KH. Hasyim
Asy’ari adalah sosok ulama’ yang begitu akrabdi telinga umat Islam, khususnya
Indonesia, karena beliau merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di
Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’. Ketokohan dan keharuman nama beliau bukan
hanya karena aktivitas dakwah beliau sebagai pendiri NU saja, tetapi juga
karena beliau termasuk pemikir dan pembaharu Pendidikan Islam.
KH.
Hasyim Asy’ari dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, beliau
banyak menuntut ilmu dan berkecimpung langsung di dalamnya, khususnya di
lingkungan agama Islam. Semua yang dialami dan dirasakan beliau selama itu
menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan pandangan dalam
masalah-masalah pendidikan.
KH Hasyim
Asy’ari adalah seorang kyai yang sangat mementingkan nilai-nilai keagamaan,
pendidikan dan persatuan bangsa dalam mendidik santri-santri di pesantrennya.
Dalam memberikan pengajaran, beliau tidak hanya memberi pelajaran agama tetapi
juga menjadi pelopor masuknya pelajaran umum ke pesantren Tebuireng, padahal
pada waktu itu pendidikan umum masih dianggap sebagai sebuah kemungkaran.
KH.
Hasyim Asyari, seorang ulama kharismatik asal jawa timur yang juga pendiri
organisasi massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan salah satu
sosok sentral dalam peletakan dasar batu kemerdekaan Indonesia. Sosok KH.
Hasyim Asyari begitu istimewa, karena beliau adalah salah satu pahlawan
nasional yang memiliki kedalaman ilmu agama namun tetap menaruh perhatian yang
luar biasa terhadap pergerakan kemerdekaan.
Nasionalisme
Kyai Hasyim dapat dilihat dari keseluruhan hidupnya yang dipersembahkan untuk
kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Beliau ikut berjuang melawan penjajah dan tak
mau bertekuk lutut pada kehendak mereka. Kyai Hasyim melarang para ulama lain
mendukung Belanda ketika diserang Jepang dalam Perang Dunia II, bagi beliau
haram hukumya berkongsi dengan penjajah karena penjajahan dalam bentuk apapun
tidak dibenarkan dalam Islam. Beliau juga tidak mau menuruti perintah Jepang
untuk melakukan seikerei (membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul
07.00 untuk menghormati kaisar dan dewa matahari) yang membuat Jepang sangat
marah dan kemudian menangkap dan memenjarakan beliau. Perlakuan jepang saat itu
sangat kasar terhadap KH. Hasyim Asy’ari, sampai-sampai jari tangan beliau
patah dan tidak bisa digerakkan.
Dan
yang paling fenomenal adalah fatwa jihad yang dikeluarkan Kyai Hasyim bersama
ulama-ulama lain pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini telah memberi legimitasi
kepada para pejuang kemerdekaan untuk melawan tentara-tentara Belanda sehingga
semangat para pejuang menjadi berlipat ganda. Sejarah mencatat ribuan orang
telah berbondong-ondong memenuhi kewajiban jihadnya untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung. Peristiwa 10 November di
Surabaya adalah bukti bahwa fatwa jihad tersebut sangat ampuh membakar
keberanian suci para pejuang. Kyai Hasyim Asyari telah berhasil memformulasikan
agama sebagai motivasi dasar
sekaligus sumber legimitasi
yang menggerakkan perjuangan melawan penindasan. Beliau menjadi panutan pada
tahun 1942-1947 dalam menentukan arah dan pengerahan massa santri “pejuang”
dalam melawan sekutu. Dengan fatwanya “Resolusi Jihad”, KH Hasyim Asy’ari
mengimbau dan mengajak para santri pejuang untuk berjihad fisabillilah melawan
penjajah yang kemudian melahirkan peristiwa perang besar yang dikenal sebagai
Hari Pahlawan 10 November 1945.
Kepedulian
Kyai Hasyim Asyari terhadap tanah air juga diwujudkan melalui pendidikan agama
yang memperkokoh semangat kebangsaan dan kemajuan, karena pada waktu itu orang
berpikir tentang kemerdekaan, belum berpikir tentang pendidikan, tetapi beliau
sudan berpikir tentang pendidikan. Sebagai seorang ulama yang lahir dan
dibesarkan di lingkungan pesantren, Kyai Hasyim memiliki komitmen yang kuat di
bidang pendidikan dan pemberdayaan umat. Ayahnya, Kyai Asyari merupakan pendiri
Pesantren Keras (dinamakan demikian karena letaknya di Desa Keras, Jombang
selatan). Di pesantren inilah Kyiai Hasyim muda mulai nyantri. Saat
itu beliau dikenal sebagai santri yang sangat cerdas, rajin, dan ulet. Bahkan
di usia 13 tahun, Kyiai Hasyim telah dipercaya ayahnya untuk mengajar di
Pesantren Keras, meskipun sebagai guru pengganti. Setelah dewasa dan memiliki
bekal ilmu yang mumpuni, beliau meneruskan perjuangan ayahnya dengan mendirikan
Pesantren di dukuh Tebuireng, sebuah wilayah yang pada awalnya dikenal sebagai
tempat orang-orang yang tidak mengerti agama dan berperilaku buruk.
Masyarakatnya suka merampok, berjudi, dan berzina. Ketika dinasehati oleh
keluarga dan teman-temannya agar mengurungkan niat membangun pesantren di
daerah tersebut, beliau menolak dan berpendapat “Menyiarkan agama Islam ini artinya memperbaiki manusia. Jika manusia itu
sudah baik, apa yang akan diperbaiki lagi daripadanya. Berjihad artinya
menghadapi kesulitan dan memberikan pengorbanan. Contoh-contoh ini telah
ditunjukkan Nabi kita dalam perjuangannya.”
Seiring berjalannya waktu perjuangan KH. Hasyim
Asy’ari mulai menuai buah-buah keberhasilan. Tebuireng yang semula merupakan
wilayah yang penuh dengan kemaksiatan berubah menjadi taman iman, ilmu, dan
amal. Sebuah perubahan sosial yang sangat sulit ditandingi, terlebih pada masa
sekarang. Selain itu jamaah yang didirikannya bersama para ulama lain, yaitu
Nahdlatul Ulama, kini telah menjadi jamaah terbesar di Indonesia yang konsisten
menegakkan dakwah Islam yang moderat, dengan berdasarkan pada prinsip
persaudaraan (ukhuwah) dan toleran (tasamuh).
Pandangan
KH. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan
K.H. Hasyim
Asy’ari memaparkan tingginya penuntut ilmu dan ulama dengan mengenengahkan ayat
Al-qur’an yang berbunyi:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
“ Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(al-Mujadalah: 11)
Pemikiran KH. Hasyim asy’ari dalam Bidang Pendidikan
Pembahasan terhadap masalah pendidikan
lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan. Di antara pemikiran
KH. Hasyim Asy’ari dalam masalah pendidikan adalah:
Menurut
Hasyim Asyari bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu
dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam
menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan
melecehkannya atau menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan
ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi
semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh
pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu
persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat
yang baik dan lurus”.
Menuntut
ilmu atau belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha
Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
Pendidikan
hendaknya mampu mengantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta
melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi
penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi
oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma
Islam.
Jadi,
tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah :
1.
Menjadi insan yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.
Menjadi insan yang bertujuan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
KH. Hasyim Asy’ari lebih menekankan
pendidikan rohani atau jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap
diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur makan, minum, tidur, dan sebagainya.
Makan dan minum tidak perlu terlalu banyak dan sederhana, seperti anjuran
rasulullah SAW. Serta jangan banyak tidur, dan suka bermalas-malasan. Banyakkan
waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi hari-hari dan waktu yang
ada dengan hal-hal yang bermanfaat.
Etika yang diajarkan pada pendidikan
KH. Hasyim asy’ari masih banyak dijumpai pada pendidikan masa sekarang ini,
tetapi sangat langka di tengah budaya kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan
sekarang, guru dipandang sebagai teman biasa oleh murid-murid, dan tidak
malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari gurunya. Terlihat pula pemikiran
yang ditawarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari lebih maju. Misalnya, guru hendaknya
yang profesional, memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.
Kurikulum atau materi yang
diterapkan Hasyim Asy’ari meliputi kajian tafsir Al-Qur’an, hadits, ushuluddin,
kitab-kitab fiqih madzhab, nahwu, shorof dan materi yang membahas tentang
tasawwuf.
KH. Hasyim
Asy’ari dalam menggunakan metode pengajarannya lebih menitik beratkan pada
metode hafalan, sebagaimana pada umumnya menjadi karakteristik dari tradisi
Syafi’iyah dan juga menjadi salah satu ciri umum dalam tradisi pendidikan
Islam.
Dalam menentukan pilihan metode pembelajaran sangat erat kaitannya dengan
tujuan, materi maupun situasi lingkungan pendidikan di mana setiap unsur mempunyai karakteristik yang berbeda. Metode konvensional yang lazim digunakan oleh KH. Hasyim
Asy’ari dalam proses
pembelajaran di pesantren (pendidikan Islam tradisional) adalah sistem
bandongan, dan sorogan. Selain itu, KH. Hasyim Asy’ari juga mengembangkan sistem musyawarah, yang pesertanya hanya
santri senior dan telah mengikuti
seleksi yang cukup ketat. Hal ini dimaksudkan untuk mengkader calon-calon ulama
masa depan agar dapat mengembangkannya di daerah masing-masing.
Dalam
pemikiran K.H Hasyim Asy’ari, beliau mengemukakan bahwasanya pendidikan Islam
merupakan sarana untuk mencapai kemanusiaannya sehingga manusia dapat menyadari
siapa sesungguhnya penciptanya dan untuk apa diciptakan. Dalam sejarah
pendidikan islam tradisional, khususnya di Jawa, beliau memiliki peran yang
sangat besar di dalam dunia pesantren. Beliau digelari sebagai Hadrat Asy-Syekh
(guru besar di lingkungan pesantren) karena peranannya yang sangat besar dalam
pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren. Beliau juga berperan
penting dalam mempertahankan sekolah pesantren tersebut yang pada waktu itu
sekolah pesantren ingin dihapus oleh penjajah. Oleh karenanya, beliau juga
aktif dalam organisasi politik melawan Belanda. Di samping pesantren, KH. Hasyim
Asy’ari juga berperan dalam mendirikan dan merintis organisasi kemasyarakatan
Nahdhatul Ulama yang populer disebut NU. Organisasi sosial keagamaan ini
memiliki maksud dan tujuan memegang teguh salah satu dari empat mazhab, serta
mengerjakan apa saja yang menjadi kemashlahatan agama islam.
Pada
hakikatnya pendidikan islam adalah upaya sadar yang dilakukan untuk mengarahkan
manusia pada derajat kemanusiaanya yang disesuaikan dengan bakat, kemampuan dan
potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manusia akan mengetahui tugas dan
kewajiban sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah.
Jiwa
patriotik dan kedalaman ilmu yang dimiliki oleh KH. Hasyim Asy’ari sudah
sepatutnya menjadi contoh dan pegangan bagi kita -khususnya golongan muda-
untuk lebih keras lagi dalam berjuang dengan tantangan yang khas di jaman ini.
Beliau juga mampu mengubah citra bangsa indonesia maju dalam bidang pendidikan
khususnya, karena komitmen, keberanian, dan konsistensi beliau merupakan nilai
universal yang saat ini harus kita jadikan inspirasi untuk berjihad memberantas
musuh-musuh negara sekaligus musuh agama, seperti korupsi, monopoli ekonomi,
dan pembodohan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar