a. Pengertian
Filsafat
berasal dari bahasa yunani philosophia. Yang berarti adalah cinta philia
kebijaksanaan ( sophia ). Menurut
analisis, kata ini muncul dari mulut phytagoras yang hidup diyunani kuno pada
abad ke-6 sebelum masehi. Oleh karena itu, orang yang mencintai kebijaksanaan
disebut sebagai philosophos atau filsuf. Orang yang mencintai kebijaksanaan
bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan, melainkan orang yang terus
berupaya mencari kebijaksanaan. Menurut plato filsafat tidaklah lain dari pada
pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu
yang umum.
Menurut bahasa psikologi berasal dari
kata psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu atau ilmu pengetahuan.
Psikologi sering diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau ilmu jiwa.
Pendidikan islam berarti sebagai rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi
hidup seseorang yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar,
sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk
individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya dimana ia
hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai yang melahirkan
norma-norma syariah dan akhlaq al-karimah. Ada pula yang memberikan pengertian
bahwa pendidikan islam adalah usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik
individu atau bermasyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui
proses kependidikan berlandaskan islam.
Terkait dengan teori pendidikan islam,
Ahmad Tafsir mengemukakan dasar ilmu pendidikan islam yaitu Al-Qur’an, Hadis
dan Akal. Al-Qur’an diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadist Rasulullah SAW
sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis
yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan
Hadis).
b. Tokoh-tokoh Psikologi Islam
1. Al-Gazali (1058-1111)
Dalam bukunya
Cihya Ulumuddin bahwa kebangkitan ilmu-ilmu agama seorang filosof dan teolog
muslim berasal dari Persia. Bahwa ilmu jiwa merupakan salah satu jalan dalam
mengenal Allah SWT secara lebih dekat. Sifat manusia ada 4 yaitu:
a) As-Sab’iyyah : yang termanifestasikan
dalam perilaku permusuhan, kebencian, penyerangan terhadap manusia lain baik
melalui perkataan maupun perbuatan.
b) Al-Bahimiyah : yang termanifestasikan dalam
perilaku kejahatan, ketamakan dan seksual.
c) Ar-Rabbaniyah : berupa perilaku cinta
kekuasaan, kebesaran, kekhususan dan sombong.
2. At-Tabari (Firdous Al-hikmah Paradise of
Wisdom)
Seorang psikolog
juga mengusai ilmu fisika dan kedokteran ia mengembangkan psiko terapi untuk
menyembuhkan gangguan jiwa, pasien gangguan jiwa, sering mengalami halusinasi
dan keyakinan yang salah (delusi).
3. Ibnu Sina
Tokoh ilmuwan
muslim yang sangat luar biasa, karyanya Al-Qanun (kedokteran). Perhatiannya
lebih banyak kepada jiwa dalam bentuk hakikat dan eksistensinya. Jiwa merupakan
hakikat manusia sebenarnya, artinya jiwa adalah kesempurnaan awal bagi tubuh
karena tubuh merupakan prasyarat bagi definisi jiwa.
4. Dr. Malik Badri
Seseorang sudan
yang saat ini sedang konsentrasi pada islamisasi psikologi. Dalam bukunya “Dilema
Psikolog Muslim” yang berisi tentang pandangan-pandangan barat dalam
perspektif islam sehingga menjadikan sebuah referensi untuk para calon psikolog
muslim. Malik Badri juga sangat gencar dalam membagikan oemikirannya
ini,seringkali beliau menangani pasien dengan terapi yang berbasis islami.
c. Peran Terkaitan antara Ilmu Kalam dalam
Filsafat Pendidikan
1. Persamaan
Ilmu kalam, filsafat pendidikan islam mempunyai kemiripan
objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ke-Tuhanan dari segala sesuatu
yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ke-Tuhanan
disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek
kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi,
dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan
dengan ke-Tuhanan.
Baik ilmu kalam, maupun filsafat pendidikan islam berurusan
dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya berusaha
mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan
wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun
manusia ( yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena
berada diluar atau diatas jangkauannya ), atau tentang Tuhan.
2. Titik
perbedaan
Perbedaannya terletak pada aspek metodeloginya. Ilmu kalam,
sebagai ilmu yang menggunakan logika- disamping argumentasi-argumentasi naqliyah
berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak
nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (
dialog keagamaan ). Berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang
dipertahankan melalui argumen-argumen rasional. Dan dari segi tempat berpijak,
Ilmu kalam berpijak pada wahyu dan kesadaran adanya Tuhan.
Dari
segi pembinaan, ilmu kalam timbulnya berangsur-angsur dan dimulai dari beberapa
persoalan yang terpisah-pisah, akhirnya tumbuh aliran-aliran ilmu kalam.
Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan metode yang digunakan adalah rasional.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal
( mengakar ), intelegral ( menyeluruh ) dan universal (
mengalam ), tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangan nya
sendiri yang bernama logika. Dan berpijak dari akal pikiran dan kesadaran akan
wujud diri sendiri.
Dari segi pembinaannya, filsafat sejak semula sudah tumbuh
diyunani dalam keadaan utuh dan lengkap, sehingga ketika diterima kaum muslim
tinggal memberi penjelasan-penjelasan dan mempertemukannya dengan
kepercayaan-kepercayaan Islam.
Ilmu kalam ( teologi ) perkembangannya menjadi teologi rasional
dan teologi tradisional. Dengan prinsip teologi rasional yakni hanya
terikat pada dogma-dogma yang jelas dan tegas dalam Al-Quran dan Hadits Nabi,
dan memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta
memberikan daya yang kuat kepada akal. Prinsip tradisional adalah terikat pada
dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti selain arti harfiyah, tidak
memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak dan memberikan
daya yang kecil pada akal.
3.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Filafat
Pendidikan Islam
Filsafat yunani menarik sekali perhatian kaum muslimim,
sejak zaman Khalifah Al-Mansur (754-755 M) dan mencapai puncaknya pada masa
Al-Makmun (813-833 M) dari khalifah Abbasiyah. Ilmu rektorika, ilmu tentang
cara berdebat atau adabul bahtsi wal munadharoh sebagai bagian dari
filsafat yunani mendapat perhatian tersendiri dari kaum muslim, sebagai suatu
yang membicarakan tentang cara berdebat.
Karena ilmu kalam bercorak filsafat yang menunjukkan ada
pengaruh pikiran-pikiran dan metode filsafat, sehingga banyak diantara para
penulis menggolongkan ilmu kalam kepada filsafat. Sebagai contoh Ibnu Khaldun (
Wafat 808 H/ 1406 M) mengatakan bahwa persoalan-persoalan ilmu kalam sudah
bercampur dengan persoalan-persoalan filsafat, sehingga sukar dibedakan satu
dengan lainnya. demikian pula penulis barat Tenneman atau H. Ritter memasukkan
mutakallimin ke dalam filosof Islam.
Banyak para ahli yang
berpendapat bahwa ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki hubungan karena pada
dasarnya ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat
Islam adalah pembuktian intelektual. Seperti halnya Dr. Fuad Al-Ahwani dalam
bukunya filsafat Islam tidak setuju kalau sama dengan ilmu kalam.
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah swt. Dan sifat-sifatnya serta hubungannya dengan alam dan manusia yang berada di bawah syari’at-Nya. Obyek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah swt. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya ilmu kalam dan filsafat tidak memiliki hubungan karena obyek kajiannya berbeda. Kalam obyek kajiannya lebih mendasar pada ketuhanan sedangkan filsafat Islam objek kajiannya tentang alam manusia yang berada pada syari’atnya.
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah swt. Dan sifat-sifatnya serta hubungannya dengan alam dan manusia yang berada di bawah syari’at-Nya. Obyek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah swt. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya ilmu kalam dan filsafat tidak memiliki hubungan karena obyek kajiannya berbeda. Kalam obyek kajiannya lebih mendasar pada ketuhanan sedangkan filsafat Islam objek kajiannya tentang alam manusia yang berada pada syari’atnya.
d.
Jiwa
dalam Al-Qur’an
Jiwa
dalam al-qur’an menurut Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah ada 3 sifat yaitu:
a) al-Muthma’innah (jiwa yang tenang)
Maka
apabila jiwa merasa tentram kepada Allah Ta’ala, tenang dengan mengingat-Nya,
dan bertaubat kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, dan menghibur diri
dengan dekat kepada-Nya, maka itulah nafsu muthma’innah (jiwa yang tenang).
Itulah jiwa yang dikatakan kepadanya tatkala wafat (meninggal dunia).
b) al-Ammaarah bi as-suu’ (jiwa yang suka
menyuruh kepada perkara buruk)
Adapun kebalikan
daripada itu maka ia adalah nafsu ammarah bis suu’ (jiwa yang suka menyuruh
kepada perkara buruk). Ia memerintah pemiliknya dengan apa-apa yang sesuai
dengan hawa nafsunya berupa syahwat-syahwat yang menyesatkan (maksiat) dan
mengikuti kebathilan (paham yang menyimpang). Dan itulah tempat segala
keburukan. Jika dia mentaatinya (mengikuti keinginan hawa nafsunya), maka jiwa
itu akan menuntunnya pada setiap keburukan dan setiap suatu yang dibenci.
c)
al-Lawwaamah
(jiwa yang suka mencela)
Adapun kata
lawwaamah, ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) tentang akar katanya. jiwa itu
selalu bimbang dan sering berubah-ubah, dan bahwa ia tidak tetap dalam satu
keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar