ARUS
KESADARAN DAN SISTEM NILAI
I.
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan istilah tentang jiwa, nyawa, ruh
dan berbagai kata lain yang senada. Peruntutan istilah tersebut merujuk pada
bentukan halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat
dirasakan. Pada konteks ini, istilah-istilah tersebut tertuang dalam suatu ilmu
yang dinamakan ilmu psikologi islam. Salah satu yang dibahas dalam ilmu
psikologi islam yaitu tentang aspek kejiwaan manusia, dimana pada aspek
kejiwaan ini kesadaran yang merupakan suatu alat atau komponen yang berperan
dalam mengatur tingkah laku manusia itu sendiri dan bersosialisasi serta
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk
membantu manusia agar memiliki sifat sadar akan pengalaman-pengalaman dan
konsdisi hidupnya, maka manusia harus mendalami hal-hal yang dapat membuat
manusia itu sadar akan kewajibannya menjadi seorang manusia, sehingga manusia
dapat memperoleh nilai-nilai kehidupan yang diinginkan dan tentunya dengan
berbagai banyak proses dan cara yang harus dilakukan oleh manusia.
Dalam
pembahasan ini, pemakalah akan membahas psikologi islam mengenai arus kesadaran
dan sistem nilai.
II.
PERMASALAHAN
Berdasarkan
pendahuluan di atas, maka dapat diambil permasalahan sebagai berikut yaitu:
1.
Bagaimana
arus kesadaran dan sistem nilai?
2.
Bagaimana
proses arus kesadaran manusia dalam
perspektif psikologi islam?
3.
Bagaimana
sistem nilai dalam perspektif psikologi islam?
III.
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Tentang Kesadaran
Kesadaran memiliki beberapa
pengertian, diantaranya kesadaran diartikan sebagai proses
mengenali motivasi, kepribadian kita dan menyadari pengaruh faktor-faktor atas
penilaian, keputusan dan interaksi kita dengan orang lain.
Kesadaran juga diartikan sebagai
kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi ( the condition of
being awake or able to understand what is happening).
Kesadaran
Diri adalah komponen kecerdasan emosional yang pertama. Kesadaran Diri berarti
mempunyai satu pemahaman emosi, kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan pendorong
diri sendiri. Orang-orang dengan kesadaran diri kuat bukan berarti sangat
kritis atau pun tidak secara realistis. Namun mereka lebih cenderung jujur –
dengan diri mereka sendiri dan dengan yang lain-lain. Orang dengan kesadaran
diri tinggi maka akan mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi diri,
orang lain, dan kinerja mereka. Keputusan yang diambil oleh orang dengan
kesadaran diri tinggi akan cenderung selaras dengan nilai-nilai yang mereka
anut sehingga membuat mereka bekerja dengan semangat tinggi. Sebaliknya orang
yang kurang sadar diri akan sering diombang-ambingkan oleh konflik dan motif
tersembunyi.
Mereka yang
cukup sadar diri akan jujur mengakui kegagalan–kegagalan mereka–dan akan sering
menceritakannya sambil tersenyum. Salah satu tanda dari kesadaran diri sendiri
adalah rasa humor atas diri sendiri. Kesadaran diri juga dapat dilihat selama
review kinerja. Orang yang sadar diri merasa nyaman berbicara
tentang–keterbatasan dan kekuatan mereka, dan mereka sering menunjukkan
kehausan untuk kritik yang konstruktif. Sebaliknya, orang-orang yang rendah
kesadaran diri akan menginterpretasikan pesan untuk peningkatan sebagai tanda
kegagalan atau ancaman.
Kesadaran
diri merupakan keadaan dimana Anda bisa memahami diri Anda sendiri dengan
setepat-tepatnya. Anda disebut memiliki kesadaran diri jika Anda memahami emosi
dan mood yang sedang dirasakan, kritis terhadap informasi mengenai diri Anda
sendiri, dan sadartentang diri Anda yang nyata.
Orang
sedang berada dalam kesadaran diri memiliki kemampuan memonitor diri, yakni
mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang lain dan mengerti harapan
orang lain terhadap dirinya.
Secara
ekstrem, kesadaran diri bisa dibedakan menjadi dua, yakni kesadaran diri publik
dan kesadaran diri pribadi. Orang yang memiliki kesadaran diri publik
berperilaku mengarah keluar dirinya. Artinya, tindakan-tindakannya dilakukan
dengan harapan agar diketahui orang lain. Orang dengan kesadaran publik tinggi
cenderung selalu berusaha untuk melakukan penyesuaian diri dengan norma
masyarakat. Orang dengan kesadaran diri pribadi tinggi berkebalikan dengan
kesadaran diri publik, yaitu tindakannya mengikuti standar dirinya sendiri.
Mereka tidak peduli norma sosial dan
mereka juga mengikuti berbagai kegiatan yang tidak lazim dan aneh, maka
mereka termasuk orang-orang yang memiliki kesadaran diri pribadi yang tinggi.
Contoh
dari kesadaran diantaranya yaitu kesadaran beragama. Dalam kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan,
pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang
terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Penggambaran tentang
kesadaran beragama tidak dapat terlepas dari kriteria kematangan kepribadian.
Jadi
dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama yang mantap ialah suatu disposisi
dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta dalam
kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat,konsepsi pandangan hidup,
penyesuaian diri dan tingkah laku.[1]
B. Proses arus kesadaran dalam perspektif
psikologi islam
Proses
kesadaran terbagi menjadi dua macam, kesadaran pasif dan kesadaran aktif,
a.
Kesadaran
pasif
Kesadaran
pasif adalah keadaan dimana seorang individu bersikap menerima segala stimulus
yang diberikan pada saat itu, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal.
b.
Kesadaran
aktif
Kesadaran
aktif adalah kondisi dimana seseorang menitikberatkan pada inisiatif dan
mencari atau merencanakan berbagai kemungkinan di masa depan, sehingga dapat
menyelesaikan stimulus-stimulus yang diberikan.[2]
Manusia
memiliki kesadaran moral, yng mana manusia dapat membedakan mana stimulus yang
baik dan mana stimulus yang kurang baik dengan melalui inspirasi fitrah yang
ada pada manusia.
Proses
aktualisasi fitrah manusia melewati beberapa tahapan kehidupan yang dalam
psikologi menjadi bidang kajian psikologi perkembangan yaitu :
1.
Tahapan
pertama adalah masa prenatal, yaitu masa sebelum kelahiran yang mana orang tua
dapat mulai melakukan pendidikan kepada anak.
2.
Tahapan
kedua adalah kelahiran, pada tahap ini orang tua dapat memasukkan suara-suara
kebajikan untuk mengembangkan potensi akal sang bayi, salah satunya dengan cara
membacakan adzan dan iqomah saat kelahiran.
3.
Tahapan
ketiga adalah manusia menginjak pada masa balita atau kanak-kanak, yaitu dimana
potensi anak dapat dikembangkan dengan cara memberikan suri tauladan perilaku
yang baik pada anak, karena dapat disadari bahwa proses imitasi perilaku seringkali
menjadi cara anak-anak dalam memahami nilai-nilai yang ada di masyarakat.
C.
Sistem
nilai dalam kehidupan manusia
Nilai berasal dari bahasa latin
vale’re yang artinya berguna, mampu
akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sesuatu yang dipandag baik,
bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok
orang.nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai,
diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang
menghayatinya menjadi bermartabat.[3]
Menurut Steeman, nilai adalah sesuatu yang memberi
makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai
adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan
seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola
pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat erat antara etika dan
nilai.
Max
Scheler mengemukakan bahwa nilai itu merupakan kualitas yang tidak tergantung
pada benda, benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktergantungan ini
mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas a priori.
Contohnya “ sekalipun pembunuhan tak pernah “dinilai” jahat,itu akan terus
terus menjadi jahat.[4]
Sedangkan
sistem nilai adalah suatu peringkat yang didasarkan pada suatu peringkat nilai-nilai
seorang individu dalam hal intensitasnya. Dengan demikian untuk mengetahui
sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan lain berupa
tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang orang.
Nilai
tidak selalu sama bagi seluruh warga masyarakat, karena dalam suatu masyarakat
sering terdapat kelompok-kelompok yang berbeda secara sosio-ekonomis, politik,
agama, etnis, budaya, dimana masing-masingkelompok memiliki sistem nilai yang
berbeda-beda, konflik dapat muncul antara pribadi, atau antar kelompok karena
sistem nilai yang tidak sama berbenturan satu sama lain. Oleh karena itu jika
terjadi konflik, dialog merupakan salah satu solusi terbaik sebab dalam dialog
terjadi usaha saling mengerti, memahami, dan menghargai sistem nilaikelompok
lain, sehingga dapat memutuskan apakah orang harus menghargai dan bersikap
toleran terhadapnay, atau menerimanya, atau mengintegrasikan dalam sistem
nilainya sendiri.
Agama
dalam kehidupan manusia secara individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang memuat nilai-nilai tertentu. Sistem nilai dibentuk melalui proses belajar
dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga,
teman, institusi, dan masyarakat luas. Pada diri manusia telah terdapat
sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia, potensi tersebut
yaitu : naluri, indrawi, nalar, dan agama. Melalui pendekatan ini maka agama
sudah menjadi potensi fitrah yang dibawa sejak ia lahir, karena didalam diri
manusia pula sudah terdapat sifat ketuhanan. Untuk menjadikan manusia mengenal
agama Allah maka pengaruh lingkungan dapat membimbingnya pada potensi fitrah
yang dimilikinya.
Berdasarkan pendekatan ini, maka
pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan serta
kepuasan batin, rasa bahagia, rasa terlindung dan sebagainya. Nilai-nilai agama
mempunyai dua segi yaitu:
a)
Segi
normatif
Segi
normatif menitikberatkan pada pertimbangan baik buruk,benar salah,hak dan
batil, diridhoi atau tidak.
b)
Segi
operatif
Segi
operatif mengandung lima kategori yang menjadi prinsip standarisasi prilaku
manusia, yaitu baik buruk,setengah baik,netral,setengah buruk dan buruk. Yang
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Wajib
(baik)
Nilai
yang baik dilakukan manusia yaitu ketaatan akan memperoleh imbalan jasa
(pahala) dan kedurhakaan akan mendapat sangsi.
2.
Sunnah
(setengah baik)
Nilai
yang setengah baik dilakukan manusia, yaitu sebagai penyempurnaan terhadap
nilai yang baik.
3.
Mubah
(netral)
Nilai
yang bersifat netral yaitu kita mengerjakan perintah atau tidak, tidak akan berdampak
pada imbalan(pahala) dan sangsi kita.
4.
Makruh
(setengah baik)
Nilai
yang sepatutnya untuk ditinggalkan, dengan alasan dimungkinkan akan terjadi
kebiasaan yang buruk dan berakibat menimbulkan keharaman.
5.
Haram
(buruk)
Nilai
yang buruk dilakukan manusia, karena membawa kemadharatan dan merugikan diri
pribadi maupun ketentraman umumnya.
Kelima nilai
diatas cakupannya menyangkut seluruh bidang yaitu menyangkut nilai seluruh
bidang yaitu nilai ilahiyah ubudiyah, ilahiyah mu’amalah, dan nilai etik insani
yang terdiri dari nilai sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi,
politik dan estetik. Misalnya : jilbab bagi kaum wanita, ini menyangkut dua
nilai yaitu nilai esensial, yang dalam
hal ini ibadah menutup aurat dan nilai estetik, sehingga bentuk, model, warna,
cara memakai dan sebagainya dapat bernilai estetik dan dapat menutup aurat.
Karena nilai bersifat ideal dan tersembunyi dalam setiap kalbu manusia, maka
pelaksanaan nilai tersebut harus disertai dengan niat. Nilai merupakan i’tikad
seseorang yang dikerjakan dengan penuh kesadaran kemudian diaktualisasikan
nilai-nilai islam tersebut dalam proses pembelajaran pendidikan agama islam dan
diwujudkan dalam proses sosialisasi didalam dan diluar kelas.[5]
D.
ANALISA
Arus
kesadaran mempunyai peranan penting pada
tingkah laku seseorang dalam lingkungan hidupnya. Apabila seseorang memiliki
arus kesadaran yang baik, maka nilai yang terwujud juga akan baik, begitupun
sebaliknya. Mengapa demikian?, jawabannya adalah karena perwujudan sistem nilai
tersebut ditentukan oleh arus kesadaran manusia.
Manusia
telah diciptakan Allah swt dengan potensi akal, dengan akal tersebut manusia
dituntut untuk mempunyai kesadaran tinggi jika
ingin mendatangkan nilai-nilai yang baik pula. Apabila manusia tidak
mampu memahami dirinya atau tidak mempunyai kesadaran atas dirinya maka ia akan
menjadi pribadi yang pesimis dan merasa tidak memiliki potensi dalam dirinya.
Maka untuk dapat memahami dirinya dan mencapai kesadaran yang sesungguhnya,
psikologi islam dapat membimbingnya.
E.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan:
1. Kesadaran diartikan sebagai proses mengenali motivasi,
kepribadian kita dan menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut atas penilaian,
keputusan dan interaksi kita dengan orang lain.
2.
Proses
kesadaran terbagi menjadi dua macam, kesadaran pasif dan kesadaran aktif.
Kesadaran pasif adalah keadaan dimana seorang individu bersikap menerima segala
stimulus yang diberikan pada saat itu, baik stimulus internal maupun stimulus
eksternal.
Kesadaran
aktif adalah kondisi dimana seseorang menitikberatkan pada inisiatif dan
mencari atau merencanakan berbagai kemungkinan di masa depan.
3.
Sedangkan sistem
nilai adalah suatu peringkat yang didasarkan pada suatu peringkat nilai-nilai
seorang individu dalam hal intensitasnya. Dengan demikian untuk mengetahui
sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan lain berupa
tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang orang.
[1] Abdul Aziz Ahyadi,Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila,Sinar
Baru,Bandung;1988,hal 37
[2] Rita L. Atkinson,Pengantar Psikologi 1,Erlangga,Jakarta;TT,hal 250-251
[3] Sutarjo Adisusilo J.R,Pembelajaran Nilai Karakter,Rajawali
Pers,Jakarta;2012,hal 56
[4] Risieri Frondizi,Pengantar Filsafat Nilai,Pustaka
Pelajar,Yogyakarta;2001,hal 114-115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar