Sabtu, 20 Desember 2014

Kepribadian Menurut Hasan Al Banna



Sesungguhnya Hasan Al banna sangat mengetahui dengan baik dan mendalam rahasia di balik penyakit yang menimpa umat ini, sebagaimana ia juga memahami dengan baik bahwa obat dari segala penyakit yang menimpa tubuh umat ini yaitu ma’rifatullah. Ia memahami bahwa jiwa manusia ditimpa oleh kelemahan pada dua sisi yang membuatnya enggan berjihad di jalan Allah yaitu ketamakan dan ketakutan. Padahal Allah adalah Dzat yang di tangan-Nya tergenggam rezeki dan kematian setiap manusia, niscaya ia takkan berpaling dari jalan yang telah ia lalui. Alangkah indahnya kalimat yang ia ucapkan, “Wahai Saudaraku, sesungguhnya engkau menjadi ada dalam kehidupan dunia karena dua perkara yaitu rezeki dan ajalmu. Namun, tak seorang pun yang memiliki kekuasaan pada keduanya selain Allah. Oleh karenanya, janganlah kedua hal itu menghalangimu untuk melakukan kebaikan!”
Betapa menarik ilustrasi yang ia sampaikan tentang ma’rifatullah dan nilai-nilai yang dikandungnya dalam memperbaiki kondisi masyarakat, dengan ucapannya, “Ma’rifatullah adalah tongkat pengubah yang memindahkan seseorang dari satu kondisi kepada kondisi yang lain.”
Hasan Al Banna melihat, untuk melakukan perbaikan di tengah masyarakat sangat bergantung pada perbaikan jiwa, dan jiwa seseorang takkan menjadi baik selain dengan ber-ma’rifah kepada Allah. Firman Allah dalam surat Asy-Syams ayat 7-10, Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya yaitu tokoh agama dan politik, pemimpin masa kini dengan kemuliaan fitrahnya dan ketinggian ruhnya, keindahan jiwa, pesona kepribadian dan ucapannya yang penuh daya pikat serta kekuatan fisik.
Semangatnya yang besar adalah sebuah kekuatan yang mengandung daya sihir, yaitu tak seorang pun duduk di sampingnya sehingga semangatnya yang tinggi akan menarik orang tersebut ke dalam lingkaran Islam. Naluri kepemimpinannya akan memotivasi dirinya kepada kebaikan. Oleh karena itu, terpancar fitrah seorang mukmin, sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah saw., Apabila engkau melihatnya, niscaya itu mengantarmu untuk mengingat Allah. Itulah tabiat iman yang melekat dalam diri seorang mukmin sejati.
Begitulah kepribadian sosok manusia agung yaitu kebesaran pribadinya dibentuk oleh kesucian langit dan ketinggian nilai-nilai keteladanan, bukan dari kecerdasan insting manusiawi belaka. Kepribadian yang tinggi ini juga tidak diperoleh dari ilmu pengetahuan, akan tetapi semua itu berasal dari kehendak Allah yang diistimewakan bagi hamba-hambaNya yang ia pilih untuk itu.
Ciri paling menonjol yang melekat dalam diri Hasan Al Banna ialah semangat penggerakannya yang demikian kuat, daya dan vitalitas kerjanya yang luar biasa mengalir dalam ke seluruh anggota tubuhnya. Langkah kakinya adalah langkah kaki sosok raksasa dan kesungguhannya adalah kesungguhan satu umat yang sempurna, bukan kesungguhan satu individu yang memiliki keterbatasan. Ia seakan dapat mengetahui bahwa usia kehidupannya lebih pendek daripada usia dakwah ini untuk mencapai batas kesempurnaannya. Maka, ia mengerahkan segala kemampuannya agar dahwah ini tetap survive dengan membangun pilar-pilar kekuatannya dan membangun tembok besar yang kokoh yang dapat menjaganya. Ia melihat bahwa masalah yang dihadapi masyarakat jauh lebih besar dari waktunya yang tersedia dan kehidupannya yang teramat singkat, ia menjadikan kalimat ini sebagai syiar dakwahnya, “ Al Wajibat aktsaru minal aukat” kewajiban kita jauh lebih banyak daripada waktu yang tersedia.
Keunikan lain yang menonjol pada dirinya ialah bergerak secara konstan dan lincah saat melakukan sebuah pekerjaannya. Dari gerakan yang lincah dan konstan inilah, hasil besar dapat diraih. Ia dapat melaksanakannya dengan sangat teliti dan jeli, gerakan berkesinambungan dengan hasil yang sangat akurat. Itulah Hasan Al Banna, mengorbankan dirinya demi tegaknya dakwah ini hingga tetes darahnya terakhir, tumpah membasahi bumiNya seraya berucap “Asyhadu alla Ilaha illahlah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”
Pada detik-detik akhir kehidupannya, seorang ikhwan menasihatinya saat ia melihatnya tidak tidur malam itu dan tidak juga memanfaatkan siang harinya untuk beristirahat, “ Wahai Syekh, sebaiknya engkau mengasihi dirimu dengan tidur atau istirahat walau sejenak saja.” Sang Imam menjawab, “Besok, wahai sahabatku, saya akan beristirahat sangat lama dan menikmati tidur panjangku.” Ia adalah sosok yang beramal untuk dakwah.
Hasan Al Banna juga memiliki ciri istimewa pada kemampuan daya ingatnya, kecerdasan dan kesabarannya, ketawadhuan, sifat pemaaf dan firasatnya yang tajam. Imam Syahid Hasan Al Banna dilahirkan pada tahun 1906 atau setahun setelah meninggalnya Imam Muhammad Abduh. Ia pun memulai dakwahnya pada tahun 1928 setelah wafatnya Sa’ad Zaghlul setahun sebelumnya. Ia memberikan sentuhan akhir pada dakwah Imam Abduh berupa unsur Al Jundiyah, dan memasukan ke dalam dakwah Sa’ad Zaghlul unsur Islamiyah. Dengan demikian, ia dapat menyiapkan generasi Muslim masa kini sebagai prototipe Islamiyah yang kedua, sempurna dan berpengetahuan, setelah generasi Islam pertama terbentuk pada masa Rasulullah saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar