BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal permulaan
sejarah umat manusia, agama sudah terdapat pada semua lapisan masyarakat dan
seluruh tingkat kebudayaan. Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar
ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
ummat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau
berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional
menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntunan terhadap agama
yang demikian itu dapat dijawab menakala pemahaman agama yang selama ini banyak
menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan
jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenanaan dengan
pemikiran tersebut diatas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji
berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama, khususnya agama
islam. Hal demikian perlu dilakukan,
karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat
dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan
tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat,
tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada
selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Studi Islam ?
2.
Bagaimana Pengertian Pendekatan Historisitas ?
3.
Bagaimana Urgensi Pendekatan Sejarah terhadap Islam Historisitas ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Munculnya istilah Studi Islam, yang di dunia Barat
dikenal dengan istilah Islamic Studies, dalam dunia Islam dikenal
dengan istilah Dirosah Islamiyah yang secara sederhana dapat dikatakan
sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam.
Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami
serta membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan
dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. [1]
Menurut Abudin Nata,
pendekatan yang digunakan dalam studi Islam meliputi pendekatan teologis,
antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan
filosofis. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin
Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai
dengan kerangka paradigmanya.
Untuk lebih jelasnya,
berbagai pendekatan tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a. Pendekatan Teologis
Normatif
Pendekatan Teologis Normatif dalam memahami agama
secara harfiyah dapat diartikan sebagi upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik
dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.
Amin
Abdullah mengatakan bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak
pasti mengacu pada agama tertentu. Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan
adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol
keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang
lainnya salah. Berkenaan dengan
pendekatan teologi tersebut, Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi
semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat
sekarang ini. Terlebih-lebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa
doktrin teologi, pada dasarnya meang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas
dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung
keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, polotik, pertahanan selalu
menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu
komunitas masyarakat tertentu. Bercampur aduknya doktrin teologi dengan
historisitas institusi sosial kemasyarakatan yang menyertai dan mendukungnya
menambah peliknya persoalan yang dihadapi ummat beragama. Tapi, justru keterlibatan institusi dan
pranata sosial kemasyarakatan dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian
menjadi bahan subur bagi peneliti agama.
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa
pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif,
yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak
adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan, sudah pasti benar dan tidak
perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang
selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Melalui pendekatan
teologis normatif ini, seseorang akan memahami sikap militansi dalam beragama, yakni
berpegang teguh pada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang
dan meremehkan agama yang lainnya. Dengan demikian seseorang akan memiliki
sikap fanatik terhadap agama yang dianutnya.
b. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat
diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
pendekatan ini, agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan
kata lain, bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam
melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropolgi dalam
kaitannya ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo. Lebih mengutamakan
pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam
berbagai penelitian antropologi agama, dapat ditemukan adanya hubungan positif
antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Melalui pendekatan
antropologis, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja
dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kita
ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan
dengan cara mengubah pandangan keagamaannya.
Melalui pendekatan antropologis terlihat dengan
jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu
pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan
manusia. Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam
memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan
informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan
cabang-cabangnya.
c. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sementara itu,
Soejono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Dari definisi tersebut, terlihat
bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan.
Selanjutnya sosiologi
dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal
demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat
dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari
ilmu sosiologi. pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaiman
disebutkan diatas dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang
berkaitan dengan masalah sosial. besarnya perhatian agama terhadap masalah
sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai
alat untuk memahami agamanya.
dalam bukunya yang
berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa
besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial,
dengan mengajukan alasan sebagai berikut.
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadits proporsi
terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan mu’amalah.
Kedua, bahwa ditekankannya masalah mu’amalah (sosial)
dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya
dengan urusan mu’amalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau
ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan
sebagaimana mestinya.
Ketiga¸ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan yang
lebih besar daripada ibadah yang perseorangan.
Keempat, dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah
dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya
(tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Kelima, dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam
bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah sunnah.
melalui pendekatan
sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agma itu sendiri
diturunkan untuk kepentingan sosial.
d. Pendekatan Filosofis
Filsafat merupakan
ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari semua yang ada. Kata filsafat atau falsafah secara
harfiah berasal dari bahasa Arab yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia
yang berarti cinta pada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Poerwardaminta mengartikan filsafat sebagai
pengetahuan dan penyelidikan degan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas,
hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.
Dari definisi
tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan
inti, haikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya.
Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti, hakikat, atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada di balik proyek formanya. Filsafat mencari sesuatu
yang mendasar, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah.
Kagiatan berpikir untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam.
Louis O. Kattsof
mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Akan tetapi, merenung
bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat
untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan
universal. Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam
memenuhi ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari
ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama.
Dengan menggunakan
pendekatan filosofis ini, seseorang dapat mencari makna terhadap sesuatu yang
dijumpainya; dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di
dalamnya. Dengan cara demikian, ketika seseorang engerjakan suatu amal ibadah,
ia tidak akan merasakan kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan.
Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, semakin
menggalai makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula
sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.
e. Pendekatan Historis
Sejarah atau
historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas sebagai peristiwa dengan
memerhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku peristiwa
tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam
peristiwa tersebut.
Pendekatan
historis ini digunakan sebagai upaya untuk menelusuri asal-usul serta
pertumbuhan pemikiran dan lembaga keagamaan melalui periode perkembangan
sejarah tertentu, serta untuk memahami peranan kekuatan yang diperlihatkan oleh
agama dalam periode-periode tersebut. Penelitian semacam ini harus dimulai dari
masa yang paling awal yang dapat diketahui dalam sejarah manusia.
Melalui pendekatan
sejarah, seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari keadaan ini, seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan
dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret
bahkan berkaitan denga kondisi sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan
sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan
dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, seseorang tdak akan memahami agama
keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian akan menyesatkan
orang yang memahaminya.
f. Pendekatan Kebudayaan
Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia,
kebudayaan diartikan sebagai hasi kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan
(usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk
hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang
berbeda seperti pengetahuan,kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan
segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
Dengan demikian
kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan
segenap potensi batin yang dimilikinya. Kebudayaan selanjutnya dapat pula
digunakan untuk memahami apa yang terdapat pada dataran empirisnya atau agama
yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Agama yang
tampil dalam bentuk demikian berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat tempat agama itu berkembang. Malalui pemahaman terhadapa kebudayaan
tersebut, seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
g. Pendekatan Psikologi
Pendekatan
psikologi ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek
batini pengalaman keagamaan. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang
mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku ang dapat diamatinya.
Menurut Zakiyah Daradjat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi
karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Sikap seseorang yang ketika
berjumpa saling mengucapakan salam, hormat kepada kedua orang tua, guru,
menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya merupakan
gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu
jiwa agama sebagaimana dikemukakan Zakiah Daradjat tidak akan mempersoalkan
benar tidaknya suatu agam yang dianut seseorang., melainkan yang dipentingkan
adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dala perilaku
penganutnya.
Dengan ilmu jiwa
ini, selain seseorang akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami
dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan
agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini,
agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Dari uraian
tersebut, kita melihat bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai
pendekatan. Dengan pendekatan itu, semua orang akan sampai pada agama. Seorang
teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan
sampai pada pemahaman yang benar. Disini, kita melihat bahwa agama bukan hanya
monopoli alangan teolog dan normatif belaka, melainkan dapat dipahami semua
orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya Dari keadaan
demikian, seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan
hidupnya mendapat bimbingan dari agama.[2]
B. Pengertian Pendekatan
Historisitas
a.
Pengertian Sejarah
Istilah “sejarah”
adalah terjemahan dari kata tarikh
(bahasa arab), sirah (bahasa
arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman). Semua
kata tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu istoria yang berarti ilmu.
Definisi sejarah
yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan
peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini memberi
pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampu
manusia dengan segala sisinya. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya
dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penlaran
kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan
demikian, unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan
waktu yaitu masa lampau, adanya pelaku yaitu manusia, dan daya kritis dari
peneliti sejarah.
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwardarminta mengatakan sejarah adalah kejadian
dan peristiwayang benar-benar terjadi pada masa yang lampau atau peristiwa
penting yang benar-benar terjadi. Sedangkan yang dimaksud dengan Sejarah Islam
adalah peristiwa atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya
berkaitan dengan agama islam. Selanjutnya karena agama islam itu cukup luas
cakupannya, maka sejarah islampun menjadi luas pula cakupannya. Diantara
cakupannya itu ada proses pertumbuhan, perkembangan, dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan
penyebaran agama islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang dicapai
ummat islam dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan agama
dan umum kebudayaan, arsitektur, politik pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi,
dan lain sebagainya.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Sejarah Islam adalah berbagai
peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan
ini, muncullah berbagai istilah yang sering digunakan untuk sejarah ini,
diantaranya Sejarah Islam, Sejarah Peradaban Islam, Sejarah dan Kebudayaan
Islam.
Dengan Pendekatan
Historis, yang dimaksud adalah meninjau sesuatu permasalahan dari sudut
tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan, serta menganalisanya dengan metode
analisis sejarah.[3]
b.
Fase-fase Sejarah Islam
Di kalangan
sejarawan, terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah Islam. Secara
umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,
sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad
diangkat menjadi Rasul. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa
sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw hijrah ke madinah, karena
masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad tinggal di madinah.
Selain perbedaan
mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan juga berbeda pendapat dalam
menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah Islam. Paling tidak, ada dua
periodesasi sejarah Islam yang dibuat oleh Ulama Indonesia, yaitu A. Hasymy dan
Harun Nasution.
Menurut A. Hasymy,
Periodesasi sejarah Islam adalah sebagai berikut :
1. Permulaan Islam (610-661 M)
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3. Daulah Abbasiah I (750-847 M)
4. Daulah Abbasiah II (847-946
M)
5. Daulah Abbasiah III (946-1075
M)
6. Daulah Mughal (1261-1520 M)
7. Daulah Utsmaniah (1520-1801
M)
8. Kebangkitan (1801-sekarang)
Berbeda dengan A.
Hasymy, Harun Nasution dan nourouzaman Shidqi membagi sejarah Islam menjadi
tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1.
Periode Klasik
Periode klasik
yang berlangsung sejak tahun 650-1250 M ini dapat dibagi lagi menjadi masa
kemajuan Islam, yaitu sejak tahun 650-1000 M, dan masa disentegrasi yaitu dari
tahun 1000-1250 M. Pada masa kemajuan Islam I itu tercatat sejarah perjuangan
Nabi Muhammad Saw. Dari tahun 570-632 M, Khulafaur Rasyidin dari tahun 632-661
M, Bani Umayyah dari tahun 661-750 M,, Bani Abbas dari tahun 750-1250 M.
2.
Periode Pertengahan
Periode pertengahan
yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M. Periode ini dapat dibagi ke dalam dua
masa, yaitu masa kemunduran I dan masa Tiga Kerajaan Besar. Masa kemunduran I
berlangsung sejak tahun 1250-1500 M. Di zaman ini Jengis Khan dan keturunannya
datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Sedangkan masa Tiga Kerajaan Besar yang
berlangsung dari tahun 1500-1800 M dapat dibagi menjadi fase kemajuan
(1500-1700 M), dan masa kemunduran II (1700-1800 M).
3.
Periode Modern
Periode modern yang
berlangsung dari tahun 1800 M sampai dengan sekarang ini ditandai dengan zaman
kebangkitan Islam.Secara keseluruhan berbagai peristiwa yang terjadi dalam
sejarah Islam dapat diketahui dalam beberapa periode tersebut di atas.
Pembagian periodesasi sejarah Islam demikian penting diketahui untuk lebih
mudah dipahami. Selanjutnya dilihat dari segi isinya sejarah Islam dapat dibagi
ke dalam sejarah mengenai kemajuan dan kemundurannya dalam berbagai bidang
seperti dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dengan berbagai paham dan aliran yang ada di dalamya dan lain
sebagainya, sejarah mengenai penyebarannya ke berbagai belahan dunia,
tokoh-tokoh yang mengembangkannya. Pembagian sejarah demikian penting diketahui
untuk menempatkan posisi studi kita, yaitu pada bidang mana yang akan kita
tekuni.[4]
- Urgensi Pendekatan Sejarah terhadap Islam Historisitas
Melalui pendekatan
sejarah, seseorang akan diajak berfikir dari alam idealis ke alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat pada alam idealis dengan yang
ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan dalam
memahami agama. Begitu juga dengan Islam, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Sejarah hanya
sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan
gambaran tentang unsur unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan
sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan meneliti sumber
klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data historis maka akan
dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang sebab akibat dari
suatu persoalan agama.
Melalui pendekataan
sejarah ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan
dengan penerapaan suatu peristiwa. Disini seseorang tidak akan memahami agama
keluar dari konsep historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan
orang yang memahaminya. Misalnya seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara
benar maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-Qur’an, yang selanjutnya
disebut sebagai ilmu Asbabun nuzul (Ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat
Al-Qur’an) yang pada intinya, berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan
ilmu Asbabun Nuzul ini, seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung
dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukkan untuk
memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Dengan pendekatan
historis ini, masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya agama
Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan Islam
dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi Islam adalah
usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara
mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Pendekatan adalah
cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami
agama.
Berbagai pendekatan dalam Studi Islam yaitu :
a. Pendekatan Teologis Normatif
b. Pendekatan Antropologis
c. Pendekatan Sosiologis
d. Pendekatan Filosofis
e. Pendekatan Historis
f. Pendekatan Kebudayaan
g. Pendekatan Psikologis
Sejarah Islam
adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek.
Sedangkan Pendekatan Historis, yang dimaksud adalah meninjau sesuatu
permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan, serta
menganalisanya dengan metode analisis sejarah.
Pentingnya
mempelajari pendekatan sejarah dalam memahami Islam historisitas yaitu agar
masyarakat mengetahui persamaan ataupun perbedaan tentang sejarah dari segi
idealis dan empirisnya. Melalui pendekataan sejarah ini, seseorang diajak untuk
memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapaan suatu peristiwa.
Dengan demikian, masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya
agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan
Islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami
susun. Untuk menyempurnakan makalah ini, kami mohon kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca demi melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut. Semoga makalah ini bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999
Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1999
Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, CV Pustaka Setia, bandung,
2009
Http://imambasunipps.blogspot.com
[3] Atang Abd. Hakim dan jaih
Mubarok, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999,
hlm.137-139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar