HUTANG
PIUTANG
RESUME
Dibuat Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Zakiyah Isnawati,
M.Pd
Kelompok
9
- Siti Fauzul Muna (1310110042)
- Shofiyatul Himami (1310110044)
- M. Khasby Muzakki (1310110047)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TARBIYAH/PAI
2015
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hutang Piutang
adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar
yang sama dengan itu. Pengertian sesuatu dari definisi yang diungkapkan diatas
mempunyai makna yang luas, selain dapat berbentuk uang, juga bisa saja dalam
bentuk barang, asalkan barang tersebut habis karena pemakaian.[1]
B.
Dasar
Hukum
Diperbolehkannya
hutang piutang terdapat pada surat Al-Maidah ayat 2
...........
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
.......... dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya.
Sabda Rasulullah SAW:
عن ابي مسعود “انّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلم قال مامن مسلم يقرض مسلما قرضا مرّتين الّا كان كصد قتها مرّۃ) رواه ابن ماجه(
“Dari Ibnu Mas’ud:”Sesungguhnya Nabi besar Muhammad SAW, telah
barsabda:Seorang muslim yang mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah
ia telah bersedekah kepadanya satu kali”(Riwayat
Ibnu Majah)[2]
C.
Hukum
Hukum
memberikan hutang piutang adalah sunat, dan dapat berubah menjadi wajib jika menghutangi
orang yang terlantar atau orang yang berhajat.[3]
D.
Rukun
dan Syarat
1.
Adanya
yang berpiutang, disyaratkan harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan
hukum.
2.
Adanya
orang yang berhutang, disyaratkan harus orang yang cakap melakukan tindakan hukum.
3.
Objek
atau barang yang dihutangkan, disyaratkan berbentuk barang yang dapat diukur
atau diketahui jumlah atau nilainya. Hal ini disyaratkan agar pada waktu
pembayaran tidak menyulitkan sebab harus sama jumlah atau nilainya dengan
jumlah atau nilai barang yang diterima.
4.
Lafadz
yaitu adanya pernyataan baik dari pihak yang menghutangkan maupun dari pihak
yang berhutang.[4]
E.
Kelebihan
Pembayaran
Melebihkan
pembayaran dari jumlah yang diterima dari yang berhutang dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
Kelebihan
yang tidak diperjanjikan
Apabila
kelebihan pembayaran dilakukan oleh orang yang berhutang bukan didasarkan
karena adanya perjanjian sebelumnya, maka kelebihan tersebut halal bagi orang
yang berhutang dan merupakan kebaikan bagi yang berhutang. Hal ini didasarkan
pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi yang
artinya berbunyi sebagai berikut:
“Dari
Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah telah menghutang hewan, kemudian beliau
bayar dengan hewan yang lebih tua umurnya dari hewan yang beliau hutang itu,
dan Rasulullah SAW bersabda orang yang paling baik antara kamu adalah orang
yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik.”
2.
Kelebihan
yang diperjanjikan
Kelebihan
pembayaran yang dilakukan oleh yang berhutang kepada pihak yang berpiutang
didasarkan kepada perjanjian yang telah mereka sepakati tidak boleh, dan haram
bagi pihak yang berpiutang.
Ketentuan ini
dapat disandarkan kepada hadits Rasulullah SAW yaitu: hadits yang diriwayatkan
Baihaqi yang artinya berunyi sebagai berikut: “Tiap-tiap piutang yang mengambil
manfaat, maka ia semacam dari beberapa macam riba.” [5]
DAFTAR PUSTAKA
Chairuman
Pasaribu dan Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar,Grafika,Jakarta,
2004
Sulaiman
Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru, Bandung, 1992
Solikul
Hadi, Fiqh Muamalah, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011
[1] Chairuman
Pasaribu dan Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika,
Jakarta, 2004, hlm. 136
[2] Sulaiman
Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru, Bandung, 1992, hlm. 287-288
[3] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, hlm. 288
[4] Chairuman
Pasaribu dan Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, hlm. 137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar