Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi dan situasi
perkembangan agama Islam, karena kaum muslimin berada di dalam lingkungan dan
negeri yang berbeda-beda. Namun demikian, mereka tetap sepakat menjadikan kitab
suci Al-Qur’an sebagai sumber pokok ilmu-ilmu agama dan ilmu umum.
Dalam kaitannya dengan kurikulum tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan mengenai
kesepakatan Negara-negara Islam terhadap tujuan pendidikan, yakni Al-Qur’an
tetap sebagai pedomannya, beliau menyatakan “Sesungguhnya tujuan pendidikan
yang bersumber dari Al-Qur’an adalah untuk mencapai tujuan pembentukan
akidah/keimanan yang mendalam dan menumbuhkan dasar-dasar akhlakulkarimah melalui jalan agama yang diturunkan untuk mendidik
jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang membangkitkan kepada perbuatan yang
baik.
Al-Qur’an dan hadist bukanlah buku sains, buku filsafat, atau buku mistik,
melainkan berisi pokok-pokok ajaran. Maka dari itu, jika kita mencari teori
kurikulum di dalamnya, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Berdasarkan
Al-Qur’an dan hadist tersebut, para praktisi pendidikan muslim menyusun wawasan
mereka tentang kurikulum. Namun agaknya hingga saat ini para praktisi
pendidikan Islam belum menulis teori kurikulum secara rinci dan sistematik
sebagaimana yang telah dilakukan oleh penulis Barat. Akan tetapi, sekali lagi
hal tersebut bukan berarti para ahli Muslim tersebut tidak memiliiki wawasan
sama sekali mengenai kurikulum. Dikatakan demikian karena jelas ketika nereka
menyusun program pendidikan untuk sekolah yang mereka dirikan, kita dapati
susunan mata pelajaran serta kegiatan yang menggambarkan wawasan mereka tentang
kurikulum.
Dalam pendidikan Islam itu sendiri terdapat dua macam kurikulum yaitu,
kurikulum khusus untuk pengajaran permulaan (dasar) dan kurikulum untuk
pengajaran tingkat tinggi:
1.
Kurikulum Ibtidai (Tingkat Dasar)
Secara
umum telah diperkenalkan di seluruh Negara Islam bahwa ajaran Al-Qur’an dan
Hadits Nabi merupakan dua materi pelajaran pokok, namun di Negara-negara Islam
tersebut tentunya tidak harus sama dalam memprogramkan kedua meteri pokok
tersenut kedalam kurikulum, sebab disesuaikan dengan kondisi dan dituasi
masing-masing Negara, yang pada umumnya berbeda mahdzhab dan sudut pandang
mengenai kurikulum tersebut.
Mengenai
penyebutan nama kurikulum ibtidai (tingkat dasar) berdasarkan atas dimulainya
pendidikan anak yang sdang tumbuh, kemudian berprosws pada tingkat murabahah
(usia dimana anak telah mampu berfikir). Pendidikan ini telah mencakup pada
pendidikan kanak-kanak dan mnurabahah.
2.
Kurikulum Tingkat Atas
Kurikulum
tingkat atas ini berisi ilmu pengetahuan yang benyak jenisnya untuk
dikembangkan dan didalami secara khusus. Dalam hal ini Ibnu Khaldun membagi
jenis-jenis ilmu pengetahuan menjadi dua jenis ilmu yang dijadikan bahan penlajaran.
a. Ilmu
pengetahuan yang mengandung nilai instrinstik (mengandung nilai aslinya).
Ilmu-ilmu ini terdiri dari ilmu fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu
ketauhidan, dan ilmu agama yang lainnya.
b. Ilmu
pengetahuan yang tidak bersifat instrinstik (ekstrinstik; yang nilainya
tergantung dari luar). Yaitu ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk
mendalami ilmu-ilmu tersebut diatas seperti bahasa arab, ilmu hitung, dan ilmu
mantiq (logika).
Dalam hal ini para ahli pendidikan berpendapat bahwa memperluas
pengajaran ilmu-ilmu tingkat pertama sampai pas pengananlisaan
problem-problemnya, merupakan kewajiban mutlak bagi mereka agar ilmu-ilmu
tersebut benar-benar berfuntsi dikalangan masyarakat luas.
Hal
diatas berdasarkan sejarah dimulai ketika beberapa orang masuk Islam, Nabi
menyediakan rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai tempat pengajaran. Ini
merupakan tempat pendidikan pertama dalam Islam. Di sana Nabi mengajarkan
pokok-pokok ajaran agama Islam, membacakan wahyu, dan sembahyang (ketika itu
belum lima waktu). Selain itu Nabi jugamengajarkan ajaran agama Islam
dirumahnya sendiri. Jadi, dari uraian sejarah tersebut dapat kita garis
bawahi bahwa kurikulum pendidikan yang diberikan Nabi selama di Mekkah ialah
al-Qur’an. Namun demikian, konsep kurikulum pendidikan Nabi pada masa itu
hingga berakhirnya periode Mekkah belum komprehensif. Maka hendaknya kita
melihat setelah itu yakni periode Madinah dan seterusnya, dimana setelah Nabi
dan para sahabat hijrah ke Madinah, usaha Nabi ialah mendirikan majid. Hal ini
sangat penting karena masjid ini tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat,
tetapi juga sebagai tempat pendidikan.
Dari pengajaran yang diterapkan Nabi dan para sahabat,
menghasilkan atu kesimpulan bahwa apa yang telah diajarkan menjurus pada pendidikan
akhlak, hal tersebut sebagaimana hadits Nabi “innama bu’itstu li
utammima makarimal akhlak”, yakni untuk menyempurnakan akhlak. Adapun
pendidikan akhlak adalah pusat yang di sekelilingnya berputar program dan
kurikulum pendidikan Islam.
Yang
dimaksud akhlak disini ialah bahwa manusia berkelakuan dalam kehidupannya
sesuai dengan kemanusiaannya, yaitu kedudukan mulia yang diberikan Allah
kepadanya melebihi makhluk-makhluk yang lain, dan oleh karenanya ia diangkat
sebagai khalifah. Daripada itu maka ilmu adalah jalan kearah pendidikan
akhlak dan untuk sampai kepada khlifah tersebut. Dengan syarat bukanlah ilmu
yang bersifat teoritis, tetapi ilmu yang bersifat praktis yang harus
diterjemahkan kedalam kenyataan yang hidup yang menerapkan ketinggian akhlak bagi
individu, perpadu dan interdependen bagi kumpulan, kemajuan peradaban yang
continue.
Disiplin ilmu yang banyak tersebut tidaklah sama kategorinya
dalam pandangan Islam, sebab Islam sendiri memiliki kategori tersendiri untuk
memilah dan menentukannya. Kategori pertama adalah ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan al-Qur’an dan hadits. Disiplin-disiplin ini sering disebut
sebagai ilmu religious atau ilmu agama atau ilmu tradisuional, akan tetapi
penamaan tersebut kurang tepat, lebih tepatnya mengunakan istilah ilmu-ilmu
esensial. Penamaan tersebut karena menjelaskan bahwa ilmu-ilmu tersebut
mengandung nilai-nilai esensial dalam Islam. kedua adalah pengetahuan
yang mempelajari manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Yang termasuk disini adalah ilmu-ilmu jiwa, sosiologi, sejarah dan
sebagainya. Ketiga ialah ilmu-ilmu mengenai benda atau alam, yaitu
biologi, astronomi, ilmu bumi dan lain-lain.
Sejarah
pendidikan Islam yang panjang itu menunjukkan bahwa keseimbangan antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada zaman-zaman kekuatan dan
kegemilangan Islam. Keseimbangan ini tidaklah hilangan kecuali pada zaman
kelemahan. Jadi dengan adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
dunia dalam kurikulum pendidikan dalam Islam, maka ada pemusatan atau spesialisasi
pada sebagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai dengan tingkat
pendidikan, sesuai dengan spesialisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi,
di masjid-masjid dan di rumah-rumah.
Secara
umum, kurikulum pendidikan dalam Islam bersifat fungsional, tujuannya
mengeluarkan dan membentuk menusia muslim, mengenal agama dan Tuhannya,
berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan,
danggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia,
sanggup member dan membina masyarakat dan mendorong dan mengembangkan
kehidupannya, berdasarkan pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
Itulah
kurikulum pendidikan formal dalam Islam yang sekaligus mewakili garis-garis
besar kurikulum pendidiakn non-formal, yang biasanya lebih berpengaruh, lebih
dinamis, dan lebih penting dari lembaga-lembaga pendidikan formal.
Melalui
penjelasan diatas, bahwa yang mendasari tujuan pendidikan Islam dari segala
tingkat dan jenis berintikan akhlakul karimah dan keimanan, maka seluruh mata
pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolah dari dan menuju keimanan
kepada Allah swt. Dengan begitu maka kesatuan pengalaman siswa akan terbentuk,
dan kesatuan pengalam itu dikendalikan oleh otoritas dan kekuasaan Allah swt.
Jadi, inti kurikulum adalah kehendak Allah. Sehingga kesatuan pengetahuan dan
pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturanb kehidupan akan sesuai dengan
kehendak Allah. Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati
posisinbya sebagai kholifah Allah swt yang memiliki otoritas tak terbatas dalam
mengatur alam ini.
Kerangka
kurikulum pendidikan Islam diatas merupakan kerangka kurikulum yang umum, dapat
dijadikan dan hendaknya menjadi acuan oleh orang-orang Islam sendiri dalam
mendesain kurikulum di sekolah, di rumah, dan di masyarkat. Kerangka tersebut
sebagai mana diterangkan diatas yakni meliputi tujuan, isi kurikulum (materi),
metode, dan evaluasi.
Jika
di sekolah, kursus tertentu, dan kegiatan-kegian pembelajaran yang lainnya
tidak diterapkan konsep komprehensif secara seimbang dalam prosentasi, tetapi biasanya
menekankan pada hal-hal tertentu. Maka perumusan pada lembaga-lembaga
pendidikan Islam hendaknya berdasarkan tujuan pada penguasaan ilmu-ilmu agama,
dengan tidak melalaikan ilmu-ilmu yang lain. Begitu juga mengenai unsure-unsur
dasar manusia hendaknya terpenuhi semua, baik dari segi jasmani, rohani dan
akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar