Selasa, 23 Desember 2014

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAMI



            Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi dan situasi perkembangan agama Islam, karena kaum muslimin berada di dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda. Namun demikian, mereka tetap sepakat menjadikan kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber pokok ilmu-ilmu agama dan ilmu umum.
            Dalam kaitannya dengan kurikulum tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan mengenai kesepakatan Negara-negara Islam terhadap tujuan pendidikan, yakni Al-Qur’an tetap sebagai pedomannya, beliau menyatakan “Sesungguhnya tujuan pendidikan yang bersumber dari Al-Qur’an adalah untuk mencapai tujuan pembentukan akidah/keimanan yang mendalam dan menumbuhkan dasar-dasar akhlakulkarimah melalui jalan agama yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang membangkitkan kepada perbuatan yang baik.
            Al-Qur’an dan hadist bukanlah buku sains, buku filsafat, atau buku mistik, melainkan berisi pokok-pokok ajaran. Maka dari itu, jika kita mencari teori kurikulum di dalamnya, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Berdasarkan Al-Qur’an dan hadist tersebut, para praktisi pendidikan muslim menyusun wawasan mereka tentang kurikulum. Namun agaknya hingga saat ini para praktisi pendidikan Islam belum menulis teori kurikulum secara rinci dan sistematik sebagaimana yang telah dilakukan oleh penulis Barat. Akan tetapi, sekali lagi hal tersebut bukan berarti para ahli Muslim tersebut tidak memiliiki wawasan sama sekali mengenai kurikulum. Dikatakan demikian karena jelas ketika nereka menyusun program pendidikan untuk sekolah yang mereka dirikan, kita dapati susunan mata pelajaran serta kegiatan yang menggambarkan wawasan mereka tentang kurikulum.
            Dalam pendidikan Islam itu sendiri terdapat dua macam kurikulum yaitu, kurikulum khusus untuk pengajaran permulaan (dasar) dan kurikulum untuk pengajaran tingkat tinggi:


1.      Kurikulum Ibtidai (Tingkat Dasar)
Secara umum telah diperkenalkan di seluruh Negara Islam bahwa ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi merupakan dua materi pelajaran pokok, namun di Negara-negara Islam tersebut tentunya tidak harus sama dalam memprogramkan kedua meteri pokok tersenut kedalam kurikulum, sebab disesuaikan dengan kondisi dan dituasi masing-masing Negara, yang pada umumnya berbeda mahdzhab dan sudut pandang mengenai kurikulum tersebut.
Mengenai penyebutan nama kurikulum ibtidai (tingkat dasar) berdasarkan atas dimulainya pendidikan anak yang sdang tumbuh, kemudian berprosws pada tingkat murabahah (usia dimana anak telah mampu berfikir). Pendidikan ini telah mencakup pada pendidikan kanak-kanak dan mnurabahah.

2.      Kurikulum Tingkat Atas
Kurikulum tingkat atas ini berisi ilmu pengetahuan yang benyak jenisnya untuk dikembangkan dan didalami secara khusus. Dalam hal ini Ibnu Khaldun membagi jenis-jenis ilmu pengetahuan menjadi dua jenis ilmu yang dijadikan bahan penlajaran.
a.   Ilmu pengetahuan yang mengandung nilai instrinstik (mengandung nilai aslinya). Ilmu-ilmu ini terdiri dari ilmu fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu ketauhidan, dan ilmu agama yang lainnya.
b.    Ilmu pengetahuan yang tidak bersifat instrinstik (ekstrinstik; yang nilainya tergantung dari luar). Yaitu ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk mendalami ilmu-ilmu tersebut diatas seperti bahasa arab, ilmu hitung, dan ilmu mantiq (logika).
Dalam hal ini para ahli pendidikan berpendapat bahwa memperluas pengajaran ilmu-ilmu tingkat pertama sampai pas pengananlisaan problem-problemnya, merupakan kewajiban mutlak bagi mereka agar ilmu-ilmu tersebut benar-benar berfuntsi dikalangan masyarakat luas.
Hal diatas berdasarkan sejarah dimulai ketika beberapa orang masuk Islam, Nabi menyediakan rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai tempat pengajaran. Ini merupakan tempat pendidikan pertama dalam Islam. Di sana Nabi mengajarkan pokok-pokok ajaran agama Islam, membacakan wahyu, dan sembahyang (ketika itu belum lima waktu). Selain itu Nabi jugamengajarkan ajaran agama Islam dirumahnya sendiri. Jadi, dari uraian sejarah tersebut dapat kita garis bawahi  bahwa kurikulum pendidikan yang diberikan Nabi selama di Mekkah ialah al-Qur’an. Namun demikian, konsep kurikulum pendidikan Nabi pada masa itu hingga berakhirnya periode Mekkah belum komprehensif. Maka hendaknya kita melihat setelah itu yakni periode Madinah dan seterusnya, dimana setelah Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, usaha Nabi ialah mendirikan majid. Hal ini sangat penting karena masjid ini tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat pendidikan.
Dari pengajaran yang diterapkan Nabi dan para sahabat, menghasilkan atu kesimpulan bahwa apa yang telah diajarkan menjurus pada pendidikan akhlak, hal tersebut sebagaimana hadits Nabi “innama bu’itstu li utammima makarimal akhlak”, yakni untuk menyempurnakan akhlak. Adapun pendidikan akhlak adalah pusat yang di sekelilingnya berputar program dan kurikulum pendidikan Islam.
Yang dimaksud akhlak disini ialah bahwa manusia berkelakuan dalam kehidupannya sesuai dengan kemanusiaannya, yaitu kedudukan mulia yang diberikan Allah kepadanya melebihi makhluk-makhluk yang lain, dan oleh karenanya ia diangkat sebagai khalifah. Daripada itu maka ilmu adalah jalan kearah pendidikan akhlak dan untuk sampai kepada khlifah tersebut. Dengan syarat bukanlah ilmu yang bersifat teoritis, tetapi ilmu yang bersifat praktis yang harus diterjemahkan kedalam kenyataan yang hidup yang menerapkan ketinggian akhlak bagi individu, perpadu dan interdependen bagi kumpulan, kemajuan peradaban yang continue.
Disiplin ilmu yang banyak tersebut tidaklah sama kategorinya dalam pandangan Islam, sebab Islam sendiri memiliki kategori tersendiri untuk memilah dan menentukannya. Kategori pertama adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an dan hadits. Disiplin-disiplin ini sering disebut sebagai ilmu religious atau ilmu agama atau ilmu tradisuional, akan tetapi penamaan tersebut kurang tepat, lebih tepatnya mengunakan istilah ilmu-ilmu esensial. Penamaan tersebut karena menjelaskan bahwa ilmu-ilmu tersebut mengandung nilai-nilai esensial dalam Islam. kedua adalah pengetahuan yang mempelajari manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Yang termasuk disini adalah ilmu-ilmu jiwa, sosiologi, sejarah dan sebagainya. Ketiga ialah ilmu-ilmu mengenai benda atau alam, yaitu biologi, astronomi, ilmu bumi dan lain-lain.
Sejarah pendidikan Islam yang panjang itu menunjukkan bahwa keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada zaman-zaman kekuatan dan kegemilangan Islam. Keseimbangan ini tidaklah hilangan kecuali pada zaman kelemahan. Jadi dengan adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia dalam kurikulum pendidikan dalam Islam, maka ada pemusatan atau spesialisasi pada sebagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai dengan tingkat pendidikan, sesuai dengan spesialisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, di masjid-masjid dan di rumah-rumah.
Secara umum, kurikulum pendidikan dalam Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk menusia muslim, mengenal agama dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, danggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup member dan membina masyarakat dan mendorong dan mengembangkan kehidupannya, berdasarkan pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
Itulah kurikulum pendidikan formal dalam Islam yang sekaligus mewakili garis-garis besar kurikulum pendidiakn non-formal, yang biasanya lebih berpengaruh, lebih dinamis, dan lebih penting dari lembaga-lembaga pendidikan formal.
Melalui penjelasan diatas, bahwa yang mendasari tujuan pendidikan Islam dari segala tingkat dan jenis berintikan akhlakul karimah dan keimanan, maka seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolah dari dan menuju keimanan kepada Allah swt. Dengan begitu maka kesatuan pengalaman siswa akan terbentuk, dan kesatuan pengalam itu dikendalikan oleh otoritas dan kekuasaan Allah swt. Jadi, inti kurikulum adalah kehendak Allah. Sehingga kesatuan pengetahuan dan pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturanb kehidupan akan sesuai dengan kehendak Allah. Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinbya sebagai kholifah Allah swt yang memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.
Kerangka kurikulum pendidikan Islam diatas merupakan kerangka kurikulum yang umum, dapat dijadikan dan hendaknya menjadi acuan oleh orang-orang Islam sendiri dalam mendesain kurikulum di sekolah, di rumah, dan di masyarkat. Kerangka tersebut sebagai mana diterangkan diatas yakni meliputi tujuan, isi kurikulum (materi), metode, dan evaluasi.
Jika di sekolah, kursus tertentu, dan kegiatan-kegian pembelajaran yang lainnya tidak diterapkan konsep komprehensif secara seimbang dalam prosentasi, tetapi biasanya menekankan pada hal-hal tertentu. Maka perumusan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam hendaknya berdasarkan tujuan pada penguasaan ilmu-ilmu agama, dengan tidak melalaikan ilmu-ilmu yang lain. Begitu juga mengenai unsure-unsur dasar manusia hendaknya terpenuhi semua, baik dari segi jasmani, rohani dan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar