(Agar Tercipta Sebagai Insan Kamil)
Dalam kaedah ushuliyah dinyatakan bahwa : ”al-umuru
bimaqosidiha”, setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada maksud
atau tujuan yang telah ditetapkan. kaedah ini menunjukan bahwa pendidikan
seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai bukan semata-mata
berorientasi pada sederetan materi. Tatkala orang mendesain pendidikan, maka ia harus
memulainya dengan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan pada
dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) pendesain
pendidikan tersebut.[1] Oleh karena itu, sebagai insan islami tujuan pendidikan Islam
menjadi kompenen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum
merumuskan kompenen-kompenen pendidikan yang lain.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan
usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai
tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha,
agar kegitan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting
lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.[2]
Dalam konsep Islam pendidikan itu berlangsung sepanjang kehidupan manusia,
dengan demikian tujuan akhir pendidikan Islam pada dasarnya sejajar dengan
tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk ciptaan Allah dan sebagai
khalifah di bumi. Sebagaimana diungkapkan oleh hasan Langgulung bahwa “segala
untuk menjadikan manusia ‘abid inilah tujuan tertinggi pendidikan dalam Islam”.[3]
Upaya dalam mencapai
tujuan pendidikan harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, walaupun pada
kenyataannya manusia tidak mungkin kesempurnaan dalam berbagai hal. Tujuan
pendidikan Islam mempunyai beberapa prinsip tertentu untuk menghantar
tercapainya tujuan pendidikan Islam:[4]
1.
Prinsip universal (syumuliyah)
Prinsip yang memandang
keseluruhan aspek agama (akidah, ibadah dan akhlak, serta muamalah), manusia
(jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta
adanya wujud jagat raya dan hidup.
2.
Prinsip keseimbangan dan
kesederhanaan (tawazun qa iqtishadiyah).
Prinsip ini adalah
keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan
individu dan komunitas, serta tuntunan pemeliharaan kebudayaan silam dengan
kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan
akan terjadi.
3.
Prinsip kejelasan (tabayun).
Prinsip yang didalamnaya
terdapat ajaran hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia (qalbu,
akal dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan,
kurikulum dan metode pendidikan.
4.
Prinsip tak bertentangan.
Prinsip yang didalamnya
terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaanya,
sehingga antara satu kompenen dengan kompenen yang lain saling mendukung.
5.
Prinsip realisme dan dapat
dilaksankan.
Prinsip yang menyatakan
tidak adanya kekhayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak
berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan relistis, yang sesuai
dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosopolitik, dan sosiokultural yang
ada.
6.
Prinsip perubahan yang
diingini.
Prinsip perubahan struktur
diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah dan nafsaniyah;
serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran,
kemahiran, nili-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi
kesempurnaan pendidikan.
7.
Prinsip menjaga
perbedaan-perbedaan individu.
Prinsip yang memerhatikan
perbedaan peserta didik, baikciri-ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan,
minat, sikap, tahap pematangan jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala
aspeknya. Prinsip ini berpijak pada asumsi bahwa semua individu ‘tidak sama’
dengan yang lain.
8.
Prinsip dinamis
Dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku
pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
Tujuan pendidikan akan
sama dengan gambaran manusia terbaik menurut orang tertentu. Mungkin saja
seseorang tidak mampu melukiskan dengan kata-kata tentang bagaimana manusia
yang baik yang ia maksud. Sekalipun demikian tetap saja ia menginginkan tujuan
pendidikan itu haruslah manusia terbaik. Dalam konsep Islam manusia terbaik
disebut dengan insan kamil, manusia sempurna yang didalamnya memiliki
wawasan khaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan,
kekhalifahan, dan sebagai pewaris Nabi.
[4] Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibani, (Terj Hasan Langgulung), Falsafah Pendidikan Islam,
Bulan Bintang, Jakarta;1979, hal 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar