Jumat, 25 Desember 2015

Reume Hak-Hak Dalam Islam Dan Macamnya



RESUME
HAK-HAK DALAM ISLAM DAN MACAMNYA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen Pembimbing : Zakiyah Isnawati M.Pd


Disusun Oleh :
Kelompok 02
1.      Khoirul Anas                      1310110055
2.      Djesica Maharani H           1310110069
3.      Riyadhul Jannah                1310110075
4.      Iyanatul Masbakhah          1310110077


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS (STAIN)
JURUSAN TARBIYAH/PAI
TAHUN 2015

1. Pengertian Hak
Dalam kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari kata hak. Secara etimologi, kata hak berasal dari bahasa Arab “haq” yang mempunyai berbagai pengertian dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara lain bermakna ‘kepastian’ atau ‘ketetapan’ atau ‘kebenaran’.[1] hal ini bisa dipahami dalam surat Yasin ayat 7 Allah berfirman
ôs)s9 ¨,ym ãAöqs)ø9$# #n?tã öNÏdÎŽsYø.r& ôMßgsù Ÿw tbqãZÏB÷sムÇÐÈ
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena tidak beriman.”
Begitu juga dalam firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 8 Allah berfirman
¨,ÅsãŠÏ9 ¨,ysø9$# Ÿ@ÏÜö7ãƒur Ÿ@ÏÜ»t7ø9$# öqs9ur on̍x. šcqãB̍ôfßJø9$# ÇÑÈ  
“Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang bathil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.”
Ada juga yang mendefinisikan hak sebagai berikut
السّلطة على الشيء اوما يجب علي شخص لغيره
“Kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang kepada yang lainnya.”
Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’ orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain.
Seorang pengampu berhak menggunakan harta yang berada di bawah ampunannya, pengampuannya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat dimiliki.
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula merupakan taklif.
a.      Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin.
a)        Sulthah ‘ala al-Nafsi adalah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadlanah (pemeliharaan anak).
b)        Sulthah ‘ala syai’in mu’ayaninadalah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki sebuah mobil.
b.      Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhsiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.[2]
2. Macam-macam Hak
Ulama’ fiqih mengemukakan bahwa macam-macam hak dapat dilihat dari berbagai sisi :
1.      Dilihat dari segi pemilik hak
Terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a)      Hak Allah SWT, yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkanNya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad, dan amar maruf nahi mungkar.
b)      Hak Manusia, hak ini pada hakikatnya ditujukan untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusia.
c)      Hak Gabungan antara hak Allah dan hak Manusia, mengenai hak yang satu ini adakalanya hak Allah yang lebih dominan (berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contohnya, dari hak Allah yang lebih dominan adalah dalam masalah “iddah” dan dalam hal hukuman atas menunduh zina tanpa bukti yang cukup. Sedangkan hak manusia lebih menonjol dari hak Allah adalah seperti dalam pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan sengaja.
2.      Dilihat dari segi objek hak
Menurut Ulama’ Fiqih dari segi obyeknya, hak terbagi atas :
a)      Hak Maali (hak yang berhubungan dengan harta), contoh hak ini adalah : hak penjual terhadapa harga barang yang dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya.
b)      Hak Ghairu Maali (hak yang tidak berkaitan dengan benda), sebagai contoh adalah hak Qisas.
c)      Hak asy-Sakhsyi adalah hak yang ditetapkan  syara’ bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain. Seperti penjual untuk menerima harga barang yang dijualnya.
d)     Hak al-Aini adalah hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadap suatu zat sehingga ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu. Contoh hak untuk memiliki suatu benda, hak irtifaq (pemanfaatan sesuatu seperti jalan, saluran air)

Disamping itu, terdapat pula beberapa macam Haqq al-‘aini (hak yang berkaitan dengan harta benda).
1)        Haqqal-Malikiyyah (Hak Milik), adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang memiliki kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia mempunyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.
2)        Haqq al-Intifa’ , yaitu hak untuk memanfaatkan harta benda ornag lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh  Syara’.
3)        Haqq al-al-Irtifaq,  adalah hak yang berlaku atas suatu benda tidak bergerak untuk kepentingan benda tidak bergerak milik pihak lain.
Adapun jenis-jenis hak Irtifaq yang populer dalam kitab-kitab fiqih antara lain:
a)        Haqq al-Syurbi, yaitu hak untuk memanfaatkan air untuk kepentingan pengairan tanaman, hewan, atau untuk kepentingan minum manusia.
b)        Haqq al-Majra, yaitu hak pemilik tanah yang jauh untuk menggunakan tanah tetangganya yang lebih dekat untuk mengalirkan air dari sumbernya.
c)        Haqq al-Masil, yaitu hak memanfaatkan tanah orang lain untuk menyalurkan limbah keluarga ke tempat saluran pembuangan.
d)       Haqq al-Murur, yaitu hak bagi pemilik tanah yang lebih jauh untuk melewati tanah orang lain yang lebih dekat.
e)        Haqq al-Jiwar, yaitu hak tetangga yang dindingnya bersebelahan atau bersatu.
f)         Haqq al-Ta’ali yaitu hak tetangga pada rumah susun di mana atap bangunan yang dibawah menjadi lantai bagi bangunan di atasnya.
Hak Mujjarad dan Ghairu Mujarrad
1)      Haqq Mujjarad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas apabila digugurkan melalui perdamaian atau pemanfaatan.
2)      Haqq Ghairu Mujjarad adalah suatu hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan.
3.      Dilihat dari segi kewenangan pengadilan
Dari segi ini para Ulama’Fiqih membaginya menjadi dua macam yaitu :
a)      Haqq diyaani (keagamaan), yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan kehakiman.
b)      Haqq qadhaai, adalah seluruh hak di bawah kekuasaan pengadilan (hakim) dan pemilik hak itu mampu membuktikan haknya di depan hakim. [3]


                                             FLASH CARD

DAFTAR PUSTAKA
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005

Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011
Zaenudin A. Naufal, Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012



[1]Zaenudin A. Naufal, Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012, hal 43
[2]Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hal 32-33
[3]Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal 66-72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar