Perkembangan filsafat (pemikiran
falsafati) dalam dunia Islam, telah menghasilkan berbagai macam alternatif
jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan-pertanyaan hakiki problema hidup dan
kehidupan manusia tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tentang dekatnya hubungan
manusia dengan Tuhan, tentang kembali kepada Tuhan, menimbulkan ilmu Tasawuf,
Ilmu Fiqh, adalah merupakan kodifikasi dari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tentang apa dan bagaimana nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan dan tingkah laku. Dan jawaban-jawban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta dan hubungan manusia
dengan alam semesta dan keuntunganny, menghasilkan berbagai macam ilmu
pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut mberhasil dikembangkan dalam dunia Islam,
dengan menggunakan metode yang khas Islami, yaitu metode ijtihad. Ijtihad
adalah menggunakan segenap daya akal dna potensi manusiawi lainnya untuk
mencari kebenaran dan mengambil kebijaksanaan, dengan bimbingan Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Musthofa Abd al-Raziq, menyatakan bahwa “ al-ijtihad bi ar-ra’yi
huwa bidayatul al-nadhari al-aqli ”, ijtihad menggunakan daya mampu akal adalah
merupakan dasar bagi terbentuknya pola rasional.
Metode ijtihad, sebagai metode khas
filsafat Islam, memang telah mengalami perkembangan dan para ulama serta
filosof Islam menggunakan secara berfariasi. Pada dasarnya ijtihad bersumber
pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah dan Sunah sebagai penjelasan dan
perjabarannya. Demikian pula kebenaran dan pengetahuan yang didaptkan dari Al-Qur’an pun merupakan kebenaran yang
relatif. Al-Sunah sebagai penjabaran dari kebenaran Al-Qur’an (penafsiran)
menunjukkan pada kebenaran dan kesesuaian dengan zamannya. Oleh karenanya
penafsiran terhadap Al-Qu’an pun dapat berkembang. Sedangkan kalangan Ahlu
al-Sunah pada umumnya berpandangan bahwa hakikat Al-Qur’an adalah kalamullah
yang qodim dan abadi. Dengan demikian kebenaran-kebenaran yang abad, kebenaran
yang tak tersentuh akal pikiran manusiayang relatif. Ijtihad hanya
diperbolehkan selama tidak menyentuh hal-hal yang sudah tercantum dalam
Al-Qur’an dan sudah dijelaskan Al-Sunah. Di kalangan ulama dan filosof dalam
bidang fiqh pun berbeda-beda sistem ijtihadnya, yang menghasilkan kesimpulan
hukum yang bberbeda-beda pula.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa
dalam filsafat Islam telah berkembang metode-metode filosof dan aliran-aliran
filsafat yang beraneka ragam, yang kesemuanya memberikan arah dan mempengaruhi
jalannya pertumbuhan dan perkembangan umat Islam, baik secara individual maupun
secara ijtima’i (dalam arti umat Islam).
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam
dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan filosofis dari sisiten dan
aliran filsafat dalam islam terhadab masalah-masalah kependidikan dan bagaimana
pengaruhnya terhadab pertumbuhan dan perkembangan manusia Muslim dan umat
Islam. Di samping itu filsafat pendidikan Islam, juga merupakan studi tentang
penggunaan dan penerapan metode dan sisitem filsafat Islam dalam memecahkan
problematika pendidikan umat islam, dan selanjutnya memberikan arah dan tujuan
yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.
Jadi filsafat pendidikan, bersifat
tradisional dan kritis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Imam
Bernadib dalam “ Filsafatnya pendidikannya” nya, bahwa filsafatpendidikan itu
mempunyai dua corak, yaitu filsafat tradisional dan filsafat kritis. Filsafat
tradisional adalah filsafat sebagaimana adanya, sistematika, jenis serta
alirannya sebagai dijumpai dalam sejarah. Lain halnya dengan filsafat kritis,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan dilepas dari ikatan waktu
(histiris) dan usaha mencari jawab yang diperlukan dapat membolisasikan barbagai
aliran yang ada, dan dicari masing-masing aliran, diambil dari jenis masalah
yang bersangkutan dengan aliran yang bersangktan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar