BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam syariat Islam kita diperintahkan
untuk melaksanakan aqiqah dan kurban. Aqiqah sendiri merupakan penyembelihan
binatang (kambing) sehubungan dengan kelahiran seorang anak, baik laki-laki
maupun perempuan pada hari yang ketujuh sejak kelahirannya dengan tujuan
semata-mata mencari ridla Allah. Sedangkan berkurban berarti penyembelihan binatang tertentu (seperti kambing,
kerbau, unta dll) pada hari Raya Haji dan hari-hari tasyriq (yaitu 11, 12, dan
13 Dzulhijah) sesuai dengan ketentuan-ketentuan syarak.
Allah menyariat
untuk berkurban dengan firman-Nya:
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ w
y7ΰ ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku,
sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimankah cara pelaksanaan aqiqah dan qurban menurut
syari’at?
2.
Apakah hikmah dari aqiqah dan qurban?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AQIQAH
Aqiqah
ialah suatu sembelihan yang disembelih berhubung dengan lahirnya seseorang,
baik laki-laki ataupun perempuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’. Jika
telah lahir seorang bayi laki-laki maupun perempuan maka si orangtua bayi
tersebut, disunnahkan mengaqiqahi anaknya itu, baik dalam keadaan lapang maupun
dalam kesempitan.[1]
Ubaid
Ashmu’i dan Zamakhsyari mengungkapkan, bahwa menurut bahasa, aqiqah artinya
rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Imam Ahmad berpendapat,
aqiqah berasal dari kata aqqa yang artinya memotong atau membelah.
Adapula yang berpendapat, bahwa aqiqah ialah nama tempat penyembelihan kambing untuk kepentingan bayi (anak).
Selain itu, setiap bulu atau rambut yang tumbuh di atas kepala anak hewan juga
dinamakan aqiqah.[2]
Berikut
dalil-dalil disyariatkannya aqiqah:
1.
Aqiqah pada Hari Ketujuh Kelahiran
عَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه ان رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قاَلَ:
"كُلُ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ,
وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَى" رواه الخمسة وصححه الترمذي
”
Dari samrah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan
aqiqahnya yang disembelih atas namanya pada hari ketujuh keahirannya, lalu dia
dicukur dan memberi nama.” (HR Al-Khamsah dan
Tirmidzi menilai hadis ini shahih)[3]
·
Keterangan Hadis
Menurut Imam Ahmad
maksut dari kata-kata: “Anak-anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” Dalam
hadis di atas ialah bahwa pertumbuhan anak itu, baik badan maupun kecerdasan
otaknya, atau pembelaannya terhadap ibu bapaknya pada hari kiamat akan
tertahan, jika ibu bapaknya tidak melaksanakan akikah baginya. Pendapat
tersebut juga diikuti Al-Khattabi dan didukung oleh Ibnul Al-Qayyim. Bahkan
Ibnu Al-Qayyim menegaskan, bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan bayi
yang bersangkutan dari godaan syaitan.[4]
·
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan
oleh Abu Daud (2838), Nasa’i (7/3165), dan Ahmad (5/7-8). Pada sanad Hasan dari
Samurah ada perdebatan, tapi al-Bukhari meriwayatkan hadis ini dari jalur sanad
Hasan dalam al-talkhish al habir (4/161) menyebutkan bahwa hadis ini dapat
diakui.
·
Kesimpulan Hadis
1) Aqiqah
dilaksanakan sebagai penebus gadaian dan implementasi dari rasa syukur kepada
Allah SWT., dan hukumnya sunnah muakkadah.
2) Aqiqah
dilaksanakan pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi (boleh dilaksanakan lebih
dari hari ketujuh disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari orang tuanya),
setelah itu dicukur dan diberi nama.
2. Aqiqah
Hasan dan Husein Masing-masing Satu Kibasy
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا: أنّ النّبيّ صلى الله عليه
وسلم عَقَّ عَنْ اَلحَسَنِ و اَلْحَسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا. رواه أبو داود, و صححه
اِبن خُزَيْمَةَ, و اِبْنُ اَلْجَارُودِ, و عَبْدُ اَلْحَقِّ
Dari ibnu abbas r.a., “bahwa Nabi saw.
meng-aqiqahkan Hasan dan Husein, masing-masing satu kibasy (domba)” (HR
Abu Daud dan hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu al-Jarud, dan
Abdul Haq)
·
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan
oleh Abu Daud (2841), Nasa’i (7/165-166), Ibn Sl-Jarud dalam al-muntaqa (911)
dengan para perawi terpercaya. Abu Hatim menilainya mursal dalam al-ilal
(1631), sedangkan Abu Haq al-Isybili menilainya maushul dalam al-ahkamal-wustha
(4/141), juga Ibn Hajar dalam al-talkhish (4/161)
·
Kesimpulan Hadis
Aqiqah bagi laki-laki
boleh satu kibasy, walaupun dalam hadis lain dianjurkan untuk laki-laki
dua kibasy.
3. Aqiqah untuk Anak Laki-laki 2 Ekor Kambing dan untuk
Anak Perempuan 1 Ekor Hadis
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا: أنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عَلَيْهِ
وسلم أَمْرَهُمْ, أَن يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَ عَنْ
اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ. رواه الترمذي و صححه
Dari
Aisyah r.a., “bahwa Rasulullah saw. memerintahkan mereka untuk meng-aqiqahkan
anak laki-laki dua kambing yang sepadan (umur dan besarnya), dan seekor kambing
untuk anak perempuan.” (HR Tirmidzi dan dia
menilainya hadis ini shahih)
·
Takhrij Hadis
Hadis
ini diriwayatkan oleh Tirmidzi (1513), Ibn Majah (3163), dan Ahmad (6/31, 158)
dengan perawi terpercaya. Hadis ini juga shahih menurut Tirmidzi dan al-Albani
dalam al-‘irwa (4/290).
·
Kesimpulan Hadis
Aqiqah
untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan
satu ekor kambing.[5]
Hikmah Aqiqah
Sebagaimana ibadah-ibadah lain, inti
dari aqiqah adalah iman. Dengan kata lain, aqiqah merupakan instituisi atau
perwujudan dari iman. Sebab, sebagaiman yang diungkapkan DR. Nurchulis Madjid dalam
bukunya, Islam Doktrin dan Peradaban, iman berada dengan sistem ilmu dan
filsafat yang hanya berdimensi rasionalitas. Iman memiliki dimensi
suprarasional atau spiritual yang mewujud
ke dalam tindakan kebaktian melalui sistem ibadah. Jika tidak, maka iman
hanya akan menjadi rumusan abstrak, tanpa kemampuan memberikan dorongan batin
kepada manusia untuk berbuat baik.
Di satu sisi, aqiqah mengandung hikmah
yang bersifat intrinsik sebagai pendekatan (taqarrub) kepada Allah. Sementara
di sisi lain, aqiqah mengandung makna instrumental sebagai usaha pandidikan
pribadi dan masyarakat ke arah komitmen atau pengikatan batin kepada amal
sholeh.
Aqiqah sama sekali bukan sekadar pesta
makan. Praktiknya mungkin mengesankan begitu, tetapi esensinya jauh lebih luas
daripada pengertian pesta makan. Sebagaimana dituturkan oleh DR. Abdullah
Nashih Ulwan dalam buku tarbiyatul Aukad fi Al-Islam, hikmah aqiqah itu
antara lain:
1.
aqiqah merupakan suatu
pengorbanan yang akan mendekatkan anak pada Allah di masa awal ia menghirup
udara.
2. Aqiqah
merupakan tebusan bagi anak dari berbagai musibah, sebagaimana Allah telah
menebus Ismail as dengan hewan sembelihan yang besar
3. Sebagai
pembayaran hutang anak agar kelak di hari kiamat ia bisa membari syafaat kepada
kedua orang tuanya.
4. Merupakan
media menunujukan rasa syukur atas keberhasilan melaksanakan syariat Islam dan
bertambahnya generasi muslim.
5.
Mempererat tali
persaudaraan di antara sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini akikah dapat
menjadi semacam wahana bagi berlangsungnya komunikasi dan interaksi sosial yang
sehat.[6]
B. Qurban
Udh-hiyah atau
qurban yaitu suatu tindak beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih binatang tertentu (seperti kambing, kerbau, unta dll)
pada hari Raya haji (Qurban) dan hari-hari tasyriq (yaitu 11, 12, dan 13
Dzulhijah) sesuai dengan ketentuan-ketentuan syarak.[7]
Berikut dalil-dalil disyariatkannya
berqurban:
1.
Waktu Menyembelih Hewan
Qurban
عَنِ الأَسْوَدِ سَمِعَ جُنْدَبًا الْبَجَلِيَ قَالَ شَهِدْ تُ رَسُول
اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلَّى يَوْمَ أضْحًى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ "مَنْ
كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ أنْ يُصَلِّىَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكنْ
ذَبَحَ فَلْيَذْ بَحْ بِا سْمِ الله" متفق عليه
Dari
Al-Aswad dia mendengar Jundab al-Bajali, dia berkata, “Aku menyaksikan Rasullah
saw shalat idul adha, kemudian berkhutbah lalu bersabda : Barang siapa yang
menyembelih (qurban) sebelum shalat, maka hendaknya dia menyembelih hewan lain
sebagai pengganti dan barang siapa belum menyembelih, maka sembelihlah dengan
nama Allah.” (HR.
Bukhari Muslim)
·
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan
oleh Bukhari dalam kitab: al-‘idain, bab: kalamul imam wa an-nas fi khubati al-‘id (ucapan
imam dan orang-orang pada khutbah ‘id) (2/28). Dan Muslim alam kitab; al-adhahi,
bab waqtuha (waktu penyembelihan) (5/626) dengan lafaz
saling berdekatan.
·
Asbabul Wurud
Diriwayatkan oleh Ahmad
dari Jundub al-Bajali bahwa beliau pernah shalat bersama Rasulullah saw pada
hari idul adha. Setelah itu Rasulullah lalu beranjak (meninggalkan tempat
tersebut). Tiba-tiba beliau menemukan daging hewan-hewan sembelihan kurban yang
sangat banyak disitu. Beliau akhirnya tahu bahwahewan-hewan tersebut disembelih
sebelum dilaksanakan shalat idul adh’ha, maka Rasulullah SAW bersabda: “Barang
siapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat (Idul Adha), maka hendaknya dia
menyembelih hewan lain sebagai ganti hewan tersebut. Dan barang siapa belum
menyembelih hewan kurban setelah kami selesai shalat Idul Adh’ha, maka
hendaknya menyembelih dengan membaca menyebut asma Allah (bismillah).”
Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dari Jundub, beliau berkata: “Pada waktu kami keluar bersama Rasulullah
SAW di hari Idul Adh’ha, sebagian orang telah menyembelih hewan kurbannya,
sedangkan sebagian yang lain belum, maka Nabi SAW bersabda: “Barang siapa
yang telah menyembelih atau berkurban sebelum kami shalat, maka hendaklah ia
mengulanginya dan barang siapa yang belum menyembelih atau berkurban, maka
hendaklah ia menyembelih atau berkurban dengan menyebut nama Allah.”[8]
·
Kesimpulan Hadis
1. Waktu
penyembelihan qurban setelah pelaksanaan shalat idul adha selesai.
2. Menyembelih
hewan qurban dimulai dengan membaca bismilah.
2. Hewan
yang Dilarang Digunakan Untuk Qurban
وَعَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رضي الله عنه قَالَ: قَامَ فِيْنَا رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَال: اَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِى الضَّحَايَا:
الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَ رُهَا, وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا
وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلَعُهَا وَ الْكَبِيْرَةُ الَّتِى لاَ تُنْقِى. رواه
احمد و الاربعة, وصححه الترمذى وابن حبان
“Dari Bara’ bin Azib ra dia berkata: Rasulullah saw pernah
berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: empat macam binatang tidak boleh
dibuat qurban: binatang yang jelas buta sebelah, binatang sakit yang sakitnya
kelihatan jelas, binatang pincang yang kelihatan jelas, dan binatang tua yang
tidak memiliki sum-sum. (HR. Ahmad dan Imam Empat. Hadis shahih
menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
·
Kesimpulan
Hadis
Terdapat
empat macam binatang yang tidak boleh dipergunakan untuk berqurban, yaitu
binatang yang buta sebelah, binatang sakit yang
sakitnya kelihatan jelas, binatang pincang yang kelihatan jelas, dan binatang
tua yang tidak memiliki sum-sum.
وَعَنْ عَلِىٍّ رضى الله عنه قَال: اَمَرَنَا رَسُول الله صلى الله عليه
وسلم اَنْ نَسْتَشْرِ فَ الْعَيْنَ وَ الاُذُنَ وَ لاَ نُضَحِّىِ بِعِورَاءَ,
وَلاَ مُقَا بَلَةٍ وَلاَ مُدَا بَرَةٍ, وَلاَ خَرْقَاءَو وَلاَ ثَرْ مَاء. اخرجه
احمد و الاربعة, و صححه الترمذى وابن حبّان و الحاكم
“Dari Ali dia berkata, Rasulullah saw
memerintahkan kami agar memeriksa mata, telinga, dan kami tidak diperbolehkan
berqurban dengan binatang yang buta sebelah, binatang yang telinganya bagian
depan digunting, binatang yang telinga bagian belakangnya digunting, binatang
yang kedua telinganya berlubang atau robek, binatang yang gigi depannya
ompong.” (HR.
Ahmad dan Imam Empat. Hadis shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim)[9]
·
Kesimpulan
Hadis
1) Diperintahkan
untuk memeriksa mata, telinga, dan gigi binatang yang digunakan dalam berqurban
2) Binatang
yang telinga bagian belakangnya digunting, binatang yang kedua telinganya
berlubang atau robek, binatang yang gigi depannya ompong dilarang digunakan
untuk berqurban.
3. Perintah
Membagikan Daging Qurban
وَعَن عَلِىِّ بِنِ اَبِى طَا لِبٍ رضي االله عنه قَال: اَمَرَنِى رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم اَنْ اَقُومَ عَلَى بُد نِهِ , وَ اَنْ اُقَسِّمَ
لُحُوْمَهَا وَ جُلُوْدَهَا وَجِلَالَهَا عَلَى الْمَسَاكِيْنِ, وَلاَ اُعْطِىَ
فِى جِزَارتِهَا شَيْئًا مِنْهَا. متفق عليه
Dari
Ali bin Abu Thalib ra., dia berkata: Rasulullah saw memerintahkan kepadaku
untuk mengurusi qurbannya, membagi daging-dagingnya, kulit-kulitnya, dan
pakaian-pakaiannya kepada orang-orang miskin. Dan aku tiak diperbolehkan
memberikan sesuatu dari qurban kepada penyembelih.
Muttafaqun alaih.[10]
·
Kesimpulan Hadis
1) Daging,
kulit, dan pakaian qurban haris dibagikan kepada orang-orang miskin.
2) Tidak
diperbolehkan memberikan sesuau dari qurban kepada penyembelih
Hikmah Berqurban
Ibadat qurban termasuk syari’at Nabi
Ibrahim as. dan beliaulah yang mula-mula melakukannya. Menurut riwayat bahwa
Nabi Ibrahim telah bermimpi menyembelih anaknya Nabi Ismail as. beliau meyakini
bahwa mimpi beliau itu adalah mimpi yang benar dan merupakan perintah Allah swt
kepada beliau. Karena itu disampaikanlah mimpi itu kepada Nabi Ismail as. dan
Ismail pun sependapat dengan ayahnya, bahwa mimpi itu merupakan perintah Allah,
maka Ismail pun mengharap agar ayahnya segera melaksanakan perintah Allah itu
dengan menyembelih dirinya. Pada saat kedua orang bapak dan anak itu akan
melaksanakan perintah itu dengan penuh ketundukan dan ketaatan kepadaNya, maka
turunlah perintah Allah agar Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing sebagai
ganti menyembelih anaknya itu.
Setelah datang Nabi Muhammad SAW maka
menyembelih binatang atau berqurban itu disyari’atkan pula kepada umatnya yang
dilakukan pada hari raya haji dan hari tasyrik. Dengan berqurban itu diharapkan
kaum muslimin ingat akan ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
kepada perintah Allah, sekalipun perintah itu berupa menyembelih anak yang
dicintai atau mengorbankan jiwa sendiri, dan dengan mengingat itu diharapkan
pula sikap dan tindakan kedua orang yaitu bapak dan anak itu dijadikan suri dan
tauladan dalam menghambakan diri kepada Allah swt.
Disamping itu agar dengan berqurban itu
seluruh manusia baik yang kaya maupun yang miskin bergembira ria dengan memakan
daging kurban itu dan mengingat Allah pada hari Raya Haji dan hari Tasyriq,
sebagaimana diterangkan oleh hadits: “Bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya
hari raya (Idul Adha) itu tidak lain adalah hari makan, minum, dan mengingat
Allah azza wa jalla.” [11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) Aqiqah
dilaksanakan sebagai penebus gadaian dan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
yang dilaksanakan pada hari ke tuhuh kelahiran bati serta dicukur dan diberi
nama
b) Aqiqah
untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan anak perempuan adaalah satu
ekor kambing
c) Waktu
penyembelihan qurban setelah pelaksanaan shalat idul adha selesai dan dalam
penyembelihan hewan qurban dimulai dengan membaca bismilah.
d) Terdapat empat macam binatang yang tidak boleh
dipergunakan untuk berqurban, yaitu binatang yang buta sebelah, binatang
sakit yang sakitnya kelihatan jelas, binatang pincang yang kelihatan jelas, dan
binatang tua yang tidak memiliki sum-sum.
e) Daging
qurban harus dibagikan pada orang-orang miskin dan tidak diperbolahkan memberi
sesuatu dari qurban kepada penyembelih.
B. Saran
Kami berharap dengan adanya makalah ini
dapat bermanfaat untuk para pembaca serta pembaca lebih mudah memahami secara
mendalam tentang persoalan-persoalan dan hikmah aqiqah dan qurban.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang
membangun untuk menjadi pelajaran bagi kami dan kesempurnaan makalah
selanjutnya.
[1] Fat-hul Qarib,
terj. Imron Abu Amar, Kudus: Menara Kudus, , hal.212
[2] Achmad Ma’ruf Asrori, Khitan
dan Aqiqah,Surabaya: Al-Miftah,1998,hal.49
[3] Mardani,Hadis Ahkam,
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012, hal.331
[4] Achmad Ma’ruf Asrori,
Op.cit, hal. 51
[5] Mardani, op.cit, hal.329-331
[6] Achmad Ma’ruf Asrori,
Op.cit, hal 99-100
[7] op.cit, hal.205
[8] Mardani, loc.cit,
hal. 218
[9] Al Hafidh Ibnu Hajar Al
Asqalani, bulughul Maram, terj. M. Ali, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2012,
hal.627
[10]Al Hafidh Ibnu Hajar Al
Asqalani, ibid, hal.628