Kamis, 04 Juni 2015

makalah teori belajar mengajar



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam lembaga pendidikan supaya siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya menghantarkan para siswa menuju perubahan tingkah laku baik intelektual, moral, maupun sosial budaya. Dengan pendidikan diharapkan supaya siswa dapat hidup mandiri sebagai individu maupun makhluk sosial. Proses belajar mengajar itu sendiri menekankan pada terjadinya interaksi antara peserta didik, guru, metode, kurikulum, sarana, dan aspek lingkungan yang terkait untuk mencapai kompetensi pembelajaran. Teori pengajaran terus mengalami perbaikan dan perkembangan seiring perubahan zaman dan permasalahan di dalam dunia pendidikan itu sendiri. Kalau dahulu kita mengenal teori pembelajaran behavioristik sebagai pembelajaran klasik, maka saat ini kita mengelank teori pembelajaran yang sedang dipakai pada masa ini.

B.     Permasalahan
1.      Bagaimana konsep dasar dalam proses belajar mengajar?
2.      Apa saja teori-teori belajar mengajar?










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar dalam Poses Belajar Mengajar
Ada berbagai definisi yang diungkapkan oleh para ahli tentang pengertian belajar adalah sebagai berikut:
1.    Menurut pandangan Skinner, belajar adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
2.    Benjamin Bloom berpendapat, belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf  hidupnya sebagai pribadi, masyarakat ataupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
3.    Robert M. Gagne, belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh stimulus yang berasala dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.[1]
Selanjutnya ada yang mendefinisikan: “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini dimaksudkan belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbantuk kecakapan, ketrampilan sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik. Teori semacam ini beleh jadi diterima, dengan satu alasan bahwa dari struktur kognitif itu dapat mempengaruhi perkembangan afeksi ataupun penampilan seseorang. Dari konsep ini, pada perkembangan berikut akan melahirkan teori belajar yang bertumpu pada konsep pembentukan super ego, yakni suatu proses belajar melalui suatu peniruan, proses interaksi antara pribadi seseorang dengan pihak lain, misalnya seorang
Secara umum, belajar boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah:
a.    Proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar, dan
b.    Dilakukan secara aktif dengan segenap panca indra ikut berperan.
Proses internalisasi dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indra perlu ada follow up-nya yakni proses sosialisasi. Proses sosialisasi dalam hal ini dimaksudkan mensosialisasikan atau menginteraksikan atau menularkan kepada pihak lain. Dalam proses sosialisasi karena berinteraksi dengan pihak lain sudah barang tentu melahirkan suatu pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, akan menyebabkan proses perubahan pada diri seseorang. Sudah dikatakan di awala bahwa belajar adalah peubahan tingkah laku. Orang yang tadinya tidaka tahu setelah belajar menjadi tahu. Jelasnya, proses balajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku, dan terjadi karena hasil pengalaman. Oleh karena itu, dapat dikatakan terjadi proses belajar apabila seseorang menunjukkan tingkah laku yang berbeda. Sebagai contoh, misalnya orang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan tentang fakta-fakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Jadi belajar menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain.
Sedangkan pengertian mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan. Pandangan semacam ini masih umum digunakan dikalangan pengajar. Hasil penelitian dan pendapat para ahli sekarang lebih menyempurnakan konsep tradisional diatas.[2] Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi, pengertian semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru menyampaikan pengetahuan agar anak didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran yang intelektualitas.
Kelanjutan dari pengertian mengajar seperti di atas adalah menanamkan pengetahuan itu kepada anak didik dengan suatu harapan terjadi proses pemahaman. Dalam proses ini pula siswa atau anak didik mengenal dan mengasai budaya bangsa untuk kemudian dapat memperkayanya. Hal ini berangkat dari intelektualnya siwa dapat menciptakan sesuatu yang baru.
Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai sesuatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif itu tidak dapat mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar mengajar, termasuk misalnya bagaimana dirinya sendiri, keadaan siswa, media, metode, dan sumber-sumber belajar lainnya. Konsep mengajar ini memberikan indikator bahwa pengajarannya lebih bersifat pupil centered. Sehingga tercapainya suatu hasil yang optimal, sangat tergantung oleh kegiatan siswa itu sendiri.

B.  Teori Belajar Mengajar
1.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memahami fungsinya. Untuk melatih suatu daya itu dapat digunakan berbagai cara atau bahan.
2.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian/unsur-unsur. Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan.pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa belajar itu pada pokok yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yakni mendapatkan respon yang tepat. Karena penemuan respon yang tepat tergantung pada kesediaan diri si subjek belajar dengan segala panca indra. Dalam kegiatan pengamatan keterlibatan semua panca indra itu sangat diperlukan.
3.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ilmu jiwa asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya.[3]
 Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme,  teori belajar humanistik, dan  teori belajar konstruktivisme.  Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
1.      Teori Belajar Behavioristik
Teori Behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Dalam teori ini, masalah matter (zat) menempti kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behavioristik dapat menjelaskan kelakuan manusia secara saksama dan menyediakan program pendidikan yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behavioristik besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus respon.
2.      Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia atau proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori ini mengajarkan peserta didik untuk berkreasi dan berinofasi sebebas-bebasnya untuk menemukan hal-hal baru sebagai latihan. Peran guru disini tidak begitu banyak karena guru hanya membimbing dan mengarahkan bukan mengatur peserta didik. Guru hanya membantu peserta didik untuk mengenal dirinya juga lingkungannya. Teori ini lebih mementingkan apa yang dipelajari bukan bagaimana cara belajarnya. Humanistik sangat bertentangan dengan behavioristik karena menurutnya manusia bukan gelas yang siap diisi dengan apa saja. Pembelajaran ini biasanya menciptakan suasana yang menyenangkan agar peserta didik tidak bosan dan dapat membangkitkan semangat belajar mereka
3.      Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Pembelajaran konstruktivisme juga memungkinkan tersedianya ruang yang lebih baik bagi keterlibatan siswa, memungkinkan siswa untuk bereksplorasi menggali secara mendalam kemampuan, potensi, keinginan dan sikap perilaku yang lebih terbuka dan beberapa ciri yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran konstruktivisme lainnya.
Mengajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk merobah tingkah laku atau memberikan keterampilan baru kepada seseorang.[4]
Beberapa teori mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain adalah:
1.      Teori Mengajar Bruner 
Bruner berpendapat bahwa mengajar hendaknya:
a.      Menguraikan pengalaman belajar yang perlu ditempuh oleh siswa
b.      Menguraikan cara organisasi batang tubuh ilmu pengetahuan yang akan dipelajarinya.
c.      Menguraikan secara sistematis pokok-pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa
d.     Menguraikan pengaturan-pengaturan dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan
Bagi Bruner,mengajar adalah penyajian konsep-konsep dan masalah secara bertahap dalam bentuk yang mudah untuk dipahami.
Bruner mengemukakan beberapa tekhnik penyajian :
1.            Simbolik berupa penggunaan bahasa dalam penyajian ide objek dengan memperhatikan perkembangan kejiwaan anak.
2.            Ikonik berupa penggunaan gambar dalam penyajian konsep terhadap siswa. Penyajian ini bersifat abstrak
3.            Enaktif berupa kegiatan kognitif dalam bentuk gerak psikomotor,artinya si pelajar dan guru langsung mempraktekkan apa yang diajarkan.
Bila seorang siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran secara simbolik atau dengan pemberian objek oleh guru secara verbal,maka guru akan melanjutkan dengan penggunaan secara ikonik,akan tetapi masih dalam bentuk abstrak. Dan kalau siswa masih belum mengerti tentang apa yang dijelaskan,maka selanjutnya guru mengajak siswa untuk mempraktekkan langsung atau siswa langsung di ajak ke situasi sesungguhnya.
2.              Teori Mengajar Ausubel
Dalam teori mengajar menurut Ausubel ini, sering juga disebutkan bahwa mengajar adalah memberikan bahan verbal yang bermakna bagi siswa . inti utama dalam mengajar adalah mengidentifikasi apa yang telah diketahui siswa dan menerangkan apa yang perlu diketahuinya lebih lanjut serta bagaiman menstrukturnya sehingga apa yang dipelajarinya tersebut mudah untuk di pahami sebagai suatu kebulatan pengetahuan yang utuh.berhubungan dengan itu,maka Ausubel mengemukakan konsep antara lain:
1. Bahan Pengait
Berupa bahan atau materi pembelajaran lain akan tetapi sangat berkaitan dengan materi yang akan atau sedang diajarkan. Sehingga guru dituntut untuk tahu dan dapat mempelajari bahan-bahan lain yang berkaitan dengan materi yang disaksikan. Seperti jika seorang guru menerangkan tentang gerhana matahari total maka bahan pengaitannya adalah perdasaran planet.
2.      Belajar Bermakna
Mempelajari bahan pelajaran dengan berusaha menghayati makna logis dan makna psikologis dari materi yang disajikan.
a.     Makna Logis yaitu makna yang terdapat dalam kamus atau dengan perkataan lain adalah makna yang tidak terbantah kebenarannya.
b.     Makna Psikologis yaitu menurut persepsi seseorang terhadap apa yang diterimanya,sehingga bisa saja makna psikologis ini akan berbeda masing-masing orang.
Menurut Ausubel ,beberapa definisi mengajar :
a.       Menanamkan pengetahuan pada anak
b.      Menyampaikan kebudayaan pada anak
c.       Mengatur lingkungan-terjadi PBM
3.      Teori Mengajar Gagne   
Menurut Gagne,mengajar sesungguhnya adalah penataan situasi dan kondisi belajar seseorang. Dan orang yang belajar itulah yang sesungguhnya yang akan berusaha untuk mencari sendiri sedangkan gurunya hanya akan menata situasi sedemikian rupa.
Dalam menata situasi mencakup beberapa hal,antara lain:
a.       Motivasi
b.      Arah minat dan perhatian
c.       Evaluasi hasil belajar
Prinsip-prinsip belajar diantaranya :
a.       Tujuan belajar harus diketahui anak
b.      Tujuan belajar perkalian dengan kehidupan anak
c.       Tujuan berharga bagi siswa
d.      Proses dan hasil belajar berpusat berhubungan dari acuan
e.       Dalam proses siswa terlibat dan mengalami[5]  

C.  Critical thinking
Dalam proses belajar seseorang akan mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Tingkah laku seseorang terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: pengetahuan, pengalaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani budi pekerti, sikap dan lain-lain. Kalau seseorang telah melakukan belajar maka terjadi perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.
Dalam belajar seseorang yang asalanya tidak tahu akan menjadi tahu dari hasil proses belajar yakni pengetahuan. Dalam pembentukan karakter siswa dibutuhkan proses belajar yang baik, antara siswa dan guru harus ada stimulus dan respon yang baik. Dibutuhkan juga gaya belajar mengajar yang menarik agar siswa dapat memahami apa yang telah disampaikan oleh pengajar. Agar nantinya dapat menghasilkan anak didik yang berkompeten.
Mengajar merupakan proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermakna hanya terjadi kegiatan belajar siswa maka dari itu penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
Mengajar juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar. Dengan demikian, maka pengajar harus berperan sebagai organisator yang baik untuk menghasilkan produk yang baik pula. Kemudian pengajaran yang dikatakan berhasil baik itu di dasarkan pada pengakuan belajar secara esensial merupakan proses yang bermakna, bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis belaka, tidak sekedar rutinisme.
Makna yang sebenarnya dari mengajar adalah membimbing dan membantu untuk memudahkan siswa dalam menjalani proses perubahnnya sendiri, yakni proses belajar untuk meraih tujuan yang dikehendaki.
Pembelajaran berfungsi utuk membekali kemampuan siswa untuk mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Dan dari berbagai teori diatas maka dapat kami simpulkan bahwa belajar mengajar itu merupakan hubungan yang saling berkalitan antara satu sama lain untuk proses pembelajaran siswa.
Mengajar mempunyai berbagai peran, misalnya mengajar sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai teknologi, dan lain-lain.








BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Belajar adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbantuk kecakapan, ketrampilan sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi, pengertian semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru menyampaikan pengetahuan agar anak didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran yang intelektualitas.
Teori Belajar Mengajar
a.       Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
b.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
c.       Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar
1.      Teori Belajar Behavioristik
2.      Teori Belajar Humanistik
3.      Teori Belajar Konstruktivisme
Beberapa teori mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain adalah:
1.       Teori Mengajar Bruner 
2.       Teori Mengajar Ausubel
3.       Teori Mengajar Gagne   

B.  Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi acuan untuk kemajuan dan perbaikan dalam kualitas pendidikan di negara ini dan makalah selanjutnya menjadi lebih baik dengan menoleh dari memperbaiki kesalahan dalam makalah ini dengan harapan menjadi lebih baik.




















DAFTAR PUSTAKA
Agus n Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, Diva Press, Jogjakarta; 2013, hal 33.
Anas Salahuddin dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, cv Pustaka Setia, Bandung; 2003, hal 59-61.
Hasibuan dkk, Proses Belajar Mengajar,  PT Remaja Rosda Karya, Bandung; 2008, hal 37.
Sadiman,  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011, hal 30-33.
26- 02- 2015








[1]  Anas Salahuddin dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, cv Pustaka Setia, Bandung; 2003, hal 59-61.
[2] Hasibuan dkk, Proses Belajar Mengajar,  PT Remaja Rosda Karya, Bandung; 2008, hal 37.
[3]  Sadiman,  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011, hal 30-33.
[4]  Agus n Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, Diva Press, Jogjakarta; 2013, hal 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar