opini umum. Betapa besar peranan pendidikan, melalui profesi guru, dalam membangun masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat demokratis. Tugas guru bukan hanya di sekolah saja, tetapi dimana pun dan kapan pun ia berada. Masyarakat sering memandang guru sebagai seorang tokoh suri tauladan, baik dalam sikap maupun dalam perbuatannya.[10]
Peters dan Amstrong, membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima kategori, yakni:
a.       Guru bertanggung jawab dalam pengajaran.
Tanggung jawab guru yang terpenting ialah memberikan pengajaran kepada siswa guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan. Guru harus membimbing siswa agar mereka memperoleh keterampilan-keterampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan,dan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
b.      Guru bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan.
Guru memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.
Guru perlu menghormati pribadi anak, supaya mereka menjadi pribadi yang tahu akan hak-hak orang lain. Kebiasaan, sikap, dan apresiasinya harus dikembanggkan, hingga pada waktunya mereka menjadi manusia yang mengerti akan hak dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat yang berdiri sendiri.
c.       Guru bertanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum.
Sesungguhnya guru merupakan seseorang yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk mengubah kurikulum itu bukan tidak mungkin, akan tetapi dalam rangka membuat atau memperbaiki proyek-proyek pelaksanaan kurikulum, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Paling tidak dia berkewajiban memberi saran-saran yang berguna demi penyempurnaan kurikulum kepada pihak yang berwenang.
d.      Tanggung jawab dalam mengembangkan profesional guru.
Guru sangat perlu meningkatkan peranan dan kemampuan profesionalnya. Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh guru maka kiranya sulit bagi guru tersebut mengembangkan dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Peningkatan kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuannya yang diperlukan untuk merealisasikan tanggung jawabnya di luar sekolah. Kemampuan-kemampuan itu harus dipupuk dalam diri pribadi guru sejak ia mengikuti pendidikan guru sampai ia bekerja.
e.       Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.
Guru tak mungkin melaksanakan pekerjaannya secara efektif, jika seorang guru tidak mengenal masyarakat seutuhnya dan secara lengkap. Harus dipahami dengan baik tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat, dan kebutuhan masyarakat, karena perkembangan sikap, minat, aspirasi anak sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Ini berarti, bahwa dengan mengenal masyarakat, guru dapat mengenal siswa dengan menyesuaikan pelajarannya secara aktif.[11]

10.  Pengenbangan Sikap Profesionalisme
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangkaeningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu lumayan, gur harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ke tujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan, baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan)
1.      Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siwanya, dan bukan bagi masyarakat sekelilingny. Oleh  sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon gur berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan.
2.      Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan.  Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesioanl keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya,seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalu media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.[12]
11.  Kompetensi Guru dalam Pembelajaran
Kopetensi adalah kemampuan dan kkecakapan sebagai karakteristik yang menonjol dari seseorang individu maupun guru yang bekerja dengan afektif dan superior dalam suatu oekerjaan ataupun situasi. Berdasarkan pengertian kopetensi dasar diatas dapat disimpulkan bahwa kopetensi kemampuan adalah kemampuan, sikap, dan prilaku yang menggambarkan penampilan atau unjuk kerja yang dipersyaratkan dalam suatu pekerjaan maupun profesi yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) dinyatakan secara jelas bahwa guru harus memiliki empat kompetensi antara lain, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.[13]
a.       Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan (skill) yang dimiliki guru yang terkait dengan aktivitas proses belajar mengajar di kelas, seperti kemampuan menjelaskan materi, kemampuan melaksanakan metode, kemampuan menggunakan media/alat peraga, kemampuan mengelola kelas, kemampuan memberikan dan menjawab pertanyaan, dan kemampuan mengevaluasi.
Kopentensi pedagogic melandasi praktek pendidikan dan pembelajaran bagi guru karena menyangkut aspek keilmuan pendidikan yang berhubungan dengan pemahaman individu siswa, mengenal karakteristik siswa, lingkungan yang berpengaruh pada siswa, pertumbuhan dan perkembangan, pembawaan dan keturunan, landasan sosial dan budaya, intinya bahwa guru dapat mengajar, membimbing, dan mendidik siswa akan berhasil jika guru memang mempunyai ilmu mendidik. Maka dari itu guru harus memiliki kopentensi pedagoglik ini.
b.      Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan atau keterampilan yang terkait dengan situasi atau karakteristik guru. Karakteristik itu secara langsung maupun tidak langung mempengaruhi kinerja atau tampilan guru dalam realitas aktivitas sehari-hari.
Kopetensi pribadi ini berhubungan dengan nilai-nilai kepribadian yang mendasari seseorang untuk menjalani profesi sebagai guru. Kepribadian selalu dinilai berdasarkan ukuran norma yang diantaranya Baik, buruk, indah, tidak indah serta jika terdapat guru yang melakukan tindakan melanggar norma masyarakat maka guru tersebut memiliki kepribadian yang jelek dan dari kepribadian yang ditampilkan oleh guru tersebut, maka selanjutnya guru akan terlihat tak berwibawa lagi.
c.       Kompetensi professional
Kompetensi professional adalah seperangkat kemampuan atau keterampilan (skill) yang dimiliki guru dalam menguasai atau memahami materi pelajaran yang diampu secara luas, utuh dan komprehensif.
Kopetensi professional mencakup seluruh kemampuan guru dalam menjalankan praktek keguruan, seperti kemampuan menguasai bidang ilmu yang diajarkan, menguasai metodologi mengajar, mampu menggunakan setrategi pengajaran yang sesuai. Mampu menggunakan pendekatan yang terdapat dalam pengajaran, mampu mengelola pengajaran, mampu menggunakan metode pembelajaran, mampu berbagi pembelajaran dan sumber belajar dalam pembelajaran, mampu mengadakan perbaikan dalam pembelajaran bagi siswa yang belum sepenuhnya menguasai kopetensi dan kemampuan yang telah ditentukan. Mampu melakukan bimbingan dan konseling bagi siswa, mampu memberikan kesempatan kepada siswa dalam belajar sesuai dengan kemampuannya serta mampu menumbuhkan minat, motivasi dan kepribadian siswa.
d.      Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam melaksanakan komunikasi, interaksi dengan masyarakat baik masyarakat sekolah maupun masyarakat dalam arti luas. Artinya guru harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai persoalan yang ada di masyarakat dan mampu memberi konsep penyelesaian problematika masyarakat. Dalam konteks ini guru benar-benar menjadi pengayom, atau fasilitator masyarakat jika masyarakat sewaktu-waktu mengalami kesulitan dalam kehidupan.[14]
Dalam berkomunikasi dengan siswa mempunyai maksud guru harus mempunyai keterampilan memperlakukan siswa sacara baik sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dan juga dapat diterima oleh siswa berarti guru masih perlu dipertanyakan kopetensi sosialnya.
Kemampuan berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain dalam lingkup pendidikan, sangat menentukan keberhasilan pendidikan karena dalam pendidikan siswa yang menjadi sasaranpendidikan selalu mengalami berbagai hambatan, karena banyak masalah pesikologi yang sering dihadapi terkait dengan akibatnya tumbuh kembang, terutama saat siswa mengalami masa pubertas dan remaja. Rawannya masalah atau remaja atau masa kritis dalam perkembangan anakmasa remaja dibutuhkan perlakuan yang komunikatif dan menggunakan pendekatan yang efektif. Inilah subtansi kopetensi sosial yang begitu penting dalam hubungan dunia pendidikan

12.  Kedudukan Guru
Jika dilihat dari kedudukannya, guru merupakan makhluk tuhan, makhluk sosial, dan makhluk individu. Sebagai mahluk tuhan guru harus memiliki landasan keimanan yang kuat, landasan keimana seorang guru menjadi dasar ritual vertikalnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimana yang kuat akan membuat orang menjadi lebih tahan bantng dibandingkan dengan orang-orang sekuler yang tidak keimanan.
Sebagai makhluk sosial, guru memiliki tugas sosial kemasyarakatan. Atas dasar keimanannya, guru harus menyadari dan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi tanggung jawab dirinya sebagai warga Negara, anggota keluarga, anggota sekolah, dan anggota masyarakat serta pegaawai atau karyawan dinas pendidikan.
Sebagai makhluk individu, guru memiliki tanggung jawab untuk meningkatkankualitas hidup dirinya. Kualitas diri di tinggkatkan melalui pengembangan ilmu yang telah dimilikinya, pangkat dan derajatnya , dan serta meningkatkan hartanya. Kualitas diri ditingkatkan dengan tetap memerhatikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Ketiga aspek kedudukan guru itu melahirkan banyak tugas-tugas hidup yng harus di laksanakan secara seimbang oleh seorang guru. Keseimbangan yang sinergis dapat membentuk profil guru yang baik dihadapan tuhan dan manusia melalui peningkatan diri dari waktu ke waktu.
Dalam pandangan masyarakat jawa, guru memiliki posisi yang sangat terhormat. Masyarakat jawa menyebutkan istilah guru berasal dari kata digugu lan ditiru. Kata digugu (dipercaya) mengandung maksud bahwa guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai sehingga ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihatkehidupan ini. Sedangkan kata di tiru (di ikuti) menyimpan makna bahwa guru merupakan sosok manusia yang memiliki kepribadian yang utuh sehingga tindak tanduknya patut di jadikan panutan oleh peseta didik dan masyarakat.[15]


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pembelajaran sistemik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru sesuai dengan perencanaan yang dibuat secara sistemik atau terstruktur guna mencapai hasil atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Suatu pekerjaan professional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejaln dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985).
Peters dan Amstrong, membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima kategori, yakni:
a)      Guru bertanggung jawab dalam pengajaran.
b)      Guru bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan.
c)      Guru bertanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum.
d)     Tanggung jawab dalam mengembangkan profesional guru.
e)      Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) dinyatakan secara jelas bahwa guru harus memiliki empat kompetensi antara lain :
a)      kompetensi pedagogic           
b)      kompetensi kepribadian
c)      kompetensi professional
d)     kompetensi sosial.

B.     SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi Konsekuensi Guru dalam Pembelajaran Sistematik, tentunya masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Karena kami sadar bahwa makalah ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, maka dari itu kami harap maklum jika dalam makalah ini terdapat kelebihan dan kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Isriani Hardini dkk, Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep Dan Implementasi), PT Familia, Yogyakarta; 2012
Kunandar, Guru Profesional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2005
Eko Prasetyo, mendidik itu melawan, Resist Book, Yogyakarta; 2006
Hasan Basari, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, CV. Rajawali, Jakarta; 1986
Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta; 2002
Nasution, DIDAKTIK ASAS-ASAS MENGAJAR. PT Bumi Aksara. Jakarta. 1995
Sulton. ILMU PENDIDIKAN. Gra Media. Kudus. 2011
Hamid Hamdani, Pengembangan Sistem Pendidikan Di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2013
Barnawi. Setrategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2013
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011
Rohman Arif, MEMAHAMI PENDIDIKAN & ILMU PENDIDIKAN, Yogyakarta: LaksBang  Mediatama, 2009
Soejipto, PROFESI KEGURUAN, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999


[1] Isriani Hardini dkk, Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep Dan Implementasi), PT Familia, Yogyakarta; 2012, hal 10
[2] Nasution S  M.A, DIKDAKTIK ASAS-ASAS MENGAJAR, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000, hal: 8-10
[3] Made pirdata, Lndasan Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta; 1997, hal 273
[4] Hamid Hamdani, Pengembangan Sistem Pendidikan Di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2013. Hal 111-112
[5] Rohman Arif, MEMAHAMI PENDIDIKAN & ILMU PENDIDIKAN, Yogyakarta: LaksBang  Mediatama, 2009, hal: 159-160
[6] Barnawi. Setrategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2013.  Hal  93-96
[7] Kunandar, Guru Profesional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011, hal 45-51
[8] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, Jakarta; 2003, hal 117-123
[9] Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011, hal: 126-140
[10] Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta; 2002, hal 105
[11] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta; 200, hal 23- 24
[12] Soejipto, PROFESI KEGURUAN, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999, hal:54-55
[13] Sulton. ILMU PENDIDIKAN. Gra Media. Kudus. 2011. Hal 130-133
[14] Sardiman, Ibid hal 26
[15]  Barnawi, Op.cit, hal 91-92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar