BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak orang yang belum mengetahui
filsafat khususnya filsafat pragmatisme yaitu yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata.
Oleh karena itu, filsafat sangat penting untuk dipelajari
agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
filsafat.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa
definisi filsafat pragmatisme?
b.
Bagaimana perkembangan filsafat
pragmatisme?
c.
Siapa
tokoh-tokoh filsafat pragmatisme?
d.
Apa
kelebihan dan kekurangan filsafat pragmatisme?
1.3 Tujuan
a.
Untuk
mengetahui definisi filsafat pragmatisme.
b.
Untuk mengetahui perkembangan filsafat
pragmatism.
c.
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh filsafat pragmatisme.
d.
Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan filsafat pragmatisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)
yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh
sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak (tetap). Suatu konsep
atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu,
tetapi terbukti berguna bagi masyarakat.
Pragmatisme
adalah aliran filsafat
yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian,
bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana
kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari
pragmatisme adalah logika
pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia
dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu
sama lain.Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja.
Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi
dan bukan merupakan fakta-fakta umum.Ide
menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian,
filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar
kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
2.2
Perkembangan Filsafat Pragmatisme
Awal
mula filsafat pragmatisme
Aliran
ini terutama berkembang di Amerika Serikat, walau pada awal perkembangannya sempat juga berkembang ke Inggris, Perancis, dan Jerman.William James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan dari
aliran ini ke seluruh dunia. William James dikenal juga secara luas dalam
bidang psikologi. Filsuf awal lain yang terkemuka dari pragmatisme adalah John Dewey. Selain sebagai filsuf, Dewey juga
dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang. Istilah pragmatisme disampaikan pertama kali oleh Charles Peirce
pada bulan Januari 1878 dalam artikelnya yang berjudul How to Make Our
Ideas Clear.
Perkembangan
pragmatisme
Pragmatisme
berkembang di Amerika Serikat dengan tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah bagaimana
bahasa menentukan pengetahuan. Karena bahasa hadir dalam bentuk jamak,
demikianlah pengetahuan pun tidak hanya satu dan tidak dapat dipandang
universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola yang rasional terhadap
pengetahuan. Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat secara fungsinya terhadap
manusia.
2.3 Tokoh-tokoh Filsafat Pargmatisme
1. William James (1842-1910 M)
James lahir di New York City pada
tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. Ayahnya adalah seorang yang terkenal ,
berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Keluarga
William James menerapkan Humanisme
dalam kehidupan serta pengembangannya. Kehidupan James rajin mempelajari manusia dan agama.
Pendidikan
formalnya yang mula-mula tidak teratur, ia mendapat tutor berkebangsaan
Inggris, Perancis, Swiss, Jerman dan Amerika. Akhirnya ia memasuki Harvard
Medical School pada tahun 1864 dan memperoleh M.D-nya pada tahun 1869. Akan
tetapi, ia kurang tertarik pada praktek pengobatan, ia lebih menyenangi fungsi
alat-alat tubuh. Oleh karena itu, ia kemudian mengajarkan anatomi dan fisiologi
di Harvard. Tahun 1875 perhatiannya lebih tertarik kepada psikologi dan fungsi
manusia. Pada waktu inilah ia menggabungkan diri dengan Peirce, Chauncy Wright,
Oliver Wendel Holmes, Jr., dan tokoh dalam Metaphysical Club untuk berdiskusi
dalam masalah-masalah filsafat dengan topik-topik metoda ilmiah agama dan
evolusi. Disinilah ia mula-mula mendapat pengaruh Peirce dalam metoda
pragmatisme.
Menurut
James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja.
Dunia terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Tentang kepercayaan
agama dikatakan, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya suatu hiburan
rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya.
Segala macam pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama, jika akibatnya
sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.
Di dalam bukunya The Meaning of
Truth, arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal.
Di dalam bukunya, Varietes of
Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James
mengemukakan bahwa gejala-gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan
perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran
dengan cara yang berlainan.
2. John Dewey (1859 M)
Sebagai
pengikut filsafat pragmatism, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran
metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu filsafat
harus berpijak pada pengalama dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya
tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika
mengalami kesulitan, segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari
itu berpikir tidak lain daripada alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran
dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan.
Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalamn dan untuk
mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metoda induktif. Metoda ini tidak
hanya berlaku ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan
sosial dan moral.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti
tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata
“temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada
hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik
dengan tenaga kita.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
insrtumentalisme. Experience (pengalaman) adalah salah satu kunci dalam
filsafat instrumentalisme. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kritis. Dengan demikian,
filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu
teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara
utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
2.4 Kelebihan dan
Kekurangan Filsafat Pragmatisme
1. Kelebihan
Teori Kebenaran Pragmatis
a. Obyek yang dikaji nyata (faktual)
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan,
di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia
nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain.
Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Sehingga
memiliki landasan yang kokoh dan semakin berkembang.
b. Dapat menyelesaikan
masalah secara cepat
Sebagai prinsip pemecahan masalah,
pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila
berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan
keresahan, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Kaum pragmatis menolak terhadap
perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis serta pembahasan nilai-nilai yang
berkepanjangan, demi sesegera mungkin mengambil tindakan langsung.
Dalam usahanya untuk memecahkan
masalah-masalah metafisik yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosofi,
kaum pragmatis menemukan suatu metode yang spesifik, yaitu dengan mencari
konsekwensi praktis (akibat yang berguna) dari setiap konsep atau gagasan dan
pendirian yang dianut masing-masing pihak. Menurut pragmatis, pelaksanaan atau
praktek hiduplah yang penting bukan pendapat atau teori.
2. Kelemahan Teori Kebenaran Pragmatis
a.
Kebenaran bersifat dinamis (tidak tetap atau berubah-ubah)
Menurut teori kebenaran pragmatis
tidak ada kebenaran mutlak dan bersifat statis (tetap). Pengalaman dan
pengetahuan kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam
pengalaman senantiasa berkembang atau berubah, karena dalam prakteknya apa yang
kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman atau pengetahuan berikutnya.
Dan apa yang benar atau berguna kemarin, mungkin tidak benar atau tidak berguna
untuk hari esok, tidak ada jaminan untuk menetapkan bahwa pengetahuan yang
sukses kemarin akan tetap sukses, berguna, dan benar bagi hari esok.
b.
Dapat membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya
Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability),
dan akibat yang memuaskan (satisfactor consequence). Sedang akibat yang
memuaskan itu sendiri adalah apabila sesuatu itu sesuai dengan keinginan dan
tujuan, sesuai atau teruji benar dengan suatu eksperimen,dan ikut membantu dan
mendorong perjuangan biologis manusia untuk tetap eksis (ada). Hal ini
dikarenakan, menurut pragmatis tujuan semua kegiatan berpikir adalah kemajuan
hidup, sehingga orang akan senantiasa survive (bertahan hidup),
memajukan dan memperkaya kehidupannya, baik secara rohani maupun jasmani. Dan
hal ini tentunyaakan mendorong manusia untuk berbuat apapun untuk mencapai
tujuan tersebut, meskipun cara tersebut salah menurut teori kebenaran yang lain
khususnya teori kebenaran religius. Yang terpenting menurut pragmatis adalah
hasil akhir dari apa mereka kerjakan, bukan proses yang sedang mereka kerjakan.
c.
Kebenarannya bersifat subjektif
Pragmatisme adalah aliran filsafat
yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari
pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
individu-individu. Kebenarannya relatif bergantung pada pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki oleh individu dalam memahami maupun memecahkan suatu
masalah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara
umum Pragmatisme berarti hanya idea (pemikiran, pendapat, teori) yang dapat
dipraktekkanlah yang benar dan berguna,yang ada ialah apa yang ada (real),
adanya ide karena,
F Ide itu
dibuat melalui proses abstrak
F Ide itu
beroperasi dalam kehidupan
3.2 Saran
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dapat bermanfaat bagi kita
dan para pembaca dan pendengar.
DAFTAR
PUSTAKA
1. H. Ahmad Syadali, filsafat umum, Bandung; CV
Pustaka Setia,
1997.
2. http;/atthamimy.blogspot.com/2012/ filsafat pragmatisme.
3. Prof., Dr., Juhaya S. Praja Aliran-aliran
Filsafat dan Etika Prenada Media: Jakarta. 2003
4. Mudzakir, Drs., dkk., Filsafat Umum, CV.
Pustaka Setia: Bandung. 1997.
5. Munir,
Misnal, Drs., M.Hum., dkk, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar