Sabtu, 20 Desember 2014

Interrelasi filsafat pendidikan Islam dengan ilmu-ilmu Islam



      Perkembangan filsafat (pemikiran falsafati) dalam dunia Islam, telah menghasilkan berbagai macam alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan-pertanyaan hakiki problema hidup dan kehidupan manusia tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tentang dekatnya hubungan manusia dengan Tuhan, tentang kembali kepada Tuhan, menimbulkan ilmu Tasawuf, Ilmu Fiqh, adalah merupakan kodifikasi dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang apa dan bagaimana nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dan tingkah laku. Dan jawaban-jawban terhadap pertanyaan-pertanyaan  tentang alam semesta dan hubungan manusia dengan alam semesta dan keuntunganny, menghasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut mberhasil dikembangkan dalam dunia Islam, dengan menggunakan metode yang khas Islami, yaitu metode ijtihad. Ijtihad adalah menggunakan segenap daya akal dna potensi manusiawi lainnya untuk mencari kebenaran dan mengambil kebijaksanaan, dengan bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Musthofa Abd al-Raziq,  menyatakan bahwa “ al-ijtihad bi ar-ra’yi huwa bidayatul al-nadhari al-aqli ”, ijtihad menggunakan daya mampu akal adalah merupakan dasar bagi terbentuknya pola rasional.
      Metode ijtihad, sebagai metode khas filsafat Islam, memang telah mengalami perkembangan dan para ulama serta filosof Islam menggunakan secara berfariasi. Pada dasarnya ijtihad bersumber pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah dan Sunah sebagai penjelasan dan perjabarannya. Demikian pula kebenaran dan pengetahuan yang didaptkan  dari Al-Qur’an pun merupakan kebenaran yang relatif. Al-Sunah sebagai penjabaran dari kebenaran Al-Qur’an (penafsiran) menunjukkan pada kebenaran dan kesesuaian dengan zamannya. Oleh karenanya penafsiran terhadap Al-Qu’an pun dapat berkembang. Sedangkan kalangan Ahlu al-Sunah pada umumnya berpandangan bahwa hakikat Al-Qur’an adalah kalamullah yang qodim dan abadi. Dengan demikian kebenaran-kebenaran yang abad, kebenaran yang tak tersentuh akal pikiran manusiayang relatif. Ijtihad hanya diperbolehkan selama tidak menyentuh hal-hal yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an dan sudah dijelaskan Al-Sunah. Di kalangan ulama dan filosof dalam bidang fiqh pun berbeda-beda sistem ijtihadnya, yang menghasilkan kesimpulan hukum yang bberbeda-beda pula.

      Dari uraian di atas nampak jelas bahwa dalam filsafat Islam telah berkembang metode-metode filosof dan aliran-aliran filsafat yang beraneka ragam, yang kesemuanya memberikan arah dan mempengaruhi jalannya pertumbuhan dan perkembangan umat Islam, baik secara individual maupun secara ijtima’i (dalam arti umat Islam).
     Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan filosofis dari sisiten dan aliran filsafat dalam islam terhadab masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadab pertumbuhan dan perkembangan manusia Muslim dan umat Islam. Di samping itu filsafat pendidikan Islam, juga merupakan studi tentang penggunaan dan penerapan metode dan sisitem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam, dan selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.    
      Jadi filsafat pendidikan, bersifat tradisional dan kritis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Imam Bernadib dalam “ Filsafatnya pendidikannya” nya, bahwa filsafatpendidikan itu mempunyai dua corak, yaitu filsafat tradisional dan filsafat kritis. Filsafat tradisional adalah filsafat sebagaimana adanya, sistematika, jenis serta alirannya sebagai dijumpai dalam sejarah. Lain halnya dengan filsafat kritis, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan dilepas dari ikatan waktu (histiris) dan usaha mencari jawab yang diperlukan dapat membolisasikan barbagai aliran yang ada, dan dicari masing-masing aliran, diambil dari jenis masalah yang bersangkutan dengan aliran yang bersangktan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar