Sabtu, 20 Desember 2014

KONSEP KEPRIBADIAN MUSLIM MENURUT AL-QUR’AN SURAT AL ISRA’ AYAT 85 DENGAN TINJAUAN TAFSIR IBNU KATSIR DAN AL KINDI

Ruh merupakan substansi psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya. Ruh membutuhkan jasad untuk mengaktualisasikan diri. Walaupun kita meyakini pada diri kita ada ruh seperti halnya kita meyakini raga, akal dan lain-lain. Tetapi, persoalan ruh dari dulu hingga sekarang pada hakikatnya belum jelas secara pasti, karena ruh merupakan misteri ilahi bagi sains umumnya dan psikologi khususnya yang cara mengetahuinya harus berdasarkan wahyu. Bahkan dalam sugesti Al-Qur’an, manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh, sebab ruh adalah urusan Tuhan. Sebagaiman Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’ [17]: 85 yang berbunyi: 

štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ  
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".  
Pada ayat tersebut terdapat banyak penafsiran yang berbeda dari satu ulama ke ulama yang lain mengenai hakikat ruh tersebut.  
Imam Ahmad bin Abdullah bin Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Aku tengah berjalan bersama Rasulullah di suatu kebun di Madinah. Beliau menyandarkan tubuh kepada Asib. Tiba-tiba datanglah sekelompok Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh!. Yang lain berkata, jangan. “Perawi berkata, “Maka mereka menanyakan tentang ruh. Mereka berkata, “Hai Muhammad, apakah ruh itu?” Beliau masih menyandarkan tubuhnya pada Asib, “Perawi berkata, “Aku menduga bahwa beliau tengah menerima wahyu. Kemudian beliau bersabda, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku. Dan tidaklah kamu diberi pnegetahuan melainkan sedikit.” “Perawi berkata, “Sebagian Yahudi berkata kepada yang lain, “Sudah kami katakan, jangan bertanya kepadanya tentang ruh.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari A’masy.
Dari kisah tersebut juga tampak secara sekilas bahwa ayat itu merupakan ayat Madaniyyah; bahwa ayat itu diturunkan tatkala kaum Yahudi menanyakan tentang ruh kepada Nabi di Madinah. Namun, secara kesleuruhan surah ini merupakan surah Makkiyyhah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad drai Ibnu Abbas, dia berkata “kaum Qurasiy berkata kepada kaum Yahudi, “Berilah kami permasalahan untuk kami tanyakan kepada orang ini (Nabi saw)”. Yahudi berkata, “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh”. Lalu kaum Quraisy menanyakannya dan turunlah ayat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhankun. Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Kaum Yahudi berkata, “Kami diberi ilmu (pengetahuan) ynag banyak dan kami diberi Taurat. Barangsiapa yang diberi Taurat, berarti diberi kebaikan yang banyak”. Perawi berkata, “Maka Allah menurnkan ayat”, Katakanlah, seandainya samudra menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya samudra itu akan habis sebelum kalimat Tuhanku selesai ditulis”.           
Keterangan hadis ini dapat ditanggapi demikian: boleh jadi ayat 85 ini  diturunkan sekali lagi di Madinah, atau diturunkan kepada beliau untuk menjawab pertanyaan mereka dengan ayat 85 itu.
Para mufasir berikhtilaf mengenai maksud ruh dalam ayat ini. Pendapat pertama mengatakan, “Ia adalah ruh-ruh manusia yang terdapat dalam tubuhnya”. Pendapat kedua mengatakan, “Ruh di sini adalah malaikat Jibril”. Pendapat ketiga mengatakan, “Maksud ruh di sini ialah malaikat yang besar seukuran besarnya seluruh makhluk”. Pendapat keempat mengatakan, “Sekelompok malaikat yang mirip sosok manusia”. Pendapat kelima mengatakan, “Sekelompok makhluk yang dapat melihat malaikat, namun malaikat tidak dapat melihat kelompok itu. Kelompok ini bagi malaikat bagaikan malaikat bagi manusia”.    
Firman Allah Ta’ala. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku. Dan tiddaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Maksudnya, seungguhnya ruh itu merupakan urusan Allah dan berada dalam prioritas pengetahuan-Nya, bukan urusan kamu. Karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Dan  tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit”. Sebagian ilmu-Nya yang ditunjukkan kepadamu hanyalah sedikit, karena tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui sesuatu kecuali menurut kehendak-Nya .
Sebagian dari seorang filosofi islam, yaitu Al Kindi berpendapat bahwa  roh (jiwa) adalah Jauhar Basith, tunggal, tidak tersusun, tidak panjang dan lebar, jiwa mempunyai arti penting, sempurna dan mulia, substansi (jauharnya) berasal dari Allah. Hubungan dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Akan tetapi, apakah dengan demikian jiwa itu berasal dari alam ilahi atau alam ide yang seperti dikatakan oleh Plato, tampaknya Al Kindi hanya mengatakan “kita datang di alam ini bagaikan titipan atau jembatan yang dilalui oleh para penyebrang, tidak mempunyai tempat yang lama, tempat yang kita harapkan adalah alam tertinggi yang luhur ke mana jiwa kita akan bepindah setelah mati”.   
Ruh memiliki wujud tersendiri yang mana berbeda dengan badan, sebab jasmani mempunyai hawa nafsu dan sifta pemarah, sedangkan ruh selalu menentang keingginan hawa nafsu, sementara sifat ruh menjadi penganjur kepada ketenangan dan kelembutan. Oleh karena itu, perbedaan antara ruh dan jasmani amat jelas. Inilah argument Al Kindi “ruh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan, ruh tidak hancur karena substansinya berasal dari substansi badan, ruh tidak meperoleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuan sempurna, hanya sebatas bercerai dengan badan, ruh memperoleh kesenangan sempurna dalam bentuk pengetahuan sempurna.setelah bercerai dengan badan, ruh pergi ke alam kebenaran atau alam kekal, di atas bintang - bintang dalam lingkungan cahaya Tuhan, disinilah letak kesenangan abadi dari ruh.          
Dapat disimpulkan bahwa ruh pada hakikatnya belum bisa diketahui secara pasti. Ruh ketika berada dalam tubuh, tidak sama dengan keberadaan air dalam gelas. Bila gelas tersebut pecah, maka air yang di dalamnya akan tumpah. Ruh bukanlah hal yang demikian. Apabila seseorang manusia meninggal dunia atau apabila tubuh manusia itu hancur, maka ruhnya tetap utuh, tidak kurang suatu apapun. Ruh merupakan rahasia Allah SWT. Ruh tidak dapat diketahui atau dipelajari oleh siapa pun, sekalipun oleh para nabi dan rasul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar