Sabtu, 28 Februari 2015

EPISTEMOLOGI ILMU PENDIDIKAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT., cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan Negara serta agama. Proses itu sendiri sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Ilmu pendidikan merupakan prinsip, struktur, metodologi, dan objek yang memiliki karakteristik epistimologi ilmu islami. Oleh karena itu, pendidikan islam sangat bertolak belakang dengan ilmu pendidikan non islam. Pengembangan pendidikan islam adalah upaya memperjuangkan sebuah sistem pendidikan alternative yang lebih dan relative dapat memenuhi kebutuhan umat islam dalam menyelesaikan semua problematika kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
2.      Bagaimana metode Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana upaya membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam
Secara etimologi, kata “epistemology” berasal dari bahasa Yunani; “episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan, sedangkan “logos” berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistimologi berarti sebuah teori tentang pengetahuan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theori of Knowledge”.
Secara terminology, menurut Dagobert D. runes dalam bukunya “Dictionary of Phlisophy” mengatakan bahwa “Epistimologi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian pengertian, struktur, mode, dan validitas pengetahuan. Menurut Harun Nasution dalam bukunya “Filsafat Agama” mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan Epistimologi adalah “Ilmu yang membahas apa penetahuan itu dan bagaimana memperolehnya”. Menurut Fudyartanto mengatakan bahwa epistimologi berarti filsafat tentang pengetahuan atau dengan kata lain filsafat pengetahuan. Menurut KBBI epistimologi adalah cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan.[1] Epistemologi adalah salah satu cabang pokok filsafat yang membicarakan seluk-beluk pengetahuan.[2]
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa epistimologi adalh sebuah ilmu yang mempelajari hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan dan dipelajari secara subtantif.
Oleh karena itu epistimologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi:
a)      Filsafat, yaitu sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
b)      Metode, memiliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai pengetahuan.
c)      Sistem, bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
  ilmu pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hokum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.[3]
Maka, epistemologi merupakan ilmu pendidikan islam yang menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan islam. Jelaslah bahwa aktifitas berfikir dalam epistemology adalah aktifitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan disbanding ontology dan aksiologi.
B.     Metode Epistemoogi Pendidikan Islam
Metode merupakan bagian integral dari epistemologi, karena epistemologi mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Metode epistemologi pendidikan Islam adalah sebagai metode-metode yang dipakai dalam menggali, menyusun dan mengembangkan pendidikan Islam. Dengan kata lain, adalah metode-metode yang dipakai dalam membangun ilmu pendidikan Islam.
Metode epistemologi pendidikan Islam adalah metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang pendidikan Islam. Ada perbedaan antara metode epistemologi pendidikan Islam dengan metode penelitian pendidikan Islam. Metode epistemologi Islam lebih berada pada tataran pemikiran filosofis, sedangkan metode penelitian pendidikan Islam berada pada tataran teknis dan operasional. Metode epistemologi pendidikan Islam merupakan alat filsafat yang membahas pengetahuan pendidikan Islam. Metode epistemologi pendidikan Islam berusaha membangun, merumuskan dan memproses pengetahuan tentang pendidikan Islam. Menurut Mujamil Qomar dari perenungan-perenungan terhadap ayat-ayat Al-Quran, Hadits Nabi dan penalaran sendiri, untuk sementara didapatkan lima macam metode yang secara efektif untuk membangun pengetahuan tentang pendidikan Islam, yaitu:
a.    Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli)
Metode Rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini sesuatu dianggap benar apabila bisa diterima oleh akal, seperti sepuluh lebih banyak dari lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran ini berdasarkan penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional sepuluh lebih banyak dari lima.
Metode ini dipakai dalam mencapai pengetahuan pendidikan Islam, terutama yang bersifat apriori. Akal memberi penjelasan-penjelasan yang logis terhadap suatu masalah, sedangkan indera membuktikan penjelasan-penjelasan itu. Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam. Machfudz Ibawi berani menegaskan, bahwa bahasa Al-Quran seluruhnya bersifat filosofis, dengan pengertian tidak mudah dimengerti tanpa mencari, menganalisis atau menggali sesuatu yang tersimpan dibalik bahasa harfiah. Oleh karena itu dibutuhkan pemikiran yang makin rasional dan logis sebagai media atau alat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap kandungan Al-Quran sebagai cermin dari ajaran Islam. Teori-teori yang diformulasikan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam tidak banyak dipakai sebagai landasan dalam membahas masing-masing disiplin ilmu karena masih kalah oleh teori barat. Bahkan yang paling berbahaya secara intelektual adalah bahwa teori-teori barat telah dianggap baku dan disakralkan karena tidak pernah digugat. Teori-teori pendidikan Islam yang dirumuskan pemikir-pemikir Islam zaman dahulu juga menjadi sasaran pencermatan kembali dengan menggunakan metode rasional. Seharusnya metode rasional telah lama menjadi pegangan para filosof pendidikan Islam dalam merumuskan teori. Namun, dalam kenyataan belum banyak ahli filsafat pendidikan Islam yang memanfaatkan metode rasional ini.
Pendidikan Islam selama ini secara sinis masih dianggap meniru pendidikan Barat. Jika diperhatikan landasan pendidikan Islam itu berupa Quran dan Sunnah, dan seharusnya tidak ada lagi peniruan. Mekanisme kerja metode rasional yang kesekian kali dalam mencapai pengetahuan pendidikan Islam dilakukan dengan cara mengembangkan objek pembahasan. Sebenarnya melalui metode rasional saja dapat diperoleh khazanah pengetahuan pendidikan Islam dalam jumlah yang amat besar.
b.   Metode Intuitif (Manhaj Zawqi)
Metode intuitif merupakan metode yang khas bagi ilmuan yang menjadikan tradisi ilmiah Barat sebagai landasan berfikir mengingat metode tersebut tidak pernah diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaliknya dikalangan Muslim seakan-akan ada kesepakatan untuk menyetujui intuisi sebagai satu metode yang sah dalam mengembangkan pengetahuan, sehingga mereka telah terbiasa menggunakan metode ini dalam menangkap pengembangan pengetahuan. Muhammad Iqbal  menyebut intuisi ini dengan peristilahan “cinta” atau kadang-kadang disebut pengalaman kalbu.
Dalam pendidikan Islam, pengetahuan intuitif ditempatkan pada posisi yang layak. Pendidikan Islam sekarang menjadikan manusia sebagai objek material, sedang objek formalnya adalah kemampuan manusia. Pendidikan Islam sebenarnya secara spesifik terfokus untuk mempelajari kemampuan manusia itu, baik berdasarkan wahyu, pemberdayaan akal maupun pengamatan langsung. Di kalangan pemikir Islam, intuisi tidak hanya disederajatkan dengan akal maupun indera, tetapi bahkan lebih diistimewakan daripada keduanya. Bagi Al-Gazhali, bahwa al-zawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya, daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya. Sumber pengetahuan tersebut dinamakan al-nubuwwat, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk Ilham.
Sebagai suatu metode epistemologi, intuisi itu bersifat netral.  Artinya ia bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan. Hakekat intuisi menurut Al-Tahawuny, bisa bertambah dan berkurang. Bila kita mengamati pengalaman kita sehari-hari tampaknya ada perbedaan frekuensi intuisi muncul dalam rentang waktu tertentu. Adakalanya dalam waktu yang berututan muncul beberapa kali, tetapi terkadang dalam waktu yang lama juga tidak kunjung tiba. Akal adalah suatu substansi ruhaniah  yang melihat pemahaman yang kita sebut hati atau kalbu, yang merupakan tempat terjadinya intuisi. Penggunaan akal dan intuisi secara integral dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan metode-metode yang dipakai menggali pengetahuan. Metode interpretasi misalnya, ia diyakini akan tumbuh dan berkembang melalui pemanfaatkan metode-metode yang menggunakan akal dan intuisi. Intuisi itu bisa didatangkan untuk memberikan pencerahan konsentrasi, kontemplasi, dan imajinasi. Sebaiknya kita memiliki tradisi ketiganya ini dalam mengembangkan atau menyusun konsep pendidikan Islam yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah di hadapan kriteria ilmu pengetahuan dan secara normatif di hadapan wahyu.
c.       Metode Dialogis (Manhaj Jadali)
Metode dialogis yang dimaksudkan di sini adalah upaya menggali pengetahaun pendidikan Islam yang dilakukan melalui karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua orang ahli atau lebih berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Metode ini memiliki sandaran teologis yang jelas. Upaya untuk mecari jawaban-jawaban adalah aktivitas yang baik menurut Islam maupun ilmu pengetahuan. Peristiwa sebagai wujud dialog telah dikemukakan dalam Al-Quran. Pendidikan Islam perlu didialogkan dengan nalar kita untuk memperolah jawaban-jawaban yang signifikan dalam mengembangkan pendidikan Islam tersebut. Nalar itu akan memiliki daya analisis yang tajam manakala menghadapi tantangan-tantangan. Ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi  untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya suatu  pengetahuan  ilmiah. Untuk menerapkan metode ini, dapat disiapkan wadahnya dengan beberapa cara, misalnya dengan menetapkan pasangan dialog, membentuk forum dialog, mempertemukan dua forum dialog, maupun dengan mengundang pakar-pakar pendidikan Islam, apabila difungsikan secara maksimal. wadah-wadah dialog itu hanya berbeda skalanya saja, sedang misi dan fungsinya relative sama. Semuanya sebagai wadah untuk menggali pengetahuan pendidikan Islam dari Al-Quran, hadits dan praktek-praktek pendidikan Islam, kemudian dirumuskan dalam teori-teori ilmiah tentang pendidikan Islam.
Metode dialogis dalam epistemologi pendidikan Islam ini bisa mengambil bermacam-macam objek: ketentuan-ketentuan wahyu, baik yang terdapat pada Al-Quran maupun hadits yang disebut dengan konsep-konsep normatif, pendapat-pendapat para pakar pendidikan  Islam, baik pada masa lampau maupun sekarang yang disebut konsep-konsep teoritis, dan pengamatan terhadap pengalaman-pengalaman melaksanakan pendidikan bagi kaum Muslim, baik dahulu maupun sekarang yang bisa disebut “konsep-konsep empiris”. Semua Objek itu ada dalam bingkai keislaman karena Islam terbagi menjadi dua, yaitu Islam dalam arti wahyu dan Islam dalam arti budaya. Islam wahyu berupa Al-Quran dan hadis sedang Islam budaya berupa pemikiran, pengalaman, maupun tradisi umat Islam.
d.      Metode Komparatif (Manhaj Maqaran)
Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan pendidikan Islam, baik sesama pendidikan Islam maupun pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya). Metode ini ditempuh untuk mencari keunggulan-keunggulan maupun memadukan pengertian atau pemahaman, supaya didapatkan ketegasan maksud dari permasalahan pendidikan. Maka metode komparatif ini masih bisa dibedakan dengan pendidikan perbandingan. Metode komparatif sebagai salah satu metode epistemologi pendidikan Islam objek yang beragam untuk diperbandingkan, yaitu meliputi: perbandingan sesama Ayat Al-Quran tentang pendidikan, antara ayat-ayat pendidikan dengan hadits-hadits pendidikan, antara sesama hadits pendidikan, antara sesama teori dari pemikir pendidikan, antara sesama teori dari pakar pendidikan Islam dan non Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam dengan lembaga pendidikan non Islam, antara sesama sejarah umat Islam dahulu dan sekarang.
e.       Metode Kritik (Manhaj Naqdi)
Metode kritik yaitu sebagai usaha untuk menggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dgan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai altrnatif pemecahannya. Jadi maksudnya kritik bukan karena adanya kebencian, melainkan karena adanya kejanggalan-kejanggalan atau kelemahan-kelemahan yang harus diluruskan. Sebenarnya kritik adalah metode kita yang sudah ada sejak dulum dari ilmu kalam, fiqh, sejarah Islam maupun hadits. Namun sayangnya sekarang jarang sekali kalangan Muslim yang berpijak pada metode kritik ketika mengungkapkan gagasan-gagasannya. Salah satau pemikir muslim yang karya-karyanya bernuansa kritik adalah Muhammad Arkoun. Beliau mengkritik bangunan epistemologi keilmuan agam Islam. Sebenarnya kritik itu berkonotasi dalam makna upaya membangun, tidak seperti yang kita pahami selama ini bahwa kritik adalah penghinaan. Dan itu berakibat umat muslim merasa tidak suka terhadap kritik. Dengan menggunakan metode kritik dapat mengkritik teori barat yang tidak sepaham dengan nas-nas wahyu yang berkaitan dengan pendidikan Islam.[4]        
C.     Upaya Membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam
Pengaruh pendidikan Barat terhadap pendidikan yang berkembang di hampir semua negara ternyata sangat kuat. Pengaruh ini juga menembus pendidikan Islam, sehingga sistem pendidikan Islam mengalami banyak kelemahan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, para pakar pendidikan Islam dan para pengambil kebijakan dalam pendidikan Islam harus mengadakan pembaharuan-pembaharuan secara komprehensif agar terwujud pendidikan Islam ideal yang mencakup berbagai dimensi. Pada dimensi pengembangan terdapat kesadaran bahwa cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal itu baru bisa dicapai bila ada upaya membangun epistemologinya.[5]
Epistemologi pendidikan Islam ini, meliputi; pembahasan yang berkaitan dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam mulai dari hakekat pendidikan Islam, asal-usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode membangun pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran pendidikan Islam, macam-macam pendidikan Islam dan sebagainya. Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai membangun ilmu pendidikan Islam, daripada komponen-komponen lainnya, karena komponen metode tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konsepteual maupun aplikatif.
Epistemologi pendidikan Islam ini perlu dirumuskan secara konseptual untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Syarat-syarat itu merupakan kunci dalam memasuki wilayah pendidikan Islam, tanpa menemukan syarat-syarat itu kita merasa kesulitan mengungkapkan hakekat pendidikan Islam, mengingat syarat merupakan tahapan yang harus dipenuhi sebelum berusaha memahami dan mengetahui pendidikan Islam yang sebenarnya. Setelah ditemukan syarat-syaratnya, langkah selanjutnya untuk dapat menangkap ”misteri pendidikan Islam” adalah dengan menyiapkan segala sarana dan potensi yang dimiliki para ilmuan atau pemikir, dalam kapasitasnya sebagai penggali khazanah dan temuan pendidikan Islam.[6]
Oleh karena itu, epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu dan pengembang. Melalui epistemologi pendidikan Islam ini, seseorang pemikir dapat melakukan : Pertama, teori-teori atau konsep-konsep pendidikan pada umumnya maupun pendidikan yang diklaim sebagi Islam dapat dikritisi dengan salah satu pendekatan yang dimilikinya. Kedua, epistemologi tersebut bisa memberikan pemecahan terhadap problem-problem pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis, karena teori yang ditawarkan dari epistemologi itu untuk dipraktekkan. Ketiga, dengan menggunakan epistemologi, para pemikir dan penggali khazanah pendidikan Islam dapat menemukan teori-teori atau konsep-konsep baru tentang pendidikan Islam. Selanjutnya, yang keempat, dari hasil temuan-temuan baru itu kemudian dikembangkan secara optimal.[7]
Mengingat epistemologi memiliki peran, pengaruh dan fungsi yang begitu besar, dan terlebih lagi sebagai penentu atau penyebab timbulnya akibat-akibat dalam pendidikan Islam, maka ada benarnya pendapat yang mengatakan ”Problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya.” Sekiranya terjadi kelemahan atau kemunduran pendidikan Islam, maka epistemologi sebagai penyebab paling awal harus dibangun lebih dulu, dan melalui epistemologi juga, jika kita berkeinginan mengembangkan pendidikan Islam. Kekokohan bangunan epistemologi melahirkan ketahanan pendidikan Islam menghadapi pengaruh apapun, termasuk arus budaya Barat, dan mampu  memberi jaminan terhadap kemajuan pendidikan Islam serta bersaing dengan pendidikan-pendidikan lainnya.[8]
Untuk mewujudkan ilmu islami diperlukan upaya membangun paradigm filosofis ilmu yang islami. Bangunan paradigm keilmuan islam tersebut didasarkan pada tiga elemen dasar, yaitu asumsi dasar, postulasi, serta tesis-tesis tentang filsafat ilmu.
Pertama, adalah tataran asumsi. Asumsi dasar yang dipakai adalah pandangan realisme metaphisik yaitu filsafat yang di samping mengakui adanya realitas yang tidak sensual empiric juga mengakui adanya keteraturan alam semesta, karena keteraturan tersebut adalah milik Allah SWT. Kedua, adalah tataran postulasi. Postulasi dimaksud adalah pada tataran ontologisnya, yaitu bahwa keteraturan tersebut tampil dalam eksistensi kebenaran yang tunggal. Dalam tataran aksiologisnya digunakan dalam kerja reorientasi ilmu menjadi islami, berupa semua cabang ilmu yang bisa mempertebal keimanan dan menumbuhkan akhlak karimah. Alasan dari tataran aksiologisnya adalah ilmu itu bersifat normative, dan oleh karenanya harus diorientasikan pada nilai (value), baik nilai insaniah (yang dapat dilihat panca indra) ataupun nilai Ilahiyah (yang diwahyukan). Ketiga, tataran tesis. Tesis dimaksud adalah tesis epistemologis. Ada beberapa tesis epistemologis, yaitu: 1) bahwa wahyu adalah merupakan kebenaran mutlak. 2) akal budi manusia adalah dlaif. 3) bahwa ujud kebenaran yang dicapai dapat berupa eksistensi sensual, logik, etik atau transsendental.
Substansi wahyu sebagai kebenaran mutlak tidak dapat dikenal secara keseluruhan. Kebenaran mutlak tersebut yang hanya dapat diketahui adalah kebenaran yang diwahyukan dan yang bersifat empirik. Adapun rentang epistemologinya adalah dari ‘aql sampai fuad, sehingga bukti kebenaran tersebut berupa bukti empirik (factual), logis, etis, dan hikmah.
Adapun substansi ilmu dalam filsafat ilmu mengacu pada moralitas ketauhidan dan pencarian ridha Allah. Penjabaran ridha Allah adalah pengembangan watak dan sifat yang mengacu pada asmaul-husna. [9]








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Epistemologi merupakan ilmu pendidikan islam yang menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan islam. Jelaslah bahwa aktifitas berfikir dalam epistemology adalah aktifitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan disbanding ontology dan aksiologi.
2.      Metode Epistemologi Pendidikan Islam, meliputi Metode Rasional (Manhaj Aqli), Metode Intuitif (manhaj Zawqi), Metode Ideologis (Manhaj Jadali), Metode Komparatif (Manhaj Maqaran), Metode Kritik (Manhaj Naqdi)
3.      Upaya mewujudkan epistemologi ilmu pendidikan islam. Pertama, adalah tataran asumsi. Kedua, adalah tataran postulasi. Postulasi dimaksud adalah pada tataran ontologisnya, yaitu bahwa keteraturan tersebut tampil dalam eksistensi kebenaran yang tunggal. Ketiga, tataran tesis. Tesis dimaksud adalah tesis epistemologis. Ada beberapa tesis epistemologis, yaitu: 1) bahwa wahyu adalah merupakan kebenaran mutlak. 2) akal budi manusia adalah dlaif. 3) bahwa ujud kebenaran yang dicapai dapat berupa eksistensi sensual, logik, etik atau transsendental.

B.      Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




[1] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarata, 2002, hal 3

[2] Abdul Munir Mulkhan dkk, Religiusitas Iptek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hal 49
[3] Op.Cit., Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Hal 10
[4] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, Erlangga, Jakarta, 2008, Hal 270-350
[5] Ibid., Hal 249
[6] Ibid., Hal 229
[7] Ibid., Hal 250
[8] Ibid., Hal 521
[9] Ismail SM dkk, Paradigma Pendidikan Islam, pustaka pelajar, Semarang, 2001, hal.100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar