KEPRIBADIAN
MUSLIM
A. PENDAHULUAN
Orang islam belum tentu berkepribadian muslim,
kepribadian muslim adalah seperti digambarkan oleh Al-Qur’an tentang tujuan
dikirimkannya Rasulullah Muhammad SAW kepada umatnya, yaitu menjadi rahmat bagi
sekalian alam. Maka, seseorang yang telah mengaku muslim seharusnya memiliki
kepribadian sebagai sosok yang selalu dapat memberi rahmat dan kebahagiaan
kepada siapa dan apapun di lingkungannya. Taat dalam menjalankan ajaran agama,
tawadhu’, suka membantu, memiliki sifat kasih sayang, tidak suka menipu, tidak
suka mengambil hak orang lain, tidak suka mengganggu, dan tidak suka menyakiti
orang lain.
Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim yang
berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit. Sehingga seolah-olah
pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan syari’at
islam. Padahal itu hanyalah satu aspek saja, dan masih banyak aspek lain yang
harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi
muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan,
sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana kepribadian dalam prespektif
psikologi islam?
2. Bagaimana integrasi kepribadian muslim ?
3. Bagaimana kepribadian muslim sebagai
tujuan pendidikan islam ?
C.
PEMBAHASAN
1. Kepribadian Muslim
Kepribadian
adalah hasil dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena
proses yang di alami tiap orang itu berbeda-beda, maka kepribadian tiap-tiap
individu pun berbeda-beda. Tak ada kepribadian yang sama antara dua orang
individu, meskipun saudara kembar yang berasal dari satu sel telur sekalipun.
Muslim berarti
orang islam. Orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam
melakukan perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan batin yang pada
gilirannya akan mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan
akhirat.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kepribadian muslim adalah suatu proses kehidupan orang islam,
dalam melakukan perilaku yang baik sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan
yang bertujuan untuk memperoleh keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan
akhirat.
Islam telah
menggambarkan cara yang benar untuk membentuk kepribadian, hati, akal, pikiran,
dan perilaku seseorang supaya ia bisa menjadi manusia yang sehat tubuh, akal
dan jiwanya, menjadi sebuah kekuaan dan unsure positif yang patut bagi
masyarakatnya yang luas. Inti dari kepribadian muslim itu sendiri adalah:[1]
1. Menyerahkan diri kepada Allah
2. Kebebasan dan kemuliaan manusia
3. Membebaskan pribadi muslim dari faktor-faktor
ketakutan
4. Bersabar dalam cobaan dan bersyukur
dalam kebahagiaan
5. Hati yang senantiasa berjaga
6. Menjaga hubungan baik dengan sesame
muslim
7. Selalu optimis
Kepribadian
muslim disini meliputi lima rukun islam[2]
:
1)
Kepribadian
Syahadatain
Kepribadian Syahadatain
adalah kepribadian individu yang didapat setelah mengusapkan dua kalimat
syahadat, memahami hakikat dari ucapannya serta menyadari akan segala
konsekuensi kesaksiannya tersebut. Kepribadian syahadatain meliputi domain
kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara verbal;domain afektif dengan
kesadaran hati yang tulus dan domain psikomotorik dengan melakukan segala
perbuatan sebagai konsekuensi dari persaksiannya itu.
Kesaksian atas
ketuhanan Allah SWT akan berimplikasi pada pembentukan kepribadian syahadatain
sebagai berikut :
1.
Kepribadian
yang bebas, merdekadan tidak terbelenggu oleh Tuhan-tuhan yang nisbi dan
temporer.
2.
Kepribadian
yang berpengetahuan secara pasti.
3.
Kepribadian
yang yakin dan menghilangkan segala bentuk keragu-raguan.
4.
Kepribadian
yang menerima segala konsekuensi akibat dari persaksian dan ucapannya.
5.
Kepribadian
yang tunduk dan patuh terhadap penciptanya.
6.
Kepribadian
yang jujur.
7.
Kepribadian
yang tulus dan ikhlas.
8.
Kepribadian
yang penuh cinta.
2)
Kepribadian
Mushalli
Kepribadian
Mushalli adalah kepribadian individu yang didapat setelah melaksanakan sholat
dengan baik, konsisten, tertib dan khusyu’, sehingga ia mendapatkan hikmah dari
apa yang dikerjakan.
Pengertian
ini didasarkan atas asumsi bahwa orang yang tekun sholat, memiliki kepribadian
lebih shaleh ketimbang orang yang tidak mengerjakannya, sebab ia mendapatkan
hikmah dari perbuatannya. Pada kepribadian mushalli terdapat korelasi yang
signifikan antara dimensi vertikal dengan dimensi horizontal. Artinya, semakin baik
tingkat spiritualitas individu kepada Allah melalui sholat maka semakin baik
pula tingkah laku sosialnya. Implikasi positif yang menyertai individu dalam
pembentukan kepribadian mushalli diantaranya :
1.
Kepribadian
yang senang berorganisasi, yang mana setiap tindak tanduknya terorganisasi
dengan baik.
2.
Kepribadian
yang tunduk dan patuh satu komando pemimpin.
3.
Kepribadian
yang memiliki keserasian, keselarasan, dan keharmonisan.
4.
Kepribadian
yang apabila terjadi pergantian kepemimpinan maka tidak berarti melupakan jasa,
prestasi atau program yang pernah di capai atau dijalankan pada kepemimpinan
sebelumnya.
5.
Kepribadian
yang senantiasa taat pada pemimpin.
6.
Kepribadian
yang mau meluruskan pemimpinnya yang salah dan sebaliknya.
3)
Kepribadian
Shaaim
Kepribadian
shaim adalah kepribadian individu yang didapat setelah melaksanakan puasa
dengan penuh keimanan dan ketakwaan, sehingga ia dapat mengendalikan diri
dengan baik. Indicator kepribadian shaim adalah:
a. Puasa sebagai pembentukan kepribadian
yang sabar dan tabah tahan uji dan mengendalikan yang baik dalam mengarungi
kehidupan, terutama sabar dalam menjalankan perintah-Nya.
b. Puasa dapat menyebabkan karakter ‘ayd
(orang yang kembali ke fitrah asal) dan fa’iz (orang yang beruntung).
c. Puasa sebagai pembentuk kepribadian yang
sehat jasmani dan ruhani.
4)
Kepribadian
Muzakki
Kepribadian
muzakki adalah kepribadian yang didapat setelah membayar zakat dengan penuh
keikhlasan, sehingga ia mendapat hikmah dari apa yang dilakukan. Implikasi
positif dari kepribadian muzakki adalah:
a. Kepribadian yang suci yang menjadikan
Muzakki pada citra awalnya (fitrah) yang tanpa dosa.
b. Kepribadian yang seimbang, dimana
individu menyeleraskan aktivitas yang berdimensi vertical dan horizontal.
c. Kepribadian yang penuh empati terhadap
penderitaan orang lain.
d. Kepribadian yang selamat dari petaka
fitnah, sebab zakat, infaq, dan shadaqah dapat menolak bala.
e. Kepribadian yang kreatif dan produktif
untuk memperoleh harta benda yan halal dan mendistribusikannya dengan cara yang
halal pula.
5)
Kepribadian
Haajji
Kepribadian
hajji adalah kepribadian yang didapat individu setelah melaksanakan ibadah haji
yang semata-mata dilakukan karena Allah.
Implikasi
positif yang dapat diambil adalah:
a.
Kepribadian
tauhidi, yaitu kepribadian yang utuh dalam memenuhi panggilan Allah.
b.
Kepribadian
mujahid, yaitu orang yang berjiha dengan cara berperang dan berkorban secara
sungguh demi mendapatkan ridho Allah.
c.
Kepribadian
yang suci dan fitri.
d.
Kepribadian
yang sukses
Analisa
secara filosofis mengatakan bahwa hakikat kodrat martabat manusia adalah
merupakan kesatuan integral segi-segi / potensi-potensi esensial. Perkembangan
atau aktualitas dari potensi-potensi esensial manusia secara kesatuan integral
inilah yang akan menentukan kualitas kepribadian seseorang. Potensi-potensi
tersebut ialah:[3]
a. Konsep tentang individualitas manusia
Makhluk
individual berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi. Menurut pengertian
ini, maka manusia itu tidak dapat dipisahkan antara jiwa dan raganya, rohani
dan jasmaninya. Kensepsi islam tentang individualitas manusia sangatlah jelas,
dimana manusia secara individu harus bertanggung jawab terhadap apa yang
diperbuatnya.
b. Konsep tentang sosialitas manusia
Konsepsi islam mengenai sosialitas manusia
menghendaki agar setiap orang islam, disamping selalu memelihara hubungan
dengan Tuhan (hablum minallah), juga harus memelihara hubungan dengan sesama
manusia (hablum minannas). Islam menempatkan kepentingan umum diatas
kepentingan pribadi.
c. Konsep tentang moralitas manusia
Agama islam memposisikan moral sebagai posisi yang
palin penting setelah orang beriman pada Tuhan. Maka dari itu Allah mengutus
para Nabi dan Rasul sebagai contoh teladan yang baik bagi umat manusia.
d. Konsep tentang manusia sebagai makhluk
bertuhan
Dengan sadar atau tidak tiap manusia mengakui bahwa
dia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang hidup di dunia ini. Allah telah
menganugerahi manusia dengan potensi-potensi esensinya sebagi manusia.
2.
Integrasi
Kepribadian Muslim
Dalam Islam, penentuan
struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan substansi manusia,
sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat diketahui hakikat dan dinamika
prosesnya. Substansi manusia terdiri atas jasad dan ruh. Masing-masing aspek
yang berbeda ini pada prinsipnya saling membutuhkan. Jasad tanpa ruh merupakan
substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Karena
saling membutuhkan, diperlukan sinergi antara keduanya, yang dalam tetminologi
Psikologi Islam disebut dengan nafs.[4]
1.
Substansi
Jasmani
Jasad (jisim)
adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur organism fisik. Organisme
fisik manusia lebih sempurna disbanding dengan organism fisik-fisik makhluk
lain. Setiap makhluk terbuat dari unsur material yang sama, yakni terbuat dari
unsur tanah, api, udara dan air. Jisim manusia memiliki natur tersendiri.
Menurut Al-Farabi bahwa komponen ini dari alam ciptaan yang memiliki bentuk,
rupa, kualitas, kadar, gerak dan diam, serta berjasad yang terdiri dari beberapa
organ. Begitu juga Al-Ghazali memberikan sifat komponen ini dengan dapat
bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan
benda-benda lain.
2.
Substansi
Ruhani
Ruh adalah substansi
yang memiliki natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal
jisim alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedang
bagi Al-Farabi, ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai
sifat berbeda dengan jasad. Sedang menurut Al-Ghazali, ruh ini merupakan latifah
(sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani.
3.
Substansi
Nafsani
Nafs adalah potensi
jasad-ruhani (psikofisik) manusia yang telah ada sejak manusia siap
menerimannya. Potensi nafs terikat dengan hukum yang bersifat jasadi dan
ruhani. Semua potensi yang terdapat pada nafs bersifat potensial, tapi dapat
actual jika manusia mengupayakan. Substansi nafs memiliki potensi gharizah,
jika potensi ini dikaitkan dengan
substansi jasad dan ruh, maka dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) al-qalb
yang berhubungan dengan rasa atau emosi; (2) al-‘aql yang berhubungan
dengan cipta atau kognisi; (3) daya nafs yang berhubungan dengan karsa
atau konasi. Ketiga potensi tersebut merupakan subsistem nafs manusia
yang dapat membentuk kepribadian. Untuk memahami komponen gharizah ini
perlu penjelasan sebagai berikut:
a. Al-Qalb
Qalbu secara psikologis
memiliki daya-daya emosi yang menimbulkan daya rasa. Hal itu menunjukkan bahwa
qalbu memiliki dua daya yaitu kognisi dan emosi. Daya emosi qalbu lebih banyak
diungkap daripada daya kognisinya, sehingga para ahli sering menganggap qalbu sebagai
aspek nafsani yang berdaya emosi. Apabila terpaksa menyebut qalbu sebagai daya
kognisi itupun hanya dibatasi pada kognisi yang diperoleh melalui pendekatan
cita rasa bukan pendekatan nalar.
b. Al-Aql
Akal secara psikologis
memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengalaman kognisi, mencakup mengamati, melihat,
memperhatikan, memberikan pendapat, mengasumsikan, berimajinasi, memprediksi,
berfikir, mempertimbangkan, menduga dan menilai. Akal bukanlah kalbu. Ia
merupakan subtansi nafsani tersendiri yang berkedudukan di otak, yang berfungsi
untuk berfikir dan bukan aktifitas qalbu. Ia memiliki kesamaan dengan qalbu
dalam memperoleh daya kognisi, tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu
mencapai pengetahuan rasional, tetapi tidak mampu mencapai pengetahuan
suprarasional.
c. An-Nafs
Nafsu dalam terminologi
psikologi lebih dikenal dengan sebutan konasi. Konasi (kemauan) adalah
bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan, dan berkehendak. Aspek konasi
kepribadian ditandai dengan tingkah laku yang bertujuan dan implus untuk
berbuat. Nafsu menunjukkan struktur di bawah sadar dari kepribadian manusia. [5]
3. Kepribadian Muslim sebagai Tujuan
Pendidikan Islam
Untuk
mencapai tujuan pendidikan harus dilaksanakan upaya semaksimal mungkin,
walaupun pada kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaan dalam
berbagai hal. Abd Ar-Rahman Shaleh Abd Allah menyatakan tujuan pendidikan islam
dapat diklasifikasikan menjadi empat dimensi :
1. Tujuan pendidikan jasmani
Mempersiapkan diri
manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi melalui keterampilan-keterampilan
fisik.
2. Tujuan pendikan rohani
Meningkatkan jiwa dan
kesetiaan yang hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang
dicontohkan oleh Nabi berdasarkan cita-cita ideal dalam Al-Qur’an.
3. Tujuan pendidikan akal
Pengarajan intelejensi
untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda
kekuasaan Allah dan menemukan pesan ayat-ayatNya yang berimplikasi pada
peningkatan iman kepada sang pencipta.
4. Tujuan pendidikan sosial
Pembentukan kepribadian
yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas sosial. Identitas individu disini
tercermin sebagai an-Naas yang hidup pada masyarakat plural.
Dari penjelasan di atas, tujuan pendidikan
islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara
menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri
manusia yang rasional, perasaan dan indera. Tujuan terakhir pendidikan muslim
terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara
pribadi komunitas maupun seluruh umat manusia. Hal tersebut merupakan proses
membimbng dan membina fitrah manusia secara maksimal dan bermuara pada
terciptanya pribadi manusia sebagai muslim paripurna (insan kamil).[6]
4. ANALISA
Kepribadian
muslim menurut kelompok kami adalah sebuah perilaku yang dimiliki oleh seorang
muslim yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama islam.
Jika kepribadian dan perilaku seseorang itu sehat maka tubuh, akal, dan jiwanya
menjadi sebuah kekuatan yang positif yang bermanfaat bagi dirinya sendiri
maupun masyarakat luas.
Orang
yang berkepribadian muslim senantiasa mengingat Tuhan dalam setiap aspek
kehidupannya. Baik buruknya suatu kepribadian seseorang tergantung oleh
beberapa hal yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Pada dasarnya kedua
faktor itu sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupannya. Seseorang
yang hidup dalam keluarga yang baik, belum tentu mempunyai kepribadian yang
baik pula, sedangkan orang yang hidup dalam keluarga yang kurang baik, belum
tentu mempunyai kepribadian yang kurang baik pula.
5. KESIMPULAN
1. Kepribadian dalam perspektif psikologi
islam
Kepribadian muslim
adalah suatu proses kehidupan orang islam, dalam melakukan perilaku yang baik
sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk memperoleh
keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
2. Integrasi kepribadian muslim
Substansi manusia
terdiri atas jasad dan ruh. Masing-masing aspek yang berbeda ini pada
prinsipnya saling membutuhkan. Jasad tanpa ruh merupakan substansi yang mati,
sedang ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Karena saling membutuhkan,
diperlukan sinergi antara keduanya, yang dalam tetminologi Psikologi Islam
disebut dengan nafs.[7]
3. Kepribadian muslim sebagai tujuan
pendidikan islam
Kepribdian
muslim sebagai tujuan pendidikan islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan
melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan
indera. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan
yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi komunitas maupun seluruh umat
manusia. Hal tersebut merupakan proses membimbng dan membina fitrah manusia
secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi manusia sebagai muslim
paripurna (insan kamil).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mujib, KEPRIBADIAN DALAM PSIKOLOGI ISLAM, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta;2006
Jamaluddin
Mahfuzh, PSIKOLOGI ANAK DAN REMAJA MUSLIM, Dar Al- I’tisham,
Jakarta;2004
Netty
Hartati, Islam dan Psikologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2004
Zuhairini, FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM, BUMI AKSARA, Jakarta;1994
Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi
Islam,, PT Raja Grafindo persada, Jakarta ; 2001
Bukhari
Umar, Ilmu Pendidikan Islam, AMZAH, Jakarta ; 2010
[1] Jamaluddin Mahfuzh, PSIKOLOGI
ANAK DAN REMAJA MUSLIM, Dar Al- I’tisham, Jakarta;2004, hal 113-122
[2] Abdul Mujib, KEPRIBADIAN
DALAM PSIKOLOGI ISLAM, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta;2006, hal 250-295
[3] Zuhairini, FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM, BUMI AKSARA, Jakarta;1994, hal 188-197
[4] Netty Hartati,
Islam dan Psikologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2004
[5]Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa
Psikologi Islam,, PT Raja Grafindo persada, Jakarta ; 2001 hal 48-56
[6]Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, AMZAH, Jakarta ; 2010 hal 59-65.
[7] Netty Hartati,
Islam dan Psikologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar