PENYAKIT
HATI DAN PENYAKIT MORAL
I.
PENDAHULUAN
Di era sekarang ini kemajuan teknologi dan informasi
sangat berkembang dengan cepat. Namun, teknologi dan informasi yang berkembang
tidak selamanya memberikan dampak yang baik, melainkan semakin merosotnya
keimanan seseorang. Faktanya yang sering kita jumpai
adalah banyaknya penyelewengan moral.
Moral erat kaitannya dengan hati. Jika hati seseorang
baik maka baiklah pula seluruh tingkah lakunya. Penyakit-penyakit hati dan penyakit
moral ini lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada
penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling
merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan
mudarat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan
di akhirat; dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa,
kekal, dan abadi. Adapun penyakit tubuh tidaklah mendatangkan mudarat atas
seseorang kecuali di dunianya yang fana yang lagi hina, serta tubuhnya yang
menjadi sasaran penyakit akan hancur luluh dalam waktu yang cepat.
II. PERMASALAHAN
1. Bagaimana penyakit hati dan penyakit
moral?
2.
Bagaimana
dampak penyakit hati dan peyakit moral dalam pandangan Psikologi Islam?
3.
Bagaimana cara mengobati penyakit hati dan penyakit moral dalam perspektif Islam?
III.
PEMBAHASAN
1. Penyakit Hati dan Penyakit Moral
Istilah Qolbu memiliki dua makna: Pertama, yaitu
sepotong ‘daging’ berbentuk buah sanaubar yang terletak di bagian kiri dada, di
dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam dan di situ pula sumber atau pusat
ruh. Kedua, hati (qalb, kalbu) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat
halus dan lembut, tidak kasat mata tidak berupa dan tidak dapat diraba yang
bersifat robbani ruhani. Latifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia
atau hakikatnya. Hati tersebut adalah bagian (komponen) utama manusia yang
berpotensi menyerap (memiliki daya tangkap atau persepsi) yang dapat mengetahui
dan mengenal, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman
dan pertanggungjawaban.
Jadi, yang dinamakan Penyakit
Hati adalah apabila sifat buruk yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga
menyebabakan seseorang memiliki sifat yang tercela. Penyakit ini disebabkan
karena terlalu mencintai dunia sehingga menjadikan dunia sebagai tujuan
hidupnya dan menjadi perhatian yang terbesar bagi hidupnya, selain itu lupa
akan Allah dan tidak pernah membaca Al-Qur’an.[1]
Contoh penyakit hati yang sering terjadi diantaranya: Riya’ dalam amal sebagai
penyakit hati adalah Riya’ dalam perbuatan yang merupakan amal akhirat yang
seharusnya untuk tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan
mengagumkan-Nya, tetapi beralih menjadi motivasi duniawi. Misalnya beribadah
karena ingin mendapat pujian orang, ingin mendapat upah material atau sebagai
kedok atas pribadi sesungguhnya yang buruk.
Takabbur adalah sifat yang
menyombongkan diri karena merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan
menganggap orang lain mempunyai banyak kekurangan. Sifat ini disebabkan karena
menganggap dirinya memiliki kemuliaan dunia dan memandang orang lain dengan
kerendahan dan kehinaan dunia.[2]
Adapun akibat yang ditimbulkan
dari sifat ini antara lain adalah: pertama, Allah akan menyiksa orang-orang yang memiliki
sikap takabbur dengan siksaan yang pedih dan mereka juga tidak memperoleh
perlindungan dan pertolongan dari azab dan kemurkaan Allah. Kedua, orang-orang
yang sombong adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat atau hukum-hukum
Allah dan pintu langit telah tertutup untuk mereka serta mereka tidak akan
masuk ke dalam surga. Ketiga, orang-orang yang sombong adalah penghuni
neraka, karena selalu mendustakan ayat-ayat Allah, dan lain sebagainya.
Mudah marah atau tahawur,
sifat ini akan mengkondisikan seseorang menjadi pemarah dan bertindak
sewenang-wenang, mentang-mentang ingin menegakkan kebenaran. Penyebab penyakit tahawur,
dorongan nafsu sabai’yah (nafsu serigala) untuk mendapatkan segala yang
diingkan, komunikasi tidak harmonis dengan orang lain yang diakibatkan fitnah,
guyon, kebohongan atau pelanggaran hak atas orang lain.[3]
Sifat Ujub muncul dari anggapan
seseorang atas keagungan semua amal shaleh yang dilakukannya. Ujub berarti
perasaan dengan kebaikan, amal ibadah yang melupakan keikhlasan.
Dengki adalah sifat tidak
senang kepada orang lain jika orang tersebut mendapatkan nikmat, kebaikan dan
kedamaian dan senantiasa berupaya untuk merebut semua kebahagian orang
tersebut. Allah SWT telah mengajarkan kepada Rasullah agar terhindar dari
pendengki atau melepaskan diri dari sifat dengki tersebut, yaitu dengan membaca
surah Al-falaq dan An-naas. Alangkah mulianya jika seseorang yang ingin terlepas
dari sifat dengki dengan mengamalkan kedua surah tersebut.[4]
Sedangkan yang dinamakan moral atau akhlak
yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang lahir dari
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran pertimbangan atau penelitian, sifat berfikir atau watak
yang terjabarkan dalam bentuk: berfikir, berbicara, bertingkah laku dan
sebagainya, sebagai ekspresi jiwa. Jadi
penyakit Moral adalah serangkaian perilaku manusia yang telah menyimpang dari
koridor fitrah yang murni, bersih, dan suci dari apa yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT.
Dalam terminology Islam klasik,
gangguan kepribadian disebut dengan akhlak tercela (Akhlak Madzmumah)
sebagai kebalikan dari akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). Menurut
Al-Gazali, penyakit Moral yaitu
الأخلاق الخبيثة امراض
القلوب واسقام النفوس
“Akhlak yang buruk merupakan penyakit hati
dan penyakit jiwa
Beberapa dari penyakit moral
yaitu Zina, Menuduh Zina (fitnah), pencuri, perampokan, meminum minuman keras,
pemberontakan terhadap pemerintah, semua ini telah di nash dalam al-Qur’an. Beberapa contoh dari penyakit moral yang ada di
masyarakat khususnya di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Korupsi, adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
b.
Pelacuran atau prostitusi, adalah penjualan jasa seksual, seperti seks
oral, atau hubungan seks, untuk mendapatkan uang. Seseorang yang menjual jasa
seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah Pekerja Seks
Komersial (PSK).
c.
Minuman
beralkohol, adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan
psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Mereka yang terkena
GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, misalnya ingin berkelahi atau
melakukan tindakan kekerasan lainnya, dan tidak mampu menilai realitas.[5]
Timbulnya Penyakit Hati dan Penyakit
Moral pada manusia disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1) Faktor Internal atau factor yang berasal
dari diri manusia itu sendiri
a. Qolbu, sebagai pusat kepribadian manusia
mengalami sakit, karena potensi yang ada tidak diaktualisasikan sebagaimana
fungsinya. Hati yang sakit akan menjadikan batin orang tersebut menderita. Akan
tetapi jika ada orang yang tidak merasakan batinnya sakit, bahkan ia bangga
dengan perbuatan dosanya maka hatinya tidak hanya sakit melainkan mengalami
kematian.
b. Hawa nafsu manusia, yang berupa ghadhab
yang memiliki rangsangan agresif, dan syahwat yang memiliki rangsangan seksual.
c.
Orientasi
dan motivasi hidup Materialisme (Cinta Dunia), sehingga tidak ada ruang untuk
mengembangkan aspek-aspek spiritual atau kerohania. Sabda Nabi:” cinta dunia merupakan puncak dari segala
kesalahan”. (HR Al-Baihaqi).
2)
Faktor
Eksternal, factor yang berasal dari luar individu.
a. Godaan Syaitan, yang membisikkan hal
yang buruk pada diri manusia sehingga manusia tidak mampu menjadi dirinya
sendiri. godaan ini menimbulkan angan-angan yang kosong, sehingga menimbulkan
kemalasan dan bisikan jahat.
b. Makanan dan minuman yang mengandung
syubhat dan haram, termasuk pakaian dan tempat tinggal dan haram. Mengonsumsi
hal-hal yang haram mengakibatkan kemalasan dalam beribadah, banyak menganggur,
mengurangi kedekatan pada Allah, dan menyia-nyiakan waktu.[6]
2. Dampak Penyakit Hati dan Penyakit Moral
dalam Pandangan Psikologi Islam
Penyakit
Hati merupakan sebuah gejala yang menjadikan penghalang untuk mendekatkan diri
pada Allah, dalam pandangan Psikologi Islam hati harus mempunyai filter agar
mampu terhindar dari penyakit hati. Apabila hati sudah melekat kuat terhadap
kecintaan duniawi maka hawa nafsu yang mengendalikan kehidupannya.
Meskipun
telah berusaha untuk mengobatinya dan kembali pada suatu kehidupan yang islami,
akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan. Walaupun ia dapat kembali pada
kehidupan yang islami ia akan sulit bersikap istiqamah. Hal tersebut
dikarenakan hatinya telah keras, hitam dan lemah, sehingga tidak tergugah
hatinya mengenai peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Keadaan demikian menjadikan
orang mempunyai hati yang sakit sehingga sulit menilai secara jujur apapun yang
ada di hadapannya, apabila terus dibiarkan akan semakin menutup pintu hatinya,
sehingga hati menjadi mati, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk dan keduanya tidak memiliki nilai sama sekali.
Firman
Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 7
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى
سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS. Al-Baqarah: 7).
Dengan demikian hati tidak mampu lagi menerima cahaya
kebenaran, dan tidak menganal Tuhannya.
Hati seperti ini menurut Dr. Ahmad Farid dalam bukunya tazkiyat an nufus,
senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan
dimurkai Allah.
Penyakit moral merupakan sebuah tindakan yang muncul
akibat dari gejolak penyakit hati. Hal tersebut dikarenakan redupnya cahaya
qalbu sehingga manusia terjerumus ke arah perilaku yang buruk dan tercela, yang
pada hakikatnya dapat menghancurkan kehidupanya baik dunia maupun akhirat.[7]
3.
Cara-Cara Mengobati Penyakit Hati dan Penyakit Moral
Dalam Islam pengembangan kesehatan hati terintegrasi
dalam pengembangan pribadi (moral) pada umumnya. Dengan demikian dalam islam
nyatalah betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan
yang arif. Yang otaknya sarat dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, bersemayam
dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Allah. Sikap dan perilakunya benar-benar
merealisasikan nilai-nilai keislaman, yang mantap dan teguh serta berwatak
terpuji.
Dalam hal ini Islam memberikan alternatif-alternatif
untuk mengobati penyakit hati dan penyakit moral, sehingga menjadikan seseorang
memiliki pribadi yang berkualitas di antaranya adalah:
Pertama
adalah hidup secara islami, dalam arti berusaha secara sadar untuk mengisi
kegiatan sehari-hari dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan
nilai-nila akidah, syari’ah dan akhlak, aturan-aturan Negara, norma-norma
kehidupan bermasyarakat dan sekaligus berusaha untuk menjauhi hal-hal yang
dilarang agama dan aturan-aturan yang berlaku.
Cara hidup serupa kalau dilaksanakan secara konsisten,
maka tanpa terasa dan secara alamiah akan berkembang dalam diri seseorang,
kebiasaan-kebiasan, sifat-sifat terpuji dan islami dalam kehidupan pribadi dan
kehidupan bermasyarakat.
Kedua
adalah melakukan latihan intensif yang
bercorak psikoedukatif. Dala pendidikan dan
psikologi banyak sekali dikembangkan program dan paket-paket latihan pelatihan
jiwa, pengembangan pribadi seperti pengenalan dan pengembangan diri, menjadi
orang tua efektif, dan komunikasi lintas
budaya. Semuanya dilakukan untuk meningkatkan aspek-aspek psiko-sosial yang
positif dan mengurangi aspek-aspek negatif, baik yang masih merupakan potensi
ataupun yang sudah teraktualisasi dalam perilaku. Sudah tentu paket-paket
pelatihan yang hampir semuanya berasal dari budaya barat tersebut harus
dimodifikasi secara mendasar dengan landasan dan warna islam.
Ketiga untuk
meningkat kualitas pribadi hingga mendekati citra ideal adalah pelatihan
disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni mengintesifkan
dan meningkatkan kualitas ibadah. Dengan meningkatnya kualitas ibadah seseorang
tentu akan meningkatkan keimanan seseorang, dengan ini akan muncul hati yang
tegas dan tegar, jika berhadapan dengan bentuk-bentuk penyimpangan dari iman
atau taqwa. Dari hati yang demikan, akan muncul sikap yang dapat mengetahui
mana yang benar dan mana yang salah berdasar sistem nilai iman atau taqwa
tersebut. Dengan demikian, segala perilakunya dikontrol oleh hati yang jernih.[8]
Selain berbagai
cara yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa cara yang pernah
dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yaitu dengan psikoterapi ilahiyyah yaitu suatu
terapi nagi jiwa manusia yang diformulasikan dengan tauhid. Diantara
psikoterapi tersebut diantaranya adalah
a.
Urgensi subjek pembimbing
b.
Menuntut pada totalitas dalam pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan
pengalaman agama
c.
Menutamakan pada pendidikan moral, mental dan spiritual
d.
Menanamkan nilai-nilai kebenaran yang esensial
e.
Menuntut pada target suatu pendidikan yang hakiki.[9]
IV.
ANALISA
Zaman sekarang ini moral bangsa mengalami banyak
kemunduran. Terutama pada generasi muda yang moralnya sungguh memprihatinkan.
Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang mengakibatkan tidak
diikutinya aturan serta norma yang berlaku. Masa muda memang jiwa yang labil
dan mempunyai jiwa yang kompetitif.
Alangkah baiknya jika kelabilan dan kekompetitifan
tersebut diinterpretasikan ke dalam aspek yang lebih positif. Tidak hanya untuk
menunjukkan keunggulan dan kepuasan diri sendiri. Karena jika hal tersebut
mengarah kenegatif, akan timbullah penyakit hati dan penyakit moral.
Mengingat begitu maraknya penyakit hati dan penyakit
moral yang sedang berkembang di masyarakat, maka perlu adanya alternatif
penyembuhan diantaranya dengan konsep Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Yang
pertama dengan konsep Takhalli yaitu membersihkan diri dengan cara menghindari
hal-hal yang negatif dengan cara senantisa menjauhi hal-hal yang berbau maksiat
lahir maupun batin dan menjauhi kemungkaran. Yang kedua dengan konsep Tahalli
yaitu menghiasi diri dengan sifat dan sikap yang terpuji. Misalnya saja dengan
mananamkan sifat sabar, tawakal dan lain-lain. Selain itu dapat pula dengan
cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah kita membersihkan jiwa dari
sifat-sifat tercela lalu menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji, maka
kita akan merasakan bahwa kita dekat dengan Allah SWT.
V.
KESIMPULAN
1. Penyakit hati adalah apabila sifat buruk
yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga menyebabkan seseorang memiliki
sifat yang tercela. Penyakit Moral adalah serangkaian perilaku manusia yang
telah menyimpang dari koridor fitrah yang murni, bersih, dan suci dari apa yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT.
2. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit
hati dan moral dalam pandangan Psikologi Islam manusia tidak dapat membedakan
mana yang baik dan buruk sehingga seseorang lebih mementingkan masalah duniawi
saja.
3. Cara mengatasi Penyakit Hati dan Penyakit Moral adalah
hidup secara islami, meningkatkan kualitas pribadi hingga mendekati citra
ideal, mengutamakan pendidikan moral, mental, dan spiritual tauhid,
mencurahkan fungsi fitrah indrawi, fitrah rasio maupun fitrah qolbu, dan
lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Aba Firdaus al-Hawani dan Sri Harini, Menejemen Terapi
Qolbu, Media Insani, Yogyakarta, 2002
Abdul Mujib, Kepribadian
Dalam Psikologi Islam, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2006
Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan
Potensi, MQS Publishing, Bandung, 2004
Amir Said Azzairi, Manajemen Kalbu Kiat Sufi
Menghentikan Kemaksiatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002
Hamdani Bakhran Adz-Dzaky,Konseling dan Psikoterapi Islam,Fajar Pustaka
Baru,Yogyakarta, 2002
Hanna Djumhanna Bastaman, Integrasi Psikologi dengan
Islam: Menuju Psikologi Islami, Pustaka Belajar Offset, Yogyakarta, 1997
Rifaat Syauqi Nawawi, dkk, Metodologi Psikologi
Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000
Uwes
Al-Qorni, 60 penyakit hati, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2000
[1] Amir Said Azzairi, Manajemen
Kalbu Kiat Sufi Menghentikan Kemaksiatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002,
hal 208-209
[2]Hamdani Bakhran Adz-Dzaky,Konseling dan Psikoterapi Islam,Fajar Pustaka
Baru,Yogyakarta, 2002, hal 342-344
[3] Uwes Al-Qorni, 60
penyakit hati, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2000, hal 27
[4] Aba Firdaus al-Hawani dan Sri Harini, Menejemen
Terapi Qolbu, Media Insani, Yogyakarta, 2002, hal 6-27
[5] Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam,
PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 351.
[7]Abdullah Gymnastiar, Aku
Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, MQS Publishing, Bandung, 2004, hal 9-11
[8] Hanna Djumhanna Bastaman, Integrasi Psikologi dengan
Islam: Menuju Psikologi Islami, Pustaka Belajar Offset, Yogyakarta, 1997,
hal 150-152
[9]Rifaat
Syauqi Nawawi, dkk, Metodologi Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2000, hal 191-193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar