RESUME
HAK-HAK DALAM ISLAM
DAN MACAMNYA
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih
Muamalah
Dosen Pembimbing : Zakiyah
Isnawati M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 02
1.
Khoirul Anas 1310110055
2.
Djesica Maharani
H 1310110069
3.
Riyadhul Jannah 1310110075
4.
Iyanatul
Masbakhah 1310110077
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS (STAIN)
JURUSAN TARBIYAH/PAI
TAHUN 2015
1.
Pengertian Hak
Dalam
kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari kata hak. Secara etimologi, kata
hak berasal dari bahasa Arab “haq” yang
mempunyai berbagai pengertian dan makna yang berbeda. Pengertian hak antara
lain bermakna ‘kepastian’ atau ‘ketetapan’ atau ‘kebenaran’.[1]
hal ini bisa dipahami dalam surat Yasin ayat 7 Allah berfirman
ôs)s9 ¨,ym ãAöqs)ø9$# #n?tã öNÏdÎsYø.r& ôMßgsù w tbqãZÏB÷sã ÇÐÈ
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan
(ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena tidak beriman.”
Begitu
juga dalam firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 8 Allah berfirman
¨,ÅsãÏ9
¨,ysø9$#
@ÏÜö7ãur
@ÏÜ»t7ø9$#
öqs9ur
onÌx.
cqãBÌôfßJø9$#
ÇÑÈ
“Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang
bathil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukainya.”
Ada
juga yang mendefinisikan hak sebagai berikut
السّلطة على الشيء اوما يجب علي شخص لغيره
“Kekuasaan mengenai sesuatu
atau sesuatu yang wajib dari seseorang kepada yang lainnya.”
Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah
menurut syara’ orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik
akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara
orang lain.
Seorang pengampu berhak menggunakan harta yang berada
di bawah ampunannya, pengampuannya hak untuk membelanjakan harta itu dan
pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak
semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak
penggunaan dapat dimiliki.
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula merupakan taklif.
a. Sulthah terbagi dua,
yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin.
a)
Sulthah ‘ala al-Nafsi adalah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadlanah (pemeliharaan anak).
b)
Sulthah ‘ala syai’in mu’ayaninadalah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti
seseorang berhak memiliki sebuah mobil.
b. Taklif adalah orang
yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhsiyah) seperti seorang buruh
menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.[2]
2. Macam-macam Hak
Ulama’ fiqih mengemukakan bahwa macam-macam hak dapat dilihat dari
berbagai sisi :
1.
Dilihat
dari segi pemilik hak
Terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a)
Hak
Allah SWT, yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada Allah,
mengagungkanNya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad, dan amar maruf
nahi mungkar.
b)
Hak
Manusia, hak ini pada hakikatnya ditujukan untuk memelihara kemaslahatan setiap
pribadi manusia.
c)
Hak
Gabungan antara hak Allah dan hak Manusia, mengenai hak yang satu ini
adakalanya hak Allah yang lebih dominan (berperan) dan adakalanya hak manusia
yang lebih dominan. Sebagai contohnya, dari hak Allah yang lebih dominan adalah
dalam masalah “iddah” dan dalam hal hukuman atas menunduh zina tanpa bukti yang
cukup. Sedangkan hak manusia lebih menonjol dari hak Allah adalah seperti dalam
pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan sengaja.
2.
Dilihat
dari segi objek hak
Menurut Ulama’ Fiqih dari segi obyeknya, hak terbagi atas :
a)
Hak Maali
(hak yang berhubungan dengan harta), contoh hak ini adalah : hak penjual
terhadapa harga barang yang dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang
dibelinya.
b)
Hak Ghairu
Maali (hak yang tidak berkaitan dengan benda), sebagai contoh adalah hak
Qisas.
c)
Hak asy-Sakhsyi
adalah hak yang ditetapkan syara’
bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain. Seperti penjual untuk
menerima harga barang yang dijualnya.
d)
Hak al-Aini
adalah hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadap suatu zat sehingga ia
memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu. Contoh
hak untuk memiliki suatu benda, hak irtifaq (pemanfaatan sesuatu seperti
jalan, saluran air)
Disamping itu, terdapat pula beberapa macam Haqq al-‘aini (hak
yang berkaitan dengan harta benda).
1)
Haqqal-Malikiyyah
(Hak Milik), adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang
memiliki kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia mempunyai
kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil manfaat sepanjang tidak
menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.
2)
Haqq
al-Intifa’ , yaitu hak
untuk memanfaatkan harta benda ornag lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan
oleh Syara’.
3)
Haqq
al-al-Irtifaq, adalah hak yang berlaku atas suatu benda tidak
bergerak untuk kepentingan benda tidak bergerak milik pihak lain.
Adapun
jenis-jenis hak Irtifaq yang populer dalam kitab-kitab fiqih antara
lain:
a)
Haqq
al-Syurbi, yaitu hak untuk
memanfaatkan air untuk kepentingan pengairan tanaman, hewan, atau untuk
kepentingan minum manusia.
b)
Haqq
al-Majra, yaitu hak pemilik tanah yang jauh
untuk menggunakan tanah tetangganya yang lebih dekat untuk mengalirkan air dari
sumbernya.
c)
Haqq
al-Masil, yaitu hak memanfaatkan tanah orang
lain untuk menyalurkan limbah keluarga ke tempat saluran pembuangan.
d)
Haqq
al-Murur, yaitu hak bagi pemilik tanah yang
lebih jauh untuk melewati tanah orang lain yang lebih dekat.
e)
Haqq
al-Jiwar, yaitu hak tetangga yang dindingnya
bersebelahan atau bersatu.
f)
Haqq
al-Ta’ali yaitu hak tetangga pada rumah susun
di mana atap bangunan yang dibawah menjadi lantai bagi bangunan di atasnya.
Hak Mujjarad dan Ghairu Mujarrad
1)
Haqq
Mujjarad adalah hak murni yang tidak
meninggalkan bekas apabila digugurkan melalui perdamaian atau pemanfaatan.
2)
Haqq
Ghairu Mujjarad adalah suatu
hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang
yang dimaafkan.
3.
Dilihat
dari segi kewenangan pengadilan
Dari segi ini para Ulama’Fiqih membaginya menjadi dua macam yaitu :
a)
Haqq
diyaani (keagamaan), yaitu hak-hak yang
tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan kehakiman.
b)
Haqq
qadhaai, adalah seluruh hak di bawah
kekuasaan pengadilan (hakim) dan pemilik hak itu mampu membuktikan haknya di
depan hakim. [3]
FLASH
CARD
DAFTAR PUSTAKA
Gemala Dewi, Hukum Perikatan
Islam Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005
Ru’fah
Abdullah, Fikih Muamalah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011
Zaenudin A.
Naufal, Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer, Ghalia Indonesia, Bogor,
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar