BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak zaman
prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar handal
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan daerah di
daratan Asia Tenggara. Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, trutama karena hasil yang
dijual di sana menarik pada pedagang dan menjadi lintasan penting antara Cina
dan India.
Masuknya islam
di daerah-daerah Indonesia tidak dalam waktu bersamaan. Pada abad ke-7 sampai
ke-10 M. kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya sampai ke Malaka dan Kedah.
Hingga sampai akhir abad ke-12 M perekonomian Sriwijaya mulai melemah. Keadaan
seperti ini dimanfaatkan Malaka untuk melepaskan diri dari Sriwijaya hingga
beberapa abad kemudian wilayah Nusantara dan pada abad ke-11 islam sudah masuk
di pulai Jawa.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana Perkembangan Islam di Jawa?
2.
Bagaimana Keadaan Umat Islam Dilihat Dari Dimensi Sosial, Pilitik,
Dan Budaya?
3.
Bagaimana Hubungan Sosial Antar Ideologi Umat Islam Yang Berkembang
Di Jawa?
4.
Bagaimana Kehidupan Umat Islam di Jawa Masa Kini?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal Datangnya Islam di Jawa
Islam untuk pertama
kali masuk di Jawa pada abad 14 M, (tahun 1399 M).[1] Kebayakan
pedagang muslim di Kerala yang berasal dari teluk Persia mereka menganut madzab
Syafi’i. sedang Kerala sendiri berfungsi sebagai persinggahan para pedagang
Sumatera, Melayu, dan Cina. Kekuatan hubungan dagang dan hukum ini menunjukkan
Kerala merupakan salah satu sumber islamisasi di Jawa dan bagian Indonesia. Kesamaan
arsitekstur masjid kian memperkokoh posisi. Di Kerala banyak masjid yang
terbuat dari kayu dan bata merah mempunyai atap bersusun tiga. Masjid agung
Demak sebagai masjid tertua di Jawa memiliki pola ini. Organisasi keagamaan
masyarakat Kerala dan santri Jawa tradisional sangat mirip yaitu berorientasi
pada ulama. Keadaan ini terjadi sekitar abad ke-13, yaitu kota Baghdad hancur
digempur oleh pasuka Tartar dan Mongol, jalan lintas perdagangan antara Barat
dan Timur beralih ke Gujarat. Demikian juga kapal dagang masyarakat Indonesia
berduyun-duyun berlabuh di kota Gujarat. Dengan hubungan dagang ini banyak
masyarakat kecil masuk masuk agama Islam seperti para anak kapal (juragan dan
kelasinya). Pemusatannya di daerah pelabuhan seperti Jepara, Tuban serta Gresik
yang sejak Prabu Erlangga bertahata (1019-1041 M) telah dibuka hubungan dagang
dengan dengan bangsa asing.
Melihat makam-makam
muslim yang ada di Gresik yaitu makam wanita muslimah Fathimah binti Maimun,
nisan yang berangka tahun 475 H (1082 M), serta makam ulama Persia Malik
Ibrahim, nisan yang berangka thun 882 H (1419 M) menjadi tanda bukti bahwa
waktu itu rakyat jelata Gresik banyak menganut agama islam. Jadi pada waktu
zaman Prabu Kertawijaya (1447 M) para bangsawan dan punggawa telah ada yang
menganut agama islam. Ini dikarenakan berita tentang kejayaan agama islam di
wilayah Timur, di Persia, Afganistan, Pakistan di India sungai Gangga sampai
Benggala. Di tanah Aceh dan malaka dapat tersebar dengan cepat di kota
pelabuhan jawa.[2]
B.
Keadaan Umat Islam yang Berkembang Saat Ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa era
sekarang adalah Era Amerika Serikat (al-Ashr al-Amriki). Seluruh dunia memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap AS, Israel dan sekutunya. AS dan
Eropa yang beragama Nashrani dan Israel yang Yahudi sangat kuat mencengkeram
dunia Islam. Bahkan sebagiannya dibawah kendali langsung mereka seperti Arab
Saudi, Kuwait, Mesir, Irak dan lain-lain. Realitas yang buruk ini telah
diprediksikan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya: Dari Said Al-Khudri,
dari Nabi saw bersabda:" Kamu pasti akan mengikuti sunah perjalanan orang
sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga walaupun
mereka masuk lubang biawak kamu akan mengikutinya". Sahabat bertanya,
"Wahai Rasulullah saw apakah mereka Yahudi dan Nashrani". Rasul saw
menjawab, "Siapa lagi!" (H.R. Bukhari dan Muslim)
Beginilah nasib dunia Islam di akhir
jaman yang diprediksikan Rasulullah saw. Mereka akan mengikuti apa saja yang
datang dari Yahudi dan Nashrani, kecuali sedikit diantara mereka yang sadar.
Dan prediksi tersebut sekarang benar-benar sedang menimpa sebagian besar umat
Islam dan dunia Islam.
Dari segi kehidupan sosial, sebagian
besar umat Islam hampir sama dengan mereka. Hiburan yang disukai, mode pakaian
yang dipakai, makanan yang dinikmati, film-film yang ditonton, bebasnya
hubungan lawan jenis dan lain-lain. Pola hidup sosial Yahudi dan Nashrani melanda
kehidupan umat Islam dengan dipandu media massa khususnya televisi.
Dalam kehidupan ekonomi, sistem
bunga atau riba mendominasi persendian ekonomi dunia dimana dunia Islam secara
terpaksa atau sukarela harus mengikutinya. Riba' yang sangat zhalim dan merusak
telah begitu kuat mewarnai ekonomi dunia, termasuk dunia Islam. Lembaga-lembaga
ekonomi dunia seperti Bank Dunia, mendikte semua laju perekonomian di dunia
Islam. Akibatnya krisis ekonomi dan keuangan disebabkan hutang dan korupsi
menimpa sebagian besar dunia Islam.
Begitu juga pengekoran umat Islam
terhadap Yahudi dan Nashrani terjadi dalam kehidupan politik. Politik dibangun
atas dasar nilai-nilai sekuler, mencampakkan agama dan moral dalam dunia
politik, bahkan siapa yang membawa agama dalam politik dianggap mempolitisasi
agama. Begitu buruknya kehidupan politik umat Islam, sampai departemen yang
mestinya mencerminkan nilai-nilai Islam, yaitu departemen agama, menjadi
departemen yang paling buruk dan sarang korupsi.
Buruknya realitas sosial politik
umat Islam di akhir zaman disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw.,
beliau bersabda: Dari Tsauban berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Hampir
saja bangsa-bangsa mengepung kamu, seperti kelompok orang lapar siap melahap
makanan". Berkata seorang sahabat, "Apakah karena jumlah kami sedikit
pada waktu itu?" Rasul saw. menjawab, "Jumlah kalian pada saat itu
banyak, tetapi kualitas kalian seperti buih ditengah lautan. Allah mencabut
rasa takut dari musuh terhadap kalian, dan memasukkan kedalam hati kalian
penyakit Wahn". Berkata seorang sahabat, "Wahai Rasulullah saw., apa
itu Wahn?" Rasul saw. berkata, "Cinta dunia dan takut mati." (H.R.
Ahmad dan Abu Daud)
Inilah sebab utama dari realitas
umat Islam, yaitu Penyakit cinta dunia dan takut mati sudah menghinggapi
mayoritas umat Islam, sehingga mereka tidak ditakuti lagi oleh musuh, bahkan
menjadi bulan-bulanan orang kafir. Banyak umat Islam yang berkhianat dan
menjadi kaki-tangan musuh Islam, hanya karena iming-iming dunia. Bangsa
Amerika, Israel dan sekutunya menjadi kuat di negeri muslim, karena di setiap
negeri muslim banyak agen dan boneka AS dan Israel. Bahkan yang lebih parah
dari itu, bahwa agen AS dan Israel itu adalah para penguasa negeri muslim
sendiri atau kelompok yang dekat dengan penguasa.
Dunia dengan segala isinya seperti
harta, tahta dan wanita sudah sedemikian kuatnya memperbudak sebagian umat
Islam sehingga mereka menjadi budak para penjajah, baik AS Nashrani dan Israel
Yahudi. Dan pada saat mereka begitu kuatnya mencintai dunia dan diperbudak oleh
dunia, maka pada saat yang sama mereka takut mati. Takut mati karena takut
berpisah dengan dunia dan takut mati karena banyak dosa. Demikianlah para
penguasa dunia Islam diam, pada saat AS membantai rakyat muslim Irak, dan
Israel membantai rakyat muslim Palestina.[3]
C.
Keadaan Umat Islam Dilihat Dari Dimensi Sosial, Pilitik, Dan Budaya
a)
Dimensi Sosial
Kondisi sosial pada umat islam yaitu terjadi kekeringan dan
kelaparan di berbagai wilayah islam. Mesir mengalami bencana yang sangat parah
sehingga banyak penduduk yang mati akibat kelaparan. Harga kebutuhan pokok
melambung tinggi akibat minimnya hasil pertanian karena area persawahan dilanda
kekeringan. Kondisi ini pada akhirnya menyulut pertikaian dan peperangan di
mana-mana.
Diantara bukti kekebrokan kondisi sosial masa ini adalah bencana
kelaparan yang menimpa mmmmMesir pada tahun 695 H. akibatnya harga
barang-barang di wilayah islam lainnya, seperti Syam dan Madinah meroket.
Kekeringan juga melanda wilayah jazirah dan daerah sekitar mosul.
Terjadi kekeringan, inflasi, dan kelangkaan bahan pangan. Kondisi yang lain
adalah terjadi kriminal, seperti pencurian, perampokan, dan perampasan di
berbagai wilayah, terjadi pertikaian antar madzhab dan aliran teologi, sehingga
memicu kekacauan dan perpecahan di wilayah islam.[4]
b)
Dimensi Politik
Kondisi politik dunia islam di timur maupun di barat pada masa
sejarah di sebut “zaman pertengahan” ini memprihatinkan, biruk, bahkan sangat
lemah. Hal ini karena dunia islam tidak lebih dari negeri-negeri kecil yang
diperintah para penguasa dari kalngan budak dan non Arab. Pada waktu ini
kekhalifahan tinggal istilah dan nama belaka karena efektif kepemimpinan umat
dijalankan komunitas non Arab dan kaum budak berpengaruh yang dapat menjatuhkan
atau mengangkat siapapun yang mereka kehendaki.
Di antara bukti-bukti kelemahan dunia islam adalah intervensi para
sultan terhadap khalifah dan mereka sewenang-wenang untuk menaikkan dan
menurunkannya pada tahun 737 H.
Pada sisi lain, sebagian wilayah islam sedang terancam invansi
perang salib eropa yang menyerang dan
menduduki daerah Syam serta menguasai kota-kota lain disekitarnya. Mereka
merebut kota Aka dan membantai warga muslim di kota tersebut hingga memasuki baitul maqdis, merusak
tiang-tiangnya, dan melakukan kemaksiatan di dalamnya.
Sementara itu wilayah islam bagian utara harus menghadapi serbuan
tentara Tartar pada tahun 656 H berhasil menduduki Baghdad, ibu kota dunia
islam dan pusat kekhalifahan di bawah komando Hulagu khan. Mereka menguasai dan
melakukan berbagai tindakan destruktif di kota ini. Akibat kekejaman mereka Baghdad
banjir darah, mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana.[5]
c)
Dimensi budaya
Kebudayaan merupakan proses belajar yang besar yang mempunyai wujud
tertentu. Wujud kebudayaan selain sebagai kompleksitas ide, gagasan, nilai dan
norma maupun sebagai peraturan, juga memcerminkan pola tingkah laku dalam
masyarakat yang terjadi karena ekspresi atau manifestasi hasil proses belajar.
Ekspresi ini juga terwujud dalam hasil karyanya sebagai buah budi dayanya.
Selanjutnya menurut Musa Asy’ari karena
kebudayaan yang berasal dari kata budhi yang artinya akal, merupakan tata nilai
yang dimiliki manusia sebagai sikap perilaku dan cara berfikir. Kata budhi juga
berarti intelek, kecerdasan akal, kemampuan untuk mempertahankan konsep yang
telah diterima secara umum.[6]
Ajaran-ajaran islam yang memuat masalah akidah, syariah dan akhlak
ikut menentukan aturan-aturan dalam perundang-undangan dan tradisi yang berlaku
di masyarakat. Oleh karena itu, terbentuklah membudayaan nilai-nilai islam ke
dalam budaya masyarakat itu sendiri, seperti dalam mengantarkan tujuan hidup
yang hakiki misalnya. Peran agama islam dalam hal ini, adalah menuntun dan
menunutut masyarakat untuk berbudaya yang tidak menyimpang dari nilai-nilai
manusia dan ketuhanan.
Membangun kesadaran beragama bagi setiap individu sebagai upaya
membangun visi yang lebih jauh bagi kehidupan mereka adalah bagian yang jauh
lebih penting dari membangun kebudayaan itu sendiri.[7]
D.
Hubungan Sosial Antar Ideologi Umat Islam Yang Berkembang Di Jawa
Ditinjau dari segi munculnya, agama-agama selain
monoteisme murni merupakan hasil kontemplasi manusia, sedangkan monoteisme
murni merupakan wahyu dan hasil ciptaan Tuhan (Satu zat yang diyakini
keabsolutannya). Ragam agama yang terakhir ini merupakan jawaban dari
pertolongan Tuhan terhadap manusia setelah “gagal” mencari kedamaian dan atau
kebenaran hakiki melalui indera. Dapat dikatakan bahwa agama monoteisme murni
merupakan jawaban yang paling tepat dan final dalam mencari agama serta
kebenaran hakiki yang dicia-citakan.
Di sinilah letak urgensinya studi awal terhadap agama;
menemukan agama monoteisme murni untuk dipeluk berarti telah memegang kunci
kebenaran serta Kedamaian yang sebenarnya, sebab kunci itu milik dan datang
dari pemilik kebenaran yang sebenarnya. Dialah Tuhan Yang Satu. Selanjutnya,
meyakini, melakukan dan komitmen terhadap ajaran-ajaran agama berarti telah
hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan berada dalam kebenaran serta
kedamaian-Nya. Inilah yang sebenarnya dicari-cari manusia (fitrah).
Bila kita amati secara obyektif, Islam
telah memiliki ciri-ciri di atas, baik konsep Ketuhanan, Kerasulan dan
ajaran-ajaran yang menunjukkan kesatuan (Tauhid) yang murni. Untuk membuktikan
bahwa Islam tidak memiliki ciri-ciri khusus di atas sama sulitnya dengan
membuktikan adanya ciri-ciri tersebut dalam agama selain Islam, bahkan tidaklah
mungkin. Syarat mencapai suatu kebenaran dan kedamaian yang sebenarnya
haruslah terlebih dahulu mengenal Islam secara tepat dan benar. Kemudian,
komitmen terhadap ajaran-ajarannya.
Para linguist bahasa Arab menyatakan bahwa kata “Islam”
berasal dari kata “aslama”, berarti “patuh”
dan “menyerahkan diri”. Kata ini berakar pada kata “slim”,
berarti “selamat sejahtera”, mengandung pengertian “damai”.
Orang yang menyatakan dirinya Islam atau berserah diri, tunduk dan patuh kepada
kehendak penciptanya disebut “Muslim”. Kedua asal kata Islam
yakni “aslama” dan “silm” mempunyai hubungan pengertian yang mendasar. Adanya
kata pertama karena kata kedua, adanya penyerahan diri (= kata aslama) karena
adanya tujuan hidup damai (= silm).
Terwujudnya suatu “kedamaian” apabila adanya penyerahan
serta kepatuhan (Islam) terhadap Sang Pencipta. Dalam hal ini Allah telah
berjanji kepada siapa pun yang menyerahkan diri disertai dengan amal saleh,
akan mendapatkan kedamaian, sebab dalam penyerahan (Islam) ini terdapat
konsekuensi sikap muslim yang logis, tidak pernah gentar, pesimis dan takut
dalam hidupnya.
Al Qur’an mempergunakan kata Islam di berbagai tempat
dengan pengertian yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengarah pemahaman
yang sama. Pengertian Islam secara umum: mengandung dimensi-dimensi iman yang tidak
dikotori oleh unsur-unsur syirik, tunduk disertai dengan ikhlas hanya
kepada Allah, berserah diri disertai dengan amal saleh serta sikap tegar dan
optimistis. Jadi pengertian Islam secara lughowi pada prinsipnya: Penyerahan
diri secara bulat kepada Allah yang melahirkan satu sikap hidup tertentu.
Para orientalis menyebut “Islam” dengan istilah
“Muhammadan-isme” mereka mengasosiasikan sebutan ini dengan sebutan-sebutan
bagi agama-agama selain Islam yang dianologikan pada pembawanya atau tempat
kelahirannya. Agama Nasrani diambil dari negeri kelahirannya (Nazaret).
Kristen, diambil dari nama pembawanya 0esus Kristus). Budha (Budhisme) dari
nama pembawanya (Sang Budha Gautama), Zoroaster (Zoroasteranisme) dari
pendirinya, Yahudi (Yuda-isme) dari negerinya (Yudea).
Namun nama “Islam” mengandung pengertian yang mendasar.
Agama Islam bukanlah milik pembawanya yang bersifat individual ataupun milik
dan diperuntukkan suatu golongan atau negara tertentu. Islam sebagai agama
universal dan eternal merupakan wujud realisasi konsep Rahmatan lil
Alamin (rahmat bagi seluruh umat). Istilah “Mohammadanisme” membuka
peluang bagi timbulnya berbagai interpretasi serta persepsi terhadap Islam yang
diidentikkan dengan agama-agama lain yang jelas berbeda konsepsi.
Sejak awal sejarah lahirnya manusia, terdapat satu
bentuk petunjuk yang berupa wahyu ilahi melalui seorang rasul (agama Allah).
Agama-agama Allah tersebut pada prinsipnya Agama Islam (= agama yang
menyerahkan diri hanya kepada Tuhan Yang Satu). Kalau di sana terdapat
perbedaan-perbedaan, karena perbedaan dalam memahami konsep-konsep yang
bersifat umum dalam masalah-masalah mua’malah dan bukanlah masalah yang fundamental.
Mengenai konsep Tuhan Yang Satu dan ajaran penyerahan
diri kepada Allah, tetaplah sama. Hubungan semua rasul sejak Adam a.s. sampai
Muhammad s.a.w., berdasarkan ajaran yang mereka bawakan, bagaikan mata rantai
yang selalu datang berkesinambungan dan merupakan penyempurnaan ajaran
sebelumnya sehingga agama Allah tersebut akan mampu menjawab seluruh hajat
manusia di pelbagai zaman, kapan dan di mana saja. Mengenai konsep totalitas
serta ke-sempurnaan agama Islam maupun keabsahannya dari agama-agama Allah yang
lain yang datang sebelumnya.[8]
E.
Kehidupan Islam di Jawa pada abad ke-15 dan abad ke-16
Kesusteraan
Jawa abad ke-17 dan 18 mengemnal banyak cerita tradisioanl mengenai para wali
yaitu orang-orang saleh yang diduga telah menyebarkan agama islam di Jawa.
Dikisahkan kehidupan, mukjizat, dan keyakinan mereka di bidang mistik dan
teologi. Wli ini disenut “wali sembailan”. Wali dijawab berpusat di masjid
keramat di Demak yang didirikan bersama. Di situlah mereka adakan pertemuan
untuk bertukar pikiran tentang mistik. Mereka memegang peranan penting dalam
sejarah politik jawa pada abad ke-16 dan abad ke-17. Mereka telah menjadi
pemuka-pemuka agama. Dalam perkembangannya Wali Sembilan ini dibagi dua aliran:
1.
Aliran Tuban dipimpin oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan
Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Para ulama ini ahli dalam bidang
kenegaraan. Pengembangan gerakan islam hendak dilebur dijadikan gerakan rakyat
yang berjuang bersama Empu Supa yang mencita-citakan Negara nasional nusantara.
Penerapan agama islam diselaraskan adat, tata cara serta kepercayaan penduduk
asli. Karena tidak begitu keras dalam menerapkan peribadatan kelompok ini
sering disebut kelompok abangan.
2.
Aliran Giri dipimpin oleh Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan
Derajat. Ketiga ulama ini golongan ortodok. Kelompok keras dalam penerapan
peribatan , maka disebut kelompok mutihan.
Inilah
yang menjadi asal mula timbulnya islam abangan dan mutihan. Untungnya
perpecahan ini tidak menjadi perpecahan karena kemudian memperoleh persatuan
yaitu unan Giri diangkat menjadi pimpinan para ulama (mufti) diserahi memegang
pimpinan islam jawa dan diberi julukan Prabu Satmata dan soal kebijakan
kenegaraan diserahkan oleh Sunan Kalijaga dan kawan. Maka kemudian dibangunlah
masjid Demak yang bertujuan untuk membentuk lembaga islam yang tangguh atau
yang diberkahi (keramat).
F.
Saluran Islamisasi di Jawa
1.
Melalui padagang muslim dari Arab, Persia dan India
Ini
menjadikan Majapahit, pemilik kapal, dan banyak bupati masuk islam. Namun
karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang muslim dan perkembangan
selanjutnya mereka mengambil perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggalnya.
2.
Saluran Tasawuf
Tasawuf
yang diajarkan memiliki persaman dengan aliran pikiran penduduk pribumi yang
sebelumnya menganut agama hindu.
3.
Saluran Pendidikan
Ini
dilakukan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan guru-guru
agama, kyai-kyai dan ulama.
4.
Saluran Politik
Di
jawa demi menambah orang yang memeluk agama islam, banyak kerajaan islam yang
memerangi kerajaan lain.
5.
Saluran Kesenian
Saluran
yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sebagian diambil dari
Mahabarata dan Ramayana karena wayang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan
orang jawa. Karena di dalamnya terdapat unsur hiburan dan tuntunan, dan ini diperlihatkan orang
jawa meniati untuk menyediakan tempat khusus untuk pagelaran wayang.
6.
Saluran Pernikahan
Jika
pedagang luar cukup lama tinggal di suatu tempat, sering terjalin hubungan perkawinan antara orang asing yang
dihormati serta berguna itu, dengan puteri atau saudara perempuan setempat.
G.
Peran Walisanga dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di Pulau
Jawa
a)
Walisanga periode pertama
Pada waktu Mehmed I Celeby memerintah kerajaan Turki,
beliau menanyakan perkembangan agama Islam kepada para pedagang dari Gujarat.
Dari mereka Sultan mendapat kabar berita bahwa di Pulau Jawa ada dua kerajaan
Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama
Islam tapi hanya terbatas pada keluarga pedagang Gujarat yang kawin dengan para
penduduk pribumi yaitu di kota-kota pelabuhan.
Sang Sultan kemudian mengirim surat kepada pembesar
Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah. Isinya meminta para ulama yang
mempunyai karomah untuk dikirim ke pulau Jawa. Maka terkumpullah sembilan ulama
berilmu tinggi serta memiliki karomah.
Pada tahun 808 Hijrah atau 1404 Masehi para ulama itu
berangkat ke Pulau Jawa. Mereka adalah:
1.
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik,
(Beliaulah yang membentuk Majlis Dakwah yang bernama Walisongo),
berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.
berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.
2.
Maulana Ishaq berasal dari Samarkand dekat
Bukhara-uzbekistan/Rusia. Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di Jawa
selesai Maulana Ishak pindah ke Samudra Pasai dan wafat di sana.
3.
Syekh Jumadil Qubro, berasal dari Mesir.
Beliau berdakwah keliling. Makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
4.
Maulana
Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko, beliau berdakwah keliling. Wafat
tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.
5.
Maulana
Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M.
Makamnya di Gunung Santri.
6.
Maulana
Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia Iran. Ahli pengobatan. Wafat 1435 M.
Makamnya di Gunung Santri.
7.
Maulana
Hasanuddin berasal dari Palestina Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M.
Makamnya disamping masjid Banten Lama.
8.
Maulana
Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M.
Makamnya disamping masjid Banten Lama.
9.
Syekh
Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang
dihuni jin-jin jahat tukang menyesatkan manusia. Setelah para Jin tadi
menyingkir dan lalu tanah yang telah netral dijadikan pesantren. Setelah banyak
tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke
Persia pada tahun 1462 M dan wafat di sana. Salah seorang pengikut atau sahabat
Syekh Subakir tersebut ada di sebelah utara Pemandian Blitar, Jawa Timur.
Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa sajadah yang terbuat dari batu
kuno.[9]
b)
Walisanga
periode kedua
1.
Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, beliau adalah
seorang ahli tata Negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke
pulau Jawa pada tahun 1404 M. jauh sebelum beliau datang islam sudah ada
walaupun sedikit dibuktikan dengan makam fathimah binti Maimun yang nisannya
bertuliskan tahun 1082 M. beliau langsung memeperkenalkan kemuliaan dan
ketinggian akhlak yang diajarkan oleh agama Islam. Beliau lansung member contoh
sendiri dalam bermasyarakat, tutur bahasa yang sopan, lemah lembut, santun
kepad fakir miskin, hormat kepada orang tua dan menyayangi kaum muda. Dengan
cara demikian banyak orang jawa yang mulai tertarik pada agama islam dan
akhirnya mereka menganut agama islam.
Di kalangan rakyat jelata Sunan Gresik atau yang disebut kakek
Bantal sangat terkenal terutama kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta
yang lebih tinggi. Maka ketika Sunan Gresik menerangkan kedudukan seseorang
dalam islam, oarng dari kasta sudra dan Waisa tertarik. Sunan Gresik menjelaskan
bahwa dalam islam kedudukan semua orang adlah sama derajatnya hanya orang
beriman dan bertakwa tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dan untuk
memepersiapkan kader umat yang nantinya dapat menyebarkan agama islam, beliau
mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik dan
mengembleng para santri sebagai calon mubaligh.
Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, beliau tidak hanya
membimbing umat untuk mengenal dan mendalami agama islam, tapi juga meberikan
pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat Gresik semakin meningkat. Beliau
memiliki gagasan mengalirkan air ddari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.
Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419 M , hari senin, 12
Rabiul Awal 822 Hdan dimakamkan di Gresik.
2.
Raden Rahmad (Sunan Ampel)
Raden Rahmad Ali Rahmatullah adalah cucu raja cempa, ayahnya
bernama Ibrahim Asmaira Kandi yang menikah dengan putrid raja cempa yang
bermana Dewi Candra Wulan. raden Rahmad ke tanah Jawa langsung ke Majapahit
karena bibinya Dewi Dwar Wati diperistri Raja Brawijaya, dan istri yang paling
disukainya. raden Rahmad berhenti di Tuban, di tempat itu beliau berkenalan
dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang
kemudian bersama kedua orang bersama keluarganya masuk islam. Dengan adanya dua
orang ini Raden Rahmad semakin mudah
mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Beliau tidak langsung
melarang mereka yang masih menganut adat istiadat lama, tapi sedikit demi
sedikit tentang ajaran ketauhidan. Beliau menetap di Ampel Denta dan kemudian
disebut Sunan Ampel. Di Ampel Denta beliau berhasil menjadikan daerahnya yang
semula dan berlumpur menjadi daerah yang makmur. Beliau menerima gelar dari
pengikutnya Sultan Makhdum. Selanjutnya
beliau mendirikan pesantren tempat putra bangsa dan pengeran Majapahit serta
siapa saja yang mau berguru kepadanya. Dan beliau wafat pada tahun 1478 M.
Dimakamkan di selah masjid Ampel. Beliau meninggalkan dua orang putra yang
belakangan dikenal sebagai wali Bonang dan Drajat.
3.
Syekh Maulana Ishak (sunan giri)
Sampai di Jawa, Sunan Giri kemudian mencari daerah yang susunan
tanahnya sama dengan tanah yang dibawanya dari Malaka, tempat itu adalah daerah
gresik pada tempat yang agak membukit. Sunan Giri kemudian membangun masjid
pada derah perbukitan itu dan menjadikannya sebagai pusat penyebaran agama
islam. Itulah sebabnya Sunan Giri kemudian terkenal dengan julukan Sunan Giri.
Giri artinya gunung, yakni Sunan yang menetap di daerah Giri.
Di awal abad ke 14 kerajaan Blambangan diperintah oleh prabu Menak
Semboyo, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit.
Raja dan rakyatnya memeluk agama hindu dan sebagian yang memeluk budha.
Pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit,
banyak yang meninggal. Banyak korban berjatuhan dan puteri prabu juga terserang
penyakit beberapa bulan. Banyak Tabib dan Dukun mengobati tapi sang puteri
belum sembuh juga. Lalu Prabu Menak mengutus patih bajul senggoro ke gunung
gresik. Patih Bajul senggoro dapat bertemu dengan syekh maulana ishak yang
sedang bertafakur di sebuah goa. Setelah terjadi negosiasi bahwa raja dan rakyat
mau di ajak masuk islam maka syekh Maulana Ishak atau Sunan Giri yang nama
mudanya adalah Raden Paku atau dijuluki juga dengan nama Muhammad Ainul Yakin,
waktu kecil Sunan Giri diasuh dan menjadi anak angkat saudagar janda yang kaya
raya, yaitu Nyai Gede Pinasih dari Gresik. Keistimewaan yang lain yang terdapat
pada Raden Paku adalah, selama ia menjadi santri di Ampel ia tidak menetap di
sana tetapi tetap berdiam di Gresik, sehingga harus jalan bolak-balik berjalan
dari Gresik ke Ampel. Bila Raden paku pulang atau pergi maka tanah Surabaya
Gresik menyempit dan setelah Raden Paku melangkah ke dua tempat itu menjauh
kembali. Beliau bersedia datang ke Blambangan. Memang beliau pandai dalam
pengobatan, puteri Dewi Sekar Dadu sembuh setelah diobati dan wabah penyakit
lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji sunan giri di kawinkan dengan
puteri Dewi Sekar Dadu dan diberi kekuasaan sebagai adipati Blambangan. Setelah
banyak sekali orang yang berobat dan belajar agama islam. Kemudian beliau
pindah ke singapura dan wafat disana.[10]
4.
Sunan Bonang
Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau putra sunan ampel.
Sunan Bonang sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid.
Sekembali dari Persia untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishak ke
tanah jawa, beliau berdakwah di daerah Tuban. Cara berdakwah cukup unik dan
bijaksana, beliau menciptakan gending dan tembang yang disebut bonagisukai
rakyat. Dan beliau ahli dalam membunyikan gending yang disebut bonang, sehingga
rakyat Tuban dapat diambil hatinya untuk masuk masjid.
Beliau membunyikan bonang rakyat yang mendengar seperti terhipnotis
terus melangkah ke massjid karena ingin mendengar langsung dari dekat. Dengan
cara ini sedikit demi sedikkit dapat merebut simpati rakyat, lalu menanamkan
pengertian sebenarnya tentang islam.
5.
Sunan Drajad
Nama aslinya adalah Raden Qasim, beliau adalah putra sunan ampel
dari Dewi candrawati. Beliau berdakwah di daerah drajad sehingga dikenal dengan
sunan drajad. Cara menyebarkan agama islam dilakukan dengan cara menabuh
seperangkat gamelan, gending dan tembang mocopat setelah itu baru diberi
ceramah islam. Dan beliau mendirikan pesantren untuk menyiarkan islam. Beliau
wafat pada tahun 1462 M. Dan dimakamkan di deda drajad kecamatan paciran
kabupaten lamongan.
6.
Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Sahid atau Jaka Said, kemudian ia disebut
juga dengan nama Syekh Malaka, Lokakarya, Raden Abdurrahman dan Pangeran Tuban.
Beliau putra Raden Sahur Putera Temanggung Wilatikta Adipati Tuban. Raden sahid
sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak
bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia
mencari makanan dari gudang kadipaten dan bagikan kepada rakyatnya tapi
ketahuan ayahnya, hingga di hukum yaitu tangannya dicambuk 100 kali sampai banyak
darahnya dan di usir.
Setelah
diusir ia bertemu orang berjubah putih, dia adalah sunan bonang. Lalu raden
sahid diangkat menjadi murid. Lalu disuhnya menunggui tongkatnya di depan kali
sampai bebulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka redden sahid
disebut sunan kalijaga.
Beliau
dikenal sebagai seorang yang dapat berbaur dengan segala lapisan masyarakat .
Beliau adalah mubaligh keliling dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada
beliau dapat mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal agama islam.
Beliau adalah penabuh gamelan, dalang, menciptakan tembang yang ahli.
Kesemuanya itu untuk kepentingan dakwah dan beliau tidak secara langsung
menentang adat istiadat, agar mereka tidak lari dari islam dan enggan
mempelajari islam.
7.
Sunan Kudus
Menurut
salah satu sumber beliau adalah putera Raden Ustman yang bergelar Sunan
Nguudang dari jipang panolan. Nama aslinya Raden Ja’far Shodiq. Cara-cara
berdakwah sunan kudus adalah sebagai berikut:
a.
Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan:
b.
Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah.
c.
Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama
islam
d.
Tut wuri handayani
e.
Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena
dalam agama hindu adalah binatang suci dan keramat.
f.
Merangkul masyarakat budha setelah masjid, terus sunan kudus
mendirikan padasan tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Diatas
pancuran diberi arca kepala kebo gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan
ajaran budha “jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
g.
Selamatan mitoni biasanya sebelum acara selamatan membacakan
sejarah nabi.
8.
Sunan Muria
Beliau adalah putera dari sunan kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama
aslinya Raden Umar Said dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan
cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai keruh airnya. Itulah cara yang
digunakan disekitar gunung muria dalam menyebarkan agama islam. Sasaran dakwah
beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah
satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat
dakwah dan beliau pula lah yang menciptakan tembang sinom. Beliau banyak
mengisi tradisi jawa dengan nuansa islami seperti nelung dino, mitung dino,
nyatis dino dan sebagainya.
Sunan Muria menyebarkan Islam pada derah-derah Jepara, Tayu, Juana
dan sekitar Kudus. Dalam berdakwah, beliau sebagaimana wali-wali yang lain,
juga menciptakan lagu jawa.
9.
Sunan Gunung Jati
Orang sepakat bahwa penyebar agama islam di jawa barat terutama
Cirebon adalah sunan gunung jati yang aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Di
Mekkah, Syarifah Mudain melainkan anak pertamanya yaitu anak laki-laki yang
kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah.[11]
Setelah selesai menuntut ilmu pada tahun 1470 M. Dia berangkat ke
tanah jawa untuk mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut
gembira oleh pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal
di pasumbangan gunung jati dan disana mereka membangun pesantren untuk
meneruskan usahanya Syekh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena
itu Syarif Hidayatullah dipanggil sunan Gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan
putrid Cakra Buana Nyi PAkung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra
Buana pada tahun 1479 M. Dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam
dilakukan melalui diplomasi dengan kerajaan lain.[12]
H.
Kehidupan Umat Islam Masa Kini
Walaupun
mayoritas orang Jawa beragama Islam, agama Islam yang dilakukan di Jawa punya
perbedaan dari agama Islam yang di lakukan di daerah Timur Tengah. Agama Islam
di Jawa dicampuri dengan kepercayaan manusia lain asli Jawa, yaitu kepercayaan
animisme dam kepercayaan dari kerajaan Hindu-Budha.
Asalnya
kepercayaan animisme adalah dari jaman prasejarah dan bagian kepercayaan itu
masih hidup sampai sekarang. Penganut animisme adalah orang-orang yang percaya
bahwa tempat-tempat atau objek-objek punya kepercayaan tersendiri, mislanya
orang yang percaya dengan mahluk halus, roh leluhur dan hantu yang mendiami
macam-macam tempat.
1.
Masuknya Hindu-Budha Ke Jawa
Pengaruh Hindu Budha
yang paling mengakar dalam kehidupan orang Jawa terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur cukup kental, karena Hindu-Budha memberikan tat tulis, perhitungan
tahun Saka, serta sastra yang mengandung filsafat keagamaan beserta ajaran
mistik yang cukup halus. Artinya, Hinduisme memberikan dan mengangkat budaya
intelektual selapis suku Jawa dan melahirkan kerajaan-kerajaan besar dengan
budaya religi animisme dan dinamisme yang asli dan telah mengakar dengan
berbagai macam tradisi dan aturan-aturan (hukum) adatnya.
Asalnya agama Hindu dan
agama Budha adalah dari India dan agama tersebut datang ke pulau Jawa sebelum
abad ke 8. Agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa selama delapan abad dan agama
itu memang pengaruhi kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung. Tempat
bergunung-gunung sepanjang sejarah agama ini dipakai sebgai tempat smemedi.
Simbolisme agama Hindu dalam kepercayaan manusia Jawa memang kuat sekali.
Sebenarnya Hindu-Budha
tidak mematikan budaya Jawa asli akan tetapi sebaliknya justru memupuk dan
menyuburkannya. Tidak hanya itu, Hinduisme meningkatkan filsafat hidup dan
wawasan tentang alam raya beserta teori-teori kenegaraan yang dipengaruhi oleh
raja-raja yang keramat sebagai wakil para dewa untuk mengatur kehidupan
masyarakat yang diberkati para dewa. Oleh karena itu Hinduisme kemudian
mengakar dalam dan menjadi penyangga kebudayaan priyayi kejawen yang menjulang
di lingkungan istana kerajaan-kerajaan.
2. Pengaruh Hindu
Jawa
Kebudayaan Hindu
mengkin telah mendominasi hampir seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara pada
waktunya, tetapi pengaruhnya yang terbesar adalah terhadap masyarakat istana,
sedangkan konsep-konsep Hindu hanya sedekit mempengaruhi masyarakat petani di
daerah pedesaan yang cara hidupnya barangkali tidak banyak berubah sejak
abad-abad yang lalu.
Walaupun pandangan kita
banyak tentang cara hidup, pandangan hidup, dan agama raja-raja, para
bangsawan, dan para pemuka agama dalam masyarakat Jawa zaman dahulu yang dapat
kita pelajari dari piagam-piagam kerajaan, kesusasteraan Jawa kuno dan
sisa-sisa candi-candi kuno serta monumen-monumen keagamaan, kita samasekali
tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan para petani di daerah pedesaan jaman itu.
3. Islam Kejawen
Agami jawi atau kejawen adalah
suatu keyakinan dan konsep-konsep hindu-budha yang cenderung kearah mistik,
yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama islam. Varian dari kejawen
adalah agami islam santri, yang walaupun tidak sama sekali bebas dari unsur
animism dan unsur-unsur hindu-budha, namun sedikit lebih dekat pada dogma-dogma
ajaran islam yang sebenarnya.
1) Paham Ngerti Sadurunge
Winarah
Ajaran Syekh Siti Jenar
sangat menekankan pada upaya mencari hidup yang abadi agar tahan mengalami
hidup dunia itu.
a) konsep neraka dan surge
yang berbeda sekali dengan apa yang diajarkan para wali.
b) Orang mukmin telah
keliru karena telah mengerjakan shalat jungkir balik mengharapkan balasan
surga, sedang surga sesudah kematian itu tidak ada
c) Menuduh para wali dan
muridnya sebagai orang dungu dan dangkal ilmu karena menfsirkan surga adalah
balasan yang nanti diterima diakhirat.
d) anti duniawi,
ditegaskan lebih kongkrit lagi oleh salah seorang muridnya yang bernama
Pringgabaya.
Hal-hal di atas
mengakibatkan konflik antara Syekh Siti Jenar dengan seoraing Raja Demak. Siti
Jenar yng menganut ajaran mistik islam sering “meremehkan” ketentuan-ketentuan
syariah yang baku yang sudah diadopsi oleh kerajaan. Oleh karena itu, Raja
Demak ketika itu berusaha menghilangkan pengeruh mistik, sufi, dan tarekat,
karena telah meremehkan kekuasaan kerajaan.
Raja Demak akhirnya
menghukum Siti Jenar membakarnya hidup-hidup yang melambangkan dihapusnya
sufisme dan mistik islam untuk digantikan dengan syariah demi ketertiban
kerjaan.[13]
2) System budaya agami jawi
Kejawen merupakan suatu tradisi yang
diturunkan secara lisan, tetapi ada sebagian penting yang juga terdapat dlam
kesusastraan yang dianggap kramat dan bersifat moralis. Oleh karena itu untuk
dapat memahami agami jaw kita perlu mengetahui tentang tradisi tertulis itu.
Agami jawi dalam melakukan berbagai kegiatan keagamaan sehari-hari sangat
dipengaruhi oleh keyakian, konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai
budaya dan norma-norma, yang kebanyakan berada di dalam alam pikirnya.[14]
3) Konsep agami jawi mengenai Tuhan Yang Maha Esa
Keyakinan orang jawa yang beragama
agami jawi terhadap Tuhan sangat mendalam , para penganut agami jawi di daerah
pedesaan mempunyai konsep yang sederhana yaitu Tuhan adalah Sang Pencipta, dank
arena itu adalah penyebab dari segala kehidupan di dunia, dan seluruh alam
semesta.
Sumber yang paling utama mengenai Tuhan pada agami
jawi adalah buaku narwaci yang ditulis pada permulaaan abad ke-17. Menurut
konsepsi agami jawi Tuhan adalah keseluruhan dalam alam dunia ini ang
dilambangkan dengan mahluk yang sangat kecil sehingga sewaktu-waktu dapat masuk
ke sanubari orang, tetapi Tuhan sekaligus besar juga luas seperti samudera,
tidak berujung juga tidak berpangkal sepeti angkasa dan terdiri dari semua
warna yang ada didunia. Kedua konsepsi ini memiliki perbedaan pokok dengan
pandangan islam orthodox yang memiliki sifat monotheitis, yang menganggap bahwa
Tuhan adalah Maha Besar dan Mahakuasa, dan orang hanya merupakan mahluk yang
tidak berarti jika dibandingkan engan Tuhan.
4) Keyakinan agami jawi akan adanya Nabi Muhammad dan
Para Nabi Lainnya
Sistem keyakinan agami jawi memandang Nabi Muhammad
sangat dekat dengan Alloh. Dalam hampir setiap ritus dan upacara, seorang orang
jawa mengucapkan nama Alloh mereka mengucapkan nama Nabi Muhammad. Selebihnya
Nabi Muhammad kurang mendapatkan perhatian dalam sistem keyakinan Agami Jawi,
kecuali pada perayaan Mi’raj. Kesusastraan yang lebih disukai oleh para
penganut Agami Jawi adalah kesusastraan Islam yang mengandung unsur mistik yang
persifat kepahlawanan dan cerita peristiwa khusus dalam kehidupan Nabi seperti
mengenai kelahiran, pernikahannya dengan Siti Khadijah, hijrah, perang dan
mengenai kenaikan Nabi Muhammad. Namun bukan hanya orang santri saja yang
mengenal riwayat hidup Nabi, tetapi juga orang Agami Jawi.
5) Tindakan-Tindakan
Keagamaan
a) Selametan atau
Wilujengan
Slametan atau wilujengan adalah suatu upacara pokok
atau unsur terpenting dari hampir semua ritus dan upacara dalam sistem religi
orang Jawa pada umumnya dan penganut Agami Jawi khususnya. Salah satu aktivitas
keagamaan penting lain dalam sistem religi Agami Jawi yaitu kunjungan ke makam
nenek moyang yang disebut nyekar. Suatu slametan biasanya diadakan di rumah
keluarga dan dihadiri keluarga, kerabat dan tetangga. Slametan biasanya
diadakan pada malam hari. Para tamu duduk di atas tikar dan di tengah-tengahnya
diletakkan dua atau tiga buah tampah berisi hidangan slametan berisi nasi
tumpeng lengkap dengan lauk pauk dan hiasannya.
Setelah semuanya siap, modin atau kaum diminta untuk
mempersilahkan doa (ndonga) yang terdiri dari ayat-ayat Al Qur’an. Selesai
mengucapkan maka modin dipersilahkan oleh tuan rumah untuk mulai menyantap
hidangan disusul para tamu. Upacara slametan sering kali dilanjutkan dengan
dhikir mengucapkan “La‘illaha Illallah” secara berulang-ulang. Geertz
menjelaskan bahwa slametan tidak hanya diadakan dengan maksud untuk memelihara
solidaritas antara para peserta upacara, dan setiap upacara itu bersifat
religi. Padahal tidak semua slametan bersifat religi.
b) Tingkeban
Lingkaran ritus-ritus sudah dimulai sejak seorang
individu berada dalam rahim ibunya. Upacara pertama dinamakan tingkeban
diadakan saat kandungan berumur tujuh bulan yang dinamakan slametan
mitoni. Hidangan slametan yang disajikan itu tujuh buah nasi tumpeng,
lauk-pauk, dan tujuh macam juadah, harus mempunyai makna yang melambangkan
kelahiran yang cepat dan selamat. Misalnya diantara ketujuh juadah tersebut ada
yang namanya jenang procot yang maksudnya agar bayi kelak akan lahir dengan
mudah, (procot= keluar tak terkendali). Mitoni juga harus dilakukan pada hari
Setu Wage (Sabtu Wage) dalam bulan ketujuh umur kandungan yang artinya metu age
atau lekas keluar.
Sejak diadakan upacara mitoni, calon ibu harus
mematuhi berbagai syarat dan pantangan seperti mencuci rambutnya seminggu
sekali dengan air merang yang sudah diberi kekuatan gaib. Larangannya antara
lain memakan telur ayam, udang, buah yang letak bijinya melintang. Calon ayah
pun harus memperhatikan pantangan tersebut. Dalam bulan kesembilan, diadakan
slametan lagi yaitu mumuli sedherek untuk menghormati saudara yang belum lahir.
c) Melahirkan
Apabila di daerahnya tidak ada seorang bidan, keluarga
tiyang tani di desa biasanya memanggil seorang dhukun bayi, adalah orang yang
ahli dalam membantu persalinan, yang sebelumnya telah melakukan berbagai
upacara. Setelah bayi lahir, dhukun memotong tali pusat dengan sebilah pisau
atau bambu sambil mengucapkan mantera. Kemudian, ayahnya harus membisikan ayan
ke telinga kanan bayi dan kamat ke telinga kirinya. Selanjutnya dukun
memandikan wanita yang baru melahirkan dan memijat dibalur ramuan parem dan
bobokan dan meminum jamu. Sementara ari-ari dibersihkan oleh dhukun dan
dimasukan ke dalam bejana yang terbuat dari tanah liat. Ari-ari yang menyusul
kelahiran anak laki-laki dibuang ke kali atau dikubur di halaman belakang,
sedangkan apabila bayinya perempuan, ari-arinya selalu dikubur di halaman
belakang rumah sebelah kanan. Upacara puput puser diadakan pada malam hari
setelah tali puser terlepas, dengan mengadakan berbagai ritual. Tali pusat yang
telah terlepas dan menjadi kering dibungkus kain bersama rempah-rempah, dijahit
dan menjadi jimat.
d) Upacara Kekah Dan Upacara Pemotongan Rambut
Orang santri yang taat menjalankan ajaran Islam
mengadakan suatu upacara berkorban pada hari ketujuh kelahiran bayi yaitu
upacara kekah, sekaligus pemberian nama. Semua rambut di kepala
dicukur, kecuali dibagian ubun-ubun. Penganut Agami Jawi juga mengadakan
upacara kekah, tetapi dengan upacara pemotongan rambut sebagai unsur yang
utama, bukan unsur berkorbannya. Kemudian diadakan upacara nyepasari.
Banyak hidangan yang disediakan, menandakan upacara ini penting. Orang Jawa
percaya apabila ada kekurangan dalam jumlah macam atau hidangan maka akan
berpengaruh pada kepribadian anaknya. Selanjutnya ada upacara lain yang tidak
kalah pentingnya, yaitu nyelapani,yang diadakan saat bayi berumur
35 hari jatuh pada hari weton pertama. Baik para penganut Agami Jawi yakin
bahwa tidak baik apabila dalam satu keluarga ada orang yang sama wetonnya.
e) Khitanan
Upacara penting berikutnya dalam lingkaran hidup orang
jawa adalah upacara khitanan. Orang Jawa pada umumnya menganggap khitanan
sebagai suatu upacara untuk meresmikan diri masuk Islam, dan dalam buku hukum
dari ajaran Shafi’, khitanan (sunatan) itu memang dianggap wajib dan karena itu
upacara itu seringkali juga disebut ngislamaken yang berarti
“mengislamkan”.
Pada keluarga santri yang sebanyak mungkin berusaha
mengikuti peraturan hukum agama, melakukan upacara itu pada hari-hari yang
ditentukan dalam hukum Islam, yaitu misalnya pada hati keempat puluh setelah
lahir. Upacara sunatan dapat juga dilakukan pada waktu seorang anak pri berumur
empat sampai tujuh tahun, akan tetapi keluarga Agami Jawi menghubungkan sunatan
dengan umur akil baliq, disamping sebagai peresmian masuk Islam dan karena itu
mengadakannya pada waktu seorang anak pria berumur antara 10 dan 16 tahun. Anak
pria yang sudah dikhitan dinamakan jaka. Setelah melakukan
khitan, siang harinya diadakan slametan yang dinamakan slametan jenang abrit.
Upacara yang sama untuk anak wanita adalah upacara
kafad yang sebenarnya hanya merupakan suatu upacara lambang saja, karena pada
diri anak itu tidak dilakukan mutilasi pada alat kelaminya. Upacara ini
dilakukan setelah seorang anak gadis mendapat haid pertamanya. Di dalam
keluarga-keluarga santri, khitanan bagi anak-anak gadis merupakan hal yang
wajib, sesuai dengan hukum Islam.
f) Pemakaman Dan Ritus Kematian
Apabila ada orang meninggal, maka hal pertama yang
dilakukan oleh orang Jawa adalah untuk memanggil seorang modin, dan
mengumumkan kematian itu kepada sanak saudara dan tetangga. Sekarang orang
lebih sering pergi ke dokter atau ke Puskesmas terdahulu dan baru kemudian
mencari modin serta memberi kabar kepada orang-orang sekitarnya. Setelah itu
dilakukan tata urut upacara pemakaman, mulai dari memandikan jenazah sampai
memakamkannya.
Setelah melakukan prosesi pemakaman, pada malam
harinya para keluarga melakukan slametan sedhekah ngesur siti dengan
mengundang semua orang yang telah memberikan bantuan serta sumbangan berupa
apapun juga. Tumpeng untuk slametan sedhekah ngesur siti harus
dilengkapi dengan kue apem. Pada setiap slametan yang diadakan untuk
memperingati arwah orang yang sudah meninggal dilakukan dzikir. Hingga empat
puluh hari lamanya, dibawah tempat tidur orang yang meninggal diletakkan sajian
yang diganti dua hari sekali. Sedhekah yang diadakan berhubung dengan kematian,
juga diselenggarakan pada hari ketiga (sedhekah nigang ndinteni), hari
keempatpuluh (sedhekah ngawandasa dinten), hari keseratus (sedhekah nyatus),
peringatan setahun meninggalnya (sedhekah mendhak sepisan), peringatan dua
tahun (sedhekah mendhak kaping kalih) serta hari keseribu (sedhekah nyewu).
Bila yang meninggal anak kecil, sedhekah hanya dilakukan satu kali saja yaitu
sedhekah ngesah.
Setelah peringatan hari keseribu, maka sedhekah yang
diadakan oleh para kerabat orang yang meniggal merupakan kewajiban yang
terakhir yang harus dipenuhi. Sementara itu sisa-sisa terakhir dari
ikatan-ikatan dari ikatan-ikatan emosional dan spiritual yang mungkin masih
ada, juga dianggap telah habis. Walaupun demikian banyak keluarga Jawa penganut
Agami Jawi masih tetap mengunjungi makam nenek moyang mereka pada
kesempatan-kesempatan tertentu, yaitu disebut nyekar.
g) Nyekar, Adat Untuk Mengunjungi Makam
Pada tahun pertama setelah seorang anggota keluarga
meninggal dan ikatan-ikatan emosional dengan orang tersebut masih kuat, maka
frekuensi mengunjungi makamnya masih tinggi. Adanya larangan untuk memperbaiki
makam sebelum kuburan itu berumur tiga tahun, yaitu sebelum hari keseribu
(nyewu). Baru setelah itu makam boleh diperbaiki degan memasang batu nisan
(kijing) dan kadang-kadang dengan membuat pagar besi disekeliling makam. Namun
hal ini dapat berbeda-beda diberbagai tempat.
Makin lama setelah orang meninggal, makin jarang pula
makamnya dikunjungi oleh sanak saudaranya, biasanya hanya ramai sebelum bulan
Puasa. Dalam masyarakat desa orang masih menganggap perlu untuk mengunjungi
makam para pendiri desa pada waktu diadakan upacara bersih dhusun, dan
mengunjungi makam-makam nenek moyang dan makam-makam keluarga lainnya.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dunia dengan segala isinya seperti
harta, tahta dan wanita sudah sedemikian kuatnya memperbudak sebagian umat
Islam sehingga mereka menjadi budak para penjajah, baik AS Nashrani dan Israel
Yahudi. Dan pada saat mereka begitu kuatnya mencintai dunia dan diperbudak oleh
dunia, maka pada saat yang sama mereka takut mati. Takut mati karena takut
berpisah dengan dunia dan takut mati karena banyak dosa. Demikianlah para
penguasa dunia Islam diam, pada saat AS membantai rakyat muslim Irak, dan
Israel membantai rakyat muslim Palestina
2.
Dimensi Sosial,Kondisi
sosial pada umat islam yaitu terjadi kekeringan dan kelaparan di berbagai
wilayah islam. Mesir mengalami bencana yang sangat parah sehingga banyak
penduduk yang mati akibat kelaparan. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi
akibat minimnya hasil pertanian karena area persawahan dilanda kekeringan.
Kondisi ini pada akhirnya menyulut pertikaian dan peperangan di mana-mana. Dimensi
Politik, Kondisi politik dunia islam di timur maupun di barat pada masa
sejarah di sebut “zaman pertengahan” ini memprihatinkan, biruk, bahkan sangat
lemah. Hal ini karena dunia islam tidak lebih dari negeri-negeri kecil yang
diperintah para penguasa dari kalngan budak dan non Arab. Pada waktu ini
kekhalifahan tinggal istilah dan nama belaka karena efektif kepemimpinan umat
dijalankan komunitas non Arab dan kaum budak berpengaruh yang dapat menjatuhkan
atau mengangkat siapapun yang mereka kehendaki. Dimensi budaya, Kebudayaan
merupakan proses belajar yang besar yang mempunyai wujud tertentu. Wujud
kebudayaan selain sebagai kompleksitas ide, gagasan, nilai dan norma maupun
sebagai peraturan, juga memcerminkan pola tingkah laku dalam masyarakat yang
terjadi karena ekspresi atau manifestasi hasil proses belajar.
3.
Mengenai konsep Tuhan Yang Satu dan ajaran penyerahan diri kepada
Allah, tetaplah sama. Hubungan semua rasul sejak Adam a.s. sampai Muhammad
s.a.w., berdasarkan ajaran yang mereka bawakan, bagaikan mata rantai yang
selalu datang berkesinambungan dan merupakan penyempurnaan ajaran sebelumnya
sehingga agama Allah tersebut akan mampu menjawab seluruh hajat manusia di
pelbagai zaman, kapan dan di mana saja. Mengenai konsep totalitas serta
ke-sempurnaan agama Islam maupun keabsahannya dari agama-agama Allah yang lain
yang datang sebelumnya.
4.
Selametan atau Wilujengan, Tingkeban, Melahirkan, Upacara Kekah Dan
Upacara Pemotongan Rambut, Khitanan, Pemakaman Dan Ritus Kematian, Nyekar, Adat
Untuk Mengunjungi Makam.
B.
Saran
Demikian makalah yang dapat kami
susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
[1] Muhammad Hambal Shafwan, Intisari Sejarah Pendidikan Islam, Puataka
Arafah, Solo, 2014, hlm 242
[2] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, PT Pustaka Rizki
Putra, Semarang, 2010, hlm 190-191
[3] http://www.dudung.net/artikel-islami/realita-umat-islam-sekarang.html, jam 18:05, tanggal 10 mei
2015-05-10
[4]Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam, RAJAWALI
PERS, Jakarta, 2004, hlm 188
[5] Ibid., hlm 192
[6] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 345
[7] Ibid., hlm 346
[8] https://bayu96ekonomos.wordpress.com/makalah-seminar-dan-diskusi/islam-sebagai-ideologi-dan-islam-sebagai-budaya/
tanggal 13 05 2015, jam 13:04
[10] Ridin Shafwan,dkk, Islamisasi di Jawa, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2000, hlm 59
[11] Soekama Karya,dkk, Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan
Islam, logos wacana ilmu, Jakarta, 1996, hlm 180
[12] Fatah Syukur, Op., Cit, hlm 199
[13] Atang Abd. Hakim, dkk, METODOLOGI STUDI ISLAM, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm 46
[14] Abdul Djamil, Jurnal
Penelitian Walisongo No. VII 1996, hlm 16
[15] Ibid., hlm 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar