Jumat, 25 Desember 2015

Makalah PINJAM MEMINJAM, SEWA DAN GADAI SERTA PENGAJARANNYA



PINJAM MEMINJAM, SEWA DAN GADAI SERTA PENGAJARANNYA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs-MA
Dosen Pengampu : Ahmad Fatah, M.S.I


Disusun Oleh :
Kelompok 11
1.        Intan Wakhidah                (1310110040)
2.        Nita Solfiana                      (1310110063)
3.        Siti Fatimah                       (1310110067)
4.        Djesica Maharani H          (1310110069)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fiqih Muamalah merupakan segenap peraturan hukum Islam mengenai perilaku manusia di dunia yang berkaitan dengan harta. Fiqih muamalah mencakup masalah transaksi komersial seperti pinjam meminjam, sewa menyewa dan gadai. Jadi fiqih muamalah berarti serangakaian aturan hukum Islam yang mengatur pola akad atau transaksi antar manusia yang berkaitan dengan harta. Aturan yang mengikat dan mengatur para pihak yang melaksanakan muamalah tertentu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada saat ini aktivitas ekonomi sebagai salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia berkembang cukup dinamis dan begitu cepat.[1]
Namun, realitas sekarang konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Tidak bisa dipungkiri ada pihak yang dalam menjalankan tujuannya mencari keuntungan semata. Adapun dalam Gadai, sebagian orang masih ragu terhadap hukum pemanfataan barang gadai, karena dalam hukum gadai dikhawatirkan terdapat penyalahgunaan dalam pemanfaatan barang gadai.
Di sinilah bertapa pentingnya pembahasan tentang Pinjam-meminjam, Sewa-menyewa, dan Gadai untuk diketahui umat islam. Agar nantinya pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan syariat Islam.
Untuk itu, pemakalah akan membahas tentang pinjam meminjam, sewa menyewa dan gadai serta pengajarannya di MTs MA.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakekat pinjam meminjam ?
2.      Bagaimana hakekat sewa menyewa ?
3.      Bagaimana hakekat gadai ?
4.      Bagaimana pengajarannya ? 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pinjam Meminjam (‘Ariyah)
1.      Pengertian Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam ialah membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu yang halal untuk mengambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusdak zatnya. Pinjam meminjam itu boleh, baik dengan secara mutlak artinya tidak dibatasi dengan waktu, atau dibatasi oleh waktu.[2]
Pinjam meminjam adalah akad berupa suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.[3]
2.      Dasar Hukum Pinjam Meminjam
Islam sangat menganjurkan untuk saling membantu dalam kebaikan. Diantaranya dengan saling meminjam sesuatu yang bermanfaat dan sangat diperlukan. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 2
#qçRur$yès?ur.... n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur ....4
Artinya :
...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...[4]
Pinjam meminjam wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan sesuai sabda Nabi SAW
“Dari Abi Umama Ra. Dari Nabi SAW. Ia berkata pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang yang menjamin dialah yang berhutang, dan hutang itu wajib dibayar.” (HR. Turmudzi dan Abu Dawud)[5]
3.      Hukum Pinjam Meminjam
a.    Meminjamkan sesuatu hukumnya sunnat malah tekadang menjadi wajib dan kadang-kadang haram meminjamkannya
b.    Orang yang meminjamkan sewaktu-waktu boleh meminta kembali barang yang dipinjamkanya
c.    Sesudah yang meminjam mengetahui, bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akadnya, dia tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya
d.   Pinjam-meminjam sudah tidak berlaku (batal) dengan matinya atau gilanya salah seorang dari peminjam atau yang meminjamkannya.[6]
4.      Syarat Pinjam Meminjam
a.       Syarat orang yang meminjam dan yang meminjamkan ialah baligh, berakal dan melakukannya dengan kemauannya.
b.      Manfaat barang yang dipinjamkan harus merupakan milik orang yang meminjamkan. Oleh karena itu orang yang meminjam sesuatu barang tidak boleh meminjamkan barang itu kepada orang lain.
c.       Orang yang meminjam suatu barang hanya dibolehkan mengambil manfaatnya menurut apa yang diijinkan oleh orang yang memnjamkan.
d.      Mengembalikan barang pinjaman jika dibutuhkan biaya maka biayanya atas tanggungan peminjam.
e.       Pinjaman yang dibatasi waktunya setelah habis waktunya, si peminjam wajib segera mengembalikannya. Pengambilan manfaat setelah lewat batas waktu yang ditentukan adalah diluar ikatan pinjam meminjam. Hilang atau rusaknya barang dipinjamkan penuh atas tanggungan yang meminjamkan.
5.      Hikmah Pinjam Meminjam
Hikmahnya dapat mencukupi keperluan seseorang terhadap manfaat sesuatu barang yang tidak ia miliki.[7]
B.     Sewa Menyewa (Al-Ijarah)
1.      Pengertian Sewa Menyewa
Menurut bahasa, ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. Dalam arti luas, ijarah bermakan suatu akad yang berisi penukaran manfaat dengan suatu jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentuu. Hal ini sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumllah tertentu. Dengan istilah lain dapat pula disebutkan bahwa ijarah adalah salah satu akad yang berisi pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.[8]
Menurut pengertian hukum Islam sewa-menyewa (Ijarah) adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepamilikan barang itu sendiri.[9]
2.      Dasar Hukum Sewa Menyewa
Ulama bersepakat bahwa  ijarah diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan legitimasi dari al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’. Legitimasi dari Al-Qur’an tercantum dalam Q.S Al-Baqarah:233
÷bÎ)ur öN?Šur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ  
Artinya:
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Sementara legalitas dari As-Sunnah, salah satunya berasal dari hadits riwayat dari Abdullah bin Umar, yang artinya:
“Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: berikanlah upah orang yang bekerja sebelum keringatnya kering.”

Selain legalitas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijarah diperbolehkan berdasarkan kesepakatan ulama atau ijma’. Ijarah juga dilaksanakan berdasarkan Qiyas. Ijarah diqiyasakan dengan jual beli, dimana keduanya sama-sama ada unsur jual beli, hanya saja yang menjadi obyek jual beli adalah manfaat barang.[10]
3.      Rukun dan Syarat Sewa Menyewa
Menurut golongan Syafi’iyah, Malikiah, dan Hanabilah bahwa rukun ijarah terdiri atas muajjir (pihak yang memberikan ijarah), musta’jir (orang yang membayar ijarah), al-ma’qud ‘alaih, dan sighat.
Adapun syarat pelaksanaan ijarah menurut Golongan Syafi’iyah dan Hanabilah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad mestilah orang yang sudah dewasa dan tidak cukup hanya mumayiz saja.[11] Akad ijarah dapat terlaksana bila ada keppemilikan dan penguasaan, karena tidak sah akad ijarah terhadap barang milik atau sedang dalam penguasaan orang lain.[12]

C.    Gadai (Al-Rahn)
1.      Pengertian Gadai
Menurut bahasa, gadai adalah (al-rahn) yaitu penetapan dan penahanan. Menurut istilah syara’ adalah akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran sempurna darinya.[13] Jaminan dalam fiqih mu’amalat diistilahkan dengan rahn. Artinya barang sebagai jaminan untuk menguatkan kepercayaan dalam hal utang-piutang. Tujuan utama akad rahn yakni menguatkan kepercayaan. Akad ini bersifat mengikat, baik yang berutang maupun yang mengutangi. Selanjutnya, barang yang akan dijadikan jaminan dapat dijual kalau ternyata utang tidak jadi dibayar.[14]
2.      Dasar Hukum Gadai
Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan adalah firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283:
 bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ



Artinya:
Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menulisakn utang, maka hendaklah rungguhan yang diterima ketika itu”(Q.S. al-Baqarah :283)

Dan juga sabda Rasulullah saw
 Rasulullah SAW merungguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”.

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dengan orang non muslim dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non muslim.[15]
3.      Rukun dan Syarat Gadai
Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun antara lain:
a.    Ijab Qabul
b.    Sayarat harat yang digadaikan ialah benda yang sah dijual
c.    Orang yang menggdaikan dan yang menerima gadaian irtu akil baligh, dan tidak dilarang mempergunkan hartanya dan dilakukannya dengan kemauannya,
d.   Tidak boleh merugikan orang yang menggadai
e.    Tidak merugikan orang yang menerima gadai[16]
4.      Hikmah Barang yang Dirungguhkan
Yang memegang atau menerima rungguhan boleh mengambil manfaat barang yang dirungguhkan dengan sekedar ganti ruginya untuk menjaga barang itu. Adapun yang punya barang tetap berhak mengambil manfaat barang yang dirungguhkan, malahan semua kepunyaan manfaat tetap kepunyaan dia, juga kerusakan barang atas tanggungannya ia berhak mengambil manfaat barang yang dirungguhkan itu walaupun tidak seizing orang yang menrima rungguhan tetapi usahanya untuk menghilangkan miliknya dari barang itu atau mengurangi harga barang itu tidak dibolehkan kecuali dengan seizing yang menerima rungguhan. Dalam hal ini perlu dipahami sabda Nabi:
“Rungguhan tidak menutup yang punyanya dari manfaat barang itu. Faedahnya kepunyaan dia dan dia wajib bayar dendanya”
(Riwayat Syafi’i dan Daruquthin).[17]

D.    Pengajaran Materi Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa dan Gadai  Mts-MA
1.        Model Pembelajaran
Model yang digunakan dalam pembelajaran materi fiqih Pinjam-meminjam, Sewa-menyewa, dan Gadai menggunakan model pembelajaran bermain peran. Model ini, pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik kedalam situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan masalah dengan bantuan kelompok.
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tetang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata.
 Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajarai dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh.
Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya.
Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa bagaimana peran itu akan dimainkan. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario yang menggambarkan urutan permainan peran.
Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
Langkah kelima, permainan peran dimulai. Selanjutnya guru mengevaluasi dan mengajak siswa berbagi pengalaman tentang permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.[18]
2.        Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah :
a.    Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara belajar atau mengajar yang menekankan pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar (pelajar aktif, pelajar pasif).[19] Pada ilmu fiqih,metode ini paling cocok dalam menyampaikan hal-hal yang bersifat uraian. Sebagai contoh pengertian Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa, Gadai, dan Syarat-syaratnya.




b.    Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu proses belajar mengajar yang menempuh cara adanya kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa.[20]
c.    Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Metode simulasi merupakan bentuk metode praktik yang sifatnya untuk mengembangakan ketrampilan peserta belajar (ketrampilan mental maupun fisik atau teknis).[21]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Definisi Pinjam Meminjam
a.       Pinjam meminjam adalah akad berupa suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.
b.      Dasar hukum Pinjam meminjam terdapat pada QS. Al-Maidah ayat 2, dan Hadis Rasulullah SAW.
c.       Hukum pinjam meminjam awalnya sunnah, tetapi bisa menjadi wajib dan kadang-kadang bisa menjadi haram.
d.      Syarat pinjam meminjam, orang yang meminjamkan, peminjam, barang yang dipinjamkan, dan akad.
e.       Hikmah pinjam meminjam, hikmahnya dapat mencukupi keperluan seseorang terhadap manfaat sesuatu barang yang tidak ia miliki.
2.      Definisi Sewa menyewa
a.       Menurut pengertian hukum Islam sewa-menyewa (Ijarah) adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
b.      Dasar hukum sewa menyewa terdapat dalam QS. Al-Baqarah : 233, As-sunnah, ijma’, dan Qiyas.
c.       Rukun dan Syarat sewa menyewa, muajjir (pihak yang memberikan ijarah), musta’jir (orang yang membayar ijarah), al-ma’qud alaih, dan sighat.
3.      Definisi Gadai
a.       Menurut istilah syara’ adalah akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran sempurna darinya.
b.      Dasar hukum, QS Al-Baqarah : 283, dan Hadis Rasulullah SAW.
c.       Rukun dan Syarat Gadai, ijab qabul, benda gadaian, orang yang menggadaikan dan menerima gadai.
d.      Hikmah Gadai adalah yang memegang atau menerima rungguhan boleh mengambil manfaat barang yang dirungguhkan dengan sekedar ganti ruginya untuk menjaga barang itu.
4.      Pengajaran Materi Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa, Dan Gadai Mts-MA
a.       Model Pembelajaran, Model yang digunakan dalam pembelajaran materi fiqih Pinjam-meminjam, Sewa-menyewa, dan Gadai menggunakan model pembelajaran bermain peran.
b.      Metode Pembelajaran yang digunakan adalah Metode Ceramah, Tanya Jawab, dan Simulasi.
B.     Saran
Demikianlah makalah ini penulis sampaiakan. Semoga bermanfaat bagi para pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Falah. Materi Fiqih MTs-MA STAIN Kudus, Kudus, 2009
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Bumi Aksara, Gorontalo, 2007
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997
Imam Musthofa, Fiqih Muamalah Kotemporer, KAUKABA, Yogjakarta, 2014
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu, Familia, Yogyakarta, 2007
Khabib Bashori, Muamalat, Pustaka Insan Madani, Yogjakarta, 2007
Moh Rifa’i, Ilmu Islam Fiqih Lengkap, PT Karya Toha Putra , Semarang, 1978
Musthofa Diib Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, Media Zikir, Solo, 2010
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993


Kelas IX, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
1.  Memahami muamalah di luar jual beli
1.1    Menjelaskan ketentuan pinjam meminjam
1.2    Menjelaskan ketentuan  utang piutang, gadai, dan borg 
1.3   Menjelaskan ketentuan  upah
1.4    Mendemonstrasikan ketentuan tata cara pelaksanaan pinjam meminjam, utang piutang, gadai dan borg serta pemberian upah  

2.   Melaksanakan tatacara perawatan jenazah dan ziarah kubur
2.1    Menjelaskan  ketentuan  tentang pengurusan jenazah, takziyah dan ziarah kubur
2.2    Menjelaskan ketentuan-ketentuan harta si mayat (waris) 
2.3    Mempraktikkan tatacara pengurusan jenazah





Ruang lingkup
1.      Fikih
Ruang lingkup fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi ketentuan pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan sesama manusia.  Adapun ruang lingkup mata pelajaran Fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi :
a.       Aspek fikih ibadah meliputi: ketentuan dan tatacara taharah, salat fardu, salat sunnah, dan salat dalam keadaan darurat,  sujud, azan dan iqamah, berzikir dan berdoa setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan akikah, makanan, perawatan jenazah, dan ziarah kubur. 
b.      Aspek fikih muamalah  meliputi: ketentuan dan hukum jual beli, qirad, riba, pinjam-  meminjam, utang piutang, gadai, dan borg serta upah.










[1] Imam Musthofa, Fiqih Muamalah Kotemporer, KAUKABA, Yogjakarta, 2014, hlm 5-6
[2] Moh Rifa’i, Ilmu Islam Fiqih Lengkap, PT Karya Toha Putra , Semarang, 1978, hlm 426.
[3] Musthofa Diib Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, Media Zikir, Solo, 2010, hlm 293.
[4] Khabib Bashori, Muamalat, Pustaka Insan Madani, Yogjakarta, 2007, hlm 15.
[5] Moh Rifa’i, Ilmu Islam Fiqih Lengkap, hlm 427.
[6] Ibid., hlm. 427-428
[7] Ibid., hlm 428.
[8] Helmi Karim, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm  29
[9] Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm, 52.
[10] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, hlm86-88
[11] Helmi Karim, Fiqh Muamalah, hlm 34
[12] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, hlm 89
[13] Ahmad Falah. Materi Fiqih MTs-MA STAIN Kudus, Kudus, 2009  hlm 160.
[14] Khabib Bashori, Mu’amalat, hlm 29-30.
[15] Ahmad Falah. Materi Fiqih MTs-MA ,hlm, 160-161.
[16] Moh Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, hlm, 423-424.
[17] Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm, 474.
[18] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Bumi Aksara, Gorontalo, 2007, hlm 25-28
[19] Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu, Familia, Yogyakarta, 2007, hlm 14
[20] Ahmad Falah, Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs/MA, hlm 164
[21] Isriani Hardini dan Dewi Puspitsari, Strategi Pembelajaran Terpadu, hlm 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar