Kamis, 04 Juni 2015

peradaban islam pada masa dinasti umayyah dan dinasti abbasiyah



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Bani umayyah kekhalifahan islam  pertama pada setelah masa khulafa ur- Rasyidin yang memerintah dari (661-750 M) dijazirah arab dan sekitarnya. Merupakan masa peralihan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyyah bin sufyan. Peristiwa tersebut termasuk masa perubahan sistem pemerintahan masyarakat islam. Banyak sistem pemerintahan pada masa khulafa ur-Rasyidin yang disempurnakan dan juga dirubah secara total. Serta melakukan perluasan diberbagai daerah, sehingga membuat  peradaban islam berjaya. Sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan toleransi kepada golongan syi’ah, keturunan dari bani Hasim dan bani Abbas yang ditindas oleh bani Umayyah bergerak mencari jalan bebas. Dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah abbasiyah. Dan melakukan propaganda diberbagai kota maupun daerah terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga golongan-golongan yang awanya mendukung bani Umayyah.
Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi bnayak kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara, terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang diuat oleh para khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran.
Pada masa Daulah Abbsiyah disebut sebagai masa keemasan islam, atau sering disebut dengan istilah “The Golden Age”. Pada itu masyarakat islam telah mencapai puncak kemulian, baik dalam bidang ekonomi, politik, peradaban dan kekuasaan pada masa kekuasaan bani Abbas yang pertama. Selain itu juga telah berkembang berbagai ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya tokoh-tokoh penerjemahan buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Sehingga mwlahirkan cendekiawan-cendekiawan yang terkenal dalam bidang filsafat. Bani Abbas mewarisi imperium besar bani Umayyah. Hal ini menjadikan mereka lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayyah yang besar.
2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyyah?
2.      Bagaiman sistem pemerintahan dan politik masa bani Umayyah dan Abbasiyah?
3.      Bagaimana kemajuan dan kemunduran dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah berdirinya dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/750 M.  Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.[1] Muawiyah bin Abu Shofyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Hasan bin Ali menyerahkan kursi kekhalifahan secara resmi kepada Muawiyah bin Abu Sofyan dalam peristiwa Ammul Jama’ah.
Oleh karena itu Muawiyah bin Abu Sofyan dinyatakan sebagai pendiri Dinasti Bani Umayyah. Dilihat dari sejarahnya Bani Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaannya, terutama pada masa zaman jahiliyah.Dalam setiap persaingan, ternyata Bani Umayyah selalu lebih unggul dibandingkan keluarga Bani Hasyim. Hal ini disebabkan Bani Umayyah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Umayyah berasal dari keturunan keluarga bangsawan
2.      Umayyah memiliki harta yang cukup
3.      Umayyah memiliki 10 anak yang terhormat dan menjadi pemimpin di masyarakat, di antaranya Harb, Sufyan, dan Abu Sufyan.
Keluarga Bani Umayyah masuk Islam ketika terjadi Fathul Makkah pada tahun ke-8 H. Abu Sofyan diberi kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah satunya adalah barang siapa masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, masuk kedalam Masjidil Haram dan rumahnya Nabi SAW maka dia juga akan merasa aman. Dengan ini banyak kaum dari kalangan Bani Umayyah yang berlomba-lomba untuk masuk Islam dan menyebarkan Islam keberbagai wilayah.[2]
Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrahyang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itusejak tahun 63 SM.
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri dinasti Umayyah. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafaur Rasyidin. Bahkah kesalahannyayang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 41 H. Umat islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat islam kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul jama’ah’, tahun persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajuka oleh Hasan, yakni:
a.       Agar Muawiyah tidak menaruh dendam pada seorang pun penduduk Irak;
b.      Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka;
c.       Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun;
d.      Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain 2 juta dirham
e.       Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syam.[3]
Dinasti Umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132 hijriyah atau 661-750 M). Dengan 14  orang khalifah yang dimulai Umayyah ibn Abu Sufyan dan diakhiri Marwan ibn Muhammad.

1.      Sistem pemerintahan pada masa bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchi heridetas (kerajaan turun menurun).Kekhalifahan muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Muawiyah memperoleh kekuasaan, kecuali di Syiria dan Mesir, dia memerintah semata-mata dengan pedang.Dalam dirinya digabungkan sifat-sifat seorang penguasa, politikus dan administrator.Kekusaan bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.[4] Khalifah-khalifah besar dinasti bani Umayyah ialah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M), Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abdul Azis (715-720 M), dan Hasyam ibn Abdul Malik(724-743 M).
 Mereka berhasil mengusai hampir seluruh wilayah andalusia (Semenanjung Liberia, sekarang menjadi Portugis dan Spanyol) dan menaklukkan berbagai kota dan daerah di bagian selatan prancis. Mereka berhasil pula merombak dua masalah besar yang menunjukkan kemandirian suatu negara yang pertama ialah mengubah sistem administrasi pemerintahan menjadi bercorak arab dan tidak lagi membutuhkan pegawai-pegawai asing yang pada mulanya dibutuhkan, yang kedua ialah mencetak uang sendiri.
Dengan berkuasanya Muawiyah kekhalifahan berubah menjadi kerajaan, kemudian digantikan anaknya Yazid. Pada kekuasaan ini tidak berlangsung begitu lama dikarenakan Yazid  bukan orang yang mempunyai kemampuan. Dalam memerintah rakyatnya dengan politik penindasan Machiavelistik yang tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sebelumnya.Kemudian kekuasaan diambil alih oleh Abdul Malik ibn Marwan.Ia orang yang keras dan kuat serta sanggup mematahkan setiap perlawanan yang muncul. Dalam memerintah negaranya berdasarkan kekusaan yang mutlak.[5]
Perubahan yang paling menonjol dari sistem politik yang dibentuk pada masa Umayyah diantaranya:
1)         Politik dalam Negeri
a.       Pemindahan pemerintahan dari madinah ke Damaskus. Kuputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan.
b.      Pembetukan lembaga yang baru atau pegembangkan kembali dari khalifah ar-Rasyidin, dalam perkembangan administrasi dan wilayah kenegaraan yang semakin komplek.
Khalifah bani Umayyah dalam menjalankan pemerintahannya, dibantu oleh beberapa   Al-Kuttab (sekretaris) meliputi :
a.       Katib ar-Rasaail, yaitu sekretaris yang bertugas menyelengagarakan administrasi dan surat- menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b.      Katib al Kharraj, yaitu sekretaris yang bertugas menjalankan penerimaan dan penegelauran negara.
c.       Katib al Jund, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan
d.       Katib asy Syurthahk, yaitu sekretaris yang bertugas menjalankan keamanandan ketertiban umum.
e.       Katib al-Qaadhi, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
2)      Politik Luar Negeri
Poltik luar negeri bani Umayyah adalah politik  ekspansi yaitu melakukan perluasan diberbagai daerah kekuasaan ke negara-negara yang belum tunduk pada bani Umayyah. Wilayah islam pada zaman Khalifah ar-Rasyidin sudah luas, akan tetapi perluasan tersebut belum mencapai batas yang tepat, dikarenakan masih selalu terjadi pertikaiandan pertempuran di daerah perbatasan. Ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan pemberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin, musuh yang diluar wilayah islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan islam.

2.      Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Umayyah.
1)      Kemajuan Dinasti Umayyah
Masa pemerintahan dinasti Umayyah berlangsung selama 91 tahun dengan 14 orang khalifah.Berbagai kemajuan telah di peroleh pada masa dinasti Umayyah.Dalam bidang administrasi misalya, telah terbentunk berbagai administrasi pemerintahan yang mendukung tampuk pemimpin bani Umayyah. Banyak terjadi kebijaksanaan yang dilakukan pada masa ini, di antaranya :
a)    Pemisahan kekuasaan, terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan politik.
b)      Pembagian wilayah, pembagian wilayah terjadalam depuluh provinsi.
c)      Bidang administrasi pemerintahan, organisasi tata usaha negara terpecah kedalam bentuk dewan, Departemen Pajak  (Dewan Al Khraj), Departemen Pos (Dewan Rosa’il), Departemen yang menangani berbagai kepentingan umum (Dewan Musghilat), Departemen dokumen negara (Dewan Al Khatim).
d)     Organisasi keuangan, masih terpusat pada baitulmaal yng asetnya diperoleh dari aset  pajak tanah perorangan bagi non muslim, percetakan uang dilakukan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan.
e)      Orgaisasi ketentaraan.
f)       Organisasi kehakiman.
g)      Bidang Sosial dan Budaya.
h)      Bidang seni dan sastra, pada masa khalifah Walid ibn Abdul malik terjadi keseragaman bahasa yaitu dengan menggunakan bahasa arab, terutama dalam bidang administrasi.
i)        Bidang Seni rupa, perkembangan ada seni ukir dan pahat, terlihat pada kaligrafi (khat arab) sebagai motifnya.
j)        Bidang arsitektur, seperti kubah al sakhra di aitul maqdis yaitu kubah batu yang didirikan pada masa halifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun 91 M.
Pemerintah dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan.Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengn menyediakan sarana prasarana.Hal ini dilakukan agar para ilmuan, seniman, dan para ulama’ mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembng pada masa ini adalah:
1. Ilmu Agama
2. Ilmu sejarah dan geografi
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa
4. Bidang filsafat
Demikian berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada pemerintahan dinasti bani Umayyah. Kekuasaan dinasti bani Umayyah mengalami kehancuran pada masa kepemimpinan khalifah Walid ibn Yazid karena terjadinya peperangan yang dilakukan oleh bani Abbas yang terjadi pada tahun 132 hijriyah atau  750 masehi.[6]
2)      Kemunduran Dinasti Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
a.     Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan.
b.     Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali ra. Pada    khususnya dan kepada Bani Hasyim pada umumnya.
c.    Pertentangan etnis antara Bani Qays dan Bani kalb yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing, sehingga sulit untuk menggalang persatuan dan kesatuan, serta memandang rendah kaum muslim  yang bukan arab (Mawali), sehingga mereka tidak diberi kesempatan  dalam pemerintahan.
d.   Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah di antara para khalifahnya.
e.    Adanya kekuatan baru yang dipelopori oleh turunan al-Abbas, yang mendapat dukungan dari bani hasyim dan golongan Syi’ah, serta kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[7]
Dari kelima faktor tersebut, yang secara langsung menyebabkan runtuhnya kekuasaan Bani Umayyah adalah adanya revolusi besar oleh Abu Muslim. Gerakan ini didukung oleh Ali dan Utsman dari golongan Syi’ah yang ingin menuntut balas tas tewasnya  al-Karamani oleh Ibnu Sayyar dalam pertempuran merebut ibu kota merv tahun 129 H / 747 M. Gabungan pasukan Abu Muslim dan golongan Syi’ah ini dapat merebut kembali kota Merv, dan Ibnu sayyar beserta pasukannya   di kotaSawwat tahun 131 H / 749 M .
Kota Merf dan seluruh kota Khurasan dikuasai oleh Abu Muslim al-khurasani, sedangkan penduduk setempat mengangkat sumpah setia, baiat terhadap Abdullah Ibn Muhammad yang dikenal dengan Abu Abbas as-saffah, pengganti Ibrahim al-Imam,yang wafat dalam penjara Bani Umayyah. Semula, Ali dan Ustman, dua orang putra al-khurasani membaiat juga, namun karena terbukti kedua tokoh itu melakukan komplotan rahasia, maka dijatuhi hukuman mati akhir tahun 131 H / 749 M.
Berita pembaiatan itu mengejutkan khalifah Marwan II.Ketika itu Marwan II.Ketika itu Marwan II baru saja selesai mengamankan pemberontakan di wilayah Armenia dan Georgia dan beliau sedang berada di benteng Harran.Beliau kemudian mengutus 120.000 prajurit menuju ke Selatan lembah Irak. Bala tentara tersebut mendapat perlawanan dari tentara Bani Abbasiyah atas inisiatif Abu Oun, kemudian dibantu oleh pasukan besar yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ali Ibn Abdillah Ibn Abbas, paman as-saffah. Pertempuran tersebut terjadi sangat sengit berhadap-hadapan, hanya dihadang sungai Efrat.Khalifah Marwan membuat jembatan, guna dapat melkukan penyerangan, pasukannya dapat dihancurkan.Walaupun jumlah bala tentara Marwan lebih besar, tetapi tidak menundukkan semangat dari pasukan Abdullah Ali.Akhirnya tentara khalifah Marwan terus mengalami kekalahan sehingga beliau mundur menuju Mosul, lalu menuju benteng Harran, namun pasukan Abbasiyah selalu mengejarnya.
Abdullah Ibn Ali memerintahkan saudaranya, Shaleh Ibn Ali untuk melakukan pengejaran terhadap Marwan II di Mesir.Pasukan Abbasiyah tidak mendapat perlawanan yang berarti dan penduduk setempat menyatakan kesetiaannya, baiat terhadao as-saffah, khalifah pertama Bani Abbas. Akhirnya Marwan II bersama pengiringnya ditemukan disebuah biara di kota pelabuhan Abusir. Marwan ditangkap dan dibunuh, kepalanya dikirim kepada as-saffah.Dengan demikian, maka berakhirlah dinasti Bani Umayyah di Damaskus dan kekuasaan sepenuhnya ditangan as-saffah.



B.        Sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah
Berdinya dinasti Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu: satu dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriyah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuknya dinasti Abbasiyah. Sedangkan strategi yang kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-himbauan di forum –forum resmi untuk mendirikan dinasti Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan dinasti umayyah. Dari dua strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan kawan-kawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya dinasti Abbasiyah.
Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-‘Abbasy, seperti sambil berdagang dan melaksanakan haji di balik itu terprogram bahwa mereka menyebarkan ide dan mencari pendukung terbentuknya dinasti. Pendirian dinasti tidak semudah membalik telapak tangan dan tidak semudah meminum air, tetapi memerlukan tenaga  dan usaha-usaha yang sampai mengorbnkan nyawa dalam jumlah tidak sedikit. Dan ini bisa terlihat pada peperangan yang terjadi antara dinasti Umayyah dan pendukung berdirinya dinasti Abbasiyah .
Faktor-faktor pendorong berdirinya dinasti Abbasiyah dan penyebab suksesnya  adalah:
1.      Banyak terjadi perselisihan antara intern bani Umayyah pada dekade terakhir pemerintahannya, hal ini di antara penyebabnya  yaitu memperebutkan kursi kekhalifahan dan harta.
2.      Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir bani Umayyah, seperti khalifah Yazid bin al-Walid kurang lebih memerintah sekitar 6 bulan.
3.      Dijadikannya putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidilah sebagai putra mahkota.
4.      Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umayyah kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariah, seperti al-Qadariyah.
5.      Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umayyah.
6.      Kesombongan pembesar pembesar bani Umayyah pada akhir pemerintahannya.
7.      Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-arab).

Dari berbagai penyebab-penyebab di atas dan dengan ketidaksenangan Mawali pada dinasti Umayyah mengakibatkan runtuhnya dinasti dan berdiri dinasti bani Abbasiyah, hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali dari Khurasan dan Persi.
Dinasti Abbasiyah kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).[8]

1)      Sistem Pemerintahan pada masa bani Abbasiyah
Pemerintahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.Dimana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.Sistem pemerintahan kekhalifahannya di ambil dari nilai-nilai Persia.Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur Negara langsung dari Allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.
Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi.Khalifah bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama.Khalifah Abbasiyah juga memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya.Namun dalam hal pengangkatan mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dilaksanakan Umayyah, yakni menetapkan 2 0rang putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antara putra mahkota.Tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan selama masa Abbasiyah.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbas menjadi lima periode:
a)    Periode Pertama (132-232 H / 750-847 M), disebut periode pengaruh arab dan Persia pertama.
b)     Periode Kedua (232-334 H / 847-945M), disebut periode pengaruh turki pertama.
c)   Periode Ketiga (334-447 H / 945-1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Huwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut masa pengaruh Persia kedua.
d)  Periode Keempat (447-590 H / 1055-1194 M), masa kekuasaan daulat bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Biasanya disebut juga dengan masa pengaruh turki kedua (di bawah kendali) kesultanan Bani Seljuk.
e)   Periode Kelima (590-656 H / 1194-1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.[9]

1.      Sistem Politik
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah antara lain:
a.       Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali turunan Persia.
b.      Kota Baghdad sebagai ibu kota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
c.       Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan pekembangan ilmu pengetahuan.
d.      Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
e.       Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamandun Islam.[10]
2)        Kemajuan dan Kemunduran dinasti Abbasiyah
1.   Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.Pada periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur (754-775 M). Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh,Persia.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-758 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M).Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, doketr, dan farmasi didirikan.Disamping itu terdapat pemandian-pemandian umum juga dibangun.Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tidak tertandingi.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.Secara politis, para khalifah betul-betul kokoh dan merupakan pusat kekuasaan, politik dan agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.[11]
Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor diantaranya :
1.      Islam makin meluas, tidak di Damaskus tetapi di Baghdad.
2.      Orang-orang di luar Islam dipakai untuk menduduki institusi pemerintahan
3.      Pemerintahan Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa yunani ke bahasa arab
4.      Rakyat bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang
5.      Adanya pengembangan ilmu pengetahuan
6.      Dalam penyelenggaraan negara pada masa bani Abbasiyah ada jabatan Wazir.

2.         Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Masa kemunduran dimulai sejak abad ke-2.Faktor-faktor kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba.Benih benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode pertama sangan kuat benih-benih itu tidak sempat berkembang. Disamping kelemahan khalifah banyak faktor lain yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :


1)        Persaingan antar bangsa
Khilafah abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa bani Umayyah berkuasa.Keduanya sama-sama tertindas. Budak-budak bangsa turki dan persia dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji.Oleh bani Abbas mereka dianggap sebagai hamba.Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki.Kekuasaan berada ditangan orang-orang Turki.Posisi ini kemudian direbut oleh bani Buwaih bangsa Persia, pada periode ketiga dan selanjutnya beralih pada dinasti Saljuk pada periode keempat.
2)   Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersama kemunduran pimpinan politik.Pada periode pertama, pemerintahan bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari dana yang keluar sehingga bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapat negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapat negara itu disebabkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingankannya pajak dan banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi bayar upeti.. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.Sebaliknya kondisi ekonomi yang buruk melemahkan kekuatan politik dinasti Abbasiyah
3)      Konflik Keagamaan
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau ahlussunnah dengan syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf.Aliran mu’tazilah bangkit kembali pada masa dinasti buwaih dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya.
4)     Ancaman dari luar
Apa yang disebut diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah abbasiyah dan akhirnya hancur.
Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang menelan banyak korban.
Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam sebagaimana telah disebutkan, orang-orang kristen eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-
1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang salib itu juga membakar perlawanan orang-orang kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun anatara komunitas-komunitas kristen timur, hanya armenia dan maronit lebanon yang tertarik dengan perang salib dan melibatkan diri dalam tentara salib itu. Pengaruh salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak diperngaruhi oleh orang-orang budha dan kristen nestorian. Gereja-gereja kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong Ahlul Kitab.[12]

Dari masa kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah tersebut ada beberapa perbedaan yang mendasar dapat di simpulkan, diantaranya:

Masa Bani Umayyah
Masa Bani Abbasiyah

Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti ini,
Sedangkan  Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir.

Pada masa bani Umayyah gubernur memiliki kekuasaan dalam  bidang  administrasi politik dan militer di suatu provinsi.
 sedangkan masalah administrasi pada masa bani Abbasiyah banyak dipegang oleh orang persia.

Zaman dinasti umayyah hak kepemilikan tanah merupakan hak penuh orang islam.
sedangkan zaman bani abbasiyah kepemilikan tanah merupakan hak penuh negara.


Masa Dinasti Umayyah lebih mengedepankan perluasan wilayah dan benteng-benteng pertahanan pemerintahan pada biadang militer.
Sedangkan masa Dinasti Abbasiyah lebih menonjolkan pemerintahannya dari segi perdagangan, ilmu pengetahuan, dan kesenian.

Pada masa bani Umayyah kemajuan yang dicapai baru berkembang pada bidang tafsir, hadits, fiqih dan kalam.
Sedangkan pada bani Abbasiyah ilmu lebih berkembang seperti : ilmu pengetahuan dan ilmu sain yang melahirkan tokoh-tokoh terkenal sampai saat ini.



















BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Mu’awiyah ibnu Abu Sufyan merupakan khalifah pertama dinasti bani umayyah. Ia dikenal sebagai seorang politikus yang handal dan banyak melakukan keijakan baru terhadap sistem pemerintahan Islam setelah pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Baik kebijakan yang sesui dengan norma keIslaman seperti memjukan dan mensejahterakan rakyat maupun yang bertentangan dengan hati nurani rakyat.
Masa kepemimpinan dinasti Umayyah bertahan selama 91 tahun dengan 14 orang khalifahnya. Sistem pemerintahan yang menonjol adalah fodal atau turun-temurun. Dan pola pendidikan yang dipakai pada dinasti ini adalah sistem kuttab yang terpusat pada masjid, istana, serta rumah guru.
Berdirinya Daulah Abbasiyah didirikan atas dua strategi, yaitu : Pertama, dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Haimah. Kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk medirikan Duaulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umayyah.
Sistem  pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umayyah. Dasar-dasar pemerintah Abbasiyah dletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansyur. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan antara: Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan poltik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasa berpikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
2.      Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah Sejarah Peradaban Islam dengan tema Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah dan Abbasiyah  dapat membantu proses perkuliahan.



[1] Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar, 2006, hal, 181. 
[2]Samsun Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, Hal 56-57

[3] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, AMZAH, Jakarta, 2010, Hal 122
[4] Badri yatim, sejarah peradaban islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal 43
[5]Fatah Syukur, Sejarah Pearadaban Islam, PT.Pustaka Rizki Putra, semarang, 2009,hal 72-76
[6]Ibid., hal 60
[7] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, Penerbit Teras, Yogyakarta, 2012, Hal 80.
[8]Ibid., hal 55-56
[9]Ibid.,72
[10]Musyrifah Sunanto, Sejarah Isalam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2003, hal 50-51
[11] Ibid.,hal 52-55.
[12]Montgomery Watt, Kejayaan Islam, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1990, hal-165-166.

2 komentar: