Sudah
tidak asing lagi bagi kita tentang kurikulum 2013 atau yang sering disingkat
dengan K-13. Pada kurikulum ini pembelajaran yang dilakukan pembelajaran
berbasis karakter yang mana K-13 ini adalah sebagai kritikan terhadap kurikulum
2006. Tujuan yang hendak dicapai dalam kurikulum ini lebih mengarah pada
pembentukan budi pekerti dan akhlaqul karimah peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang sesuai dengan SKL yang telah ditentukan oleh setiap
satuan pendidikan masing-masing. Karena dirasa, manusia memiliki potensi untuk
berkembang menjadi manusai yang baik. Harapannya dapat menghasilkan peserta
didik yang produktif, inovatif, kreatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang terintegrasi.
Kaitannya
dengan pembelajaran PAI adalah apakah K-13 mampu mencetak peserta didik yang
benar-benar menjadi manusia yang baik. Baik disini adalah menjadi manusia yang
berakhlak, yang mana akhlaq adalah sebagian dari kepribadian. Jika itu tujuan
yang hendak dicapai, maka isi kurikulum pastilah mengutamakan akhlaq, sehingga
akhlaq disini menjadi core dalam kurikulum. Untuk mencapai itu, harus ada yang
menjadi penjaminnya, dan penjamin yang terkuat dalam membangun akhlaq disini
adalah iman yang kuat. Kurikulum yang baik atau dikatakan berhasil adalah mampu
menghasilkan lulusan yang beriman dan beramal shaleh, beramal shaleh itu
berdasarkan imannya.
Amal
shaleh ini memiliki arti luas, bukan hanya perilaku yang dinilai baik saja, tetapi amal yang baik dengan landasan
iman didalam hati. Amal shaleh dalam kajian ini dapat berupa mendalami ilmu
pengetahuan, kemudian pengetahuan yang dipelajari itu diberi dasar, dikendalikan,
dan dinilai dengan keimanannya itu. Selain itu juga dapat berupa keterampilan
mengerjakan suatu bidang (vokasi) yang penggunaannya dan jenisnya dikendalikan
keimannya.
Dalam
merancang kurikulum pendidikan harus dapat mencakup tujuan dalam rangka
menciptakan manusia :
1. Akhlaqnya
baik yang didasarkan oleh keimanannya yang kuat.
2. Memiliki
pengetahuan yang benar.
3. Seni
(keindahan)
Inilah yang diungkapkan oleh Prof. Dr.
Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam.
Menurut praktik dilapangan, banyak
siswa tau beragama tetapi ia tidak beragama. Mereka tau berbohong itu dosa,
tetapi ia tetap berbohong kepada orang lain, mereka tau sholat itu perbuatan
yang baik, tetapi ia tidak mau melaksanakan sholat lima waktu. Begitulah yang
terjadi di lapangan, kemerosotan moral semakin menjadi jadi dari waktu ke waktu,
banyaknya penggoda yang merusak akhlaq yang semakin intensif. Krisis akhlaq ini
sebenarnya berakar dari menurunnya keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejauh
ini pendidikan di Indonesia belum bisa mengatasi hal ini. Kurikulum kita juga
belum ada yang dapat mempertebal keimanan siswa. Jika hal ini dibiarkan saja
dan dianggap hal yang sepele, maka jangan heran jika nantinya kenakalan remaja
menjulang tinggi setiap tahunnya. Dan jika sudah seperti itu siapa yang
disalahkan ? apakah orang tuanya saja ? Padahal sebenarnya ini adalah tugas
dari pendidikan dan tujuan pendidikan, yakni mampu memberdayakan manusia,
memanusiakan manusia, menciptakan manusia yang religius, dll.
Apakah sejauh ini kurikulum 2013 sudah
dirasakan hasilnya dalam menciptakan karakter atau kepribadian ? untuk menjawab
itu memang tidak mudah karena pada fenomena yang terjadi masih banyak sekolah
yang belum menggunakan, dengan alasan karena buku ajar yang hendak digunakan
lama dan jumlahnya masih relatif sedikit. Dan memang dalam pembentukan ini
dibutuhkan waktu yang lama.
Menurut berita yang beredar, bahwa
kurikulum 2013 ini memberi prosentase 60% pada aspek penilaian sikap dan
perilaku. Dengan tujuan pembentukan karakter atau kepribadian pada peserta
didik. Jadi disekolah guru benar-benar memantau sikap dan tingkah laku
anak-anaknya, metode yang digunakan dalam guru adalah metode reward (apresiasi
yang baik) dan punishman (ancaman). Ketika peserta didik berperilaku baik maka
diberi apresiasi, misalnya guru mengatakan “ lihatlah Ana, dia anak yang jujur,
Allah SWT sudah menjanjikan kepada kita barang siapa yang jujur maka akan
mendapatkan surganya Allah SWT”. Dan sebaliknya jika siswa melakukan tindakan
yang dinilai kurang benar, maka guru mengatakan “ perilaku Angga jangan ditiru,
itu adalah perbuatan yang tidak baik, dan itu akan mendapat dosa dan akan
dimasukkan kedalam neraka”. Menurut saya hal ini cukup bagus dalam penanaman
akhlaq bagi peserta didik, dan hasilnya nanti peserta didik memiliki karakter
atau pribadi yang jujur dalam segala tingkah lakunya.
Contoh diatas hanya penanaman sifat
jujur saja, belum pada penanaman iman kepada Allah SWT. Bagaimana peran
kurikulum 2013 pada penanaman iman ini ? penanaman ini biasanya hanya
dipraktikkan oleh madrasah dan sekolah yang berbasis agama atau sekolah Islam
Terpadu (IT). Biasanya guru lebih fokus dalam memperhatikan sikap anak didiknya
disekolah dan selalu mengatakan “Allah itu maha melihat lho..” maka dengan itu
siswa akan merasa diawasi oleh 2 pengawas, yaitu Bu Guru dan Allah SWT. Ternyata
hal ini juga membuahkan hasil dalam penanaman iman kepada Allah sebagai
dasarnya.
Masalahnya, biasanya sekolah atau
madrasah yang mempraktikan itu adalah madrasah atau sekolah yang memiliki
ongkos atau biaya pendidikan yang mahal, dan tentunya mereka berasal dari
keluarga yang ekonominya kuat. Lantas bagaimana dengan anak-anak yang dari
keluarga menengah kebawah atau bahkan kebawah ini ? inilah yang menjadi
permasalahan dalam pendidikan, orang miskin tak pantas cerdas. Hal yang perlu
dievaluasi adalah kesadaran guru dalam penanaman karakter dan iman di dalam
hati peserta didik. Jika itu sudah tercapai maka, tak memandang kaya miskin,
semuanya bisa menjadi manusia yang beriman dan berkepribadian tinggi. Inilah
yang saya harapkan dikemudikan hari, agar Indonesia benar-benar menjadi bangsa
yang berpendidikan tinggi juga memiliki kesadaran beriman tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar