BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan manusia memang selalu berubah
dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, demikian juga dalam pendidikan dan
pembelajaran. Pembelajaran yang dahulu sudah ada terus berkembang sampai saat
ini dan akan terus berkembang di masa yang akan datang. Kalau dahulu kita mengenal
teori pembelajaran behavioristik sebagai pembelajaran klasik (tradisional) maka
saat ini, kita mengenal teori pembelajaran kontemporer atau teori pembelajaran
yang dipakai di era modern ini.
Sampai sekarang ini, banyak orang yang
mencari-cari teori pembelajaran yang tepat agar bisa mendapatkan hasil optimal.
Ketika teori pembelajaran satu tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan, maka
orang akan mencoba teori pembelajaran lain. Ketika teori pembelajaran klasik
tidak lagi sesuai dengan perkembangan belajar manusia maka orang akan beralih
pada teori pembelajaran modern (kontemporer). Akan tetapi tradisi dari para
pendahulu jangan ditinggalkan begitu saja,
seperti dalam maa qolah “ المحافظة
على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح” (memelihara tradisi yang baik dan mengambil tradisi baru yang
lebih baik).
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Pembelajaran Tradisional itu?
- Bagaimana Pembelajaran Modern itu?
- Bagaimana perubahan- perubahan yang terjadi pada pembelajaran tradisional menjadi pembelajaran modern?
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya sadar
guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya.[1]
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan
untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun output (kelulusan) pendidikan.
Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan
menjadi rendah. Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru
dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang
dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan
bagi siswa, sebaliknya, pembelajaran yang dilaksnakan dengan cara yang tidak
baik akan menyebabkan potensi siswa sulit di kembangkan atau di berdayakan.[2]
Menurut hasil kajian S. Nasution, bahwa
hingga saat ini terdapat tiga model pembelajaran yang sering dikacaukan dengan
pengertian “mengajar”. Pertama, mengajar adalah menanamkan pengetahuan
kepada peserta didik, dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh peserta didik.
Mengajar pada tipe pertama ini dianggap berhasil jika peserta didik menguasai
pengetahuan yang ditransferkan oleh guru sebanyak-banyaknya. Kedua,
mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada peserta didik. Definisi yang
kedua ini pada intinya sama dengan
definisi yang pertama yang menekankan pada guru sebagai pihak yang aktif. Ketiga,
mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi
proses belajar.
Definisi mengajar model pertama dan
kedua yang banyak digunakan pada sebagian besar masyarakat tradisional.
Hasilnya adalah peserta didik yang banyak menguasai bahan pelajaran, namun
mereka tidak tahu cara menggunakan dan mengembangkannya. Mereka seperti seorang
anak bayi yang diberikan makanan atau minuman oleh orang tuanya, namun ia tidak
tahu dari mana asalnya makanan dan minuman tersebut, bagaimana cara membuatnya,
dan bagaimana pula cara mendapatkannya. Sementara itu, definisi mengajar model
ketiga, kini mulai banyak digunakan, terutama pada lembaga-lembaga pendidikan
pada masyarakat modern. Hasilnya adalah peserta didik bukan hanya menguasai
bahan pelajaran tersebut, melainkan mereka mengetahui asal usulnya, cara
mendapatkan dan mengembangkannya. Di era global yang mengharuskan lahirnya
lulusan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan mandiri, model pengajaran yang
ketiga itulah yang perlu dilaksanakan. Dengan menerapkan teori yang ketiga,
maka yang terjadi bukan hanya mengajar yang menghasilkan penguasaan
pengetahuan, melainkan juga pembelajaran yang yang menghasilkan penguasaan
terhadap metode pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan
seterusnya. Dengan cara demikian, dengan sendirinya akan terjadi kegiatan
pembelajaran.[3]
Berdasarkan pada kajian di atas, maka
sebenarnya yang diharapkan dari penggunaan istilah pembelajaran adalah usaha
membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar untuk belajar.
- Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Modern
Pembelajaranan
tradisional (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan
pelajaran. Pembelajaran
tradisional merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran berada
pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru
berperan sebagai orang yang serba bisa dan sebagai sumber belajar. Pembelajaran
tradisional ini dekenal dengan pembelajaran behavioristik.
Sistem pembelajaran tradisional memiliki
ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan oleh guru. Peran siswa hanya
melakukan aktifitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini lebih
menitik beratkan upaya atau proses menghabiskan materi pelajaran, sehingga
model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru cenderung
menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas penerimaan materi
siswa kurang mendapatkan perhatian secara serius.
Sedangkan pembelajaran modern adalah salah
satu hasil dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah
konsepsi dan cara berpikir belajar manusia. Semakin meningkatnya perkembangan
teknologi dan informasi tersebut mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik
dipandang kurang cocok lagi untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh
karena itu, munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme sebagai jawaban
atas berbagai persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer.
Teori kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan
tidak dapat ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri
oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang
sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses
itu, keaktifan peserta didik sangat menentukan dalam mengembangkan
pengetahuannya. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.[4]
Disisi lain, kenyataannya masih banyak peserta didik yang salah menangkap apa
yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu
saja dipindahkan, melainkan harus dikontruksikan sendiri oleh peserta didik
tersebut.
Peran guru dalam pembelajaran bukan
pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator yang menyediakan
stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika
peserta didik mengalami kesulitan belajar, atau menyediakan media dan materi
pembelajaran agar peserta didik itu merasa termotivasi dan tertarik untuk belajar
sehingga pembelajaran menjadi bermakna hingga akhirnya peserta didik tersebut
mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
- Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Modern
Paradigma baru pembelajaran di Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam Bab IV, Pasal 19 ayat ( 1 ) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 ahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan bakat, minat dan psikologi peserta didik.
Proses pembelajaran akan efektif jika
diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan di
bahas perbedaan pembelajaran tradisional (behavioristik) dan pembelajaran
konstruktivistik.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini
berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh
guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa
dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan.
Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang
disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa memiliki
pandangan yang sama dengan buku teks tersebut. Alternatif-alternatif perbedaan
interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak
dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan tingkat
rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di
atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan
menstranformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan
pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.
Pendekatan konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini
tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yan dapat
diulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab
soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat
dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukkannya.
Sedikitnya, terdapat tujuh perbedaan bentuk
implementasi pembelajaran modern dengan pembelajaran tradisional. Secara rinci
perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik) dan
pembelajaran Konstruktivistik, sebagai berikut;
- Pusat pembelajaran
Pada pembelajaran tradisional berorientasi
pada guru atau disebut dengan Teacher Centered. Di sini proses
pembelajaran tergantung pada guru. Guru bertugas mengajar dan memberi
pengetahuan kepada para siswa, sedangkan siswa hanya mendengarkan saja. Jadi,
siswa bersifat pasif karena yang penting bagi siswa adalah mendengarkan apa yang
dijelaskan oleh guru. Siswa dianggap tidak memiliki pengetahuan lain selain
yang diajarkan oleh guru. Guru di sini dianggap yang “paling pintar” dan menganggap
siswa-siswanya ini tidak tahu apa-apa bila tidak mendapatkan pelajaran dari
gurunya karena guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Siswa hampir
tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan
keinginannya.[5]
Berbeda dengan pembelajaran tradisional,
dalam pembelajaran modern ini telah mengalaimi pergeseran, yang mulanya
berpusat pada guru menjadi berpusatkan pada siswa (Student Centered).
Hal ini siswa berfungsi sebagai subjek dalam pembelajaran. Pada pembelajaran
modern ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas
dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan
minat dan keinginannya.[6]
Namun, di sini bukan berarti guru hanya pasif dan tidak melakukan apapun. Guru
lebih berfungsi membekali kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang
dibutuhkan. Pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa aktif mengkonstruksi
pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan
para siswanya agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih tearah.
Bentuk pembelajaran student centered
memiliki berbagi model dan pendekatan dalam proses belajar mengajar. Model
tersebut meliputi; model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning), model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning), model pembelajaran tuntas (mastery Learning
model), model pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah ( problem
solving based learning.) model pembelajaran berdasarkan proyek (project
based learning), dan sebagainya[7]
- Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat memberikan informasi atau penjelasan, berupa definisi,
teori, konsep dan penjelasan yang berkaitan dengan pembelajaran. Pada sistem
pembelajaran tradisional, sumber pembelajaran masih terbatas pada informasi
yang diberikan oleh guru ditambah sedikit dari buku. Sedangkan sumber belajar
lainnya belum mendapatkan perhatian, sehingga aktivitas belajar siswa kurang
berkembang.[8]
Dalam perkembangan selanjutnya, sumber
belajar semakin berkembang, seiring dengan terjadinya kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kreatifitas manusia. Sumber belajar yang
bukan manusia, melainkan peralatan yang dibuat manusia yang selanjutnya menjadi
penyambung lidah keinginan manusia biasanya disebut media.
Media merupakan suatu perangkat yang
digunakan untuk mempercepat suatu proses pembelajaran. Dalam hubungan ini
terdapat dua unsur yang terkandung dalam media pembelajaran, yaitu pesan atau
bahan pengajaran yang akan disampaikan yang disebut dengan perangkat lunak (software),
dan alat penampil atau perangkat keras (hardware) Pada pembelajaran
tradisional, media yang digunakan merupakan single media atau media tunggal.
yang dimaksud media tunggal di sini adalah media yang digunakan dalam proses
pembelajaran hanya satu alat dan cara saja. Biasanya dalam pembelajaran
tradisional, media yang digunakan adalah guru itu sendiri. Maksudnya adalah,
cepat lambatnya suatu proses pembelajaran tergantung dari gurunya itu. Guru
juga merupakan suatu media karena guru juga merupakan sumber informasi bagi
para muridnya, dan pada pembelajaran tradisional ini, semua informasi
pengetahuan yang didapat siswa tergantung dari guru itu.
Sedangkan pada pembelajaran modern,
media yang digunakan berupa multimedia. Tidak hanya berkutat pada satu media
tetapi juga pada beberapa media lain yang dapat mempercepat tercapainya tujuan
pembelajaran. Pada zaman multimedia kini, siswa tidak hanya tergantung pada
guru saja. Ada banyak media yang bisa siswa gunakan untuk menunjang proses
pembelajarannya. Selain buku yang menjadi pegangan kebanyakan dari guru, siswa
juga dapat mengakses informasi dan pengetahuan dari majalah, surat kabar juga
dari televisi dan sekarang ini yang lebih sering digunakan adalah mengakses
informasi melalui internet. Di sana terdapat banyak pengetahuan yang mungkin
belum pernah diajarkan oleh guru. Selain itu di dalam kelas juga, guru tidak
hanya dapat menyampaikan materi secara lisan maupun tertulis saja. Namun,
penyampaian pengetahuan yang akan mempengaruhi kecepatan siswa dalam memahami
pengetahuan yang disampaikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan
berkembangnya media elektronik seperti laptop dan LCD proyektor serta berbagai
software lainnya dapat memperjelas dan membantu guru agar dapat menyampaikan
materi secara detail. Selain itu, seiring dengan perkembangan teknologi
informasi yang semakin pesat, dunia pendidikan juga berusaha menyesuaikan
perkembangan tersebut. Hal itu ditandai denan munculnya medel pembelajaran
melalui teknologi internet yang disebut dengan e-education atau e-learning.
Yaitu kegiatan pendidikan atau pembelajaran melalui media elektronik, khususnya
melalui jaringan internet.mengenai model pembelajaran berbasis komputer dan
pembelajaran berbasis elektronik yang saat ini mulai banyak dipakai di lembaga
pendidikan.
a. Pembelajaran
berbasis komputer
Pembelajaran berbasis komputer marupakan
pembelajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu. Melalui pembelajaran
ini, bahan ajar disajikan melalui media komputer sehingga kegiatan proses
belajar mengajar menjadi lebih menarik dan menantang bagi siswa. Dalam
pembelajaran berbasis komputer, siswa akan berinteraksi dan berhadapan dengan
komputer secara individual sehingga pengalaman
yang dialami oleh siswa akan berbeda dengan apa yang dialami siswa
lain.menurut Simon (dalam Wena, 2011: 203) terdapat tiga model penyampaian
materi pembelajaran berbasis komputer, yaitu sebagai berikut :
1) Latihan
dan praktik
Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah
untuk dipecahkan, kemudian komputer akan memberi respons atas jawaban yang
diberikan siswa.
2) Tutorial
Komputer akan menyadiakan rancangan pembelajaran
yang kompleks yang berisi materi pembelajaran, latihan yang disertai umpan
balik.
3) Simulasi
Model pembelajaran ini menyajikan
pembelajaran dengan sistem simulasi yang berhubungan dengan materi yang
dibahas.
b. Pembelajaran
berbasis elektronik
E-Learning merupakan sebuah inovasi model pembelajaran
yang menggunakan teknologi informasi. Jaya Kumar C. Koran (2002),
mendefinisikan e-learning sebagai sembarabg pengajaran dan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan
isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Adapula yang menafsirkan
e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media
internet.
Perbedaan pembelajaran tradisional dengan e-learning,
yaitu guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk
menyalurkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Dalam pembelajaran e-learning
fokus utamanya adalah siswa. Suasana pembelajaran e-learning akan
‘memaksa’ siswa memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya
(Suyanto, 2005).
Karakteristik e-learning antara
lain adalah sebagai berikut :
1) Memanfaatkan
jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan seseama siswa atau
guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi
oleh hal-hal yang protokoler.
2) Memanfaatkan
keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
3) Menggunakan
bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di
komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja
bila yang bersangkutan memerlukannya.
4) Memanfaatkan
jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang
berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.[9]
Oleh karena itu, senantiasa belajar
untuk mengimbangi perkembangan zaman sangatlah
penting, karena zaman semakin maju dan pemikiran manusia juga semakin maju.
- Bentuk kerja
Pada pembelajaran tradisonal menggunakan
cara isolated work. Jadi di sini menurut penulis yang dimaksud dengan isolated
work adalah di mana cara para siswa dalam belajar adalah dengan belajar
sendiri-sendiri atau bersifat individual. Sehingga tak ada tukar informasi
antara mereka. Para siswa belajar secara individual sehingga mereka hanya
bergantung pada kemampuan mereka masing-masing. Siswa yang memiliki kemampuan
yang tinggi akan egois dan menggunakan kemampunnya sendiri untuk kepentingannya
sendiri tanpa mempedulikan temannya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
yang kurang akan kesulitan. Dalam hal ini, guru tidak memiliki usaha untuk
memberi pekerjaan yang sifatnya kelompok karena penilaian kelompok mungkin
dirasa kurang adil. Sehingga tugas yang diberikan oleh guru adalah tugas yang
sifatnya adalah individual. Para siswa dituntut untuk memecahkan
permasalahannya secara mandiri tanpa adanya kerja sama. Penulis berfikir cara
seperti ini mungkin akan menguntungkan siswa yang memiliki kemampuan yang
tinggi karena di sini kemampuan setiap siswa dapat dibedakan dengan mudah
menurut hasil yang mereka peroleh. Namun, bagi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi ini, juga ada kerugiannya. Karena mereka hanya mengandalkan kemampunnya
sendiri tapa ada masukan lain sehingga apa yang mereka peroleh terkadang
sedikit kurang memuaskan karena terkadang, dalam memecahkan masalah kita juga
membutuhkan pertimbangan yang bersumber dari luar diri kita. Begitu pula dengan
siswa yang kemampuannya kurang. Tidak mudah untuk memecahkan masalah sendiri
tanpa bantuan orang lain.
Perubahan yang terjadi pada pembelajaran
modern adalah mengutamakan kerjasama. Ada beberapa model pembelajaran koperatif
yang dapat guru terapkan untuk melaksanakan cara belajar dengan collaborative
work ini. Collaborative work adalah suatu pembelajaran di mana siswanya
dituntuk untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara kerja sama
(kolaborasi). Hal paling mudah yang dapat guru terapkan dalam kelas adalah
diskusi. Jadi di sini siswa dibagi menjadi grup atau minimal satu kelompok dua
orang. Lalu mereka diberi sebuah permasalahn dan pemecahannya harus dikerjakan
secara kelompok. Cara belajar ini cukup efektif bila setiap anggota kelompok
dapat menymbangkan atau beraspirasi dalam memecahkan masalah. Namun, hal ini
tidak akan efektif bila hanya beberapa anak saja yang memiliki andil. Terkadang
dalam satu kelompok ada beberapa anak yang tak mau berdiskusi dan hanya
mengandalkan pada satu orang saja untuk memecahkan masalah. Sehingga akhirnya
yang terjadi juga pemecahan masalah dari satu orang dan akhirnya kembali ke
individualisme bukan kerja sama lagi. Tampak dari luar memang seperti kerja
sama, namun kenyataannya hanya beberapa bahkan hanya satu anak yang memiliki
peran. Parahnya lagi bila ada dalam anggota suatu kelompok dan yang paling
dominan adalah siswa yang egois. Maka, hasilnya malah jadi pemaksaan. Jadi di
sini guru harus pintar dan terampil dalam mengawasi siswa-siswanya dalam
melakukan kegiatan pembelajaran kooperatif maupun diskusi. Agar apa yang mereka
peroleh dari hasil belajar mereka adalah benar-benar dari hasil mereka bertukar
pikiran. Bukan hanya dari satu atau beberapa siswa saja. Di sini juga dituntut
agar siswa yang biasanya kurang pede dan minder serta pendiam dapat
mengemukakan pendapatnya dalam forum kerja sama.
- Informasi
Pada pembelajaran tradisional, salah
satu sifatnya adalah information delivery yaitu penyampaian informasi dari
salah satu pihak. Di sini pihak yang dimaksud adalah guru. Jadi dalam
pembelajaran tradisional, informasi hanya bersumber dari guru. Guru
menyampaikan informasi tentang pembelajaran kepada siswa dan siswa menerimanya.
Jadi di sini, siswa hanya pasif dan guru yang aktif. Siswa tidak memiliki
kesempatan untuk menyampaikan ide yang berupa informasi karena dalam
pembelajaran tradisional, informasi ini mutlak dari guru. Dari penjelasan
tersebut dapat kita ketahui bahwa informasi yang hanya berasal dari guru saja
akan memiliki kelemahan. Hal ini disebabkan karena belum tentu informasi yang
disampaikan oleh guru selalu benar. Ada kalanya guru yang juga seorang manusia
akan melakukan suatu kesalahan yang tak dapat dihindari. Akibatnya, siswa yang menerima
informasi akan menjadi salah dalam meneriman kebenaran informasi yang ia
dapatkan. Dan, adanya perbedaan informasi yang siswa temukan tentunya akan
menyebabkan kebingungan dan ambigu di kalangan para siswa.
Pada pembelajaran modern, sifatnya adalah
information exchange atau dalam istilah bahasa Indonesia adalah pertukaran
informasi. Berbeda dengan pembelajaran tradisional di mana informasi berasal
dari guru saja. Dalam pembelajaran modern terjadi pertukaran informasi antara
guru dan siswa. Jadi, informasi tidak hanya berasal dari guru saja. Dalam hal
ini, guru di dalam belajar mengajar akan memberi informasi mengenai suatu
materi pelajaran yang dipelajari kepada para siswa. Dalam kesempatan ini, siswa
boleh saja menyampaikan kritik atau saran, bahkan mungkin informasi yang
terbaru mengenai materi tersebut kepada sang guru, sehingga guru juga bertambah
pengetahuannya. Dalam era global ini, sangatlah mudah bagi kita dalam mengakses
ilmu pengetahuan yang ada. Bisa kita mengakses berbagai ilmu yang relevan dari
internet. Atau mungkin, kita dapat bertukar informasi dengan teman dunia maya
kita, sehingga pengetahuan yang kita peroleh akan berkembang. Guru pun juga
harus demikian, sebagai guru yang berkembang, harus dapat menyesuaikan dengan
zaman. Kita sebagai guru janganlah suka menang sendiri. Karena menurut
pengalaman ada beberapa guru yang tak mau dikritik dan berpegang teguh bahwa
dirinyalah yang benar. Guru juga harus selalu mencari informasi tentang
berbagai pengetahuan terkini untuk menambah wawasannya, agar tak kalah dengan
siswanya yang tentunya sudah memanfaatkan berbagai fasilitas yang sudah modern
dan berteknologi tinggi. Selain itu, guru juga harus mau bertukar informasi
dengan para siswanya, menelaah berbagai pengetahuan yang masih dipertanyakan
kebenarannya. Hal ini juga sangat bermanfaat bagi perkembangan mental siswa.
Mendidik siswa untuk mau belajar mandiri, namun tetap dalam pengawasan guru.
- Cara berpikir
Ada pergeseran antara cara berpikir
dalam pembelajaran tradisional dan modern. Dalam pembelajaran tradisional,
menekankan pemikiran yang sifatnya factual, knowledge-based learning.
Jadi di sini penekanan pada pengetahuan yang kita pelajari adalah pada fakta di
mana pembelajaran ini berdasarkan pada suatu pengetahuan. Kebanyakan pada
pembelajaran tradisional hanya mementingkan aspek pengetahuan yang bersifat
faktual saja yang umumnya sudah ada sebelum kita lahir, yang sudah dikemukakan
oleh ahli-ahli pada zaman dahulu. Kebanyakan pembelajaran yang dilakukan adalah
text book. Begitu pula dengan soal-soal yang dikeluarkan hanya bersumber dari
buku-buku yang memuat suatu pengetahuan berdasarkan kurikulum lama. Jadi di
sini, pembelajaran didasarkan pada pengetahuan. Hanya pengetahuan saja yang
diutamakan. Istilah sekarang adalah aspek kognitif. Jadi, penilaian pun juga
hanya pada pengetahuan yang dimiliki oleh siswa saja. Tak peduli bagaimana
siswa itu mendapatkan hasil tersebut, yang penting adalah kenyataan bahwa siswa
tersebut dapat mengerjakan soal sesuai buku. Terkadang siswa hanya menghafal apa
yang ada di dalam buku atau apa yang dicatatkan oleh gurunya. hal ini
menyebabkan informasi dan pengetahuan yang siswa pelajari tidak awet dalam
ingatannya karena mereka hanya menghafal saja tanpa memahami. Padahal yang
terpenting dalam pembelajaran adalah kita memahaminya, sehingga tanpa menghafal
pun, siswa tetap ingat akan apa yang dipelajarinya.
Berbeda dalam pembelajaran modern yang
kini sudah mengalami perubahan. Dalam pembelajarn modern yang diutamakan adalah
critical thinking ang informed decision making. Jadi, dalam pembelajaran
modern, yang diutamakan adalah agar siswanya dapat berpikir secara kritis dan
juga belajar untuk membuat suatu kesimpulan (keputusan) atas informasi atau
pengetahuan yang ia peroleh dalam belajar. Siswa dituntut untuk memahami
mengenai suatu pengetahuan, tidak sekedar menghafal saja. Kemudian, tidak hanya
memahami saja, siswa juga harus dapat menjelaskan mengenai suatu permasalahan
dalam pembelajaran yang bersumber dari ide pikirannya sendiri. Jadi di sini
adanya diskusi sangatlah penting untuk memacu kerja siswa untuk berpikir. Guru
dapat memberikan suatu permasalah kepada siswanya. Kemudian guru dapat meminta
siswanya untuk mendiskusikan masalahnya tersebut dan menemukan pemecahannya.
Jadi di sini, guru sudah melatih siswa untuk dapat berpikir kritis. Sehingga
siswa tidak hanya bergantung saja pada buku atau guru, namun dapat menemukan
penyelesaian masalahnya sendiri. Hal ini sangatlah penting untuk perkembangan
mental siswanya. Tidak hanya aspek kognitif saja yang menjadi perhatian, namun
sikap juga diperhitungkan dalam pembelajaran.[10]
- Evaluasi Belajar
Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar
dalam pembelajaran tradisional dan modern. Evaluasi belajar pandangan
tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Penilaian hasil belajar atau
pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajarandan biasanya
dilakukan dengan cara test. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tradisional
penekanan terhadap peserta didik sering hanya pada penyelesaian tugas.[11]
Sedangkan pada pembelajaran modern,
pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa,
serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
- Pandangan Terhadap Peserta Didik
Siswa-siswa dalam pembejaran tradisional
dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru.
Guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi
kepada siswanya.
Dalam pembelajaran modern, siswa
dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang
dirinya.[12] Dari
uraian tersebut, maka peserta didik perlu diberikan modal untuk dapat
memunculkan teori.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun
output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan
seorang guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara
baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa,
sebaliknya, pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan
menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Pada zaman dulu, proses pembelajaran
dilaksanakan dengan cara tradisional (Tradisional Learning), dan seiring
berkembangnya zaman, proses pembelajaran semakin maju atau sering disebut
dengan proses pembelajaran modern (New Learning). Pembelajaran tradisional
merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran pada guru, dan
menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru berperan
sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Sedangkan pembelajaran modern adalah
seorang pelajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Mereka yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pengajar atau orang lain. Mereka harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajar. Itulah yang menjadi tolak ukur
perbedaan antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran modern.
Sedikitnya, terdapat tujuh perbedaan
dalam pembelajaran tradisional dan modern. Pertama, dalam pusat
pembelajarannya. Kedua, dalam sumber belajrnya. Ketiga, dalam bentuk kerja.
Keempat dalam sistem informasinya. Kelima, dalam pola berfikirnya. Keenam,
dalam evaluasi belajar. Ketujuh, dalam pandangan mengenai peserta didiknya.
B. Saran
Demikianlah
makalah tentang perbedaan pembelajaran tradisional dan modern yang dapat kami
sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca
sehingga dapat menjadikan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia kedepannya,
Amin. Apabila terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata, Perspektif
Islam tentang Stategi Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta 2009,
Agus N.Cahyo, Panduan
Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Aktual dan Terpopuler, DIVA Press,
Jogjakarta; 2013
Arif Rohman, Memahami
Ilmu Pendidikan, CV Aswaja Pressindo, Yogyakarta ; 2013
Asri
Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakrta; 2005,
Isriani Hardini, Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu (
Teori, Konsep, dan Implementasi), Familia (Group Relasi Inti Media),
Yogyakarta; 2012
Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, PT Rineka Cipta,
Jakarta; 1999
Rusman, Deni
Kurniawan, Cepi Riana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, PT Raja Gravindo Persada,
Jakarta; 2012
Saekan Muchith, Pembelajaran
Kontekstual, Rasail Media Grup, Semarang; 2008
www.Chemanee90edu.wordprees.com
[1] Agus
N.Cahyo, Panduan Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Aktual dan Terpopuler,
DIVA Press, Jogjakarta; 2013. Hal 18
[2] Saekan Muchith, Pembelajaran
Kontekstual, Rasail Media Grup, Semarang; 2008, hal 1
[3] Abuddin Nata, Perspektif
Islam tentang Stategi Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta 2009, Hal 85-86
[5] Rusman, Deni Kurniawan, Cepi
Riana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan
Profesionalitas Guru, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta; 2012, hal 44
[6] Ibid, hal 45
[9] Isriani Hardini, Dewi Puspitasari, Strategi
Pembelajaran Terpadu ( Teori, Konsep, dan Implementasi), Familia (Group
Relasi Inti Media), Yogyakarta; 2012. Hal 144-147
[10] www.Chemanee90edu.wordprees.com
[11] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta; 1999, Hal 123
wahh artikelnya sangat membantu
BalasHapus