BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Rasulullah SAW sebagai
suri tauladan, perlu untuk diketahui secara lebih mendalam sejarah
kehidupannya. Karena dengan mengetahui sejarah, kita dapat mengambil ibrah (pelajaran)
yang terkandung didalamnya. Imam Ali Karamallahu
Wajhah pernah bernasehat tentang arti penting sebuah kisah sejarah, “meski
rentang hidupku tak sepanjang masa hidup manusia lain, terutama generasi
sebelumku, tapi aku berusaha keras untuk selalu mengkaji hidup mereka. Dengan
tekun aku mengikuti kegiatan mereka, merenungkan segala usaha dan perjuangan
mereka, mengkaji penginggalan dan reruntuhan hasil karya mereka. Lantas aku
merenungkan kehidupan mereka sedemikian mendalam, sehingga seolah-olah aku
hidup dan bekerja dengan mereka sejak zaman dini sejarah hingga ke masa kini.
Dan akhirnya aku tahu apa yang membuat mereka menjadi baik dan apa yang membuat
mereka merugi”. Itulah hebatnya
manfaat sejarah yang dapat menuntun manusia untuk memahami kehidupan lengkap
dengan tantangannya.
Kehidupan Rasulullah SAW
memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baik sebagai pemuda islam yang
lurus perilakunya dan terpercaya diantara kaum dan juga kerabatnya, ataupun
sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengarahkan
segala kemampuan untuk menyampaikan risalahnya.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimana geneologi Rasulullah SAW ?
2. Bagaimana sejarah kelahiran Rasulullah SAW ?
3. Bagaimana masa kecil hingga remaja Rasulullah SAW ?
4. Bagaimana pernikahan Rasulullah SAW hingga sejarah
kerasulannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Geneologi
Rasulullah
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), geneologi adalah garis keturunan manusia hubungan keluarga
sedarah. Garis keturunan Rasulullah adalah berasal dari orang-orang termulia.
Abu Muhammad Abdul Malik
bin Hisyam an-Nahwi berkata: “Silsilah Rasulullah SAW yaitu Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Mutholib, nama dari Abdul Mutholib adalah Syaibah bin Hasyim
dan nama dari Hasyim adalah Amr’ bin Abdi Manaf, sedangkan nama dari Abdi Manaf
adalah Al-Mughiroh bin Qushoyi bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ayi bin
Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah,
nama dari Mudrikah adalah Ilyas bin Mudlor bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin
Adda atau Adad bin Muqowim bin Nahur bin Tairoh bin Ya’rub bin Yasyjub bin
Nabit bin Isma’il bin Ibrahim “Kholilur rahman” bin Tarih yaitu Azar bin Nahur
bin Sarugh bin Ra’u bin Falikh bin ‘Aibar bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam
bin Nuh bin Lamik Matawusyalakh bin Akhnuh yaitu nabi Idris AS. bin Yard bin
Mahlil bin Qoinan bin Yanisy bin Syits
bin ‘Adam.”
Silsilah Rasulullah SAW.
sampai Adnan tidak terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ulama’. Sedangkan
silsilah setelah Adnan sampai Nabi Adam AS. terdapat perbedaan pendapat
mengenai namanya. Ibnu Hisyam berkata: “menceritakan kepadaku Kholad bin Qurroh
bin Kholid As-Sadusi dari Syaiban bin Zuhair bin Syaqiq bin Tsaur dari Qotadah
bin Di’amah. Dia berkata: Ismail bin Ibrohim - Kholilurrahman – bin Tarih yaitu
Azar bin Nahur bin Asrogh bin Ar’au bin Falikh bin ‘Abir Syalikh bin
Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Mattuwassalakh bin Akhnukh bin Yard
bin Mahla’il bin Qoyin bin Anusy bin Syits bin Adam.”[1]
B.
Kelahiran
Rasulullah
Dikatakan bahwa Aminah ibunda Nabi tidak mendapatkan
kesulitan yang berarti dalam kehamilannya. Segala sesuatunya baik-baik saja
baginya. Dia banyak mendengar tentang wanitawanita lain yang mengalami beragai
kesulitan ktika mereka hamil. Namun dia menjalani kehamilan dengan sangat
mudah, terkait dengan harapannya bahwa anak yang akan lahir kelak menyinari
keduhipunnya setelah kematian suaminya yang benar-benar tidak diharapkan.
Tidak ada sesuatu yang tidak biasa dalam kelahiran
Muhammad. Satu-satunya hal yang baik untuk disebutkan bahwa ibunya dikemudian
hari menceritakan bahwa dirinya melahirkan dengan mudah. Muhammad lahir pada
Senin, 12 Rabi’ul Awal 571 M, tahun 53 sebelum hijrah. Ketika Aminah melahirkan
bayinya, ia mengundang sang kakek Abdulmuttalib, untuk datang melihatnya. Dia
sangat bahagia saat melihatnya. Dia sangat sedih kehilangan putranya, Abdullah
namun kelahiran Muhammad mengurngi kesedihannya ketika dia menatap ke masa
depan yang gemilang karena kelahiran anak baru.dia mengambil bayi itu dan
membawanya ke Ka’bah.
Lalu dia memberinya nama Muhammad. Muhammad berarti
“yang terpuji” atau “yang layak mendapatkan pujian”. Ia merupakan nama yang benar-benar
asing di arab, sekalipun tanpa ragu-ragu Abdulmuttalib tetap memberinya nama
tersebut. Muhammad di serahkan kepada Tsuwaibah, hamba sahaya pamannya, Abu
Lahab, untuk menyusuinya selama beberapa hari hingga pengaturan jangka panjang
untuk perawatannya ditentukan. Merupakan tradisi di kalangan bangsawan Makkah
mengirim anak-anak mereka untuk disusui oleh wanita-wanita Badui yang subur. Setelah
itu Muhammad disusui leh Halimah binti Abu Dzu’aib. Muhammad tinggal bersama
Halimah di suatu gurun selama hampir empat tahun.[2]
C.
Masa
Kecil Rasulullah Hingga Remaja
Ketika Muhammad sedang bermain dengan anak-anak
lainnya, Malaikat Jibril datang dan mengambilnya dengan tangannya. Dia
membaringkan Muhammad kemudian membelah dada dan perutnya, mengeluarkan hatinya
serta menyingkirkan sebuah gumpalan hitam darinya. Kemudian dicuci hatiMuhammad
dalam sbuah bejana emas yang penuh dengan air es sebeum meletakkannya kembali
pada tempatnya.
Muhammad tinggal di Yatsrib selama sebulan dengan
ibunya. Mereka tidak melakukan perjalanan panjang sebelum ibunya sakit.
Sehingga Muhammad yang baru berusia enam tahun tidak lagi mempunyai ayah dan
ibu. Aminah dimakamkan di al-Abwa’, Muhammad meneruskan perjalannanya ke Makkah
bersama pengasuhnya, Ummu Ayman. Setelah kewafatan sang ibu, Muhammad dirawat
oleh sang kakeknya Abdulmuttalib. Kakeknya memanjakannya melebihi kebiasaan
yang ada dalam masyarakat. Abdulmuttalib menyadari bahwa ajalnya tidak lama
lagi salah satu perhatian utamanya adalah masa depan bocah yatim ini dan
meminta Abu Thalib untuk merawat Muhammad manakala dia wafat. Dua tahun
kemudian kakeknya wafat, saat itu Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad
benar-benar sedih kehilangan kakeknya.
Kehidupan masyarakat sangat bergantung pada
perdagangan, yang berkembang pesat nmelalui jalur rutin ke Syria dan Yaman.
Dalam hal ini tida ada yang bisa dilakukan oleh Muhammad kecuali bekerja
sebagai seoarang penggembala. Kehidupan seorang penggembala lekat dengan
perenungan dan kesabaran. Pengasuhnya Ummu Ayman dan pamannya Abu Thalib
merupakan kaum yang biasa memberi penghormatan kepada berhala yang diberi nama
Buwabah. Abu Thalib dan bibinya marah kepada Muhammad tentang sikapnya yang
kurang menghormati berhala tetapi Muhammad tidak mau mengikuti.
Sekalipun demikian, muhammad menjalani kehidupan
yang normal di tengah-tengah kaumnya. Dia ramah, penyayang dan benar-bear
sangat santun kenyataan bahwa dia tidak ikut terbawa dalam berbagai kemaksiatan
menjadikannya sangat terhormat. Lebih dari itu dia tidak pernah ketinggalan
ikut serta dalam berbagai persoalan penting yang menjadi kepentingan suku atau
masyarakatnya. Satu contoh, dia ikut serta dalam perang al-Fijar yang
mengisyaratkan pelanggaran kesucian. Perang ini begitu terkenal karena diawali
dengan sebuah pembunuhan yang curang, yang dilakukan oleh seorang pria Quraisy
dalam salah satu dari empat bulan yang disakralkan karena disaat bulan itu
dilarang adanya perang oleh orang-orang arab. Dalam hal ini tidak mengherankan
jika perang terjadi antara Quraisy dan Hawazin.
Muhammad baru berusia lima belas tahun ketika perang
ini tejadi. Perang ini terjadi selama empat tahun. Tidak lama berselang setelah
perang ini berakhir, ketika Muhammad mendekati usia dua puluh tahun, dia ikut
serta dalam pembentukan persekutuan antara klan-klan Quraisy yang berbeda.
Persekutuan ini disebut al-Fudhal, karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia
sebagai tanda penghormatan.
Sesusai perang Fijar dan setelah terbentuk
persekutuan Fudhul, kehidupan Muhammad menjelang tahap ketiga dari usianya.
Tahap ini dan tahap sebelumnya adalah masa muda yang hangat, masa kematangan
naluri dan masa yang penuh ambisi. Dalam hal ini dia melaksanakan tugas
pencarian akan sebuah kedudukan baru dengan keseriusan dan kegigihan. Dia pun
segera memutuskan bahwa dia harus mendapatkan pekerjaan daam perdagangan dan
bisnis. Sebuah riwayat yang menunjukkan bahwa dia berdagang di berbagai pasar
dan bazar yang berbeda. Dia menjalin kemitraan dengan serang agen bernama
as-Sa’ib ibn Abu as-Sa’i, yang kemudian memujinya karena integritas dan
kejujurannya.[3]
Dalam Tarikh-nya Ibnul Atsir mengatakan: Siti
Khadijah niagawati yang kaya dan terhormat. Ia mempekerjkan kaum pria dalam
menjalankan usahanya dan memberi mereka sebagian keuntungan yang ia peroleh.
Ketika ia mendengar kabar tentang sifat Muhammad yang jujur, bisa dipercaya,
dan mulia, ia meminta beliau untuk mejualkan dagangannya ke Syam. Dia memberi
beliau upah yang lebih banyak dibanding yang biasa ia berikan kepada pekerja lain.
Keberangkatan beliau ke Syam itu disertai oleh pembantu Siti Khadijah, bernama
Maisarah.
Muhammad menerima tawaran itu dan beliau pun
berangkat ke Syam sebagai pedagang yang telah ditunjuk oleh niagawati tersebut.
Dalam perjalanan dagang itu beliau memperoleh euntungan lebih banyak daripada
yang diperoleh pamannya dahulu, Abu Thalib. Siti Khadijah sangat gembira
menerima keuntungan yang besar itu, tetapi kekagumannya kepada orang yang telah
diujinya itu jauh lebih mendalam.[4]
D. Pernikahan Rasulullah Hingga Sejarah Kerasulan
1. Pernikahan Rasulullah SAW.
Istri
pertama Rasulullah SAW adalah Khadijah. Khadijah, seorang janda kaya, menerima
banyak pinangan. Namun, dia sadar bahwa mereka meminang bukan karena uang.
Karenanya dia menolak semua pinangan. Tapi, kerja sama bisnisnya dengan
Muhammad menjadikannya sadar bahwa ada seorang pria yang baginya uang bukan
yang utama. Dia mulai memikirkannya dari sudut yang berbeda. Dia memilki
karakter yang kuat dan hanya akan bertindak dalam segala persoalan setelah
melihatnya secara seksama dari berbagai segi. Rupanya dia telah meminta
pendapat satu atau dua orang kerabatnya yang terpercaya, yang sangat memuji
Muhammad. Salah seorang dari mereka adalah Waraqah Ibn Naufal pamannya, yang
menyatakan bahwa Muhammad ditakdirkan memiliki masa depan yang sangat penting.
Khadijah membutuhkan waktu lama untuk memutuskan memilih suaminya, setelah dia
yakin betul akan karakternya. Melihat hubungannya dengan Muhammad, dia merasa
kini saatnya bagi dia untuk mengambil langkah selanjutnya.
Khadijah
mengutus sahabat dekatnya, Nufaissah binti Munyah, untuk melakukan pendekatan
secara tidak langsung dengan Muhammad. ketika Khadijah yakin akan tanggapan
Muhammad, Ia mengirim pesan dan memintanya untuk datang dan melihatnya.
Kemudian, Khadijah mengajukan lamarannya, mereka akan menikah. Muhammad sangat
senang dan memberitahukan hal ini kepada paman-pamannya, yang juga sangat
senang dengan pernikahan ini. Amr ibn Asad tidak ragu-ragu menerima lamarannya.
Pernikahan pun dilaksanakan dengan mahar 20 ekor Onta.[5]
2. Sejarah Kerasulan
Mendekati
usia 40, Muhammad merasa resah, gundah, galau, tentu bukan karena puber ke dua,
tapi akaibat melihat kultur kehidupan masyarakat yang penuh tradisi kemungkaran
bahkan kekejian, seperti mengubur bayi perempuan yang dilahirkan. Sebenarnya
perasaan ini telah muncul jauh-jauh hari, namun kian mengganggu di kemudian
hari. dalam kondisi hati gundah dan gelisah, Muhammad akhirnya menyendiri
berkhalwat dengan sepi, memikirkan situasi dan kondisi yang penuh kejahiliahan
ini. Semula, sehari saja ia menyingkirkan diri dalam sepi, namun lama-lama
mencapai angka belasan hari. pada umur 40 tahun, ketika ia sedang menyendiri
bertahannus dalam Gua Hira’ di puncak jabal Nur (gunung cahaya), Muhammad
mendapatkan wahyu untuk yang pertama “Iqra’: bacalah”.
Muhammad
yang tak mampu baca tulis alias ummi dengan cemas berkata, “Ma ana
biqari’: aku tak mampu membaca”. Perintah diulangi dengan merengkuh badan
Muhammad secara lebih erat, malah dengan menggoyangkan kuat-kuat. Muhammad
kembali menjawab dengan ucapan serupa, “aku tak mampu baca”. Hal itu
diulangi sampai tiga kali, lantas malaikat Jibril melanjutkan ucapan : “Iqra’
bismirabbikal ‘lazi khalaq, Khalaqal insana min ‘alaq, Iqra’ warabbukal akramul
lazi ‘allama bil kalam, ‘Allamal insana malam ya’lam : Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan
muliakanlah Tuhanmu yang mengajari dengan perantara pena, yang mengajari
manusia tentang apa yang tidak di ketahui”. (Lihat Q.S. Al ‘Alaq; 1-5)
Dengan
perasaan takut dan gelisah, Muhammad lantas pulang ke rumah. Dia menemui istri,
dengan badan menggigil minta diselimuti, “selimuti aku, selimuti aku, wahai
istriku”. Kala itulah akhirnya muncul perintah susulan: “Ya ayyuhal
mudassir, Qum faanzir, wasiyabaka fatahhir: Hai orang berselimut, bangun
dan berilah peringatan, dan pakaianmu hendaknya kamu sucikan....” (Lihat Q.S.
Al-Mudasir: 1-4)
Muhammad
kembali merasa ketakutan, Khadijah sang istri ikut menghibur menenangkan,
lantas telah agak tenang Muhammad menceritakan pengalaman yang menakutkan.
Istri tercinta akhirnya mengajak suami tercinta, menemui saudaranya, Waraqah
yang ahli agama, untuk bertanya. Muhammad segera menjelaskan semua pengalaman,
dan waraqah menjelaskan makna dari pengalaman.
Waraqah
yang beragama Nasrani dan telah mendalami kitab suci Injil, memberi penjelasan,
ringkas, tapi runtas, “itulah yang namanya wahyu Allah yang diturunkan
kepadamu, sebagaimana telah diturunkan kepada beberapa orang pilihan terdahulu
sebelumkamu, semisal Musa dan Isa. Sungguh, seandainya aku masih muda atau
masih ada tersisa usia, aku akan menyertaimu menyebarkan risalah Tuhanmu, agar
jangan sampai kaummu mengusir dirimu”. Muhammad yang telah menjadi Nabi
sekaligus Rasul bersegera menyebarkan risalah Ilahi.[6]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad SAW adalah putra pasangan Abdullah bin
Abdul Muthalib dan Siti Aminah binti Wahab, yang semuanya berasal dari keluarga
terhormat alias ningrat. Ayahnya meninggal di Madinah ketika Muhammad masih
dalam kandungan. Muhammad SAW dilahirkan
pada senin 12 Rabi’ul Awwal, 571 M. Setelah lahir Muhammad SAW diasuh oleh
wanita lain secara terseleksi dari sisi keahlian dan pekerti yaitu kepada
Tsuwaibah lantas kepada Halimah binti Abd As-Sa’diah. Pada usia 6 tahun dia
kembali kehilangan ibunya. Muhammad yang yatim piatu lantas diasuh oleh
kakeknya, Abdul Muthalib. Namun, dau tahun kemudian sang kakek meninggal dunia,
lalu digantikan diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Pada sang paman inilah Nabi
Muhammad ikut sampai beliau menikah. Nabi Muhammad menikah pada usia 25 tahun
dan Khadijah binti Khuwailid seorang janda berusia 40 tahun.
Mendekati usia empat puluh, Muhammad merasa resah
gundah, galau, akibat melihat kultur kehidupan masyarakat yang penuh tradisi
kemunkaran dan kekejian. Dalam kondisi hati gundah gelisah, Muhammad akhirnya
sering menyendiri memikirkan situasi dan kondisi yang penuh kejailiahan ini.
Pada umur empat puluh tahun, ketika beliau sedang menyendiri dalam gua Hira’ di
puncak Jabal Nur untuk yang pertama kalinya beliau mendapat waahyu yang
pertama, “Iqra’: Bacalah”.
Muhammad yang tak mampu baca tulis alias ummi
dengan cemas berkata, “Ma ana biqari’: aku tak mampu membaca”. Perintah
diulangi dengan merengkuh badan Muhammad secara lebih erat, malah dengan
menggoyangkan kuat-kuat. Muhammad kembali menjawab dengan ucapan serupa, “aku
tak mampu baca”. Hal itu diulangi sampai tiga kali, lantas malaikat Jibril
melanjutkan ucapan : “Iqra’ bismirabbikal ‘lazi khalaq, Khalaqal insana min
‘alaq, Iqra’ warabbukal akramul lazi ‘allama bil kalam, ‘Allamal insana malam
ya’lam : Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah, bacalah dan muliakanlah Tuhanmu yang mengajari dengan perantara
pena, yang mengajari manusia tentang apa yang tidak di ketahui”. (Lihat Q.S. Al
‘Alaq; 1-5)
Dengan perasaan takut dan gelisah, Muhammad lantas
pulang ke rumah. Dia menemui istri, dengan badan menggigil minta diselimuti, “selimuti
aku, selimuti aku, wahai istriku”. Kala itulah akhirnya muncul perintah
susulan: “Ya ayyuhal mudassir, Qum faanzir, wasiyabaka fatahhir: Hai
orang berselimut, bangun dan berilah peringatan, dan pakaianmu hendaknya kamu
sucikan....” (Lihat Q.S. Al-Mudasir: 1-4)
Muhammad kembali merasa ketakutan, Khadijah sang
istri ikut menghibur menenangkan, lantas telah agak tenang Muhammad
menceritakan pengalaman yang menakutkan. Istri tercinta akhirnya mengajak suami
tercinta, menemui saudaranya, Waraqah yang ahli agama, untuk bertanya. Muhammad
segera menjelaskan semua pengalaman, dan waraqah menjelaskan makna dari
pengalaman.
Waraqah yang beragama Nasrani dan telah mendalami
kitab suci Injil, memberi penjelasan, ringkas, tapi runtas, “itulah yang
namanya wahyu Allah yang diturunkan kepadamu, sebagaimana telah diturunkan
kepada beberapa orang pilihan terdahulu sebelumkamu, semisal Musa dan Isa.
Sungguh, seandainya aku masih muda atau masih ada tersisa usia, aku akan
menyertaimu menyebarkan risalah Tuhanmu, agar jangan sampai kaummu mengusir
dirimu”. Muhammad yang telah menjadi Nabi sekaligus Rasul bersegera
menyebarkan risalah Ilahi.
B. Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan.
Sebagai manusia kami pun tak luput dari kesalahan dan tentunya masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi semoga apa yang telah
kami paparkan ini dapat bermanfaat bagi kani maupun bagi para pembaca dengan
harapan dapat memperluas pengetahuan dan keilmuan bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Dhurorudin
Mashad, Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul, Erlangga, Jakarta; 2002
Ibnu
Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, Daar at-Tauqifiyah Lilturots, Al Qohiroh;
2013
M.
A. Salahi, Muhammad Sebagai Manusia dan Nabi, Mitra Pustaka, Yogjakarta;
2006
Muhammad
al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, Mitra Pustaka,
Yogjakarta; 2004
[1] Ibnu Hisyam, as-Sirah
an-Nabawiyah, Daar at-Tauqifiyah Lilturots, Al Qohiroh; 2013, hlm 7
[2] M. A. Salahi, Muhammad
Sebagai Manusia dan Nabi, Mitra Pustaka, Yogjakarta; 2006, hlm 26-40
[4]Muhammad al-Ghazali, Sejarah
Perjalanan Hidup Muhammad, Mitra Pustaka, Yogjakarta; 2004, hlm 78-80
[5]M. A. Salahi, Muhammad Sebagai
Manusia dan Nabi, hlm 47-48
[6] Dhurorudin Mashad, Mutiara
Hikmah Kisah 25 Rasul, Erlangga, Jakarta; 2002, hlm 245-246
Tidak ada komentar:
Posting Komentar