Rabu, 10 Desember 2014

MAKALAH PSIKOLOGI ISLAM TENTANG PENYAKIT HATI DAN PENYAKIT MORAL



PENYAKIT HATI DAN PENYAKIT MORAL

 

I.     PENDAHULUAN
Di era sekarang ini kemajuan teknologi dan informasi sangat berkembang dengan cepat. Namun, teknologi dan informasi yang berkembang tidak selamanya memberikan dampak yang baik, melainkan semakin merosotnya keimanan seseorang. Faktanya yang sering kita jumpai adalah banyaknya penyelewengan moral.
Moral erat kaitannya dengan hati. Jika hati seseorang baik maka baiklah pula seluruh tingkah lakunya. Penyakit-penyakit hati dan penyakit moral ini lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan mudarat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagia­annya di dunia dan di akhirat; dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa, kekal, dan abadi. Adapun penyakit tubuh tidaklah mendatangkan mudarat atas seseorang kecuali di dunianya yang fana yang lagi hina, serta tubuhnya yang menjadi sasaran penyakit akan hancur luluh dalam waktu yang cepat.
II.  PERMASALAHAN
1.      Bagaimana penyakit hati dan penyakit moral?
2.      Bagaimana dampak penyakit hati dan peyakit moral dalam pandangan Psikologi Islam?
3.      Bagaimana cara mengobati penyakit hati dan penyakit moral dalam perspektif Islam?



III.   PEMBAHASAN
1.      Penyakit Hati dan Penyakit Moral
Istilah Qolbu memiliki dua makna: Pertama, yaitu sepotong ‘daging’ berbentuk buah sanaubar yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam dan di situ pula sumber atau pusat ruh. Kedua, hati (qalb, kalbu) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata tidak berupa dan tidak dapat diraba yang bersifat robbani ruhani. Latifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Hati tersebut adalah bagian (komponen) utama manusia yang berpotensi menyerap (memiliki daya tangkap atau persepsi) yang dapat mengetahui dan mengenal, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggungjawaban.
Jadi, yang dinamakan Penyakit Hati adalah apabila sifat buruk yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga menyebabakan seseorang memiliki sifat yang tercela. Penyakit ini disebabkan karena terlalu mencintai dunia sehingga menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan menjadi perhatian yang terbesar bagi hidupnya, selain itu lupa akan Allah dan tidak pernah membaca Al-Qur’an.[1] Contoh penyakit hati yang sering terjadi diantaranya: Riya’ dalam amal sebagai penyakit hati adalah Riya’ dalam perbuatan yang merupakan amal akhirat yang seharusnya untuk tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan mengagumkan-Nya, tetapi beralih menjadi motivasi duniawi. Misalnya beribadah karena ingin mendapat pujian orang, ingin mendapat upah material atau sebagai kedok atas pribadi sesungguhnya yang buruk.
Takabbur adalah sifat yang menyombongkan diri karena merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan menganggap orang lain mempunyai banyak kekurangan. Sifat ini disebabkan karena menganggap dirinya memiliki kemuliaan dunia dan memandang orang lain dengan kerendahan dan kehinaan dunia.[2]
Adapun akibat yang ditimbulkan dari sifat ini antara lain adalah: pertama,  Allah akan menyiksa orang-orang yang memiliki sikap takabbur dengan siksaan yang pedih dan mereka juga tidak memperoleh perlindungan dan pertolongan dari azab dan kemurkaan Allah. Kedua, orang-orang yang sombong adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat atau hukum-hukum Allah dan pintu langit telah tertutup untuk mereka serta mereka tidak akan masuk ke dalam surga. Ketiga, orang-orang yang sombong adalah penghuni neraka, karena selalu mendustakan ayat-ayat Allah, dan lain sebagainya.
Mudah marah atau tahawur, sifat ini akan mengkondisikan seseorang menjadi pemarah dan bertindak sewenang-wenang, mentang-mentang ingin menegakkan kebenaran. Penyebab penyakit tahawur, dorongan nafsu sabai’yah (nafsu serigala) untuk mendapatkan segala yang diingkan, komunikasi tidak harmonis dengan orang lain yang diakibatkan fitnah, guyon, kebohongan atau pelanggaran hak atas orang lain.[3]
Sifat Ujub muncul dari anggapan seseorang atas keagungan semua amal shaleh yang dilakukannya. Ujub berarti perasaan dengan kebaikan, amal ibadah yang melupakan keikhlasan.
Dengki adalah sifat tidak senang kepada orang lain jika orang tersebut mendapatkan nikmat, kebaikan dan kedamaian dan senantiasa berupaya untuk merebut semua kebahagian orang tersebut. Allah SWT telah mengajarkan kepada Rasullah agar terhindar dari pendengki atau melepaskan diri dari sifat dengki tersebut, yaitu dengan membaca surah Al-falaq dan An-naas. Alangkah mulianya jika seseorang yang ingin terlepas dari sifat dengki dengan mengamalkan kedua surah tersebut.[4]
 Sedangkan yang dinamakan moral atau akhlak yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang lahir dari perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran pertimbangan  atau penelitian, sifat berfikir atau watak yang terjabarkan dalam bentuk: berfikir, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya, sebagai ekspresi jiwa.  Jadi penyakit Moral adalah serangkaian perilaku manusia yang telah menyimpang dari koridor fitrah yang murni, bersih, dan suci dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dalam terminology Islam klasik, gangguan kepribadian disebut dengan akhlak tercela (Akhlak Madzmumah) sebagai kebalikan dari akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). Menurut Al-Gazali, penyakit Moral yaitu
 الأخلاق الخبيثة امراض القلوب واسقام النفوس
   “Akhlak yang buruk merupakan penyakit hati dan penyakit jiwa
Beberapa dari penyakit moral yaitu Zina, Menuduh Zina (fitnah), pencuri, perampokan, meminum minuman keras, pemberontakan terhadap pemerintah, semua ini telah di nash dalam al-Qur’an. Beberapa contoh dari penyakit moral yang ada di masyarakat khususnya di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.         Korupsi, adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
b.        Pelacuran atau prostitusi, adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral, atau hubungan seks, untuk mendapatkan uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).
c.         Minuman beralkohol, adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, dan tidak mampu menilai realitas.[5]
Timbulnya Penyakit Hati dan Penyakit Moral pada manusia disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1)   Faktor Internal atau factor yang berasal dari diri manusia itu sendiri
a.    Qolbu, sebagai pusat kepribadian manusia mengalami sakit, karena potensi yang ada tidak diaktualisasikan sebagaimana fungsinya. Hati yang sakit akan menjadikan batin orang tersebut menderita. Akan tetapi jika ada orang yang tidak merasakan batinnya sakit, bahkan ia bangga dengan perbuatan dosanya maka hatinya tidak hanya sakit melainkan mengalami kematian.
b.    Hawa nafsu manusia, yang berupa ghadhab yang memiliki rangsangan agresif, dan syahwat yang memiliki rangsangan seksual.
c.    Orientasi dan motivasi hidup Materialisme (Cinta Dunia), sehingga tidak ada ruang untuk mengembangkan aspek-aspek spiritual atau kerohania. Sabda Nabi:” cinta dunia merupakan puncak dari segala kesalahan”. (HR Al-Baihaqi).
2)   Faktor Eksternal, factor yang berasal dari luar individu.
a.    Godaan Syaitan, yang membisikkan hal yang buruk pada diri manusia sehingga manusia tidak mampu menjadi dirinya sendiri. godaan ini menimbulkan angan-angan yang kosong, sehingga menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat.
b.    Makanan dan minuman yang mengandung syubhat dan haram, termasuk pakaian dan tempat tinggal dan haram. Mengonsumsi hal-hal yang haram mengakibatkan kemalasan dalam beribadah, banyak menganggur, mengurangi kedekatan pada Allah, dan menyia-nyiakan waktu.[6]
2.      Dampak Penyakit Hati dan Penyakit Moral dalam Pandangan Psikologi Islam
Penyakit Hati merupakan sebuah gejala yang menjadikan penghalang untuk mendekatkan diri pada Allah, dalam pandangan Psikologi Islam hati harus mempunyai filter agar mampu terhindar dari penyakit hati. Apabila hati sudah melekat kuat terhadap kecintaan duniawi maka hawa nafsu yang mengendalikan kehidupannya. 
Meskipun telah berusaha untuk mengobatinya dan kembali pada suatu kehidupan yang islami, akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan. Walaupun ia dapat kembali pada kehidupan yang islami ia akan sulit bersikap istiqamah. Hal tersebut dikarenakan hatinya telah keras, hitam dan lemah, sehingga tidak tergugah hatinya mengenai peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Keadaan demikian menjadikan orang mempunyai hati yang sakit sehingga sulit menilai secara jujur apapun yang ada di hadapannya, apabila terus dibiarkan akan semakin menutup pintu hatinya, sehingga hati menjadi mati, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan keduanya tidak memiliki nilai sama sekali.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 7
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS. Al-Baqarah: 7).
Dengan demikian hati tidak mampu lagi menerima cahaya kebenaran,  dan tidak menganal Tuhannya. Hati seperti ini menurut Dr. Ahmad Farid dalam bukunya tazkiyat an nufus, senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah.
Penyakit moral merupakan sebuah tindakan yang muncul akibat dari gejolak penyakit hati. Hal tersebut dikarenakan redupnya cahaya qalbu sehingga manusia terjerumus ke arah perilaku yang buruk dan tercela, yang pada hakikatnya dapat menghancurkan kehidupanya baik dunia maupun akhirat.[7]
3.      Cara-Cara Mengobati Penyakit Hati dan Penyakit Moral
Dalam Islam pengembangan kesehatan hati terintegrasi dalam pengembangan pribadi (moral) pada umumnya. Dengan demikian dalam islam nyatalah betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan yang arif. Yang otaknya sarat dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Allah. Sikap dan perilakunya benar-benar merealisasikan nilai-nilai keislaman, yang mantap dan teguh serta berwatak terpuji.
Dalam hal ini Islam memberikan alternatif-alternatif untuk mengobati penyakit hati dan penyakit moral, sehingga menjadikan seseorang memiliki pribadi yang berkualitas di antaranya adalah:
Pertama adalah hidup secara islami, dalam arti berusaha secara sadar untuk mengisi kegiatan sehari-hari dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nila akidah, syari’ah dan akhlak, aturan-aturan Negara, norma-norma kehidupan bermasyarakat dan sekaligus berusaha untuk menjauhi hal-hal yang dilarang agama dan aturan-aturan yang berlaku.
Cara hidup serupa kalau dilaksanakan secara konsisten, maka tanpa terasa dan secara alamiah akan berkembang dalam diri seseorang, kebiasaan-kebiasan, sifat-sifat terpuji dan islami dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat.
Kedua adalah melakukan latihan intensif yang bercorak psikoedukatif. Dala pendidikan dan psikologi banyak sekali dikembangkan program dan paket-paket latihan pelatihan jiwa, pengembangan pribadi seperti pengenalan dan pengembangan diri, menjadi orang tua efektif, dan  komunikasi lintas budaya. Semuanya dilakukan untuk meningkatkan aspek-aspek psiko-sosial yang positif dan mengurangi aspek-aspek negatif, baik yang masih merupakan potensi ataupun yang sudah teraktualisasi dalam perilaku. Sudah tentu paket-paket pelatihan yang hampir semuanya berasal dari budaya barat tersebut harus dimodifikasi secara mendasar dengan landasan dan warna islam.
Ketiga untuk meningkat kualitas pribadi hingga mendekati citra ideal adalah pelatihan disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni mengintesifkan dan meningkatkan kualitas ibadah. Dengan meningkatnya kualitas ibadah seseorang tentu akan meningkatkan keimanan seseorang, dengan ini akan muncul hati yang tegas dan tegar, jika berhadapan dengan bentuk-bentuk penyimpangan dari iman atau taqwa. Dari hati yang demikan, akan muncul sikap yang dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah berdasar sistem nilai iman atau taqwa tersebut. Dengan demikian, segala perilakunya dikontrol oleh hati yang jernih.[8]
Selain  berbagai cara yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa cara yang pernah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yaitu dengan psikoterapi ilahiyyah yaitu suatu terapi nagi jiwa manusia yang diformulasikan dengan tauhid. Diantara psikoterapi tersebut diantaranya adalah
a.     Urgensi subjek pembimbing
b.    Menuntut pada totalitas dalam pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengalaman agama
c.     Menutamakan pada pendidikan moral, mental dan spiritual
d.    Menanamkan nilai-nilai kebenaran yang esensial
e.     Menuntut pada target suatu pendidikan yang hakiki.[9]

IV.   ANALISA
Zaman sekarang ini moral bangsa mengalami banyak kemunduran. Terutama pada generasi muda yang moralnya sungguh memprihatinkan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang mengakibatkan tidak diikutinya aturan serta norma yang berlaku. Masa muda memang jiwa yang labil dan mempunyai jiwa yang kompetitif.
Alangkah baiknya jika kelabilan dan kekompetitifan tersebut diinterpretasikan ke dalam aspek yang lebih positif. Tidak hanya untuk menunjukkan keunggulan dan kepuasan diri sendiri. Karena jika hal tersebut mengarah kenegatif, akan timbullah penyakit hati dan penyakit moral.
Mengingat begitu maraknya penyakit hati dan penyakit moral yang sedang berkembang di masyarakat, maka perlu adanya alternatif penyembuhan diantaranya dengan konsep Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Yang pertama dengan konsep Takhalli yaitu membersihkan diri dengan cara menghindari hal-hal yang negatif dengan cara senantisa menjauhi hal-hal yang berbau maksiat lahir maupun batin dan menjauhi kemungkaran. Yang kedua dengan konsep Tahalli yaitu menghiasi diri dengan sifat dan sikap yang terpuji. Misalnya saja dengan mananamkan sifat sabar, tawakal dan lain-lain. Selain itu dapat pula dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah kita membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela lalu menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji, maka kita akan merasakan bahwa kita dekat dengan Allah SWT.  
V.      KESIMPULAN
1.    Penyakit hati adalah apabila sifat buruk yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga menyebabkan seseorang memiliki sifat yang tercela. Penyakit Moral adalah serangkaian perilaku manusia yang telah menyimpang dari koridor fitrah yang murni, bersih, dan suci dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
2.    Dampak yang ditimbulkan dari penyakit hati dan moral dalam pandangan Psikologi Islam manusia tidak dapat membedakan mana yang baik dan buruk sehingga seseorang lebih mementingkan masalah duniawi saja.
3.    Cara mengatasi Penyakit Hati dan Penyakit Moral adalah hidup secara islami, meningkatkan kualitas pribadi hingga mendekati citra ideal, mengutamakan pendidikan moral, mental, dan spiritual tauhid, mencurahkan fungsi fitrah indrawi, fitrah rasio maupun fitrah qolbu, dan lain-lain.













DAFTAR PUSTAKA
Aba Firdaus al-Hawani dan Sri Harini, Menejemen Terapi Qolbu, Media Insani, Yogyakarta, 2002
Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2006
Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, MQS Publishing, Bandung, 2004

Amir Said Azzairi, Manajemen Kalbu Kiat Sufi Menghentikan Kemaksiatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002
Hamdani Bakhran Adz-Dzaky,Konseling dan Psikoterapi Islam,Fajar Pustaka Baru,Yogyakarta, 2002
Hanna Djumhanna Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami, Pustaka Belajar Offset, Yogyakarta, 1997
Rifaat Syauqi Nawawi, dkk, Metodologi Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000
Uwes Al-Qorni, 60 penyakit hati, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2000




[1]  Amir Said Azzairi, Manajemen Kalbu Kiat Sufi Menghentikan Kemaksiatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002, hal 208-209
[2]Hamdani Bakhran Adz-Dzaky,Konseling dan Psikoterapi Islam,Fajar Pustaka Baru,Yogyakarta, 2002, hal 342-344

[3] Uwes Al-Qorni, 60 penyakit hati, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2000, hal 27
[4] Aba Firdaus al-Hawani dan Sri Harini, Menejemen Terapi Qolbu, Media Insani, Yogyakarta, 2002, hal 6-27

[5] Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 351.

[6]Ibid., hal 355-356
[7]Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, MQS Publishing, Bandung, 2004, hal  9-11
[8] Hanna Djumhanna Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami, Pustaka Belajar Offset, Yogyakarta, 1997, hal 150-152

[9]Rifaat Syauqi Nawawi, dkk, Metodologi Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hal 191-193

Tidak ada komentar:

Posting Komentar