Sabtu, 13 Desember 2014

APLIKASI SISTEM DALAM PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Inti sebuah pendidikan yaitu pembelajaran, dengan demikian pembelajaran juga merupakan sebuah sistem yang terbuka yang dipengaruhi oleh sesuatu yang ada di luar pembelajaran, seperti ideologi guru, kompetensi guru, kualifikasi personal siswa, kelengkapan sarana, kebijakan politik, dan teknologi informasi.
Proses pembelajaran harus dirancang secara sistem yang bararti memperhatikan suatu objek secara utuh. Berdasarkan asumsi inilah, maka sistem dalam pembelajaran perlu diaplikasikan secara komprehensif dan didesain secara utuh karena keberhasilan atau kegagalan suatu pembelajaran disebabkan oleh banyak elemen atau faktor. Aplikasi atau penerapan sistem dalam pembelajaran ini bertujuan agar proses pembelajaran benar-benar sesuai idealisme yaitu mampu memperdayakan potensi siswa, sehingga menjadi siswa yang utuh dari beberapa aspek, yaitu aspek kognitif, aspek affektif, dan aspek psikomotorik.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah makna aplikasi sistem dalam pembelajaran?
2.      Pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai sistem?
3.      Bagaimanakah berpikir sistem dalam aplikasi pembelajaran?
4.      Bagaimanakah aplikasi pemngembangan model sistem pembelajaran?
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengantar Aplikasi Sistem dalam Pembelajaran
Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu bangunan atau organisasi/lembaga yang terdiri dari berbagai sub komponen/elemen, yang saling berinteraksi, berinterdependensi, dimana salah satu komponen atau elemen rusak ataupun hilang mangka akan mengganggu komponen lainnya sehingga mengganggu kualitas kinerja dari organisasi tersebut.
Sedangkan makna sistem dalam pembelajaran berarti adanya pemahaman atau asumsi guru bahwa pembelajaran harus didukung oleh berbagai elemen secara utuh dan komprehensif, meninggalkan salah satu elemen akan menimbulkan kegagalan proses pembelajaran. Artinya dalam pembelajaran guru tidak cukup hanya menguasai materi saja, guru juga tidak cukup hanya pandai menggunakan media dan metode saja, tetapi guru harus benar-benar mampu melaksanakan semua faktor yang ada dalam pembelajaran secara komprehensif.
Selanjutnya yaitu kata aplikasi yang berati proses atau penggunaan atau penerapan. Jadi, aplikasi sistem dalam pembelajaran secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan makna sistem dalam proses pembelajaran. Makna sistem dalam pembelajaran tidak cukup dipahami atau didiskusikan, makna sistem harus diaplikasikan dalam proses pembelajaran agar pembelajaran tersebut mampu menghasilkan hasil yang optimal, yaitu mapu memberdayakan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa yang terdiri dari potensi kognitif (kualitas intelektual), affektif (kualitas kepribadian), dan psikomotorik (keterampilan otot/mekanik).
Aplikasi sistem dalam pembelajaran mengandung dua makna, yaitu:
a.       Adanya pemahaman secara utuh, komprehensif, dan terpadu.
Dalam hal ini berarti proses pembelajaran itu tergantung dari berbagai elemen, jika salah satu elemen terganggu atau rusak maka akan menggangu proses pembelajaran. Maka guru harus memperdayakan semua elemen yang ada dalam pembelajaran. Mulai dari merumuskan tujuan secara jelas, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan metode dan sarana yang mendukung materi dan tujuan pembelajaran. Terakhir guru juga harus mampu mengelola lingkungan atau suasana yang mendukung dilaksanakannya proses pembelajaran.
b.      Adanya sikap keterbukaan yang dimiliki guru dan siswa.
Yang dimaksudkan ialah adanya kesediaan untuk menerima kritik atau informasi dari luar, kita harus menerima kritik dari luar  atau masukan dari orang lain. Jika merasa dirinya benar dan orang lain salah maka sistem tidak akan bisa diterapkan dalam proses pembelajaran.[1]

1.      Konsep dan Ciri-ciri Sistem dalam Pembelajaran
Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fesilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu  tujuan. Sesuai dengan rumusan itu, orang yang terlibat dalam sistempembelajaran adalah siswa, guru. Material meliputi buku-buku, papan tulis, film, audio. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruang kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode peenyampaian informasi, penyediaan untuk praktik.
Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dalam bentuk membaca buku, sistem belajar di kelas, di perguruan tinggi, atau di sebuah kota. Sistem pembelajaran senantiasa ditandai oleh organisasi dan interaksi antar komponen untuk mendidik siswa.
Pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki tiga ciri khas, sebagai berikut:
a.       Rencana, penataan intensional orang, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus sehingga tidak mengambang.
b.      Kesaling ketergantungan, unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling memberikan sumbangan tertentu.
c.       Tujuan, setipa sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu. Ciri itu menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat manusia dan sistem-sistem alami. Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti sistem komunikasi, sistem tranportasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti sistem ekologi, sistem persyaratan pada hewan, memiliki unnsur-unsur yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan dan maksud.
Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran adalah siswa belajar. Tugas perancang sistem adalah mengorganisasi orang, material, dan proseedur agar siswa belajar secara efisien. Karena itu melalui proses mendesain sistem, perancang membuat rancangan keputusan atas dasar pemberian kemudahan untuk mencapai tujuan sistem.[2]

2.      Strategi Dasar Merancang Sistem dalam  Pendidikan
Strategi merancang sistem pembelajaran adalah suatu rencana untuk mengerjakan prosedur merancang sistem secara efisien. Strategi dibutuhkan berhubungan dengan proses penerimaan yang sesungguhnya amat kompleks. Dengan suatu strategi tertentu, perancang dapat menilai semua kemungkinan yang penting untuk dapat sampai pada keputusan atau penyelesaian dalam rangka mencapai tujuan sistem yang telah ditetapkan.
Ada tiga tahap dalam merencanakan desain suatu sistem, yaitu:
a.      Menganalisis tuntutan-tuntutan sistem, pada tahap ini si perancang perlu mengidentivikasi hal berikut:
1)      Apa yang mesti dilaksanakan berkenaan dengan tujuan sistem.
2)      Keadaan sistem yang ada sekarang yang berkenaan dengan sumber-sumber dan hambatan-hambatan yang bertalian dengan pencapaian tujuan sistem. Tujuan, sumber, dan hambatan perlu mendapat pertimbangan, yang berarti perancang berada dalam kedudukan untuk menilai semua komponen sistem yang ada dan metode pengorganisasiannya.
b.      Mendesain sistem, pada tahap ini si perancang memilih dan mengorganisasi komponen tertentu dan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan dalam sistem serta menguji cobakannya. Prosedur-prosedur dalam tahap itu berkenaan dengan hal-hal berikut:
1)      Formulasi tujuan
2)      Deskripsi tugas
3)      Jenis-jenis belajar
4)      Analisis tugas
5)      Belajar dan motivasi
6)      Konsep-konsep dan prinsip-prinsip
7)      Pemecahan masalah
8)      Keterampilan-keterampilan motorik-perseptual
c.       Mengevaluasi dampak sistem, pada tahap penilaian atau evaluasi perancang membandingkan perilaku nyata dengan perilaku yang direncanakan. Apakah sistem perlu dirancang kembali atau tidak, bergantung pada besarnya perbedaan antara yang direncanakan dengan yang ada dalam kenyataan. Jadi, tahap ini berkenaan dengan evaluasi sistem.[3]

B.     Proses Belajar Mengajar sebagai Sistem
Poignant (1969) mengemukakan, ilmu pendidikan berkaitan erat dengan dengan berbagai spesialis dari berbagai dislipin yang secara keseluruhan mencangkup bidang-bidang pedagogik, sikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, teknologi pendidikan dan sebagainya.
Pada garis besarnya pandangan Poignant terdiri atas:
1)      Ilmu pendidikan merupakan suatu cabang ilmu sosial yang bersifat multidisiplin;
2)      Masalah sistem pendidikan tidak dapat dipecahkan secara mandiri oleh sistem pendidikan itu sendiri
3)      Sistem pendidikan merupakan suatu sistem yang bersifat terbuka dan memenuhi yang memenuhi prinsip konsep suatu sistem.[4]
Pembelajaran sebagai sebuah sistem terdapat beberapa hal yang harus terkandung dalam sistem pembelajaran.
1)      Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefisien dan seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan, (a) perumusan tujuan yang ingin dicapai; (b) pemilihan progam untuk mencapai tujuan itu; (c) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.[5]
Tiga pakar dalam perencanaa, yaitu Breive, Jhonson, dan Young (1973) mengemukakan bahwa proses perencanaan merupakan salah satu cara memandang masalah secara logis terhadap apa yang ingin dilakukan, bagaimana memberlakukannya, dan bagaimana caranya mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu benar, dalam proses perencanaan penndidikan menurut tiga pakar tersebut terdapat delapan langkah yang harus ditempuh secara berurutan, subtansi dari delapan langkah tersebut mereka sebut dengan area perencanaan yang terdiri atass menentukan tujuan, memperkirakan kebutuhan, identifikasi sumber-sumber dan hambatan, formula kinerja tujuan dan prioritas, menyusun alternaltif, analisa alternaltif, memilih alternaltif, mengembangkan dan melaksanakan proses mencapai tujuan, evaluasi proses dan kinerja serta modifikasi sistem.
Proses perencanaan dari ketiga pakar tersebut memiliki kemiripan dengan proses perencanaan yang selama ini digunakan di lingkungan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, yang terdiri atas kegiatan analisis dan diagnosis, pengembangan alternaltif, proses pengambilan keputusan, penentuan kebijaksanaan, penentuan progam dan prioritas, perhitungan anggaran, perumusan rencana, penyusunan rincian rencana, melaksanakan rencana, evaluasi rencana, dan revisi rencana. Langkah-langkah tersebut di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dikenal dengan nama siklus perencanaan.[6]
Manfaat merencanakan pembelajaran dengan pendekatan sistem di antaranya sebagai berikut:
a.    Dengan pendekatan sistem, arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan jelas. Dengan tujuan yang julas, maka kita dapat mnetapkan araah dan sasaran dengan pasti. Perumusan tujuan merupakan salah satu karakteristik pendekatan sistem. Penentuan komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan sistem, setiap guru dapat lebih memahami tujuan dan arah pembelajaran untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pengembangan komponen yang lain, dan dapat dijadikan kriteria efektifitas proses pembelajaran.
b.    Pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis. Berpikir secara sistem adalah berpikir runtut, sehingga melalui langkah-langkah yang jelas dan pasti memungkinkan hasil yang diperoleh akan maksimal.
c.    Pendekatan sistem dapat merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang tersedia. Jadi, berpikir sistematis adalah berpikir bagaimana agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa.
d.   Pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik. Melalui umpan balik, dalam pendekatan sistem, dapat diketahui apakah tujuan telah berhasil dicapai atau belum.[7]
2)      Komponen Pembelajaran
Suatu sistem terdapat suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai suatu tujuan. Proses belajar mengajar suatu sistem terdiri dari tujuh komponen. Masing-masing komponen mempunyai bagian yang berdiri sendiri, namun dalam proses sistem masing-masing bergantung dan bersama-sama untuk mencapai tujuan. Masing-masing komponen sistem dalam pembelajaran akan diulas sebagai berikut.
Siswa
Siswa yang semula dipandang sebagai obyek pendidikan bergeser sebagai subyek pendidikan. Sebagai subyek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan pendidikan. Siswa datang dengan membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial. Masing-masing memiliki potensi yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru di sekolah.
Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional. Walaupun seorang guru memiliki kebutuhan pribadi, guru tetap mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Kompetensi guru ini meliputi
Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional,tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran, sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan juga disesuaikan dengan karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
Materi
Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran.
Metode
Metode mengajar  adalah cara dan teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.
Sarana atau alat
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajar mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang sesungguhnya, imitasi atau tiruannya, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau lat pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan, anak, materi dalam metode pembelajaran. 
Evaluasi
Evaluasi diginakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik, sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.
Lingkungan
Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu proses belajar mengajar berlangsung.[8]
Semua komponen pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa  sehingga anak dapat belajar dengan maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula.
3)      Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan patokan, pedoman, serta orientasi bagi para pelaksana atau pendesain pembelajaran. Tujuan intruksional  mengandung dua komponen, yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan intruksional dapat digolongkan atas:
a.       Tujuan yang berbentuk tingkah laku
b.      Tujuan yang berupa penampilan
c.       Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri
d.      Tujuan yang mengacu pada ranah perilaku
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal (2) kondisi-kondisi (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan oleh Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencangkup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasai pada akhir pembelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi  dan hambatan yang ada pada saat mendemostrasikan perilaku tersebut; (3) perlu ada petunjuj yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Jadi dapat kita simpulkan, yang dimaksud dengan tujuan adalah suatu pernyataan atau rumusan tentang dekripsi tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setelah melakukan atau menyelesaikan kegiatan pendidikan atau pembelajaran (sesuaidengan hierarkisnya).
Rumusan tujuan pembelajaran yang tepay dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan pengembangan pembelajaran, minimal sebagai berikut:
a.       Tujuan akan menjadi pedoman bagi desainer untuk menyusun pembelajaran yang efektif. Dengan demikian memberi arah pada desainer pembelajarandalam pemilihan bahan ajar, yaitu bahan pelajaran yang menopang tercapainya tujuan pembelajaran
b.      Tujuan merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar
c.       Tujuan memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari
d.      Tujuan merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan progam (proses belajar mengajar)
e.       Tujuan menyatakan pada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang hendak dicapai


C.    Berpikir Sistem dalam Aplikasi Pembelajaran
Berpikir sistem dapat juga disamakan dengan berpikir logis. Pola berpikir logis ini sering ditunjukan dalam  bentuk model pembelajaran. Misalnya, Kaufman mengajukan suatu model berpikir sistem yang diambil dari mana manajemen pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses enam tahap yang meliputi :
a.       Identifikasi prioritas kebutuhan dan masalah yang berkaitan.
b.      Menentukan persyaratan untuk memecahkan persoalan serta identifikasi alternaltif pemecahan yang mungkin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan terteentu.
c.       Pemikiran alternaltif atau penentuan strategi pemecahan berdasarkan alternaltif yang dimungkinkan.
d.      Pelaksanaan strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol atas strategi tersebut.
e.       Penilaian keefektifan hasil karya berdasarkan keburuhan dan persyaratan yang telah ditetapkan terdahulu.
f.       Penyempurnaan satu atau keseluruhan langkah di muka untuk menjamin bahwa sistem pendidikan itu bersifat responsif, efektif, dan efisien.
Keenam tahapan tersebut merupakn berpikir sistem yang dpat dijadikan landasan dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada dalam proses pembelajaran. Tahapan tersebut juga dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Jika berpikir sistem diterapkan dalam pembelajaran, maka seorang guru harus melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran (tujuan intruksional).
     Tujuan adalah sesuatu rencana atau rumusan yang akan diperoleh. Rumusan tujuan akan sangat membantu guru dalam menentukan arah atau strategi dalam pembelajaran. Dengan demikian, menentukan tujuan pembelajaran berarti menentukan arah tentang proses pembelajaran. Tujuan yang dirumuskan akan menentukan proses maupun komponen yang dibutuuhkan untuk keperluan belajar, seperti bagaimana metode yang digunakan, sarana apa yang dipersiapkan, gaya seperti apa yang perlu dilakukan dan seterusnya. Makin jelas tujuan yang dirumuskan akam memperjelas hasil yang ingin dicapai, yaitu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan efisien.[9]
     Perumusan tujuan merupakan progam belajar mengajar yang merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Perumusan tujuan ini akan menjadi landasan untuk menguraikan diskripsi, satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.[10]
     Dalam perumusan masalah seorang guru harus memperhatikan beberapa aspek agar proses pembelajaran benar-benar sesuai idealisme, yaitu mampu memperdayakan potensi siswa sehingga menjadi siswa sehingga menjadi siswa yang utuh dan menguasai tiga aspek yang meliputi:
1)      Aspek kognitif
Merupakan aspek yang mengungkapkan kegiatan mental. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda, yaitu:
a)    Tingkat pengetahuan (knowledge). Tujuan intruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya.
b)   Tingkat pemahaman (comprehension). Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan dan informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
c)    Tingkat penerapan (application). Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
d)   Tingkatan analisis (analysis). Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi memisahkan, dan membeda komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada-tidaknya kontradiksi.
e)    Tingkat sintesis (synthesis). Sibntesis berarti kemampuan dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeleruh.
f)    Tingkat evaluasi (evaluation). Evaluasi merupakan level tinggi,  yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, produk atau benda dengan menggunakan kiteria tertentu.
Konsekuensi penerapan sistem seperti ini adalah:
a)      Guru harus mempersiapkan bahan pelajaran ddengan seksama
b)      Dalam proses pembelajaran, sistem belajar siswa aktif perlu dilakukan sehingga partisipasinya menentukan hasil belajar
c)      Memakan waktu relatif lama dengan metode ceramah
d)     Situasi belajar lebih serius dan lebih hidup
e)      Sedikit lebih melelahkan dibandingkan metode lain

2)      Aspek afektif
Untuk memperoleh gambaran tentang aspek tujuan intruksional afektif secara utuh, berikut ini akan dijelaskan setiap tingkatan secara berurutan.
a)    Tingkat menerima (receiving), yaitu proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya stimulus tertentu yang mengandung estetika.
b)   Tingkat tanggapan (responding), yaitu perilaku baru dari siswa sebagai menifestasi dari pendapatnya, yang timbul akibat adanya perangsang pada saat ia belajar.
c)    Tingkat menilai, diartikan sebagai kemampuan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif
d)   Tingkat organisasi (organization), dapat diartikan sebagai proses koseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antarnilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai terbaik untuk diterapkan
e)    Tingkat karakterisasi (characterization). Karakterisasi merupakan sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya.
Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krathwool di atas, Romiszowski dalam bukunya producing  Instruction System (1984) mengelompokan aspek afektif menjadi dua tipe perilaku yang berbeda.
a)    Refleks yang terkondisi, yaitu reaksi pada stimulus khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya.
b)   Voluntary (sukarela), adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ketujjuan tertentu ddengan cara membiasakan latihan-latihan untuk mengontrol diri.

3)      Aspek psikomotor
 Psikomotor adalah aspek yang berorientasi pada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara saraf dan otot.
Kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
a)    Gerakan seluruh badan, yaitu perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh.
b)   Gerakan yang terkoordinasi, yaitu gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi salah satu lebih indra manusia dengan salah satu anggota badan.
c)    Komunikasi nonverbal, yaitu hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau isyarat, misalnya isyarat dengan tangan, anggukan kepala, ekspresi wajah, dan lain-lain.
d)   Kebolehan dalam berbicara, dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi dan kemampuan berbicara.[11]
b.      Melakuakan proses pengumpulan data dan proses analisisnya.
     Data dikumpulkan adalah data yang menyangkut tentang (1) anak didik yang meliputi kemampuan awalnya (entry behavior), tingkat perhatian, kualitas motivasi, konsentrassi, kedisiplinan, latar belakang sosial, ekonominya. (2) data tantangan materi pelajaran (mata pelajaran) yang meliputi jenis materinya apakah materi yang bersifat logika, etika atau estetika, materi itu bersifat deskriptif atau doktriner, materi itu berssifat hafalan atau praktis. (3) data tentang gguru meliputi masalah kompetensi yang dimiliki yaitu kompetensi kepribadian, sosial, professional dan paedagogik, falsafah jidup yang dimiliki guru, kualitas atau kesetabilan emosionalnya, gaya yang dilakukan dalam pembelajarannya, cara memberi pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari siswa, kemampuan mengelola kelas dan kemampuan memahami landasan kependidikan. (4) data tentang sistem kepemimpinan yang mengikuti pola dalam menyusun perencanaan, cara dalam  mengidentifikasi masalah, cara mengambil keputusan, pendekatan dalam pembinaan,serta cara memberikan hukuman dan ganjaran/penghargaan. Seluruh data teesebut dianalisis sehingga nantinya dapat dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran.
c.       Hasil analisis terhadap data .
     Data yang telah diperoleh kemudian dijadikan dasar atau landasan guru dalam menyusun materi dan melakukan proses pembelajaran agar proses pembelajaran benar-benar berjalan secara efektif  dan efisien. Idealnya materi dan cara dalam pembelajaran memang harus disusun berdasarkan realitas yang terjadi di lapangan atau di dalam lingkungan sekitarnya. Implikasinya akan melahirkan berbagai macam model pembelajaran. Model atau gaya mengajar di daerah terpencil harus berbeda di daerah perkotaan meskipun materi atau pokok pembahsannya sama. Gaya mengajar dengan siswa yang kemampuan homogen harus berbeda dengan mengajar siswa yang kemampuannya heterogen. Cara mengajar siswa yang memmiliki IQ tinggi juga  berbeda dengan mengajar siswa yang memilikin IQ sedang/biasa.[12]

D.    Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
1.      Model mikro
      Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih.
a.       Model PAIKEM
Menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan menantang (pembelajaran partisipatif, aktif, interaktif, kreaktif, efektif, dan menyenangkan). Pembelajaran pertisipatif, yaitu pelibatan siswa secara optimal. Pembelajaran aktif, yaitu melibatkan aktivitas siswa. Pembelajaran kretif, yaitu memotivasi dan memunculkan kretivitas siswa. Pembelajaran efektif, yaitu memberi pengalaman baru agar siswa dapat mencapai tujuan. Pembelajaran menyenangkan, yaitu siswa belajar tanpa perasaan tertekan.
b.      Model ASSURE
Sharon E. Smaldino, James D. Russel, Robert Heinich, dan Michael Molenda (2005) mengemukakan sebuah model desain sistem pembelajaran yang diberi nama ASSURE.model desain pembelajaran ini terliihat lebih sederhana jika dibang dingkan dengan model desain pembelajaran lain.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mendesain sistem pembelajaran dengan model ASSURE dapat digambarkan sebaigai berikut:
A = Analyze Learners (Analisis karakteristik siswa)
S = States Objectives (Menetapkan tujuan pembelajaran)
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pembelajaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
S = Select method, media, and material (Memilih metode, media, dan materi)
Pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media yang tepat dengan materi yang disampaikan.
U = Utilize  media and material (Penggunaan media dan bahan)
Menggunakan dan mendesain media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih menarik dan menantang
R = Require learner participation (Partisipasi peserta didik di kelas)
Partsipasi aktif peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada pengalaman belajar yang diperoleh selama proses pembelajaran
E = Evaluate and revise(penilaian dan revisi)
Melihat seberapa efektifkah dan efisiennya metode dan media pembelajaran yang dipakai dalam mencapai tujuan pembelajaran
c.       Model Hannafin dan Peck
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media pembelajaran misalkan video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul.
Tahap-tahap model Hannafin dan Peck:
1)      Tahap analisa kebutuhan: yang meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran. Tujuan dan objek media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran
2)      Menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum melanjutkan ke tahap desain
3)      Tahap desain; bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut (informasi dari tahap analisa kebutuhan).
4)      Tahap pengembangan dan implementasi; penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif (dilakukan sepanjang proses pengembangan media) dan penilaian sumatif (dilakukan setelah media selesai dikembangkan).
d.      Model Bella H. Bannaty
Model ini berorientasi pada tujuan pembelajaran. Komponen-komponen model ini menjadi acuan dalam menetapkan langkah-langkah pengembangan, sebagai berikut:
1)      Merumuskan tujuan
2)      Mengembangkan tes
3)      Menganalisis tugas belajar
4)      Mendesain sistem pembelajaran
5)      Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
6)      Melakukan perubahan untuk perbaikan
2.      Model Makro
      Model berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cukup luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah.
a.       Model ADDIE
Model berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilakan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas.
1)      Analisis
Langkah analisis terdiri dari dua tahap, yaitu analisis kinerjadan analisis kebutuhan. Tahap pertama, yaitu analisis kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggarakan progam pembelajaran atau perbaikan managemen. Tahap dua, yaitu kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atas prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila progem pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi.

2)      Desain
Langkah ini diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang didesain sehingga program tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan. Pada langakah desain, pusat perrhatian perlu difokuskanpada upaya untuk menyelidiki masalah pem belajaran yang dihadapi. Hal ini menjadi inti dari langkah analisis, yaitu mempelajari masalah dan menemukan alternaltif solusi yang akan ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi melalui analisis kebutuhan. Langkah penting yang perlu dilakukan dalam ddesain adalah menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki siswa selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah progam pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan performa yang terjadi dalam diri siswa.
3)      Pengembangan
Pengembangan merupakan lanhkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan melliputi kegiatan membuat, memberi, dan memodivikasi bahan ajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pengadaan bahan ajar perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran spesifik yang telah dirumuskan oleh perancang program pembelajaran dalam langkah desain. Langkah pengembangan, dengan kata lain, mencakup kegiatan memilih dan menentukan metode, media, serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau subtansi progam pembelajaran.
4)      Implementasi
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain pembalajaran Addie. Langkah implementasi sering diasosiasikan dengan penyelenggaraan progam pembelajaran itu sendiri. Langkah ini memang mempunyai makna adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru.
5)      Evaluasi
Langkah terakhir atau kelima dari model desain sistem pembelajaran Addie adalah evaluasi. Evaluasi dapat didefinisikan sebagi sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap progam pembelajaran. Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan sepanjang pelaksanaan kelima langkah dalam model Addie. Pada analisis, proses evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan klarivikasi terhadap kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa setelah mengikuti progam pembelajaran. Eavaluasi ini dikenal dengan istilah evaluasi formatif. Di samping itu, evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sepenuhnya.
b.      Model Dick and Carey
Model pengembangan ini mirip dengan model yang dikembangkan  Kemp, tetapi ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut.
1)      Identivikasi tujuan
Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukanya ketika mereka telah menyelesaikan program pengajaran.
2)      Melakukan analisis intruksional
Tujuan yang di analisis untuk mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus. Analisis ini akan menghasilkan diagram tentang konsep dan menunjukkan keterkaitan antara keterampilan konsep tersebut.
3)      Mengidentivikasi tingkah laku awal/karakteristik siswa
Ketika melakukan analisis terhadap keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah dimilki siswa saat mulai mengikuti pelajaran.


4)      Merumuskan tujuan kinerja
Berdasarkan analisi intruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa, selanjutnya akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan siswa setelah menyelesaikan pembelajaran.
5)      Pengembangan tes acuan patokan
Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan, pengembangan butir asesmen untuk mengukur kemampuan siswa sepeti yang diperkirakan dalam tujuan
6)      Pengembangan strategi pengajaran
Informasi dari lima tahap sebelumnny, maka selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan digunakan untuk tujuan akhir.
7)      Pengembangan atau memilih pengajaran
Tahap ini digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran yang meliputi petunjuk untuk siswa, bahan pelajaran, tes, dan panduan guru.
8)      Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif
Evaluasi digunakan untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk identivikasi sebagaimana meningkatkan pengajaran.
9)      Menulis perangkat
Hasil pada tahap sebelumnya dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan, hasil perangkat selanjutnya divalidasi atau diuji cobakan di kelas.
10)  Revisi pengajaran
Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya diringkas dan dianalisi serta diinterpretasikan untuk identifikasi kesulitan yang dialami oleh siswa dan mencapai tujuan pembelajaran. Begitu juga dengan masukan dari hasil implementasi para ahli.
c.       Model Kemp
Pengembangan perangkat model kemp memberi kesempatan bagi para pengembang untuk dapat memulai dari komponen mana pun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, mak seyogyanya prosesnya dimulai dengan tujuan. Terdapat beberapa unsur renvana perancangan pembelajaraan, yaitu sebagai berikut:
1)      Identifikasi masalah, tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasi antara tujuan menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang terjadi di lapangan.
2)      Analisis siswa, analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal dan karakteristik siswa.
3)      Analisis tugas, analisis ini adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi suatu pengajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan analisis prosedural yang dituangkan dengan RPP dan LKS.
4)      Merumuskan Indikator, alat ini berfungsi sebagai alat untuk menesain kegiatan pembelajaran; kerangka kerja dalam merencanakan mengevaluasi hasil belajar siswa; panduan siswa dalam belajar.
5)      Penyusunan instrumen evaluasi, bertujuan untuk menilai hasil belajar, kriteria penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan patokan.
6)      Strategi pembelajaran, tahap ini dilakukan untuk memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujan.
7)      Pemilihan media atau sumber belajar, keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan sumber pembelajaran atau media yang dipilih.
8)      Merinci pelayanan penunjang yang digunakan untuk mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan.
9)      Menyiapkan evaluasi hasil belajar dan hasil progam, melakukan kegiatan revisi perangkat pembelajara, setiap langkah rancangan belajar selalu dihunungkan dengan revisi dengan tujuan memperbaiki rancangan yang telah dibuat.[13]

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
      Aplikasi sistem dalam pembelajaran secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan makna sistem dalam proses pembelajaran. Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fesilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu  tujuan.
Pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki tiga ciri khas, sebagai berikut:
a.       Rencana, penataan intensional orang, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus sehingga tidak mengambang.
b.      Kesaling ketergantungan, unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling memberikan sumbangan tertentu.
c.       Tujuan, setipa sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu. Ciri itu menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat manusia dan sistem-sistem alami. Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti sistem komunikasi, sistem tranportasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti sistem ekologi, sistem persyaratan pada hewan, memiliki unnsur-unsur yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan dan maksud.
Kaufman mengajukan suatu model berpikir sistem yang diambil dari mana manajemen pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses enam tahap yang meliputi :
a.       Identifikasi prioritas kebutuhan dan masalah yang berkaitan.
b.      Menentukan persyaratan untuk memecahkan persoalan serta identifikasi alternaltif pemecahan yang mungkin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan terteentu.
c.       Pemikiran alternaltif atau penentuan strategi pemecahan berdasarkan alternaltif yang dimungkinkan.
d.      Pelaksanaan strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol atas strategi tersebut.
e.       Penilaian keefektifan hasil karya berdasarkan keburuhan dan persyaratan yang telah ditetapkan terdahulu.
f.       Penyempurnaan satu atau keseluruhan langkah di muka untuk menjamin bahwa sistem pendidikan itu bersifat responsif, efektif, dan efisien.
Model pengembangan sistem dalam pembelajaran terdiri dari model mikro dan makro, yaitu:

Model mikro
a.       Model PAIKEM
b.      Model ASSURE
c.       Model Hannafin dan Peck
d.      Model Bella H. Bannaty
Model makro
a.       Model ADDIE
b.      Model Dick and Carey
c.       Model Kemp

2.      Saran
           Demikianlah makalah ini yang dapat kami sajikan mengenai “ Aplikasi Sistem dalam Pembelajaran”. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai masukan serta perbaikan pada tulisan-tulisan berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta:2000
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, CV Pustaka Setia, Bandung: 2011
Hendyat Soetopo, Pendidikan dan Pembelajaran, UMM Pres, Malang: 2005
Kahar Utsman dan Nadhirin,  Perencanaan Pendidikan, Depag , Kudus:2007
Muhammad Rohman dan Sofyan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta: 2013
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran kontekstual, Rasail Media Group, Semarang: 2008
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,PT. Bumi Aksara, Jakarta:2004
Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung:2012





[1] M. Saekhan Muchith, Pembelajaran kontekstual, Rasail Media Group, Semarang: 2008, hal. 18-19
[2] Oemar Hamalik,Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta:2004, hal.10-11
[3] Ibid, hal. 19-20
[4] Endang Soenarya, Pengantar teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta:2000, hal. 55-56
[5] Kahar Utsman dan Nadhirin, Perencanaan Pendidikan, Depag, Kudua:2008, hal. 1
[6] Ibid, hal.22-23
[7] Muhammad Rohman dan Sofan amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta:2013, hal. 178
[8] Hendyat Soetopo, Pendidikan dan Pembelajaran, UMM Pres, Malang: 2005, hal.143-146
[9] M. Saekhan Muchith, op.cit, hal. 20
[10] Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, CV Pustaka Setia, Bandung: 2011, hal.57
[11] Ibid, hal. 151-154
[12] M. Saekhan Muchith,op.cit hal.21
[13] Rohman,op.cit, hal. 119-228

Tidak ada komentar:

Posting Komentar