Senin, 22 September 2014

Makalah Ruang Lingkup Pengembangan Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang
Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal atau informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Dengan adanya kurikulum resmi yang bersifat nasional, semua “progam belajar” sudah dibuat dalam bentuk “siap pakai”. Tugas guru di sekolahpada umumnya hanya tinggal mengembangakan kurikulum pada tingkat pengajaran . agar implementasi kurikulum dapat berjalan secara efektif. 

B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana pengertian Kurikulum?
b.      Bagaimana konsep Kurikulum?
c.       Apa fungsi Kurikulum?
d.      Apa saja komponen Kurikulum?
e.       Bagaimana pengembangan Kurikulum?
f.       Bagaimana landasan pengembangan Kurikulum?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum
Istilah Kurikulum yang berasal dari bahasa latin “curriculum” semula berarti “a running course, or race course, especially a chariot race course” dan terdapat pula dalam bahasa Prancis “courier” artinya “to run, berlari”. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah  “courses” atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[1]
Secara tradisional Kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian Kurikulum yang dianggap tradisional masih banyak dianut di Indonesia. Menurut Harold Alberty dan John Kerr Kurikulum yaitu segala pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah.
Kurikulum bukanlah buku, Kurikulum bukanlah sekadar dokumen yang dicetak. Untuk mengetahui kurikulum sekolah tidak cukup mempelajari buku kurikulumnya, melainkan juga apa yang terjadi di sekolah, di dalam kelas, di luar kelas, kegiatan-kegiatan di lapangan atau aula dan sebagainya.
Jadi, kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.
B.     Konsep Kurikulum
Kurikulum sebagai suatu rencana yang menjadi panduan dalam menjalankan roda proses pendidikan di sekolah akan mempunyai bentuk-beda. Menurut McNeil (1981), mengkategorikan konsep-konsep kurikulum ini ke dalam empat macam, yaitu 1) konsep humanistis, 2) konsep kurikulum teknologis, 3) konsep kurikulum rekontruksi social, dan 4) konsep kurikulum akademis.
1)      Kurikulum Humanistis
Konsep kurikulum humanistis di samping dipengaruhi oleh konsep tentang fungsi pendidikan untuk pengembangan pribadi, juga berakar pada konsep-konsep psikologi humanism, seperti konsep yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu beranjak dari kebutuhan yang paling mendasar menuju kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan jasmaniah, seperti makan, minum, dan tidur. Kebutuhan pada jenjang di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih saying atau rasa diterima di dalam kelompoknya, kebutuhan akan rasa di hargai, dan kebutuhan tertinggi adalah kebutuhan akan perwujudan diri atau self actualization.
Konsep kurikulum humanistis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik, setiap siswa berkesempatan untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya masing-masing. Substansi kurikulum semacam ini hamper tidak tampak secara jelas, melainkan berupa rencana yang disusun bersama antara anak dan guru.
2)      Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Konsep kurikulum ini menekankan pentingnya kirikulum sebagai alat untuk melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat.  Meliputi segi-segi social, politik, ekonomi, mental, dan spiritual. Melalui proses pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi kurikulum siswa diajak untuk mengenali berbagai permasalahan yang muncul dimasyarakat, sesuai dengan timgkat kemampuan berpikirnya, kemudian berupaya mencari alternative pemecahannya. Dampak dari penerapan konsep ini adalah: 1) untuk kepentingan penyusunan kurikulum perlu dilakukan analisis kebutuhan, 2) berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikenali dilakukan penentuan prioritas, 3) proses pendidikan di sekolah menekankan pada kegiatan menyacahan masalh, 4) masyarakat dijadikan sebagai sumber belajar.[2]
Konsep kurikulum rekonstruksionis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau activity curriculum. Kurikulum sekolah tidak menyediakan mata pelajaran secara khusus tetapi menyediakan kemungkinan bagi siswa untuk merencanakan proyek-proyek kegiatan tertentu. Oleh sebab itu, kurikulum semacam ini disebut dengan kurikulum proyek. Tujuan semua kegiatan yan dilakukan adalah member pengalaman belajar sebesar-besarnya secara langsung dalam kehidupan di masyarakat. Praktek kurikulu semacam ini sering pula disebut dengan istilah kurikulum pengalaman atau experience curriculum. Mrtode belajar utama yang digunakan dalam implementasi kurikulum ini adalah metode pemecahan masalah.
3)      Kurikulum Teknologis
Istilah teknologi yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendekatansistem dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini memandang bahwa kurikulum merupakan suatu system yang dikembangkan dengan pendekatan system. Pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan sisten ini dimulai dari perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujan, dirumuskan alat untuk mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya, dirumuskan bahan-bahan pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan, seperti mrtode dan alat yang dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan itu. Konsep ini lebih menekankan pada perancangan sistem belajar-mengajar berdasarkan pendekatan system. Kurikulum yang dirancang dengan mengacu pada konsep ini merupakan paket-paket belajar yang dapat dipelajari siswa secara individual.
4)      Kurikulum Akademis
Proses pengembangan kurikulum ini dilakukan dengan merencanakan kegiatan mempelajari bahan-bahan pelajaran yang bersifat akademis, sepeti halnya  mempelajari mata pelajaran-mata pelajaran dalam kurikulum tradisional. Konsep kurikulum akademis melahirkan bentuk-bentuk kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Bahan-bahan pelajaran yang menjadi isi kurikulum diseleksi dari disiplin-disiplin ilmu terkait yang dipandang dapat mengembangkan kemampuan melakukan proses kognitif. Bentuk lain dari kurikulum yang lahir berdasarkan konsep kurikulum akademis adalah kurikulum inti atau core curriculum. Kurikulum ini berisi mata pelajaran dan bahan pelajaran yang bersifat fundamental, dan dianggap paling penting untuk dikuasai oleh setiap siswa. Jadi, kurikulum ini merupakan kurikulum imum atau mengenai materi pendidikan umum. Bahan-bahan kurikulum ini dapat diambil dari bidang studi, dapat pula diambil dari masalah-masalah kehidupan sehari-hari sesuai dengan kepentingan pengembangan pribadi anak didik yang diharapkan.

C.    Fungsi Kurikulum
Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education (1918), mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fumgsi penyesuaian, fungsi pengitregasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
1.      Fungsi penyesuaian (The Adjustive of Adaptive Function)
Individu hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dab bersifat dinamis, maka masing-masing individu pun harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula. Dibalik itu, lingkungan pun harus sesuaikan dengan kondisi perorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifat well-adjusted atau menyesuaikan diri.
2.      Fungsi Diferensiasi (The differentiating function)
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan di antara setiap orang dalam masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berfikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan social dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas social dan integrasi, karena diferensiasi juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi social (kerusakan social).
3.      Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, misal melanjutkan studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar di dalam masyarakat. Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut lanjut ini sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkuin memberikan semua yang diperlukan siswa atau apapun yang menarik perhatian mereka.
4.      Fungsi Pemilihan (The Selective Function)
Perbedaan (diferensiasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang saling berkaitan. Pengakuan atas prebedaan berarti memberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut system demokratis. Untuk mengembangkan berbagai kemampuan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.
5.      Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function)
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi. Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki  kelemahan tersebut dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi diasnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.[3]

D.    Komponen Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal, pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua, ksesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
1.      Tujuan
 Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut: Tujuan pendidikan nasional yaitu, tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional yaitu, sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler  yaitu, tujuan yang dicapai oleh suatu program studi. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai  suatu mata pelajaran.
2.      Bahan Ajar
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya dan lingkungan orang-orang. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan penglaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana mengajar , yang mencakup komponen-komponen tujuan khusus, strategi mengajar, media dan sumber belajar serta evaluasi hasil mengajar.
3.      Strategi Mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada sesuatu pendekatan, metode, dan peralatan mengajar yang diperlukan. Strategi pangajaran lebih lanjut bisa dipahami sebagai cara seorang pendidik dalam pengajar.Dengan menggunakan strategi yang tepat dan akurat proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta didik khususnya pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta didik. Akan tetapi penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik.
4.      Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar. Berbagai bentuk alat penyaji perangsang  belajar berupa, alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi dan komputer.
5.      Evaluasi Pengajaran
Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi di tujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
6.      Penyempurnaan Pengajaran
Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Sesuai komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan prioritas lebih dulu atau mendapatkan penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya.[4]
E.     Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
Pihak universitas dapat mengembangkan komponen pokok yang berupa: jenis-jenis mata kuliah dan pengelompokannya, alokasi waktu untuk setiap progam, susunan mata kuliah, termasuk di dalamnya mata kuliah wajib lulus dan wajib tempuh, jumlah mata kuliah per semester dan jumlah SKS per semester.
            Terdapat empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan yaitu:
1.      Merencanakan, merancang, dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar
2.      Karakteristik peserta didik
3.      Tujuan yang akan dicapai
4.      Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan
Karakteristik peserta didik sekarang sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEKS, pengaruh globalisasi dan sebagainya. Berbagai criteria yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah pengembangan tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945, nilai-nilai hidup, tujuan pendidikan nasional GBHN, peraturan pemerintah no.26,27,28,29, dan 30 tahun 1990, undang-undang pendidikan tahun 2003, dan juga hendaknya memperhatikan perkembangan IPTEKS dan karakteristik peserta didiknya.
Kurikulum dikembangkan oleh orang-orang yang terkait dengan masalah kurikulum yaitu pihak produsen, pihak konsumen, pihak ahli yang relevan, pihak guru. Yang sering terjadi adalah pengembangan kurikulum pada komponen pokok misalnya:
1.      Struktur program
Hampir setiap perubahan kurikulum, struktur program selalu ikut berubah baik hilangnya maupun lahirnya mata pelajaran baru, alokasi waktu untuk setiap program maupun untuk setiap mata pelajaran.
2.      Pada silabus
Untuk menyesuaikan perkembangan zaman, maka sumber bahan, sistem penyesuaian, dan media yang dipakai selalu menyesuaikan.[5]

F.     Landasan-landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting. Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Keempat jenis landasan pengembangan kurikulum tersebut akan diuraikan dibawah ini.
1.      Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum
Landasan filosofis yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimpliksi pada perumusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.

2.      Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi tersebut meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar hal tersebut terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
            Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan. Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.
            Sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori psikologi kognitif, behavioristik, dan humanistik.
a.       Teori Psikologi Kognitif
Istilah cognitive berasal dari bahasa Latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to know). Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya. Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
b.      Teori Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-respons Theory (S-R). Kelompok ini mencakup tiga teori, yitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Teori S-R Bond (stimulus respons) bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi. Belajar terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respons. Belajar adalah upaya membentuk hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya. Menurut hukum kesiapan (law of readiness), hubungan antara stimulus respons akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada sistem saraf individu. Selanjutnya, hukum latihan (law of exercise) atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of efect), hubungan stimulus-respons akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Teori ketiga adalah reinforcement. Reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori S-R Bond dan conditoning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada teori reinforcement kondisi diberikan pada respons. Karena anak belajar sungguh-sungguh  (stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respons) maka guru memberi angka tinggi, pujian mungkin juga hadiah. Angka tnggi, pujian dan hadiah merupakan reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.
c.       Teori Psikologi Humanistik
Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor eksternal. Manusia yang mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensi dirinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi.
Berbeda dengan teori  belajar behavioristik, toeri humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional.
3.      Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Landasan sosiologis merupakan asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dam kecakapan.
4.      Landasan Teknologis Pengembangan Kurikulum
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi atau materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memilki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.[6]










BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. 
Konsep kurikulum yaitu, Kurikulum Humanistis, Kurikulum Rekonstruksi sosial, Kurikulum sebagai Teknologi, Kurikulum Akademis.
Fungsi Kurikulum yaitu, Fungsi penyesuaian, Fungsi Intregrasi, Fungsi Diferensiasi, Fungsi Persiapan, Fungsi Pemilihan, Fungsi Diasnogtik.
Komponen Kurikulum yaitu, Tujuan, Bahan Ajar, Strategi Mengajar,Media Mengajar, Evaluasi Pengajaran, Penyempurnaan Pengajaran.
Pengembangan Kurikulum yaitu,  Struktur Progam, dan Silabus.
Landasan-landasan Pengembangan Kurikulum yaitu, Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum, Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum, Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum, Landasan Teknologis Pengembangan Kurikulum.

B.     SARAN
Semoga dengan dibuatnya makalah Pengembangan Kurikulum PAI dengan tema Ruang Lingkup Kurikulum   dapat membantu proses perkuliahan.





[1] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm.9

[2] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2008, hlm. 9

[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm.13
[4] Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.91
[5] Henry Guntur Tarigan, Dasar-dasar Kurikulum Bahasa, Angkasa, Bandung, 2009, hlm. 71
[6] Tim Pengembang MKDP, Kurikulum Dan Pembelajaran, Rajagrafindo Persada, hlm. 17