Sabtu, 13 Desember 2014

BERBAGAI MACAM MODEL PERENCANAAN PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
B.     Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian model pembelajaran ?
B.     Apa ciri-ciri model pembelajaran ?
C.     Apa macam-macam model pembelajaran ?
C.     Tujuan
A.    Mengetahui pengertian model pembelajaran.
B.     Mengetahui ciri-ciri model pembelajaran.
C.     Mengetahui macam-macam model pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah perencanaan yang dilakukan oleh seorang pendidik atau berbagai macam cara yang dilakukan dalam proses belajar mengajar agar memperoleh hasil yang maksimal dalam pembelajarannya.
Pembelajaran pada hakikatnya meruapakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka secara langsung maupun kegiatan tatap muka secara tidak langsung, yaitu dengan berbagai media. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. [1]
Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang.
B.     Ciri-ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2.      Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3.      Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4.      Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan:
a.       Urutan langkah-langkah pembelajaran.
b.      Adanya prinsip-prinsip reaksi.
c.       Sistem social
d.      Sistem pendukung
5.      Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
6.      Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
C.    Macam-Macam Model Pembelajaran
Berbagai macam model pembelajaran , meliputi:
1.    Model Interaksi Social
Model interaksi social  menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dan masyarakat. Model ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.      Kerja kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skills dalam bidang akademik.
b.      Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
c.      Pemecahan masalah social, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah social dengan cara berpikir logis.
d.     Bermain peranan, bertujuan untuk memberikan kepada peserta didik menemukan nilai-nilai social dan pribadi melalui situasi tiruan.
e.      Simulasi social, bertujuan untuk membantu siswa mengalami berbagai kenyataan social serta menguji reaksi mereka.
2.    Model Pemrosesan Informasi
Model ini berdasarkan tori belajar kognitif dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan atau menerima stimuli dari lingkungan mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep dan menggunakan symbol verbal dan visual.
Model proses informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
a.      Mengajar induktif, yaitu untuk mengembangkan kemapuan berpikir dan membentuk teori.
b.      Latihan inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
c.      Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu, dan diharapkan akan memeperoleh pengalaman dalam domain-domain disiplin ilmu lainnya.
d.     Pembentukan konsep, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir induktif, mengembangkan konsep, dan kemampuan analisis.
e.      Model pengembangan, bertujuan untuk mengembangkan intelegensi umum, terutama berpikir logis, aspek social dan moral.
f.       Advanced organizer model, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memproses informasi yang efisien untuk menyerap dan menghubungkan suatu ilmu pengetahuan secara bermakna.  

3.    Model personal
Model ini bertitik tolak dari teori humanistic, yaitu berorienatasi terhadap pengembangan diri individu. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mamapu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses informasi secar efektif. Guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional dan intelektual. Pada model ini, pendidik seharusnya berperan sebagi pendorong, bukan menahan sensitivitas siswa terhadap perasaannya.
Model pembelajaran ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.      Pembelajaran non-direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri)
b.      Latihan kesadaran, bertujan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian siswa.
c.      Sintetik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d.     Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
4.    Model pembelajaran modifikasi tingkah laku (behavioral)
Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini lebih menekankan pada asapek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.

5.    Model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik) akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan actual yang terjadi di lingkunganya. Inti dari pembelajaran ini adalah keterkaitan antara setiap materi dengan kehidupan nyata. 
6.    Model pembelajaran tematik
Model ini digunakan pada pembelajaran untuk anak tingkat sekolah dasar kelas rendah yaitu kelas 1, 2, 3 adalah pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema. Tematik diberikan dengan maksud menyatukan konten kurikulum dalam unit-unit atau satuan-satuan yang utuh dan membuat pembelajaran lebih terpadu, bermakna, dan mudah dipahami oleh siswa SD/MI.

7.    Model pembelajaan berbasis computer
Pemanfaatan computer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran. Sejarah pembelajaran berbasis computer dimulai dari munculnya ide-ide untuk menciptakan perangkat teknlogi terapan yang memungkinkan seseorang melakukan proses belajar secara individual dengan menerapkan prinsip-prinsip didaktik dan metodik.
Pembelajaran berdasarkan computer sangat dipengaruhi oleh teori belajar kognitif model pemrosesan informasi yang mulai berkembang pada tahun 60 dan 70-an. Model ini menampilkan konseptualisasi dari sistem memori pada manusia yang mirip dengan sistem memori pada manusia yang mirip dengan sistem memori pada computer.
8.    Model PAILKEM (partisipasi, aktif, inovatif, lingkungan, kreatif, efektif, menyenangkan)
PAILKEM berasal dari konsepa bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan , agar mereka termotivasi untuk belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut.
Konsep pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran, tetapai merupakan salah satu strategi yang adigunakan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang aktif.
Konsep pembealajran inovatif adalah dalam kegiatan pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru, bukan saja oleh guru sebagai fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar. Dalam strategi ini, guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran dari buku, tetapai dapat mengimplementasikan hal-hal yang baru yang menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang dihadapi.
Konsep pembelajaran yang menggunakan lingkungan adalah salah satu strategi yang mendorong siswa agar belajar tidak tergantung dari aapa yang ada dalam buku yang merupakan pegangan guru.Konsep pembelajaran ini berangkat dari belajar konstektual dengan lebih mengedepankan bahwa yang perlu dipelajari terlebih dahulu olehg iswa adalah,apa yang ada dalam lingkungannya.
Konsep pembelajaran yang kreatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa.
Konsep pembelajran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang ditetapkan guru dengan maksud untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan.Strategi ini menghendaki agar siswa yang belajar dimana dia telah membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan melalui kompetensi,dan dalam waktu tertentu kompetensi belajar dapat dicapai siswa dengan baik atau tuntas.
Konsep pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang prosesnya bisa berjalan dengan baik dan menarik bagi siswa yang belajar.[2]

9.    Model pembelajaran berbasis web (e-learning)
Pembelajaran berbasis web merupakan pembelajran yang memanfaatkan teknologi internet selam proses belajar mengajar. Teknologi internet meemberikan kemudahan bagi siapa saja untuk mendapatkan informasi. Pembelajaran ini bersifat unik dan serius, kata serius digunakan untuk meengungkapkan bahwa merancang sampai dengan mengimplementasikan pembeljaran berbasis internet tidak semudah dibayangkan. Selain infrastruktur internet, pembelajaran berbasis web memerlukan sebuah model instruksional yang memang dirancang khusus untuk keperluan itu. Pembelajaran berbasis web memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
1.      Interactivity (interaktivitas); tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara langsung atau tidak langsung.
2.      Independency (kemandirian); fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu, tempat, pengajar dan bahan ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi leih terpusat kepada siswa.
3.      Accessibility (aksesibilitas); sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses melalui pendistribusian dijaringan internet dengan akses yang lebih luas daripada pendistribusian sumber belajar pada pembelajaran konvensional.
4.      Enrichment (pengayaan); kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan materi pelatihan sebagai pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat teknologi informasi seperti video streaming, simulasi dan animasi.
Keempat karakteristik di atas merupakan hal yang membedakan e-learning dari kegiatan pembelajaran secara konvensional. Dalam e-learning daya tangkap siswa terhadap materi pembelajaran tidak lagi tergantung kepada guru karena siswa mengonstruk sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang disampaikan melalui interface situs web.[3]
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis web
1.      Kelebihan
a.       Memungkinkan setiap orang di manapun kapanpun untuk mempelajari apapun.
b.      Pembelajar dapat belajar sesuai dengan karakteristik dan langkahnya dirinya sendiri karena pembelajaran berbasis web membuat pembelajaran menjadi berfsifat individual.
c.       Kemampuan untuk membuat tautan (link), sehingga pembelajar dapat mengakses informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun luar lingkungan belajar.
d.      Sangan potensial sebagai sumber belajar bagi pembelajar yang tidak memiliki cukup waktu untuk belajar.
e.       Dapat mendorong pembelajar untuk lebih aktif dan mandiri di dalam belajar.
f.       Menyediakan sumber belajar tambahan yang dapat digunakan untuk memperkaya materi pembelajaran.
g.      Menyediakan mesin pencari yang dapat digunakan untuk
mencari informasi yang mereka butuhkan.
h.      Isi dari materi pelajaran dapat di-update dengan mudah.[4]
2.      Kekurangan
a.       Keberhasilan pembelajaran berbasis web bergantung pada kemandirian dan motivasi pembelajar.
b.      Akses untuk mengikuti pembelajaran dengan menggunakan web sering kali menjadi masalah bagi pembelajar.
c.       Pembelajar dapat cepat merasa bosan dan jenuh jika mereka tidak dapat mengakses informasi, dikarenakan tidak terdapatnya peralatan yang memadai dan bandwith yang cukup.
d.      Dibutuhkannya panduan bagi pembelajar untuk mencari informasi yang eleven, karena informasi yang terdapat di dalam web sangat beragam.
e.       Dengan menggunakan pembelajaran berbasis web, pembelajar terkadang merasa terisolasi, terutama jika terdapat keterbatasan dalam fasilitas komunikasi. [5]
10.     Model pembelajaran mandiri
Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Belajr mandiri bukan merupakan usaha untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajrnya dan dari guru /instrukturnya. Dalm belajar mandiri peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media pandang dan dengar. Tugas guru dalm proses belajar mandiri hanya sebagai fasilitator , yaitu menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila diperlukan. 
11.     Problem-based Learning
1.      Gambaran umum
Dalam model pembelajaran Problem-based Learning, sering digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan aplikasi matrei pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa melakukan pemecahan masalah, guru harus bisa menjadi tutor atau fasilitator yang akan membantu siswa untuk mendefinisikan sesuatu dan untuk memberikan pemahaman terhadap siswa apa yang ia tidak ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.[6]
Pengembangan model diantaranya didasari oleh :
a.       Prinsip Enquiry Learnig yang memandang belajar adalah upaya untuk menemukan sendiri sebuah pengetahuan.
b.      Teori-teori psikologi belajar dan pembelajaran modern yang menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan kembali secara lebih efektif jika belajar dan pembelajaran didasarkan dalam konteks menfaatnya di masa depan.
Hasil nyata dan penerapan pendekatan ini alam pendidikan kedokteran terbukti bahwa banyak siswa yang belajar dengan pendekatan PBL dapat mengingat materi pelajaran dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan siswa yang belajar dengna pendekatan lain dan tradisional. Perbedaan yang menonjol disebabkan karena siswa lenih menyenangi pendekatan ini karena model ini dapat menjadi motivasi dari suatu pembelajaran.
Tentu saja keberhasilan penerapan PBL dalam pendidikan bidang kedokteran tidak bisa begitu saja dijadikan pegangan mutlak ketika akan menerapkan ke dalam pendidikan bidang lainnya. Akan tetapi dengan perkembangan yang komprehensif terutama aspek-aspek spesifik seperti kematangan intelektual siswa dan karakteristik materi yang diajarkan serta kompetensi yang akan dicapai, dan berbagai aspek praktis maka PBL dapat diterapkan dalam berbagai bidang dan jenjang pendidikan yang diracik dalam kemasan yang khas.
2.      Tahapan-tahapan pemecahan masalah
a.     Tahapan pemecahan masalah secara akademik
Secara akademik tahapan pemecahan masalah yang kompleks adalah sebagai berikut:
1)      Kesadaran akan adanya masalah.
2)      Merumuskan masalah.
3)      Membuat jawaban sementara atas masalah atau hipotesis.
4)      Mengumpulkan data atau fakta-fakta.
5)      Menganalisis data atau fakta-fakta sebagai pengujian hipotesa.
6)      Membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengujian hipotesa.
7)      Membuat alternative pemecahan masalah.
8)      Menetapkan pilihan diantara alternative pemecahan masalah.
9)      Menyusun rencana upaya pemecahan masalah.
10)  Melaksanakan upaya pemecahan masalah.
11)  Mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
b.     Tahapan pemecahan masalah secara praktis
Tahapan pemecahan masalah yang lebih praktis adalah sebagai berikut:
1)      Kesadaran akan adanya masalah.
2)      Merumuskan masalah.
3)      Mencari alternative pemecahan masalah.
4)      Menetapkan pilihan diantara alternative pemecahan masalah.
5)      Melaksanakan pemecahan masalah.
6)      Evaluasi hasil pemecahan masalah.
3.      Pemecahan masalah sebagai pengambilan keputusan
Ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keterkaitan antara rumusan masalah dan penetapan pilihan pemecahan masalah pendekatan pengambilan keputusan sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
a.       Keterkaitan rumusan masalah dan pemecahan masalah
Ada empat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah dan keputusan atau solusinya yakni :
1)      Kemungkinan 1 : rumusan masalah benar dan pemecahan yang benar.
2)      Kemungkinan 2 : rumusan masalah benar tapi pemecahan yang salah.
3)      Kemungkinan 3 : rumusan masalah salah tapi pemecahan yang benar.
4)      Kemungkinan 4 : rumusan masalah salah dan pemecahan yang salah.
Mencermati keempat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah berikut solusinya, maka dapat difahami mengapa perumusan masalah sangat penting dalam proses pembuatan keputusan dalam proses pemecahan masalah atau solusi pemecahan dan sebuah masalah.
b.      Jenis-jenis pendekatan pengambila keputusan
Ada empat kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan  (Diajeng, 2002 halaman:81-83) yaitu:
1)      Keputusan yang didasarkan pada intuisi.
2)      Keputusan yang didasarkan pada pengalaman.
3)      Keputusan yang didasarkan pada kekuasaan.
4)      Keputusan yang didasarkan pada fakta.
Dari keempat pendekatan tersebut, hanya keputusan yang berdasarkan fakta yang merupakan keputusan bersifat akademik karena menggunakan fakta sehingga obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya secara obyektif.



4.      Tahapan dalam penerapan Problem-based Learning
Para guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesuia dengan permasalahan yang akan didiskusikan serta kondisi kelas.
a.       Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b.      Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran.
c.       Buatlah soal atau tugas yang berisi maslah yang harus dicarikan solusinya oleh siswa atau kelompok siswa dengan merujuk kepada hasil aalisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa.
d.      Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum diberi tugas masalah untuk dicarikan solusinya.
e.       Kegiatan diskusi atau pelaksanaan prosedur pemecahan masalah oleh siswa atau kelompok-kelompok siswa.
f.       Menutup kegiatan dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil pemecahan masalah.
g.      Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindak lanjuti sebagia kegiatan pengayaan siswa.
12.     Cooperative Learning
1.        Kesalahan paradigma mengajar
Aliran lama di bidang belajar dan pembelajaran lebih didasarkan pada teori tabularasa yang dikemukakan oleh John Locke yang memandang bahwa siswa adalah sebagai kertas kosong yang bebas untuk dicoret-coret gurunya atau sebagai botol kosong yang siap diisi ilmu pengetahuan oleh gurunya. Akibat yang ditimbulkan dari pendekatan ini adalah siswa menjadi pasif karena hanya guru yang memberikan materi dan siswa hanya sebagai pendengar ceramah guru dan tidak menuntut siswa untuk aktif. Karakter dan potensi setiap anak itu berbeda satu dnegan yang lain, ada siswa yang pintar dan ada siswa yang kurang bahkan bodoh, oleh karena itu, pendekatan yang menjadikan guru sebagai “teacher centered” akan menjadikan siswa yang pintar mungkin faham dengan penyampaian guru, tapi bagaimana dengan siswa yang bodoh itu? , maka hal ini akan menjadikan perilaku orang tua untuk saling menyombongkan prestasi anaknya masing-masing. Padahal dalam kehidupan masyarakat Indonesia budaya gotong royong atau kesetiakawanan sudah mengakar dan memnjadi andalan dalam membangun kehidupan bangsa yang sejahtera dan dalam pluralis.
2.        Paradigma baru belajar dan pembelajaran
Paham modern menyarankan bahwa penerapan belajar dan pembelajaran berpusat pada siswa “student centered” dan salah satu kemasan model pembelajarannya adalah cooperative learning yang mengandung gagasan-gagasan sebagai berikut:
a.    Pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa.
b.    Siswa membangun pengetahuan secara aktif.
c.    Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
d.   Pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
3.        Falsafah cooperative learning
Ada dua kemungkinan kerjasama antar siswa dalam kelompok belajarnya, yaitu kooperatif dan kolaboratif.
a.    Kooperatif adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkatan kemampuannya. Siswa dengan kemampuan ynag lebih tinggi akan menularkan dan mendorong siswa yang lebih rendah kemampuannya.dalam proses ini diyakini bahwa tidak hanya siswa yang akan menerima manfaat dan siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi. Akan tetapi, dipihak lain  siswa yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam proses kerjasama tersebut akan memperoleh tantangan baru untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih tinggi.
b.    Kolaboratif adalah kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak berbagi (share) pengalaman dan pengetahuan sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama akan saling mengisi kekurangan sehingga saling melengkapi. Hasilnya, kedua pihak akan meningkatkan pengetahuannya masing-masing.
4.        Unsur-unsur cooperative learning
Ada lima unsur dari cooperative learning yang membedakannya dengan model belajar dan pembelajaran kelompok yang lain, yaitu :
a.     Saling ketergantungan positif
b.     Tanggung jawab perseorangan
c.     Tatap muka
d.    Komunikasi antar anggota
e.     Evaluasi porses kelompok
5.        Tahapan-tahapan dalam menyelenggarakan cooperative learning
Berikut ini akan diberikan contoh tahapan penyelenggaraan pembelajaran dengan model cooperative learning. Contoh tahapan ini dapat dikembangkan oleh pembaca disesusaikan dengan materi yang akan diajarkan dan kondisi kelas.
a.    Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b.    Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran.
c.    Kelompokkan siswa ke dalam sejumlah kelompok.
d.   Tetapkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa.
e.    Lakukan penyusunan kelas meliputi penempatan media dan pengaturan tempat duduk.
f.     Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum kegiatan kelompok dimulai.
g.    Siswa melaksanakan kegiatan belajar kelompok dengan mengikuti petunjuk guru.
h.    Menutup kegiatan belajar dan pembelajarandengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil kegiatan setiap kelompok dan hasilnya.
i.      Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindaklanjuti sebagai kegiatan pengayaan siswa.
Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun di masyarakat, keterampilan sebagaimana diungkapkan oleh Lundgren (1994) yang terdiri dari tiga bentuk, meliputi:
1.      Keterampilan kooperatif tingkat awal
Keterampilan ini meliputi : a) menggunakan kesempatan, b) menghargai kontribusi, c) mengambil giliran dan berbagi tugas, d) berada dalam kelompok, e) berada dalam tugas, f) mendorong partisipasi, g) mengundang orang lain untuk berbicara, h) menyelesaikan tugas pada waktunya, i) menghormati perbedaan individu.
2.      Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Keterampilan ini meliputi: a) menunjukkan penghargaan dan simpati, b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, c) mendengarkan dengan aktif, d) bertanya, e) membuat ringkasan, f) menafsirkan, g) mengatur dan mengorganisir, h) menerima tanggung jawab, i) mengurangi ketegangan.
3.      Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan ini meliputi: a) mengelaborasi, b) memeriksa dengan cermat, c) menyatakan kebenaran, d) menetapkan tujuan, e) berkompromi.
Dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, terdapat enam langkah atau tahapan utama. Tahapan atau langkah utama tersebut meliputi:
1.      Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
2.      Menyajikan informasi dan bahan bacaan daripada verbal.
3.      Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4.      Membimbing kelompok-kelompok tersebut dalam bekerja.
5.      Evaluasi.
6.      Memberikan penghargaan. [7]
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
a.       Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.
b.      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (kelompok dibagi secara heterogen).
c.       Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, suku , budaya, dan jenis kelamin yang berbeda.
d.      Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisispasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berfikir logis.[8]
13.     Quantum Teaching
Dalam ilmu fisika quantum diartikan sebagai interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Sedangkan dalam teknik belajar dan pembelajaran pengertian quantum dapat diartikan “mendorong terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan fasilitas belajar lainnya secara terarah sesuai dengan karakteristik diri, potensi, kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya untuk mencapai kegemilangan dalam belajar.”
1.      Kerangka perancangan kegiatan
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran dengan model Quantum Teaching. Agar mudah diingat maka disingkat menjadi TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).
2.      Prinsip kecerdasan jamak (multiple inteligence) dan pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan rujukan utama dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan quantum learning adalah prinsip kecerdasan jamak atau multiple intelligence. Prinsip yang dikembangkan oleh Gardner ini memandang bahwa:
a.       Semua manusia berbakat untuk menjadi jenius jika belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik belajar dan bakatnya.
b.      Kejeniusan manusia tidak dapat diukur dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar dan bakatnya sendiri-sendiri. Misalnya, kita tidak dapat membandingkan siapa yang lebih jenius antara Muhammad Ali, Socrates, Soekarno dan Mozart, karena mereka terlahir dari kejeniusan dan bakat yang berbeda dan ahli dalam bidangnya masing-masing.
Hingga tahun 1999 Gardner baru menemukan delapan macam inteligensia manusia dengan akronim SLIMNBIL (Special-visual, Linguistik-visual, Interpersonal, Musikal-Ritmik, Naturalis, Bedan-Kinestetik, Interpersonal, Logis Matematis, Eksistensi).
Dalam pembelajaran quantum teaching tedrdapat lima prinsip, yaitu:
1)      Segalanya berbicara.
2)      Segalanya bertujuan.
3)      Pengalaman sebelum pemberian nama.
4)      Akui setiap usaha.
5)      Rayakan jika layak dirayakan.
Kelima prinsip yang terdapat dalam quantum teaching  ini terdapat pula dalam ajaran Islam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, bahwa prinsip segala sesuatu itu berbicara sebagaimana yang terdapat dalam quantum teaching juga ada dalam Islam. Menurut Islam bahwa segala sesuatu memiliki jiwa atau personalitas. Air, udara, tanah, gunung, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan lain sebagainya memiliki jiwa dan personalitas. Oleh karenanya semua itu harus diperlakukan secara baik dan diberikan hak hidupnya.
Kedua, bahwa prinsip yang ada dalam quantum teaching yaitu bahwa segalanya bertujuan juga ada dalam Islam. Dengan berpegang teguh pada prinsip ini maka seorang yang berakal akan selalu meneliti rahasia, manfaat, hikmah yang terkandung dalam semua ciptaan.
Ketiga, bahwa prinsip memberikan pengalaman sebelum pemberian nama sebagaimana terdapat dalam quantum teaching, juga sejalan dengan prinsip yang ada dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam seseorang terlebih dahulu disuruh percaya kepada Allah, mengucapkan dua kalimah syahadat, melaksanakan sholat, membaca al-Qur’an, dan mempraktekkan ajaran Islam lainnya. Laksanakan dulu semuanya itu, baru keudian bertanya mengapa semuanya itu harus dilakukan.
Keempat, bahwa prinsip yang terdapat  dalam quantum teaching  yaitu akui setiap usaha juga sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam terdapat predikat yang diberikan kepada seseorang yang didasarkan pada usahanya.
Kelima, bahwa prinsip rayakan jika layak dirayakan sebagaimana terdapat dalam quantum teaching juga terdapat dalam ajaran Islam. Prinsip ini sejalan dengan adanya berbagai upacara tradisi yang ada dalam Islam. [9]
14.     Model Student Teams-Achievement Divisions (STAD
STAD nerupakan pembelajaran yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik digunakan untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajaran verbal maupun tertulis.
   Siswa dikelompokkan secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggotra lain sampai mengerti.
Langkah-langkah :
a)      Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara hetrerogen(campuran menururt prestasi,jenis kelamin,suku,dan lain-lain).
b)      Guru menyajikan pelajaran
c)      Guru memberikan kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab, tidak boleh saling membantu.[10]
15.     Model Examples Non Examples
                        Examples non examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh.Conrtoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah :
a)      Guru-guru mempersiapkan gambar –gambar sesuai dengan tujuan pemberiajaran,
b)      Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP,
c)      Guru member petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memerhatikan atau menganalisis gambar,
                        Kelebihan metode ini adalah siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar. Sedangkan kelemahan motede ini adalah tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
                        Dengan demikian, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya. Selama proses ini, seseorang bisa memilih untuk melakukan perubahan atau tidak sama sekali terhadap apa yang ia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku, tindakan, cara, dan performa, maka konsekuensinya jelas. Kita bisa mengobservasi, bahkan menverifikasi pembelajaran itu sendiri sebagai objek.[11]
16.     Model Pembelajaran Project-Based Learning
                        Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang yang akrab dengan siswa, atau dengan suatu proyek sekolah.
                        Dalam pelaksanaan PjBL,para siswa mencoba menyelesaikan masalah  yang khas atau tidak umum (nontrivial Problem) dengan cara,
a.          Merasakan dan mempertanyakan secara mendalam
b.          Mendebatkan gagasan dalam timnya
c.          Membuat prediksi
d.         Merancang rencana kerja
e.          Mengumpulkan dan menganalisis data
f.           Menarik kesimpulan
Langkah – langkah umum yang diterapkan dalam pembelajaran berbasis poyek sebagai berikut,
a.    Timbulnya masalah dari para siswa
b.   Memeunculkan proyek sebagai aternatif
c.    Pembentukan tim prembelajaran
d.   Siswa yang pandai membantu siswa yang kurang pandai
e.    Hal ini mrencapai titik kulminasinya.[12]




17.     Model Pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
Pengertian
Secara harfiah CBSA dapat diartikan sebagai system belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pemusatan proses belajar mengajar pada diri anak bukanlah hal yang baru. Sejak tahun 1891 G. Stranley Hall telah mencanangkan bahwa anak didik merupakan subjek yang utama dalam pendidikan, dan anak bukanlah manusia dewasa kecil. Dalam kehidupan di sekolah sering terjadi anak didik itu masih diperlakukan sebagai objek didik ynag seolah-olah dapat dibentuk sekehendak pendidik dan dianggap mempunyai kemampuan yang sama. Oleh karena itu, guru harus pandai menyuapi sekian banyak anak pada waktu yang sama dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri. Dalam hal ini anak tinggal menelannya tanpa protes bahwa makanannya itu pahit, manis, atau basi sekalipun. Hal inilah yang mendorong para tokoh pendidikan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif (CBSA) yang pada dasarnya merupakan pengembangan metode yang terpusat pada anak didik.
CBSA merupakan konsep yang sukar didefinisikan secara tegas, sebab sebenarnya semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan pada diri anak didik, meskipun kadar keaktifannya itu berbeda-beda. Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Bahkan banyak keaktifan anak yang tidak kurang pentingnya yang sulit diamati oleh orang lain.
Akan tetapi, kesemuanya itu harus dikembalikan kepada suatu karakteristik keaktifan dalam CBSA, yaitu keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan, asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, pebuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya (feedback) dalam pembentukan keterampilan dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap. Dengan kata lain, keaktifan dalam CBSA menunjuk pada keaktifan mental meskipun untuk mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan ketrelbatan langsung dalam berbagai keaktifan fisik (T. Raka Joni, 1980).
Tolok ukur CBSA 
Sebagaimana telah dikemukakan, cara apapun yang digunakan pada waktu belajar mengandung unsur keaktifan pada diri siswa meskipun kadarnya berbeda-beda. Untuk dapat mengukur kadar keaktifan siswa dalam belajar, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para pakar CBSA:
1.   McKeachie (Student. Centered versus Instructor-Centered Instruction, 1954) mengemukakan tujuh dimensi dalam proses belajar mengajar di mana terdapat variasi kadar ke-CBSA-an sebagai berikut:
a.       Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajar mengajar.
b.      Penekanan pada aspek afektif dalam pengajaran.
c.       Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, utamanya yang berbentuk interaksi antarsiswa.
d.      Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan atau yang salah.
e.       Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok.
f.       Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan yang penting dalam kegiatan di sekolah.
g.      Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubunagn dengan pelajaran.
2.   K. Yamamoto (Many Faces of Teaching, 1969) melihat kadar keaktifan siswa itu dari segi intensionalitas atau kesengajaan terencana dari peran serta kegiatan oleh kedua belah pihak (siswa dan guru) dalam proses belajar mengajar.
3.   H.O. Lingren (Educational Psychology in the Classroom, 1976) melukiskan kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi di antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya. Apabila kita perhatiakn suasana kelas pada waktu terjadi kegiatan instruksional, akan tampak komunikasi yang beraneka ragam.
4.   Ausebel  (1978), mengemukakan penjernihan pengertian di dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan belajar mengajar dengan mengemukakan dua dimensi, yaitu :
a.       Kebermaknaan materi serta proses belajar mengajar.
b.      Modus kegiatan belajar mengajar.[13]
Rasionalisasi CBSA dalam Pembelajaran
Seorang guru hendaknya memiliki keterampilan untuk mentransfer pengetahuannya kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya agar peserta didik mampu memahami apa yang disampaikan oleh guru di sekolah. Guru juga harus mengetahui apa yang dibutuhkan oleh peserta didik itu, agar nanti dalam memberikan pembelajaran maka peserta didik itu mampu memahami dan menangkap informasi atau keterangan guru. John Dewey (1916 dalam Devies, 1987:31) menekankan bahwa oleh karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut harislah berasal dari murid yang belajar.
Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya (Gage dan Berliner, 1984:252). Dari batasan belajar yang dikemukakan kedua tokoh di atas kita dapat menandai bhwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secra orang per orang sebagai satu kesatuan oeganisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar melibatkan secara aktif orang yang belajar, namun kenyataannya masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Proses belajar yang yang didominasi guru menyebabkan siswa lebih banyak berperan secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mereka butuhkan. Bertolak dari pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Guru hendaknya tidak lagi mengajar sekadar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa. Namun, guru mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan, dan meresapkan pegetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mapu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh., menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya. Selain siswa, dengan penerapan CBSA ini guru diharapkan bekerja secara professional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna. Artinya guru dapat merekayasa system pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif (Raka Joni, 1992:11). Lambat laun penerapan CBSA dapat mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan sosialnya.[14]
Rambu-rambu Penyelenggaraan CBSA
Yang dimaksud rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik dalam program maupun dalam proses pembelajaran. Rambu-rambu yang dimaksud adalah:
1)     Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan.
2)     Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat keinginan dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya.
3)     Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
4)     Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
5)     Keingintahuan yang ada pada diri siswa.
6)     Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa.
7)     Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa.
8)     Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator.
9)     Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran.
10)  Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran.
11)  Keterikatan guru terhadap program pembelajaran.
12)  Variasi interaksi guru, siswa dalam proses pembelajaran.
13)  Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.[15] 
18.  Model DSI-PK (Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi)
Model desain system instruksional berorientasi pecapaian kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran, baik mengenai proses maupun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi. Tujuan implementasi model ini adalah untuk mencapai solusi terbaik untuk mencapai solusi terbaik untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian model ini muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan, melalui model ini, didapatkan langkah-langkah untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Selanjutnya, rancangan tersebut di uji cobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Karakteristik model desain sistem instruksional berorientasi pencapaian kompetensi (DSI-PK) :
a.      Model desain yang sederhana engan tahapan yang jelas dan brsifat praktis.
b.      Secara jelas menggambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh.
c.       Merupakan pengembangan dari analisis kebutuhan (analisis kebutuhan akademis dan personal sesuai tuntutan social kedaerahan).
d.     Ditekankan pada penguasaan kompetensi sebagai hasil belajar yang dapat diukur.
Faktor penghambat dan solusi untuk mengatasi penghambat Model Desan Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) :
a.      Guru belum memiliki kesiapan dan pemahaman yang memadai tentang konseo model DSI-PK. Solousi untuk menghadapi itu perlu diadakan pelatihan-pelatihan untuk guru, seperti penataran atau workshop.
b.      Penilaian hasil belajar peserta didik merupakan hal yang cukup rumit, karena menyangkut pencapaian kompetensi dasar peserta didik, dalam hal inimenyangkut semua aspek pendidikan (kognitif, afektif, psikomotorik) pada peserta didik. Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah harus diarahkan tidak hanya sebatas memahami materi pada aspek kognitif, tetap lebih ditekankan pada aspek perilaku da sikap peserta didik.
c.      Keterlibatan peserta didik dalm proses pembelajarn kurang, karan penyajian pelajaran kurang menarik, sehingga berakibat pada rendahnya motivasi peserta didik. Solusi untuk menghadapi hal tersebut adalah dapat dilakukan dengan mendesain model DSI-PK secara sedrhana, menggambarkan cara-cara yang akan ditempuh, membuat analisi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan personal dan tuntutan social kedaerahan, dan menekankan kepada penguasaan kompetensi sebagai hasil yang bisa diukur.
d.     Sarana dan prasarana belum memedai, sehingga proses belajar mengajar di sekolah menjadi monoton, dan hanya menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber pelajaran. Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah guru harus kreatif mencari bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran.[16]

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembeljaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model-model pembelajaran tersebut meliputi:
1)      Model interaksi sosial
2)      Model pemrosesan informasi
3)      Model personal
4)      Model pembelajaran modifikasi tingkah laku
5)      Model pembelajaran kontekstual
6)      Model pembelajaran tematik
7)      Model pembelajaran berbasis komputer
8)      Model PAILKEM
9)      Model pembelajaran berbasis web (e-learning)
10)  Model pembelajaran mandiri
11)  Model pembelajaran problem based learning
12)  Model cooperative learning
13)  Model quantum teaching
14)  Model students teams achievement divisions (STAD)
15)  Model examples non examples
16)  Model project based-learning
17)  Model Pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
18)  Model DSI-PK (Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi)

B.     SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Humaniora, Bandung;2012.
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung; 2013.
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Prenada Media, Jakarta;2003.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,  PT Rineka Cipta, Jakarta;1999.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, CV Pustaka Setia,Bandung:2011.
Husamah dan Yanur Setyaningrum, DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi Pustaka, Jakarta;2013.
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2013.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung; 2002.
Rusman, dkk., Pembelajaran BerbasisTeknologi Informasi dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta;2012.
Rusman, Model-Model Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta;2013.


[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta;2013, hal 144.
                    [2] Hamzah B Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, Bumi Aksara, Jakarta;2011, hal 10-14.
[3] Rusman, dkk., Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta;2012, hal 264.
[4] Rusman, Ibid, hal 271.
[5] Rusman, Ibid, hal 274.
[6] Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Humaniora, Bandung;2012, hal 201.
[7] Abdul Majid, Strategi Pembelejaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung;2013, hal 178-179.
[8] Ibid, hal 176.
[9] Abuddin Nata, Manajemem Pendidikan, Prenada Media, Jakarta;2003, hal 40-43.
[10] Hamdani,Strategi Belajar Mengajar,CV Pustaka Setia,Bandung:2011
[11] Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2013, hal 3.
[12] Husamah dan Yanur Setyaningrum, DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi Pustaka, Jakarta;2013, hal 147-155.

[13] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung; 2002, hal 22-25.
                    [14] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta;1999, hal 115-118.

[15] Dimyati dan Mudjiono, Ibid, hal 122-125.
[16] Husamah dan Yanur Setyaningrum, DESAIN PEMBELAJARAN BEBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi Pustaka, Jakarta;2013, hal 100-110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar