Ruh merupakan substansi psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya.
Ruh membutuhkan jasad untuk mengaktualisasikan diri. Walaupun kita meyakini
pada diri kita ada ruh seperti halnya kita meyakini raga, akal dan lain-lain. Tetapi,
persoalan ruh dari dulu hingga sekarang pada hakikatnya belum jelas secara
pasti, karena ruh merupakan misteri ilahi bagi sains umumnya dan psikologi
khususnya yang cara mengetahuinya harus berdasarkan wahyu. Bahkan dalam
sugesti Al-Qur’an, manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh, sebab ruh adalah
urusan Tuhan. Sebagaiman Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’ [17]: 85 yang
berbunyi:
tRqè=t«ó¡our Ç`tã
Çyr9$# (
È@è% ßyr9$#
ô`ÏB ÌøBr&
În1u !$tBur
OçFÏ?ré& z`ÏiB
ÉOù=Ïèø9$# wÎ)
WxÎ=s% ÇÑÎÈ
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Pada
ayat tersebut terdapat banyak penafsiran yang berbeda dari satu ulama ke ulama
yang lain mengenai hakikat ruh tersebut.
Imam
Ahmad bin Abdullah bin Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Aku
tengah berjalan bersama Rasulullah di suatu kebun di Madinah. Beliau
menyandarkan tubuh kepada Asib. Tiba-tiba datanglah sekelompok Yahudi. Sebagian
mereka berkata kepada yang lain, “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh!. Yang lain
berkata, jangan. “Perawi berkata, “Maka mereka menanyakan tentang ruh. Mereka
berkata, “Hai Muhammad, apakah ruh itu?” Beliau masih menyandarkan tubuhnya
pada Asib, “Perawi berkata, “Aku menduga bahwa beliau tengah menerima wahyu.
Kemudian beliau bersabda, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.
Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku. Dan tidaklah kamu diberi
pnegetahuan melainkan sedikit.” “Perawi berkata, “Sebagian Yahudi berkata
kepada yang lain, “Sudah kami katakan, jangan bertanya kepadanya tentang ruh.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Hadis
ini diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari A’masy.
Dari
kisah tersebut juga tampak secara sekilas bahwa ayat itu merupakan ayat
Madaniyyah; bahwa ayat itu diturunkan tatkala kaum Yahudi menanyakan tentang
ruh kepada Nabi di Madinah. Namun, secara kesleuruhan surah ini merupakan surah
Makkiyyhah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad drai Ibnu
Abbas, dia berkata “kaum Qurasiy berkata kepada kaum Yahudi, “Berilah kami
permasalahan untuk kami tanyakan kepada orang ini (Nabi saw)”. Yahudi berkata,
“Tanyakanlah kepadanya tentang ruh”. Lalu kaum Quraisy menanyakannya dan
turunlah ayat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu
termasuk urusan Tuhankun. Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”. Kaum Yahudi berkata, “Kami diberi ilmu (pengetahuan) ynag banyak dan
kami diberi Taurat. Barangsiapa yang diberi Taurat, berarti diberi kebaikan
yang banyak”. Perawi berkata, “Maka Allah menurnkan ayat”, Katakanlah,
seandainya samudra menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku,
niscaya samudra itu akan habis sebelum kalimat Tuhanku selesai ditulis”.
Keterangan
hadis ini dapat ditanggapi demikian: boleh jadi ayat 85 ini diturunkan sekali lagi di Madinah, atau
diturunkan kepada beliau untuk menjawab pertanyaan mereka dengan ayat 85 itu.
Para
mufasir berikhtilaf mengenai maksud ruh dalam ayat ini. Pendapat pertama mengatakan,
“Ia adalah ruh-ruh manusia yang terdapat dalam tubuhnya”. Pendapat kedua
mengatakan, “Ruh di sini adalah malaikat Jibril”. Pendapat ketiga mengatakan,
“Maksud ruh di sini ialah malaikat yang besar seukuran besarnya seluruh
makhluk”. Pendapat keempat mengatakan, “Sekelompok malaikat yang mirip sosok
manusia”. Pendapat kelima mengatakan, “Sekelompok makhluk yang dapat melihat
malaikat, namun malaikat tidak dapat melihat kelompok itu. Kelompok ini bagi
malaikat bagaikan malaikat bagi manusia”.
Firman
Allah Ta’ala. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku. Dan tiddaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Maksudnya, seungguhnya ruh itu merupakan
urusan Allah dan berada dalam prioritas pengetahuan-Nya, bukan urusan kamu.
Karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Dan
tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit”. Sebagian ilmu-Nya yang
ditunjukkan kepadamu hanyalah sedikit, karena tidak ada seorang pun yang dapat
mengetahui sesuatu kecuali menurut kehendak-Nya .
Sebagian
dari seorang filosofi islam, yaitu Al Kindi berpendapat bahwa roh (jiwa) adalah Jauhar Basith, tunggal,
tidak tersusun, tidak panjang dan lebar, jiwa mempunyai arti penting, sempurna
dan mulia, substansi (jauharnya) berasal dari Allah. Hubungan dengan Allah sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Akan tetapi, apakah dengan demikian
jiwa itu berasal dari alam ilahi atau alam ide yang seperti dikatakan oleh
Plato, tampaknya Al Kindi hanya mengatakan “kita datang di alam ini bagaikan
titipan atau jembatan yang dilalui oleh para penyebrang, tidak mempunyai tempat
yang lama, tempat yang kita harapkan adalah alam tertinggi yang luhur ke mana
jiwa kita akan bepindah setelah mati”.
Ruh
memiliki wujud tersendiri yang mana berbeda dengan badan, sebab jasmani
mempunyai hawa nafsu dan sifta pemarah, sedangkan ruh selalu menentang
keingginan hawa nafsu, sementara sifat ruh menjadi penganjur kepada ketenangan
dan kelembutan. Oleh karena itu, perbedaan antara ruh dan jasmani amat jelas.
Inilah argument Al Kindi “ruh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya
badan, ruh tidak hancur karena substansinya berasal dari substansi badan, ruh
tidak meperoleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuan sempurna, hanya
sebatas bercerai dengan badan, ruh memperoleh kesenangan sempurna dalam bentuk
pengetahuan sempurna.setelah bercerai dengan badan, ruh pergi ke alam kebenaran
atau alam kekal, di atas bintang - bintang dalam lingkungan cahaya Tuhan,
disinilah letak kesenangan abadi dari ruh.
Dapat
disimpulkan
bahwa ruh pada hakikatnya belum bisa diketahui secara pasti. Ruh ketika berada
dalam tubuh, tidak sama dengan keberadaan air dalam gelas. Bila gelas tersebut
pecah, maka air yang di dalamnya akan tumpah. Ruh bukanlah hal yang demikian.
Apabila seseorang manusia meninggal dunia atau apabila tubuh manusia itu
hancur, maka ruhnya tetap utuh, tidak kurang suatu apapun. Ruh merupakan
rahasia Allah SWT. Ruh tidak dapat diketahui atau dipelajari oleh siapa pun, sekalipun oleh para nabi dan rasul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar