Jumat, 25 Desember 2015

RESUME AKAD, RUKUN, SYARAT, DAN MACAMNYA



RESUME
AKAD, RUKUN, SYARAT, DAN MACAMNYA
Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Fiqh II (Mu’amalah)
Dosen Pembimbing     : Zakiyah Isnawati, M. Pd


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7hVYKhk2Yd8OVV9rw4QiTRMb1NSFd0KgPe6fzw23fLY84Dnz0fdHDlBbOU72zxyVROuX2YuXGJle64kSQs6EG6-mnb26Jr7kntMKj1UAMYIJXDveQjTtQMWTpAD3afl3pAOSMdNobP9FV/s1600/logo+stain+kudus.JPG


Disusun Oleh  : Kelompok 4
Nama : 1. Siti Fitriana                  ( 1310110041 )
                                                 2. Edy Rofi’i                  ( 1310110064 )
                                                 3. Siti Khomsun              ( 1310110072 )
                                                 4. Nurul Ainiyah             ( 1310110078 )
                                  Kelas    : B2

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
2015


 

A. Pengertian Akad
            Akad menurut bahasa ‘Aqad yang mempunyai beberapa arti, antara lain: mengikat, sambungan, dan janji.[1]
            Secara bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang keseluruhannya kembali kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal.
            Sementara akad menurut istilah adalah keterkaitan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyari’atkan.
            Terkadang kata akad dalam istilah dipergunakan dalam pengertian umum, yakni sesuatu yang diikatkan seseorang bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain dengan kata harus. 
            Dalam Fiqih akad merupakan sesuatu yang menjadi tekad seseorang untul melaksanakan, baik muncul dari satu pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti sewa, jual beli, wakalah dan gadai.
B. Rukun Akad
Akad Memiliki tiga Rukun, yaitu :
1.    Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad
          Dua orang atau lebih yang terikat dengan akad ini adalah dua orang atau lebih yang secara langsung terlibat dalam perjanjian. Kedua belah pihak dipersyaratkan harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, sehingga perjanjian atau akad tersebut dianggap sah.
2.    Sesuatu yang diikat dengan akad
          Yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya. Dalam hal itu juga ada beberapa persyaratan sehingga akad tersebut dianggap sah, yakni sebagai berikut : pertama, barang tersebut harus suci. Kedua, barang tersebut harus bisa digunakan dengan cara yang disyari’atkan. Ketiga, komoditi harus bisa diserahterimakan. Keempat, barang yang dijual harus merupakan milik sempurna dari orang yang melakukan penjualan. Kelima, harus diketahui wujudnya oleh orang yang melakukan akad jual beli bila merupakan barang-barang yang dijual langsung.
3.    Pengucapan Akad
          Yang dimaksudkan dengan pengucapan akad itu adalah ungkapan yang dilontarkan oleh orang yang melakukan akad untuk menunjukkan keinginannya yang mengesankan bahwa akad itu sudah berlangsung. Ungkapan itu harus mengandung serah terima (ijab-qabul).[2]    
Menurut para ulama’, rukun aka ada 4 yaitu :
a.    Kesepakatan untuk mengikatkan diri (shighat al-‘aqd),
b.    Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain/al-‘aqidain),
c.    Objek akad (al-ma’qud alaih/mahal al-‘aqd),
d.   Tujuan akad (maudhu’ al-‘aqd).
C. Syarat Akad
Syarat akad ada empat macam, yaitu :
a)    Syarat berlakunya akad (In’iqod)
b)   Syarat sahnya akad (Shihah)
c)    Syarat terealisasikannya akad (Nafadz)
d)   Syarat Lazim[3].
Syarat – syarat terjadinya aqad, ada dua macam :
a.    Pertama, syarat – syarat yang bersifat umum, yaitu ; syarat – syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam segala macam aqad.
b.    Kedua, syarat yang sifatnya khusus, yaitu ; syarat – syarat yang disyaratkan wujudnya dalam sebagian aqad, tidak dalam sebagian yang lain[4].


D. Macam-macam Akad
            Akad dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tinjauan sifat pembagiannya, yaitu dapat ditinjau dari segi sifat dan hukumnya, dari segi watak atau hubungan tujuan dengan shighat-nya, dan dari akibat-akibat hukumnya. Akad yang sah dapat dibagi menjadi dua, yaitu akad yang dapat dilaksanakan tanpa tergantung kepada hal-hal lain dan akad yang bergantung kepada hal lain.
            Dari segi sifat dan hukumnya, akad dapat dibagi menjadi dua, yaitu akad yang sah dan akad yang tidak sah. Akad yang dapat dilaksanakan tanpa bergantung kepada hal-hal lain dapat dibagi dua, yaitu yang mengikat secara pasti tidak boleh dibatalkan (fasakh), dan yang tidak mengikat secara pasti dapat dibatalkan (fasakh) oleh dua pihak atau oleh satu pihak.
            Berikut adalah pembagian macam-macam akad :
1)        Akad dilihat dari segi keabsahannya, yaitu pertama, akad shahih adalah akad yang memenuhi rukun dan syaratnya. Kedua, akad tidak shahih yaitu akad yang tidak memenuhi rukun dan syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.
2)        Akad berdasarkan penamaannya, yaitu pertama, akad bernama (Al-Uqud Al-Musamma) merupakan akad yang penamaannya telah disebutkan dan diterangkan ketentuannya oleh syara’/telah disebutkan dalam Al-qur’an dan Hadits. Kedua, akad tidak bernama (Al-Uqud Ghair Al-Musamma) merupakan akad yang belum dinamai syara’, tetapi muncul dalam perjalanan sejarah umat islam yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, seperti istishna, bai al-wafa, bai istijrar, dan al-tahkir.
3)        Akad berdasarkan Zatnya, yaitu pertama, akad terhadap benda yang berwujud (‘ainiyyah) yaitu sesuatu akad dianggap sah apabila benda atau objek akad tersebut telah diserahterimakan. Kedua, akad terhadap benda tidak berwujud (Ghair Al-‘ainiyyah) yaitu sesuatu akad dianggap sah setelah terjadinya shighat (ijab-qabul) sekalipun objek akadnya belum diserahterimakan.
4)        Akad berdasarkan sifat akadnya, yaitu pertama, akad pokok yaitu akad yang berdiri sendiri, yang keberadaanya tidak tergantung kepada suatu hal lain. Kedua, akad asesoir (Al-aqd Al-Tabi’i) yaitu akad yang keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada suatu hak yang menjadi dasar ada dan tidaknya atau sah dan tidak sahnya akad tersebut.
5)        Akad dari segi terjadinya/keberlakuannya, pertama, akad konsensual (Al-Aqd Al-Radha’i) adalah perjanjian yang terjadi hanya karena adanya pertemuan kehendak atau kesepakatan para pihak. Kedua, akad formalistik (Al-‘Aqd Al-Syakli) adalah akad yang tunduk kepada syarat-syarat formalitas yang ditentukan oleh pembuat hukum, dimana apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi akad tidak sah. Ketiga, akad riil (Al-Aqd Al-‘Aini) adalah akad yang untuk terjadinya diharuskan adanya penyerahan objek akad. Apabila tidak dilakukan penyerahan, akad dianggap belum terjadi dan tidak menimbulkan akibat hukum.
6)        Akad berdasarkan watak/sifat/pengaruh akad (atsar al-aqd), pertama, akad munjaz merupakan akad yang mempunyai akibat hukum seketika telah terjadi ijab dan qobul. Dengan kata lain, akad yang tidak digantungkan pada syarat atau sandaran waktu yang akan datang. Kedua, akad mudhaf ‘ila al-mustaqbal merupakan akad yang disandarkan kepada waktu yang akan datang. Jika suatu akad tidak dilaksanakan seketika, maka ada dua kemungkinan, yaitu bersandar kepada waktu mendatang atau bergantung atas adanya syarat. Ketiga, akad mu’allaq merupakan akad yang digantungkan atas adanya syarat tertentu.[5]       



AKAD, RUKUN, SYARAT, DAN MACAMNYA
AKAD
Pengertian Akad
Rukun Akad
Syarat Akad
Macam-macam Akad
Lazim
Terealisasikannya Akad
Sahnya Akad
Berlakunya Akad
Berdasarkan segi terjadinya/ keberlakuaanya
Berdasarkan sifat akadnya
Berdasarkan zatnya
Berdasarkan penamaannya
Berdasarkan keabsahannya
Berdasarkan watak/ sifat/ pengaruh akad
 


[1] Sholikhul Hadi, Fiqih Muamalah, Nora Media Enterprise, Kudus: 2011, hlm. 45
[2] Abdullah al-Mushlih dkk, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Dar Al-Muslim, Jakarta: 2004, hlm. 27-29
[3] Ascarya, AKAD & PRODUK Bank Syari’ah, RajaGrafindo Persada, Yogyakarta : 2012, hlm. 35
[4] Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Rizki Putra,Semarang: 2010, hlm. 29
[5] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta: 2012, hlm. 42-47


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah al-Mushlih dkk, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Dar Al-Muslim, Jakarta: 2004
Ascarya, Akad & Produk Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Yogyakarta: 2012
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta: 2012
Sholikhul Hadi, Fiqih Muamalah, Nora Media Enterprise, Kudus: 2011
Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2010

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar