Minggu, 19 April 2015

PRINSIP-PRINSIP METODE MENGAJAR PAI



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Setiap pendidikan itu tidak terlepas dari yang namanya proses belajar mengajar (proses pembelajaran). Proses belajar mengajar merupakan proses dimana seorang pendidik itu memberikan suatu pengetahuan atau ilmu kepada peserta didik untuk  menjadi orang yang lebih baik lagi.
Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar, berhasil atau tidaknya tujuan dalam proses pembelajaran di sekolah merupakan tanggung jawab seorang guru,  sehingga sebelum mengadakan proses belajar mengajar seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran tersebut. Misalnya mempersiapkan materi pengajaran, metode-metode yang digunakan dan komponen lain yang berkaitan. Sebelum mengetahui metode-metode pengajaran, terlebih dahulu pendidik itu harus mengetahui tentang prinsip-prinsip metode pengajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar.

B.       Permasalahan
1.    Apa yang dimaksud Metode Mengajar PAI ?
2.    Bagaimana prinsip-prinsip Metode Mengajar PAI ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Metode Mengajar PAI
Istilah metode mengajar terdiri dari dua kata yaitu “metode” dan “mengajar”. Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu metha + hodos.  Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Istilah mengajar berasal dari kata “ajar” ditambah dengan awaalan “me” menjadi “mengajar” yang berarti “menyajikan atau menyampaikan”. Jadi, “metode mengajar” berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[1]
Pendidikan Agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah SWT. Bilamana dikaitkan dengan pengajaran agama Islam yang harus disampaikan kepada siswa di sekolah atau madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih cocok digunakan dalam penyampaian materi agama tersebut, dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakah ynag seharusnya diterapkan oleh seorang guru dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Jadi Metode Mengajar Pendidikan Agama Islam adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agama Islam kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.[2]
B.       Prinsip-Prinsip Metode Mengajar PAI
Betapapun baiknya metode pengajaran, apabila tidak dibarengi dengan cara belajar yang benar, hasilnya tentu tidak akan seperti yang diharapkan. Dalam metode-metode tersebut terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakannya.[3] Prinsip mengajar atau dasar mengajar merupakan usaha guru dalam menciptakan dan mengkondisikan situasi belajar-mengajar agar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Usaha tersebut dilakukan guru pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar.
Penggunaan prinsip mengajar bisa direncanakan guru sebelumnya, bisa pula secara spontan dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar, terutama bila kondisi belajar siswa sudah menurun.[4] Prinsip-prinsip itu adalah individualitas, motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, keperagaan, pengulangan, keteladanan, dan pembiasaan. Prinsip-prinsip tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain.  Dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan pengajaran yang diberikan dapat membawa hasil yang memuaskan. Prinsip-prinsip pengajaran tersebut yakni sebagai berikut:
1.         Individualitas
Individu adalah manusia atau orang yang memiliki pribadi atau jiwa sendiri. Kekhususan jiwa itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain, tiap-tiap manusia mempunyai jiwa sendiri. Secara terperinci perbedaan itu dapat dilihat pada:
1)      Perbedaan umur
Sejak dahulu hingga sekarang orang menentukan tingkat kelas murid berdasarkan umurnya, misalnya kelas satu SD terdiri dari anak-anak yang usianya enam tahun. Semua anak-anak yang duduk pada tingkat atau kelas berdasar umur dianggap dapat memperoleh keuntungan yang sama dari pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang diberikan dengan metode penyajian yang sama. Ketidakmampuan seseorang menguasai materi yang diberikan dijelaskan secara sederhana bahwa hal itu hanya disebabkan oleh faktor kemalasan. Jadi sama sekali tidak diperhatikan kenyataan bahwa murid-murid berbeda kemampuannya dalam menerima pelajaran atau dengan kata lain tidak dipertimbangkan bahwa anak-anak yang usianya sama tidak selalu memiliki tingkat kematangan belajar yang sama.
2)      Perbedaan intelegensi
Jika kita bandingkan antara yang anak pada dasarnya pandai dengan anak yang kurang pandai maka akan kelihatan beberapa perbedaan sebagai berikut:
Anak yang pandai:
a)      Cepat menangkap isi pelajaran.
b)      Tahan lama memusatkan perhatian pada pelajaran dan kegiatan.
c)      Dorongan ingin tahu kuat, banyak inisiatip.
d)     Cepat memahami prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian.
e)      Sanggup bekerja dengan pengertian abstrak.
f)       Dapat mengkritik diri sendiri, tahu bahwa ia tidak tahu.
g)      Memiliki minat yang luas.
Sedang anak yang kurang pandai berlaku keadaan sebaliknya:
a)         Lambat menangkap pelajaran.
b)        Perhatiannya terhadap pelajaran cepat hilang.
c)         Kurang atau tidak punya inisiatif.
3)      Perbedaan kesanggupan dan kecepatan
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda. Anak yang cerdas akan jauh lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam hitungan daripada anak yang kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat perbedaan kesanggupan. Namun demikian jarang dijumpai orang yang pandai atau bodoh dalam segala bidang. Yang umum ialah kurang pandai dalam satu atau beberapa bidang tetapi dalam hal ini menunjukkan kesanggupannya.
Ada beberapa teknik untuk menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan ideal, dengan melakukan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)      Individualized assignments: guru merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang bersangkutan.
b)      Pengajaran unit atau proyek: para murid dapat mengerjakan sesuatu yang disesuaikan dengan minatnya.
c)      Homogeneous groupping: tujuan utama dari pengelompokan ini adalah menyatukan murid-murid yang dapat mengambil manfaat dari aktivitas-aktivitas kelompok yang sama. Umumnya pengelompokan ini didasarkan atas kemampuan, bukan atas usia.
d)     Remedial work: cara ini ditempuh bila terdapat kesalahan-kesalahan atau kesulitan-kesulitan yang dibuat atau dihadapi oleh murid secara individual.
e)      Mengusahakan pemberian tugas-tugas pelajaran di sekolah: tugas ini bersifat latihan-latihan atau mengulang pelajaran yang sudah dipelajari bagi anak yang kurang, sedang bersifat menambah hal-hal yang belum dipelajari bagi anak yang pandai.[5]
2.         Motivasi
Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Motivasi adalah dorongan atau kekuatan yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi berhubungan erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat lebih tinggi pada suatu mata pelajaran cenderung memiliki perhatian yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut sehingga akan menimbulkan motivasi yang lebih tinggi dalam belajar.[6] Dorongan yang timbul dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu dinamakan motivasi instrisik. Sedangkan dorongan yang timbul karena adanya pengaruh luar disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Macam-macam motivasi sebagai berikut :
a.    Memberi angka, banyak anak belajar semata-mata untuk mencapai atau mendapatkan angka yang baik. Angka yang baik bagi mereka merupakan motivasi dalam kegiatan belajarnya.
b.    Hadiah, hal ini dapat membangkitkan motivasi yang kuat bagi setiap orang dalam melakukan suatu pekerjaan atau belajar sekalipun.
c.    Persaingan, faktor persaingan sering digunakan sebagai alat untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dilapangan industri, perdagangan dan sekolah.
d.   Tugas yang menantang, memberi kesempatan terhadap anak untuk memperoleh kesuksesan belajar.
e.    Pujian, pujian diberikan ketika pekerjaan atau belajar anak dapat memperoleh hasil belajar yang memuaskan.
f.     Teguran dan kecaman, digunakan untuk memperbaiki kesalahan anak yang melanggar disiplin atau melalaikan tugas yang diberikan.
g.    Hukuman, hal ini diberikan kepada anak yang telah melanggar  peraturan dan ketika itu si anak sudah di beri teguran tetapi tetap melanggar, maka anak itu boleh diberi hukuman.[7]
3.         Aktivitas
Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh bila murid itu dengan keaktifan sendiri bereaki terhadap lingkungannya. Kalau seorang murid ingin belajar memecahkan suatu problem, ia harus berpikir menurut langkah-langkah tertentu kalau ia ingin menguasai suatu keterampilan ia harus berlatih mengkoordinasikan otot-otot tertentu; kalau ia ingin memiliki sikap tertentu, ia haru memiliki sejumlah pengalaman emosional.
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa belajar itu hanya berhasil bila melalui bermacam-macam kegiatan. Kegiatan tersebut dapat digolongkan menjadi keaktifan jasmani dan rohani. Keaktifan jasmani ialah murid giat dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain-main atau bekerja. Jadi, murid tidak hanya duduk dan mendengar. Murid aktif rohaninya jika daya jiwa anak bekerja sebanyak-banyaknya, jadi anak mendengarkan, mengamati-amati, menyelidiki, mengingat-ingat, menguraikan, mengasosiasikan ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain.
Keuntungan dari penggunaan prinsip aktivitas adalah tanggapan sesuatu dari yang dialami atau dikerjakan sendiri lebih sempurna dan mudah direproduksikan dan pengertian yang diperoleh adalah jelas. Selain itu beberapa sifat watak tertentu dapat dipupuk misalnya: hati-hati, rajin, bertekun dan tahan uji, percaya pada diri sendiri, perasaan sosial dan sebagainya.[8]
4.         Minat dan Perhatian
Minat dan perhatian merupakan suatu gejala jiwa yang selalu bertalian. Seorang siswa yang memiliki minat dalam belajar, akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran yang diminati tersebut. Akan tetapi perhatian seseorang kadang kala timbul dan ada kalanya hilang sama sekali. Suatu saat anak kurang perhatiannya terhadap penjelasan yang diberikan oleh guru di depan kelas, bukan disebabkan dia tidak memiliki minat dalam belajar, boleh jadi ada gangguan dalam dirinya atau perhatian lain yang mengusik ketenagannya di dalam kelas atau guru kurang dapat memberikan teknik pengajaran yang bervariasi.
Tidak semua siswa mempunyai perhatian yang sama terhadap pelajaran yang disajikan oleh seorang guru. Oleh karena itu diperlukan kecakapan guru untuk dapat membangkitkan perhatian anak didik. Perhatian yang dibangkitkan oleh guru disebut perhatian yang di sengaja, sedangkan perhatian yang timbul dengan sendirinya dalam diri anak tersebut disebut dengan perhatian spontan.
5.         Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme.  Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa ditingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indra yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang suatu hal secara tepat. Agar peragaan berkesan secara nyata, anak tidak hanya mengamati benda atau modal yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, akan tetapi harus mencapai berbagai segi, dianalisis, disusun dan dibanding-bandingkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap.
Dasar psikologis azas peragaan tersebut yakni: sesuatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan yaitu peragaan langsung dan peragaaan tidak langsung.[9]
6.         Pengulangan
Perlakuan yang dilakukan secara berulang akan melahirkan kebiasaan. Karena kebiasaan adalah perilaku yang diulang. Dengan adanya pengulangan maka akan memudahkan tertanamnya konsep, fakta, informasi, pemahaman, dan  pemikiran ke dalam benak (memori otak) peserta didik.
Para pendidik hendaknya membiasakan dan melakukan pengulangan dalam menanamkan fakta, konsep dan informasi dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada para peserta didiknya, hal ini akan lebih efektif dalam memahamkan peserta didiknya tentang apa yang disampaikannya. Pengulangan yang dilakukan secara baik, dengan informasi yang menarik akan membangkitkan motivasi belajar mereka, dan pembelajaran akan lebih bermakna.[10]
7.         Keteladanan
Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontohkan oleh seseorang dari orang lain.  Keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik. Keteladanan dapat direalisasikan dengan cara memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan konstribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dan lain-lain.
8.         Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan ajaran agama islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif jika dalam penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlalur dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan setiap hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak semenjak ia mulai melangkah ke usia remaja dan dewasa.[11]
Pemilihan metode mengajar yang "tepat" ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:
1.    Kemampuan atau keterampilan guru.
2.    Kebutuhan peserta didik.
3.    Besarnya kelompok.
4.    Tujuan pelajaran.
5.    Keterlibatan peserta didik.
6.    Kesesuain dengan bahan pelajaran.
7.    Fasilitas yang tersedia.
8.    Waktu yang tersedia.
9.    Variasi pengalaman belajar.
10.                        Keterampilan tertentu dari peserta didik.[12]
C.      Critical Thinking
Prinsip metode mengajar Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk menciptakan situasi belajar mengajar secara efektif dan efisien agar siswa dapat belajar secara optimal.
Kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik apabila segala komponen-komponen pengajaran itu dapat terpenuhi. Proses belajar akan lebih bermakna dan berjalan secara optimal jika para pendidik memperhatikan prinsip-prinsip belajar dan dapat mengkorelasikan antara prinsip yang satu dengan prinsip yang lain agar peserta didik lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan. Prinsip-prinsip pengajaran diantaranya yaitu individualitas, motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, peragaan, pengulangan, keteladanan, dan pembiasaan.
Dalam kegiatan belajar mengajar tersebut seorang pendidik tidak hanya menyampaikan materi saja, tetapi juga harus bisa membuat para siswa paham apa maksud atau isi materi yang disampaikan.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Metode Mengajar Pendidikan Agama Islam adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agama Islam kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Dalam metode-metode mengajar terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakannya.  Prinsip-prinsip itu adalah individualitas, motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, keperagaan, pengulangan, keteladanan, dan pembiasaan. Prinsip-prinsip tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain.  Dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan pengajaran yang diberikan dapat membawa hasil yang memuaskan.
B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.












DAFTAR PUSTAKA

______, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, TP, Jakarta: 1985.
Binti Maimunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, TERAS, Yogyakarta: 2009.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta: 2010.
Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung: 2012.
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta: 2002.
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung: 2002.
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2013.
Yusri, Prinsip-prinsip Metode Mengajar, http://yusrikeren85.blogspot.com/2011/11/prinsip-prinsip-metode-mengajar.html, 16 Februari 2015.


[1] Binti Maimunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, TERAS, Yogyakarta: 2009, hal. 56
[2] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta: 2002, hal. 4-5
[3] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta: 2010, hal.169
[4] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung: 2002, hal.160
[5] ______, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, TP, Jakarta: 1985, hal. 91-95
[6] Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2013, hal.183-184
[7] M. Basyiruddin Usman, Loc.Cit., hal.10-11
[8] _______, Loc.Cit., hal.105-107
[9] M. Basyiruddin Usman, Loc.Cit., hal. 8-9
[10] Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung: 2012, hal.136-137
[11] Binti Maimunah, Loc.Cit, hal. 93-102
[12] Yusri, Prinsip-prinsip Metode Mengajar, http://yusrikeren85.blogspot.com/2011/11/prinsip-prinsip-metode-mengajar.html, 16 Februari 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar