Sistem pendidikan
modern yang berjalan saat ini pada kenyataanya hanya menghasilkan lulusan yang
befikir materealistik, yang mayoritas jauh dari nilai-nilai agama, sedangkan
system pendidikan tradisional atau yang sering dikenal dengan sebutan pesantren
sekedar memberikan nilai-nilai keagamaan tanpa memberi bekal keterampilan bagi
lulusannya untuk mampu menjawab tantangan perkembangan zaman, padahal idealnya
kan lembaga pendidikan yang ada harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki
keterampilan sekaligus terikat pada nilai-nilai agama.
Pada hakekatnya Tujuan
pendidikan Islam adalah mencerdaskan akal dan membentuk jiwa yang islami,
sehingga akan terwujud sosok pribadi muslim yang sejati dan yang
berpengatahuan.
Tentang hal ini, saya
ingat tentang apa yang pernah dikatakan guru saya waktu MA, bahwa Rasulullah
SAW itu mengizinkan siapapun untuk mempelajari ilmu pengetahuan,baik yang
bersifat umum, ilmu teknik, engenering, industri dan sebagainya, pada suatu
ketika beliau mengutus 2 orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk mempelajari
teknik pembuatan senjata yang mutakhir, terutama sejenis alat perang yang
dinamakan dabbabah yang tersusun dari roda-roda dalam kesempatan lain Rosulullah
SAW juga mendorong kepada kaum Muslimin untuk membuat dan mengembangkan teknik
pembuatan busur-busur panah dan tombak, selain itu Rosul menganjurkan kaum
wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang-orang sakit.
Kurang lebihnya seperti itu yang dikatakan guru saya.
Berdasarkan
problematika Pendidikan yang dihadapi, dan tuntunan Rosulullah untuk menuntut
ilmu, serta untuk menjawab kebutuhan tenaga terampil untuk menghadapi dunia
Globalisasi pada masa yang akan datang, maka disusunlah suatu rancangan
pendidikan Pesantren Terpadu, yang memadukan unsur keterampilan, kemandirian
(menejemen & kepemimpinan) dan kepribadian Islam, selanjutnya disebut
Pesantren Modern Mafazah, lulusan Mafazah di harapkan nanti memiliki
keterampilan yang berkepribadian Islam, berjiwa mandiri dan dapat diandalkan,
Pesantren Modern
Mafazah yang memadukan keterampilan, keislaman dan kemandirian, dapat
digambarkan sebagai berikut :
Sedangkan Konsep Pendidikan
Islam dan Pesantren menurut
Manzoor Ahmed adalah pendidikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan individu-individu dari masyarakat untuk mentransformasikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil”.
Sharif Khan mendefinisikan maksud dan tujuan pendikan Islam sebagai berikut:
Manzoor Ahmed adalah pendidikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan individu-individu dari masyarakat untuk mentransformasikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil”.
Sharif Khan mendefinisikan maksud dan tujuan pendikan Islam sebagai berikut:
1. Memberikan pengajaran Al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
2. Menanamkan
pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang
terwujud dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.
3. Memberikan
pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang
jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan Perubahan- Perubahan dalam
masyarakat.
4. Menanamkam pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan
Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.
5. Menciptakan generasi muda
yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
6. Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui
secara universal.
Pendekatan
pendidikan Islam yang diajukan oleh kedua pakar pendidikan di atas tersimpul
dalam First World Conference on Muslim Education yang diadakan di Makkah pada
tahun 1997: “Tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan manusia
“yang menyembah Allah” dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur
pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktivitas
keseharian-nya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan. “Oleh karena itu,
jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam disini bukanlah dalam arti
pendidikan ilmu-ilmu agama Islam semata. Akan tetapi yang dimaksud dengan
pendidikan Islam disini adalah menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap
Muslim, terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Sehingga
diharapkan akan bermunculan “anak-anak muda energik yang cerdik dan pandai.
Berdasarkan kerangka nilai-nilai pendidikan Islam itu, kita mencoba berdialog dengan realitas sistem pendidikan, beserta seluruh unsur yang melekat pada pesantren, sebagaimana yang dengan detil dijabarkan diatas. Sampai batas-batas tertentu, pesantren telah berperan besar mengenalkan, menyebarkan dan mempertahankan Islam (dan nilai-nilai kemanusiaan) di Indonesia. Pola pendidikannya yang amat menekankan fleksibilitas memberi nilai-nilai positif pada pesantren untuk tetap eksis menghadapi perubahan zaman.Pendidikan pesantren muncul dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.
Bagaimana dengan metode dan materi pendidikan pesantren? Nah.... Pesantren memiliki tradisi pembelajaran tersendiri yang mmungkin telah berlangsung berabad-abad Layaknya dunia pendidikan pada umumnya, sebuah pesantren pada umumnya, sedikit banyak dinilai dengan memperhatikan dua hal penting yakni metode dan materi. Metode yang ideal tentunya mampu menjadi sarana penyampaian mareri dengan baik. Lebih dari itu bahkan mampu memberi pengantar bagi peserta didik untuk memberi materi secara mendalam untuk kemudian diserap sebagai logika yang dibangun secara mandiri. Sedangkan materi yang baik adalah paling tidak sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterapkan.
Ciri umum yang dapat diketahui pesantren memiliki kultur khas yang berbeda dengan budaya disekitarnya yaitu Cara pengajarannya yang unik. Mayoritas kalau di pesantren itu, seperti halnya di pesantren saya dulu, Sang kyai yang biasanya adalah pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan “kitab kuning”, sementara para santri memberi mendengarkan sambil memberi catatan ( ngesahi atau ma’nani, jawa) pada kitab yang sedang dibaca. Metode ini disebut bandongan atau layanan kolektif. Selain itu para santri juga ditugaskan untuk membaca, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil mengoreksi dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode ini di kenal dengan istilah sorogan atau layanan individual. Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa perjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan jenis kelamin siswa. Tetapi kadang juga ada yang pada waktu mengaji itu campur (laki-laki dan perempuan) cuma ada kain sebagai penghalang agar tidak saling melihat antar lawan jenis atau yang sering disebut kain satir.
Berdasarkan kerangka nilai-nilai pendidikan Islam itu, kita mencoba berdialog dengan realitas sistem pendidikan, beserta seluruh unsur yang melekat pada pesantren, sebagaimana yang dengan detil dijabarkan diatas. Sampai batas-batas tertentu, pesantren telah berperan besar mengenalkan, menyebarkan dan mempertahankan Islam (dan nilai-nilai kemanusiaan) di Indonesia. Pola pendidikannya yang amat menekankan fleksibilitas memberi nilai-nilai positif pada pesantren untuk tetap eksis menghadapi perubahan zaman.Pendidikan pesantren muncul dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.
Bagaimana dengan metode dan materi pendidikan pesantren? Nah.... Pesantren memiliki tradisi pembelajaran tersendiri yang mmungkin telah berlangsung berabad-abad Layaknya dunia pendidikan pada umumnya, sebuah pesantren pada umumnya, sedikit banyak dinilai dengan memperhatikan dua hal penting yakni metode dan materi. Metode yang ideal tentunya mampu menjadi sarana penyampaian mareri dengan baik. Lebih dari itu bahkan mampu memberi pengantar bagi peserta didik untuk memberi materi secara mendalam untuk kemudian diserap sebagai logika yang dibangun secara mandiri. Sedangkan materi yang baik adalah paling tidak sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterapkan.
Ciri umum yang dapat diketahui pesantren memiliki kultur khas yang berbeda dengan budaya disekitarnya yaitu Cara pengajarannya yang unik. Mayoritas kalau di pesantren itu, seperti halnya di pesantren saya dulu, Sang kyai yang biasanya adalah pendiri sekaligus pemilik pesantren, membacakan “kitab kuning”, sementara para santri memberi mendengarkan sambil memberi catatan ( ngesahi atau ma’nani, jawa) pada kitab yang sedang dibaca. Metode ini disebut bandongan atau layanan kolektif. Selain itu para santri juga ditugaskan untuk membaca, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil mengoreksi dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode ini di kenal dengan istilah sorogan atau layanan individual. Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa perjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan jenis kelamin siswa. Tetapi kadang juga ada yang pada waktu mengaji itu campur (laki-laki dan perempuan) cuma ada kain sebagai penghalang agar tidak saling melihat antar lawan jenis atau yang sering disebut kain satir.
Kayaknya
cuma itu yang bisa saya sampaikan, apabila dalam penyampaian bahasanya agak
sedikit nyleneh, yaaa dimaklumlah.......,kurang lebihnya mohon maaf. Semoga apa
yang saya sampaikan bisa sedikit banyaknya memberi pengetahuan tentang
pengajaran di pesantren yang kurang lebihnya seperti diatas tadi, kepada orang yang tidak atau belum pernah
mondok. Sekian dari saya, TERIMA KASIH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar