Jumat, 25 Desember 2015

Makalah Kode Etik Guru



KODE ETIK GURU
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Profesi Keguruan
Dosen Pengampu: Anisah Setyaningrum, M.Pd


Disusun oleh:
kelompok 10
1.        Ulin Ni’mah                        1310110060
2.        Riyadhul Jannah                 1310110075
3.        Iyanatul Masbakhah           1310110077









 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI-B
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional dapat mewujudkan eksistensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan di masa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan kode etik guru sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang baik dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik.

B.  Rumusan Masalah
1.             Bagaimana pengertian kode etik guru?
2.             Bagaimana fungsi dan tujuan kode etik guru?
3.             Bagaimana penetapan dan urgensi kode etik guru?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kode Etik Guru
Istilah “kode etik” berasal dari dua kata, yakni “kode” dan “etik”. Perkataan “etik” berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak, adab atau cara hidup. Sedangkan “kode etik” secara harfiah berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Jadi, seorang guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru. Bila guru telah melakukan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah melanggar “kode etik guru”. Sebab, kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.[1]
Dalam buku lain, istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia. Terma etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, ataupun akhlak. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak. Sementara adab adalah keluhuran budi, yang berarti menimbulkan kehalusan budi atau kesusilaan, baik yang menyangkut batin maupun lahir.
Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru dan sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)  dalam temu karya pendidikan III dan rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia sebagai berikut:
1)             Bartakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan UUD 45,
2)             Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik,
3)             Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
4)             Selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan Ilmu Pendidikan, dan
5)             Selalu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Fungsi kode etik adalah menjaga kredibilitas dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan menyadari pentingnya fungsi kode etik tersebut, guru akan melaksanakan tugasnya secara jujur, komitmen dan penuh dedikasi. Jadi, substansi diberlakukannya kode etik kepada guru sebenarnya menambah kewibawaan dan memelihara image profesi guru tetap baik.
Pada intinya dapat disimpulkan bahwa kode etik tersebut mengatur tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya.

B.  Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.              Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan pesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
b.             Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan disini meliputi kesejahteraan lahir (material) maupun kesejahteraan batin (spriritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik pada umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Sedangkan dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik pada umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melakukan profesinya.
c.              Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d.             Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.              Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

C.  Isi Kode Etik Guru Indonesia
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan Kongres PGRI XIII pada tanggal 21 -25 November 1973 di Jakarta, yang terdiri dari sembilan item sebagai berikut :
1.              Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.
2.              Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3.              Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.              Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagikepentingan anak didik.
5.              Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6.              Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.
7.              Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
8.              Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9.              Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.[2]

D.  Butir-butir Kode Etik
Konsep-konsep tentang kode etik pendidik tersebut sudah dianalisis masing-masing butirnya dengan cara menentukan hakikat dan kemudian disintesis, maka ditemukan kode etik pendidikan seperti dibawah ini:
1.             Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.             Setia kepada pancasila, UUD 45, dan negara.
3.             Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik.
4.             Berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri.
5.             Bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembangan peserta diidk.
6.             Lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan.
7.             Bertanggung jawab, jujur, berprestasi, dan akuntabel dalam bekerja.
8.             Dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan Ilmu Pendidikan.
9.             Menjadi teladan dalam berperilaku.
10.         Berprakarsa.
11.         Memiliki sifat kepemimpinan.
12.         Menciptakan suasana belajar atau studi yang kondusif.
13.         Memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta bekerja sama dengan baik dalam pendidikan.
14.          Mengadakan kerjasama dengan orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat.
15.         Taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan.
16.         Mengembangkan profesi secara kontinu.
17.         Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Upaya meningkatkan pelaksanaan kode etik pendidik, dalam garis besarnya dapat dilakukan sebagai berikut:
1.             Para pendidik diberi kesempatan seluas-luasnya, selama mereka mampu, untuk studi lebih lanjut ke S1, S2 atau S. Dengan menimba ilmu lebih banyak serta meningkatkan sikap pribadinya sebagai pendidik, diharapkan kode etik pendidik lebih disadari keharusannya untuk ditaati dan dilaksanakan.
2.             Membangun perpustakaan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki perpustakaan seperti itu. Guna perpustakaan ini disiapkan bagi pendidik yang tidak sempat studi lebih lanjut.
3.             Meningkatkan kesejahteraan para pendidik.
4.             Sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan para pendidik, kerjasama lembaga pendidikan dengan orang tua, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat juga perlu ditingkatkan.[3]

E.   Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya ditetapkan oleh organisasi profesi yang berlaku dan memikat para anggotanya. Penetapan kode etik ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara per orangan, tetapi harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dan organisasi tersebut.[4]

F.   Urgensi Etika Profesi Guru
Pendidikan akan berhasil menciptakan manusia yang “benar-benar manusia” di masyarakat serta tidak menyusahkan orang lain.
Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dibuatkan ke dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik dan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada serta pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik. Sedangkan secara umum etika dapat diartikan sebagai disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika profesi guru, guru dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar guru-murid, juga dalam hubungannya guru dengan masyarakat yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling menghargai, tolong menolong dan sebagainya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bila mana dalam elit profesional tersebut ada kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. [5]

G.  Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkatkan menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila demikian, aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.[6]
Contoh kasus pelanggaran, diantaranya sebagai berikut:
1.             Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan mengancam murid apabila melanggar peraturan  atau tidak mengikuti kehendak guru.
2.             Guru tidak memahami sifat - sifat yang khas / karakteristik pada anak didiknya.
3.             Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang.



Adapun sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena :
1.             Melanggar sumpah dan janji jabatan.
2.             Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
3.             Melalaikan kewajiban  dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus menerus.
Sanksi terhadap guru dapat juga berupa :
1.             Teguran
2.             Peringatan tertulis
3.             Penundaan pemberian hak guru
4.             Penurunan Pangkat
5.             Pemberhentian dengan hormat
6.             Pemberhentian tidak dengan hormat.[7]


















BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Istilah “kode etik” berasal dari dua kata, yakni “kode” dan “etik”. Perkataan “etik” berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak, adab atau cara hidup. Sedangkan “kode etik” secara harfiah berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru dan sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru dan sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.              Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b.             Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c.              Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d.             Untuk meningkatkan mutu profesi
e.              Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara per orangan, tetapi harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dan organisasi tersebut.




B.  SARAN
Demikian makalah yang kami susun, selebihnya kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk makalah berikutnya agar lebih sempurna.






                                                 















DAFTAR PUSTAKA

Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012

Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997
Manpan Drajat dan Ridwan Effendi,  Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014
Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2000

http://www.prasetyapuspita.info/berita-140-kode-etik-seorang guru-.html diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 10.57






[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 49
[2] Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 26-29
[3] Made pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997, hlm. 271-273.
[4] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1999, hlm. 32
[5] Manpan Drajat dan Ridwan Effendi,  Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014, hlm. 110-113
[6] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, hlm. 33
[7] http://www.prasetyapuspita.info/berita-140-kode-etik-seorang guru-.html diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 10.57

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar