Sabtu, 09 Januari 2016

PENDEKATAN SEJARAH DALAM MEMAHAMI ISLAM HISTORISITAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejak awal permulaan sejarah umat manusia, agama sudah terdapat pada semua lapisan masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan. Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi ummat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntunan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab menakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenanaan dengan pemikiran tersebut diatas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama, khususnya agama islam.  Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.

B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Pengertian Studi Islam ?
2.        Bagaimana Pengertian Pendekatan Historisitas ?
3.        Bagaimana Urgensi Pendekatan Sejarah terhadap Islam Historisitas ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Studi Islam
Munculnya istilah  Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, dalam dunia Islam dikenal dengan istilah Dirosah Islamiyah yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam  seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. [1]
Menurut Abudin Nata, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam meliputi pendekatan teologis, antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam  memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
Untuk lebih jelasnya, berbagai pendekatan  tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.      Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan Teologis Normatif dalam memahami agama secara harfiyah dapat diartikan sebagi upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
Amin Abdullah mengatakan bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu pada agama tertentu. Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah.  Berkenaan dengan pendekatan teologi tersebut, Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-lebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya meang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, polotik, pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Bercampur aduknya doktrin teologi dengan historisitas institusi sosial kemasyarakatan yang menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi ummat beragama.  Tapi, justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi bahan subur bagi peneliti agama.
            Dari uraian tersebut, terlihat bahwa pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan, sudah pasti benar dan tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Melalui pendekatan teologis normatif ini, seseorang akan memahami sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh pada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama yang lainnya. Dengan demikian seseorang akan memiliki sikap fanatik terhadap agama yang dianutnya.
b.      Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain, bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropolgi dalam kaitannya ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo. Lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama, dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Melalui pendekatan antropologis, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya.
Melalui pendekatan antropologis terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
c.       Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sementara itu, Soejono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaiman disebutkan diatas dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan alasan sebagai berikut.
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadits proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan mu’amalah.
Kedua, bahwa ditekankannya masalah mu’amalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan mu’amalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga¸ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan yang lebih besar daripada ibadah yang perseorangan.
Keempat, dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Kelima, dalam islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah sunnah.
melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agma itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.
d.      Pendekatan Filosofis
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari semua yang ada.  Kata filsafat atau falsafah secara harfiah berasal dari bahasa Arab yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang berarti cinta pada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwardaminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan degan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, haikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik proyek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah. Kagiatan berpikir untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam.
Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Akan tetapi, merenung bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan universal. Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memenuhi ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis ini, seseorang dapat mencari makna terhadap sesuatu yang dijumpainya; dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian, ketika seseorang engerjakan suatu amal ibadah, ia tidak akan merasakan kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, semakin menggalai makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.
e.       Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas sebagai peristiwa dengan memerhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Pendekatan historis ini digunakan sebagai upaya untuk menelusuri asal-usul serta pertumbuhan pemikiran dan lembaga keagamaan melalui periode perkembangan sejarah tertentu, serta untuk memahami peranan kekuatan yang diperlihatkan oleh agama dalam periode-periode tersebut. Penelitian semacam ini harus dimulai dari masa yang paling awal yang dapat diketahui dalam sejarah manusia.
Melalui pendekatan sejarah, seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini, seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan denga kondisi sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, seseorang tdak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian akan menyesatkan orang yang memahaminya.
f.       Pendekatan Kebudayaan
 Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasi kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan,kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
Dengan demikian kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Kebudayaan selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami apa yang terdapat pada dataran empirisnya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk demikian berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Malalui pemahaman terhadapa kebudayaan tersebut, seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
g.      Pendekatan Psikologi
Pendekatan psikologi ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman keagamaan. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku ang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Daradjat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Sikap seseorang yang ketika berjumpa saling mengucapakan salam, hormat kepada kedua orang tua, guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan Zakiah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agam yang dianut seseorang., melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dala perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini, selain seseorang akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini, agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Dari uraian tersebut, kita melihat bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu, semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman yang benar. Disini, kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli alangan teolog dan normatif belaka, melainkan dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya Dari keadaan demikian, seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.[2]

B.     Pengertian Pendekatan Historisitas
a.                             Pengertian Sejarah
Istilah “sejarah” adalah terjemahan dari  kata tarikh (bahasa arab),  sirah (bahasa arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman). Semua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu istoria  yang berarti ilmu.
Definisi sejarah yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampu manusia dengan segala sisinya. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penlaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian, unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan waktu yaitu masa lampau, adanya pelaku yaitu manusia, dan daya kritis dari peneliti sejarah.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwardarminta mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwayang benar-benar terjadi pada masa yang lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. Sedangkan yang dimaksud dengan Sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya berkaitan dengan agama islam. Selanjutnya karena agama islam itu cukup luas cakupannya, maka sejarah islampun menjadi luas pula cakupannya. Diantara cakupannya itu ada proses pertumbuhan, perkembangan, dan penyebarannya,  tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang dicapai ummat islam dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan umum kebudayaan, arsitektur, politik pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, muncullah berbagai istilah yang sering digunakan untuk sejarah ini, diantaranya Sejarah Islam, Sejarah Peradaban Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Dengan Pendekatan Historis, yang dimaksud adalah meninjau sesuatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan, serta menganalisanya dengan metode analisis sejarah.[3]
b.                            Fase-fase Sejarah Islam
Di kalangan sejarawan, terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah Islam. Secara umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw hijrah ke madinah, karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad tinggal di madinah.
Selain perbedaan mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah Islam. Paling tidak, ada dua periodesasi sejarah Islam yang dibuat oleh Ulama Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun Nasution.
Menurut A. Hasymy, Periodesasi sejarah Islam adalah sebagai berikut :
1.      Permulaan Islam (610-661 M)
2.      Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3.      Daulah Abbasiah I (750-847 M)
4.      Daulah Abbasiah II (847-946 M)
5.      Daulah Abbasiah III (946-1075 M)
6.      Daulah Mughal (1261-1520 M)
7.      Daulah Utsmaniah (1520-1801 M)
8.      Kebangkitan (1801-sekarang)
Berbeda dengan A. Hasymy, Harun Nasution dan nourouzaman Shidqi membagi sejarah Islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1.                             Periode Klasik
Periode klasik yang berlangsung sejak tahun 650-1250 M ini dapat dibagi lagi menjadi masa kemajuan Islam, yaitu sejak tahun 650-1000 M, dan masa disentegrasi yaitu dari tahun 1000-1250 M. Pada masa kemajuan Islam I itu tercatat sejarah perjuangan Nabi Muhammad Saw. Dari tahun 570-632 M, Khulafaur Rasyidin dari tahun 632-661 M, Bani Umayyah dari tahun 661-750 M,, Bani Abbas dari tahun 750-1250 M.
2.                             Periode Pertengahan
Periode pertengahan yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M. Periode ini dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu masa kemunduran I dan masa Tiga Kerajaan Besar. Masa kemunduran I berlangsung sejak tahun 1250-1500 M. Di zaman ini Jengis Khan dan keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Sedangkan masa Tiga Kerajaan Besar yang berlangsung dari tahun 1500-1800 M dapat dibagi menjadi fase kemajuan (1500-1700 M), dan masa kemunduran II (1700-1800 M).
3.                             Periode Modern
Periode modern yang berlangsung dari tahun 1800 M sampai dengan sekarang ini ditandai dengan zaman kebangkitan Islam.Secara keseluruhan berbagai peristiwa yang terjadi dalam sejarah Islam dapat diketahui dalam beberapa periode tersebut di atas. Pembagian periodesasi sejarah Islam demikian penting diketahui untuk lebih mudah dipahami. Selanjutnya dilihat dari segi isinya sejarah Islam dapat dibagi ke dalam sejarah mengenai kemajuan dan kemundurannya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dengan berbagai paham dan aliran yang ada di dalamya dan lain sebagainya, sejarah mengenai penyebarannya ke berbagai belahan dunia, tokoh-tokoh yang mengembangkannya. Pembagian sejarah demikian penting diketahui untuk menempatkan posisi studi kita, yaitu pada bidang mana yang akan kita tekuni.[4]
  1. Urgensi Pendekatan Sejarah terhadap Islam Historisitas
Melalui pendekatan sejarah, seseorang akan diajak berfikir dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat pada alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan dalam memahami agama. Begitu juga dengan Islam, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data historis maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama.
Melalui pendekataan sejarah ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapaan suatu peristiwa. Disini seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konsep historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Misalnya seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-Qur’an, yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbabun nuzul (Ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an) yang pada intinya, berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan ilmu Asbabun Nuzul ini, seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukkan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Dengan pendekatan historis ini, masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan Islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.[5]






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam  seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam  memahami agama.
Berbagai pendekatan  dalam Studi Islam yaitu :
a.       Pendekatan Teologis Normatif
b.      Pendekatan Antropologis
c.       Pendekatan Sosiologis
d.      Pendekatan Filosofis
e.       Pendekatan Historis
f.       Pendekatan Kebudayaan
g.      Pendekatan Psikologis
Sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek. Sedangkan Pendekatan Historis, yang dimaksud adalah meninjau sesuatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan, serta menganalisanya dengan metode analisis sejarah.
Pentingnya mempelajari pendekatan sejarah dalam memahami Islam historisitas yaitu agar masyarakat mengetahui persamaan ataupun perbedaan tentang sejarah dari segi idealis dan empirisnya. Melalui pendekataan sejarah ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapaan suatu peristiwa. Dengan demikian, masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan Islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Untuk menyempurnakan makalah ini, kami mohon kritik serta saran yang membangun dari para pembaca demi melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut. Semoga makalah ini bermanfaat.
                     DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999
Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999
Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, CV Pustaka Setia, bandung, 2009
Http://imambasunipps.blogspot.com



[1] Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, CV Pustaka Setia, bandung, 2009, hlm. 25-26
[2] Ibid, Rosihon Anwar dkk, hlm. 71-95
[3] Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, hlm.137-139
[4] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 315-316
[5] Http://imambasunipps.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar