HUKUM-HUKUM PERKEMBANGAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi
Perkembangan
Dosen Pengampu : Farida Ulyani, M.Pd
Disusun
Oleh :
Kelompok
6
1)
Ulin Ni’mah (1310110052)
2)
Uya Syarifa (1310110065)
3)
Maulida Fitriana (1310110076)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH/PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
setiap makhluk hidup, sejak kelahiran dan dalam menjalani kehidupan seterusnya,
terdapat dasar dan pola kehidupan yang berlaku umum sesuai dengan jenis dan
spesiesnya. Selain itu, terdapat pula pola yang berlaku khusus sesuai dengan
sifat-sifat individualnya. Pola kehidupan yang dimaksudkan dapat dijadikan
acuan untuk mengenal karakteristik perkembangan anak-anak. Latar belakang
social budaya akan mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak.
Dengan demikian, akan terbentuk karakteristik-karakteristik yang menjadi pola
khusus. Diantara pola-pola khusus itu, bahkan antara pribadi dengan pribadi,
juga terdapat perbedaan tertentu. Perbedaan tersebut akan lebih jelas bila
dibandingkan secara keseluruhan pada pribadi setiap bangsa.
Berdasarkan
persamaan dan perbedaan itulah diperoleh kecenderungan umum dalam pertumbuhan
dan perkembangan, yang selanjutnya dinamakan hukum-hukum pertumbuhan dan
hukum-hukum perkembangan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian perkembangan?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan hukum perkembangan itu?
3.
Apa
saja dan bagaimana hukum-hukum dalam perkembangan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perkembangan
Istilah perkembangan (develpment) dalam psikologi merupakan
sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak
dimensi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep perkembangan, perlu
terlebih dahulu memahami beberapa konsep lain yang terkandung di dalamnya, di
antaranya yaitu pertumbuhan (growth), kematangan (maturation),
dan perubahan (changed).
Menurut Reni Akbar Hawadi perkembangan secara luas menunjuk pada
keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil
dalam kualitas kemampuan, sifat, dan ciri-ciri yang baru. Dalam istilah
perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan
berakhir kematian. Menurut F.J. Monks, dkk., pengertian perkembangan menunjuk
pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali.
Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat
diputar kembali. Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal
dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang
lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.[1]
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari beberapa definisi di atas
adalah bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang
semakin memebesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi
jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan
melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar. Perkembangan menghasilkan
bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap
aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergerak
secara berangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke
bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa
pembuahan dan berakhir kematian.
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah dipengaruhi oleh faktor kecerdasan, gen, jenis kelamin, ras, kultur, dan
sebagainya yang kesemuanya ini dapat terlihat saat manusia itu mengalami proses
perkembangan mulai dari bayi hingga dewasa
dan berakhir ketika ia mati.
B.
Pengertian Hukum Perkembangan
Apabila diamati perbedaan pertumbuhan dan perkembangan setiap
manusia baik pada faktor jasmaniah maupun faktor rohaniah dalam waktu yang sama
maka akan melahirkan prinsip-prinsip perkembangan, kemudian prinsip ini
mengikuti hukum-hukum perkembangan. Hukum perkembangan merupakan suatu konsepsi
yang biasanya bersifat deduktif, dan menunjukkan adanya hubungan yang tetap (continue)
serta dapat diramalkan sebagai hukum perkembangan. Menurut definisi yang lain,
hukum perkembangan adalah prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan fisik
maupun psikis individu. Sebagian ahli psikologi ada yang lebih senang
menggunakan prinsip-prinsip perkemabngan dan tidak menggunakan istilah hukum
perkembangan. Namun, yang lebih di kenal di Indonesia adalah hukum perkembangan
daripada prinsip perkembangan.[2]
Proses perkembangan secara umum dapat diartikan sebagai rentetan
perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Proses perkembangan
merupakan suatu evolusi yang secara tidak sama pada setiap anak. Namun
demikian, perbedaan-perbedaan individu dimungkinkan terjadi karena
faktor-faktor pembawaan, pengalaman-pengalaman dalam lingkungan dan
faktor-faktor lainnya, seperti iklim, sosiologis, ekonomis, dan sebagainya.
Selama hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang
berlangsung secara berangsur-angsur perlahan tapi pasti, menjalani berbagai
fase dan ada kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu
tertentu. Proses perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang
naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semua itu
menunjukkan betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada
hukum-hukum tertentu yang disebut dengan “hukum perkembangan”.
Setiap perkembangan manusia selalu beraturan, berkesinambungan dan
ada kalanya cepat ataupun lambat. Dalam proses perkembangan ini, disetiap
tahapannya memiliki kaidahnya masing-masing yang telah ditentukan oleh para
ahli psikologi melalui eksperimen terdahulu. Sehingga bisa dijadikan patokan
dalam melihat perkembangan manusia.
C.
Hukum-hukum Perkembangan
Perkembangan fisik dan mental di samping dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut di atas, juga perkembangan itu berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Hukum-hukum perkembangan tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
1.
Hukum
Konvergensi
Pandangan
pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan yang
dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya. Menurut
kenyataan yang ada sekarang ternyata pendapat lama itu tidak sesuai dengan
keadaan. Pandangan lama itu dikuasai oleh aliran nativisme yang dipelopori oleh
Skopen Hauer yang berpendapat bahwa manusia adalah haisl bentukan dari
pembawaannya. Sejak anak lahir ia membawa bakat kesanggupan (potensi) untuk
dikembangkan, dan sifat bawaan terbentuk. Pembawaan itu akan dikembangkan
sendiri, dalam hal ini pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut
aliran yang pesimis.[3]
Hukum
konvergensi ini menekankan kepada pengaruh gabungan antara pembawaan dan
lingkungan. Tokoh yang berpendapat demikian adalah William Stern yang
menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan itu adalah hasil pengaruh bersama
kedua unsur pembawaan dan lingkungan.[4]
2.
Hukum
Mempertahankan dan Mengembangkan Diri
Dalam kehidupan
timbul dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan yang pertama
adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan
mengembangkan diri. Dorongan memepertahankan diri terwujud pada dorongan makan,
dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan lapar, haus, dan
sakit dalam bentuk menangis. Ia mempertahankan dirinya dengan cara menangis.
Jika ibu-ibu mendengar anaknya menangis, tangisannya itu dianggap sebagai dorongan
untuk mempertahankan diri.
Dalam
perkembangan jasmani dan rohani terlihat hasrat dasar untuk mengembangkan
pembawaan. Untuk anak-anak dorongan mengembangkan diri ini berbentuk hasrat
mengenai lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan lain-lain.
Di kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas terhadap apa
yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan untuk
mengembangkan diri. Tidak seorang pun manusia normal yang menghendaki kemundura
perkembangan dirinya, ataupun menghendaki kebodohan. Tapi sebaliknya setiap
anak pasti mengehendaki perkembangan diri ke arah suatu kemajuan dalam suatu
tingkat yang lebih tinggi dari tingkat sebelumnya.[5]
3.
Hukum
Masa Peka
Masa peka
adalah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau
fisik seorang anak. Istilah masa peka ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli
biologi Belanda yaitu Prof. Hugo de Vries dengan meneliti seekor lebah betina
(lebah ratu) yang sedang mengalami masa peka. Masa peka ialah suatu masa ketika
fungsi-fungsi jiwa menonjolkan diri keluar, dan peka akan pengaruh rangsangan
yang datang. Ketika sang lebah ratu peka, kemudian ia mendapatkan zat-zat
makanan tertentu ia akan berkembang biak dnegan cepat.
Masa peka
diperkenalkan dalam dunia pendidikan oleh Dr. Maria Montessori. Menurut M.
Montessori masa peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah
sekali dipengaruhi dan dikembangkan. Usia 3 sampai 5 tahun adalah masa yang
baik sekali utnuk mempelajari bahasa ibu dan bahasa di daerahnya.[6]
4.
Hukum
Kesatuan Organis
Yang dimaksud
dengan hukum kesatuan organis adalah bahwa berkembangnya fungsi fisik maupun
mental psikologis pada dri manusia itu tidak berkembang lepas satu sama lainnya
tetapi merupakan suatu kesatuan. Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ
atau anggota tubuh, yang merupakan satu kesatuan, diantara organ-organ tersebut
fungsi dan bentuknya tidak dapat dipisahkan berdiri integral. Contoh
perkembangan kaki yang semakin besar dan panjang pasti diiringi perkembangan
otak, kepala, tangan, dan lain-lain.[7]
5.
Hukum
Rekapitulasi
Pengertian
rekapitulasi merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa yang
berlangsung secara lambat selama berabad-abad. Jika dihubungkan dengan
psikologi dapat diartikan bahwa rekapitulasi ini berarti perkembangan anak mengalami
ulangan ringkas dari sejarah kehidupan umat manusia. Hukum rekpaitulasi dapat
dibagi dalam beberapa masa.
a.
Masa
memburu dan menyamun
Masa ini
dialami ketika anak berusia sekitar 8 tahun. Tanda-tandanya anak senang bermain
kejar-kejaran, perang-peragan, memanah, dan menangkap binatang.
b.
Masa
menggembala
Masa ini
dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun. Tanda-tandanya anak senang
memelihara binatang seperti ayam, kambing, kelinci, burung, dan sebagainya.
c.
Masa
becocok tanam
Masa ini
diawali ketika anak berusia sekitar 12 tahun. Tanda-tandanya anak senang
berkebun, menyirami bunga, dan lain-lain.
d.
Masa
berdagang
Dialami ketika
anak berusia sekitar 14 tahun. Tanda-tandanya anak senang bertukar menukar
perangko dengan temannya, berkirim foto dengan sahabat pena, beramin
jual-jualan, dan sebagainya.[8]
6.
Hukum
Tempo dan Ritme Perkembangan
Tahapan perkembangan berlangsung secara
berurutan, terus-menerus, dan dalam tempo perkembangan yang relatif tetap serta
berlaku umum. Perbedaan waktu, mengenai cepat lambatnya suatu penahapan
perkembangan atau suatu masa perkembangan dijalani, menampilkan adanya
perbedaan individual. Semakin lambat masa-masa perkembangan disbanding dengan
norma-norma umum yang berlaku semakin menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan
atau hambatan-hambatan dalam proses perkembangan. Hubungan antara satu aspek
dengan aspek lainnya saling mempengaruhi. Jika tidak, ada faktor khusus yang
mempengaruhi perkembangan itu. Oleh karena itu, setiap gejala yang baru dapat
dijelaskan berdasarkan perkembangan sebelumnya.
Secara umum, ada dua hal sebagai
petunjuk keterlambatan pada keseluruhan perkembangan mental, yaitu :
a.
Apabila
perkembangan kemampuan fisik untuk berjalan sangat tertinggal dari patokan
umum, tanpa ada sebab khusus, fungsionalitas fisiknya terganggu.
b.
Apabila
perkembangan kemampuan berbicara sangat terlambat dibandingkan dengan anak lain
pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak yang pada umur empat tahun,
misalnya masih mengalami kesulitan berbicara, mengemukakan sesuatu dan terbatas
perbendaharaan katanya, ia akan mengalami kelambatan pada seluruh aspek
perkembangan mentalnya.
Cepat atu lambatnya suatu masa
perkembangan dilalui dan seluruh perkembangan yang dicapai, selain berbeda
antara perkembangan filogenetik dengan onto-genetik, juga menunjukkan perbedaan
secara perseorangan, meskipun tingkat perbedaannya tersebut tidak terlalu
besar. Cepat atau lambatnya suatu masa perkembangan dilalui akan menjadi ciri
yang menetap sepanjang hidupnya jika tidak ada hal-hal yang bisa mempengaruhi
proses perkembangan secara hebat, misalnya pengalaman traumatic akibat
kecelakaan atau trauma fisik, sehingga proses perkembangan menjadi lambat atau
terhambat.
Ritme atau irama perkembangan akan
semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi fisiknya. Pada saat ini
terlihat adanya selingan diantara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang
lebih konstan sifatnya. Inilah yang dinamakan irama perkembangan.
Setiap tahap perkembangan tidak
berlangsung secara melompat-lompat, tetapi menurunkan suatu pola tertentu
dengan tempo dan irama tertentu pula, yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
dari dalam diri anak. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh seorang guru atau
orang tua untuk mengubah, mempercepat atau memperlambat tempo dan irama perkembangan
tersebut.[9]
7.
Hukum
Predistinasi
Predestinasi, dalam teologi, adalah doktrin yang menyatakan bahwa semua peristiwa di alam semesta ini telah dikehendaki (atau ditentukan) oleh Allah, biasanya dikaitkan dengan nasib akhir (takdir) dari jiwa seseorang. Predestinasi merupakan sebuah konsep religius, yang
melibatkan hubungan antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Karakter religius
predestinasi membedakannya dari gagasan lain seperti determinisme dan kehendak bebas.
Tak dapat diingkari, bahwa perkembangan itu berpangkal pada kehidupan.
Sementara kehidupan itu penuh dengan ketentuan atau kodrat dari Allah, Dzat
yang maha pencipta dan pengatur .
Hukum kodrat illahi yang Pertama mengenai
hidup itu sendiri. Manusia, dalam kaitan ini, terikat oleh kodrat Allah “ untuk
hidup”. Maka, hiduplah ia. Tetapi, ia juga terikat oleh banyak ketentuan yang
lain. Ia terikat oleh ketentuan tentang: orang tua yang melahirkan, hari
kelahiran, tempat dilahirkan, wujud dirinya ketika lahir, dsb. Yang dimaksud
dengan hukum kodrat illahi adalah hukum yang sudah di gariskan dan selalu
menyertai anak manusia berupa potensi yang dibawa sejak lahir. Hal ini dapat
dicontohkan, ketika anak dilahirkan telah bersama dengan kodratnya, maka bakat,
pembawaan dan potensi yang akan berkembang. Dengan demikian, arah perkembangan
manusia telah di tentukan oleh illahi melalui kodratnya, namun lingkungan juga
memiliki peran dalam perkembangan yang maksimal.
Kedua, terlihat pula adanya ketentuan ini, berkaitan dengan waktu-waktu tertentu
dimana seorang anak ” matang” untuk melakukan sesuatu. Misalnya: umur 7 bulan,
seorang anak bisa duduk dan merangkak. Ketiga,
sebagaimana sering terjadi, seorang anak sejak lahir telah memiliki bakat atau
keistimewaan tertentu, lebih dari kebanyakan anak yang lain. Tetapi juga tidak
mustahil, sementara ada pula yang ditakdirkan lahir dalam keadaan cacat, lemah
ingatan, kurang normal,dsb. Baik yang istimewa maupun yang menyandang kekurangan,
jelas sama-sama berpengaruh bagi jalan perkembangannya.
Hukum Kodrat menurut Thomas Aquinas, Gagasan dasarnya berbunyi: Hiduplah
sesuai dengan kodratmu! . Manusia hidup dengan baik apabila ia hidup sesuai
dengan kodratnya, buruk apabila tidak sesuai. Karena manusia hanya dapat
mengembangkan diri, hanya dapat mencapai tujuannya apabila ia hidup seusai
dengan kodratnya. Orang yang hidup berlawanan dengan kodratnya tidak akan
mencapai tujuannya, tidak akan mengembangkan dan mengaktualisasikan seluruh
potensinya. Karena itu, moralitas terdiri dalam tindakan yang mengembangkan dan
menyempurnakan kodratnya. Maka jelaslah, hidup ini penuh dengan ketentuan
illahi. Terutama tampak nyata, pada awal kelahiran seseorang. Sebagian
beruntung, karena memiliki kecerdasan yang istimewa. Sementara yang lain, hidup
dalam keadaan serba kurang. Keduanya sama saja, punya akibat bagi jalan
perkembangannya. Tetapi apa hendak dikata, semua itu telah menjadi kodrat
illahi. Walhasil, perkembangan itu pada asalnya berpangkal pada kodrat illahi
atas setiap manusia. Karenanya, diatas kodrat itulah sesungguhnya perkembangan
berlangsung.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Perkembangan
menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang
menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.
2.
Hukum
perkembangan merupakan suatu konsepsi yang biasanya bersifat deduktif, dan
menunjukkan adanya hubungan yang tetap (continue) serta dapat diramalkan
sebagai hukum perkembangan.
3.
Hukum-hukum
perkembangan meliputi:
1)
Hukum
konvergensi
2)
Hukum
mempertahanan dan mengembangkan diri
3)
Hukum
masa peka
4)
Hukum
kesatuan organis
5)
Hukum
rekapitulasi
6)
Hukum
tempo dan ritme perkembangan
7)
Hukum
predistinasi (hukum kodrat Illahi)
B. Penutup
Demikian makalah ini disampaikan. Penulis tahu masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan
makalah ini. Semoga makalh ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
[1] Desmita, Psikologi
Perkembangan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm 4.
[2]
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, Sinar Grafindo
Offset, 2005, hlm 12.
[3] Asmar Yetty
Zein dan Eko Suryani, Psikologi Ibu Dan Anak, Fitramarya, Yogyakarta,
2005, hlm 67.
[4] Makmun
Khairani, Psikologi Perkembangan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013,
hlm 7.
[5] Ibid, Asmar
Yetty Zein dan Eko Suryani, hlm 69.
[6] Zulkifli L, Psikologi
Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm 15.
[7] Ibid, Asmar
Yetty Zein dan Eko Suryani, hlm 68.
[8] Muzdalifah M
Rahman, Psikologi Perkembangan, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm
19-20.
[9] Nung Fatimah, Psikologi
Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), CV Pustaka Setia, Bandung, 2006,
hlm 165, 166.
[10]http://alfallahu.blogspot.co.id/2013/04/psikologi-hukum-perkembangan.html, diunduh pada hari Kamis, 05 November 2015, pukul 13.39 WIB.