DIPLOMASI
QURAISY DAN PENCARIAN SUAKA POLITIK KE HABSYI
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Siroh
Nabawiyah
Dosen : Ulfa
Rahmawati. M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Siti Fauzul Muna (1310110042)
2. Shofiyatul Himami (1310110044)
3. M. Khasby Muzakki (1310110047)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH/ PAI
TAHUN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada awal mula
Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari
Allah SWT yang isinya menyurush manusia untuk beribadah kepada-Nya, mendapat
tantangan yang besar dari berbagai kalangan kaum Quraisy. Hal ini terjadi
karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu
berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian
itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Makkah dilaksanakan secara
sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat
sedikit. Keadaan ini berubah
ketika jumlah orang yang memluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah pun
memerintahkan Nabi-Nya untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Bertambahnya
penganut agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad, membuat kemampuan spiritual
yang sudah lama mengakar di kaum Quraisy menjadi terancam. Karena hal inilah
mereka berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan dakwah
tersebut. dengan cara diplomasi dan kekerasan mereka lakukan. Merasa terancam,
Allah pun memerintahkan Nabi Muhammad untuk berhijrah ke kota Madinah. Disinilah
babak baru kemajuan islam dimulai.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian Diplomasi dan Suaka Politik?
2.
Bagaiamana diplomasi yang dilakukan Quraisy?
3.
Bagaimana proses pencarian suaka politik ke Habsyi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Diplomasi dan Suaka Politik
Kata diplomasi mengandung dua pengertian Yang berbeda. Pertama,
kata diplomasi dipahami sebagai kata lain dari politik luar negeri. Kedua, kata
diplomasi dipahami sebagai prundingan (negosiasi).
Harold Nicholson, seorang pengkaji dan praktisi yang pandai dalam
hal diplomasi, mengatakan bahwa kata diplomasi menunjukkan lima hal yang
berbeda, yaitu :
1.
Politik Luar Negeri
2.
Negosiasi
3.
Mekanisme pelaksanaan negosiasi tersebut
4.
Suatu cabang Dinas Luar Negeri
5.
Dalam arti baik mencakup keahlian dalam pelaksanaan negosiasi
internasional, dan dalam arti buruk mencakup tindakan taktik yang lebih licik
Dari berbagai penjelasan mengenai pengertian diplomasi, ada
beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami diplomasi:
1.
Unsur pokok diplomasi adalah perundingan (negosiasi).
2.
Perundingan dilakukan untuk mengedepankan kepentingan Negara.
3.
Tindakan-tidakan diplomatic diambil untuk menjaga dan memajukan
kepentingan nasional sejauh mungkin bisa dilaksanakam dengan damai. Bila gagal
dengan cara damai, cara kekerasan (dengan menggunakan kekuatan) sangat mungkin
untuk digunakan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diplomasi adalah seni
mengeedapankan kepentingan suatu negara melalui cara negosiasi dengan cara-cara
damai apabila mungkin dalam berubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk
memperoleh tujuan yang diinginkan, cara kekerasan (dengan menggunakan kekuatan)
sangat mungkin untuk digunakan.
Suaka, yang dalam bahasa asing disebut asylum,
pada dasarnya merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh suatu
negara kepada warga negara lain yang terancam keselamatannya.
Suaka politik merupakan gagasan yuridiksi di mana
seseorang yang dianiaya untuk opini politik di negerinya sendiri dapat
dilindungi oleh pemerintah berdaulat lain, negara asing.
Secara
terminologi suaka politik adalah perlindungan yang diberikan oleh suatu negara
kepada orang asing yang terlibat perkara/kejahatan politik di negara lain atau
negara asal pemohon suaka. Kegiatan politik tersebut biasanya dilakukan karena
motif dan tujuan politik atau karena tuntutan hak-hak politiknya secara umum.
Kejahatan politik ini pun biasanya dilandasi oleh perbedaan pandangan
politiknya dengan pemerintah yang berkuasa, bukan karena motif pribadi.[1]
B.
Diplomasi Quraisy
Penyebaran
Islam di kota Mekkah awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Nabi Muhammad
melaksanakan dakwah islam di lingkungan keluarganya, mula-mula istri dari
beliau sendiri, yaitu khadijah yang menerima dakwah beliau, kemudian saudara
sepupunya Ali bin Abi Thalib, lalu sahabat beliau Abu Bakar, bekas budak beliau
yaitu Zaid dan di samping itu banyak pula orang yang masuk Islam dalam
perantara Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun.
Kemudian telah
turunnya ayat 94 surat Al-Hijr, Nabi Muhammad mulai berdakwah secara
terang-terangan. Namun dakwah yang di lakukan Nabi Muhammad tidak mudah karena
mendapatkan tantangan dari kaum kafir Quraisy, hal itu timbul karena beberapa
faktor diantaranya mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan
Bani Abdul Muthalib. Nabi Muhammad menyetarakan persamaan hak antara bangsawan
dan hamba sahaya. Taklid membuta pada nenek moyangnya dalam kepercayaan,
upacara dan peribadatan serta tata pergaulan yang merupakan suatu kebiasaan
yang sudah berakar di kalangan bangsa Arab. Karena itu, mereka merasa berat
untuk meninggalkannya.
Banyak cara dan
upaya yang di tempuh orang Quraisy untuk mengalahkan dan menghentikan dakwah
Nabi Muhammad, namun selalu gagal. Upaya yang dilakukan oleh kaum Quraisy
adalah diplomasi dan bujuk rayuan maupun tindakan kekerasan secara fisik.
Diawali pertama mereka mengira bahwa, kekuatan Nabi terletak pada perlindungan
dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani. Karena itu mereka menyusun siasat
bagaimana melepaskan hubungan Nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan
mengatakan: “kami meminta anda memilih satu diantara dua, memerintahkan Muhammad
berhenti dari dakwahnya atau anda menyerahkan kepada kami. Dengan demikian anda
akan terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan.” Tampaknya, Abu Thalib
cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan Muhammad
menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan; “Hai Pamanku,
demi Allah sekalipun mereka (para pemuka musyrikin) meletakkan matahari pada
tangan kananku dan bulan pada tangan kiriagar aku meninggalkan urusan ini tidaklah
aku akan meninggalkannya, sehingga Allah menampakkannya (memberi kemenangan)
atau aku dibinasakan dalam mengerjakan urusan agama ini.”
Merasa gagal
dengan cara tersebut, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid bin Mughiroh dengan
membawa Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk
dipertukarkan dengan Nabi Muhammad, Walid bin Mughiroh berkata kepada Abu
Thalib: “Hai Abu Thalib! Inilah pemuda Quraisy yang lebih gagah perkasa
daripada Muhammad! Inilah pemuda Quraisy yang lebih bagus wajahnya daripada
Muhammad. Inilah Umarah! Dia kami bawa kemari ini untuk kami serahkan kepadamu
dan jadikanlah dia sebagai anak laki-laki mu sendiri. Tetapi anak laki-laki
dari saudaramu (Muhammad), serahkanlah kepada kami, dia akan kami bunuh saja!
Umarah inilah sebagi gantinya. Abu Thalib segera menjawab, “oh, sangat keji
permintaanmu itu! Kamu sekalian hendak menyerahkan anak laki-laki mu Umarah,
lalu aku disuruh memeliharanya, dan aku harus menyerahkan kemenakanku Muhammad
kepadamu untuk kamu bunuh, apakah sudah sepatutnya demikian? Demi Allah, tidak
akan kuserahkan Muhammad kepadamu! Sungguh permintaanmu itu sangat jahat!”.
Setelah mereka mendengar jawaban Abu Thalib seperti itu, mereka mengancam Abu
Thalib dan Nabi SAW, tetapi ancaman itu dijawab oleh Abu Thalib, “Baik,
sekehendak kamulah, terserah menurut kemauan kamu!”. Akhirnya mereka pulang
dengan perasaan yang mendongkol terhadap Abu Thalib.[2]
Untuk kali
berikutnya, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah, seorang ahli retorika untuk
membujuk Nabi. Utbah duduk di samping Rasulullah, seraya berkata, “Wahai anak
pamanku, kamu adalah salah seorang turunan suku terhormat diantara kami. Dan
kamu datang kepada mereka dengan satu hal yang sangat penting. Karena apa yang
kamu bawa telah memecah belah masyarakat, dan mengolok-olok tradisi mereka.
Kamu juga telah melecehkan Tuhan-tuhan dan agama mereka serta menyatakan bahwa
nenek moyang mereka adalah orang-orang kafir. Maka dengarkanlah apa yang aku
katakan, karena aku akan menawarkan kepadamu beberapa tawaran yang mungkin
salah satu diantaranya dapat kau terima.” Rasulullah setuju untuk mendengarkan
apa yang ingin dikatakan Utbah. Kemudian Utbah melanjutkan ucapannya, “Jika
yang kamu inginkan adalah uang, kami akan kumpulkan kekayaan kami sehingga kamu
akan menjadi orang terkaya diantara kami, jika yang kamu inginkan adalah
kehormatan, kami akan menjadikan kamu pimpinan kami, sehingga tak ada satu
keputusan pun yang lepas dari pengawasannmu , dan jika yang kamu inginkan
adalah kedudukan, kami akan mengangkatmu sebagai raja diantara kami. Dan jika
jin yang ada di dalam dirimu begitu menguasaimu dan kamu tidak mampu
mengusirnya, kami akan mengumpulkan para dokter spesialis yang akan mampu
mengusir jin yang merasuk ke dalam jiwamu. Rasulullah mendengarkan dengan
seksama dan penuh kesabaran, kemudian beliau membacakan salah satu surat Al-
Qur’an.
“Dan mereka
berkata: “Hati kami tertutup terhadap apa yang engkau serukan kepada kami.”
Saat Utbah
kembali kepada para sahabatnya dia mengatakan bahwa sebelumnya dia tidak pernah
mendengar satu perkataan yang indah seindah yang dibacakan Muhammad. Dia
nyatakan lebih lanjut bahwa apa yang dibacakan bukanlah syair, bukan jampi dan
bukan sihir. Dia berkata, “Ikutilah Nasihatku dan kerjakan seperti yang aku
kerjakan. Biarkanlah orang ini (Muhammad SAW) bekerja sesuai dengan apa yang
dia inginkan. Karena demi Tuhan, kata-kata yang aku dengar akan memancar keluar
kota Mekkah. Jika orang luar Arab membunuhnya, berarti orang lain telah
berhasil melepaskanmu darinya, sedangkan jika dia mendapat tanggapan positif
dari orang Arab, maka kedaulatan dan kekuasaanya akan menjadi bagianmu juga,
dan kamu akan memperoleh kemuliaan lewat tangannya.”[3]
Didorongnya
oleh kepentingan dan posisinya, mereka melakukan negosiasi dan mengajukan
berbagai argumen untuk membendung laju misi yang beliau bawa. Argument yang
mereka ajukan sungguh sangat mudah diterima menurut ukuran kala itu. Jika
beliau menginginkan uang maka mereka akan menjadikannya sebagai orang terkaya,
jika yang diinginkan adalah kekuasaan, maka mereka akan menobatkan Rasulullah
sebagai pimpinan. Namun apa yang Rasulullah inginkan bukanlah uang, bukan
kehormatan, dan bukan pula kedudukan. Perdebatan pun terus berlangsung, hingga
orang-orang Quraisy kehilangan kesabaran dan naik pitam. Maka setiap kabilah
dan suku menyerang kaumnya yang mengaku sebagai Muslim, memenjarakan dan
menyiksa mereka, menolak makanan dan minuman mereka dan menggiring mereka ke
tengah-tengah panasnya sahara kota Mekkah. Perlakuan ini bukan hanya
berlangsung selama seminggu, sebulan, ataupun setahun, akan tetapi berlangsung
selama tiga belas tahun. Rasulullah saat itu bukanlah pemuda yang masih penuh
dengan vitalitas muda untuk menghadapi siksaan yang demikian beragam. Beliau
disaat menderita banyak siksaan telah berusia lima puluh tiga tahun. [4]
Selain
berbentuk bujukan atau siksaan fisik, usaha kaum Quraisy untuk menghentikan
dakwah Nabi Muhammad SAW juga dilakukan dengan pemboikotan selama tiga tahun. Pemboikotan itu berhenti
setelah papan pengumuman pemboikotan yang dipasang di Ka’bah hancur dimakan
rayap. Selain itu, beberapa orang dari kalangan kaum Quraisy tidak tega melihat
akibat pemboikotan tersebut.
C.
Pencarian Suaka Politik ke Habsyi
Pencarian Suaka Politik ke Habsyi yang dilakukan
oleh kaum Muslimin dipelopori oleh gangguan yang dilakukan oleh kaum Quraisy
yang semakin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan
semacamnya. Waktu itu
Muhammad menyarankan agar mereka terpencar-pencar. Ketika mereka bertanya
kemana mereka akan pergi, mereka diberi nasehat agar pergi ke Habsyi yang
rakyatnya menganut agama Kristen.
Sebagian kaum
muslim pada waktu itu lalu berangkat ke Habsyi guna menghindari fitnah dan
tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat
dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria
dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Makkah untuk
mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah
Najasyi. Lalu hijrah yang kedua dilakukan delapan puluh orang pria tanpa kaum
istri dan anak-anak. Mereka tinggal di Habsyi sampai hijrah Nabi ke Yastrib. [5]
Setelah
mengetahui bahwa kaum Muslimin hijrah ke Habsyi, kaum Quraisy mengirimkan dua
orang utusan untuk menemui raja Najasyi, utusan tersebut adalah ‘Amr bin ‘Ash
dan Abdullah bin Abi Rabi’a. Kepada raja Najasyi dan para pembesar istana
mereka memberikan hadiah-hadiah yang
dimaksudkan agar mereka mau mengembalikan kaum Muslimin yang hijrah ke Habsyi
kepada kaum Quraisy.
Sebenarnya
kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana
kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari pendduduk Mekkah mereka
akan membantu usaha mengembalikan kaum muslimin itu kepada pihak kaum Quraisy.
Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui oleh raja. Tetapi baginda raja
menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak kaum Muslimin. Lalu
dimintanya mereka menghadap.
Pada saat itu
Ja’far bin Abi Thalib adalah perwakilan dari kaum Muslimin yang menghadap
kepada raja. Raja bertanya kepadanya. “Agama apa ini yang sampai membuat
tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga
tuan-tuan menganut agamaku atau agama lain?”.
Lalu Ja’far bin
Abi Thalib menjawab “ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kemi menyembah
berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan
hubungan kerrabat, dengan tetangga pun kami tidak baik, yang kuat akan menindas
yang lemah. Demikian keadaan yang kami, sampai Tuhan mengutus seorang Rasul
dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal usulnya, dia jujur, dapat
dipercaya dan bersih pula. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang
Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan
nenek moyang kami sembah. Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk
berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetanggga yang baik, serta
menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami
melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak
piatu atau mencemarkan wanita-wanita bersih. Ia minta kami menyembah Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya. Selanjutnya disuruhnya kami sholat, zakat dan puasa.
(lalu disebutkannya beberapa ketentuan Islam). Kami pun membenarkannya. Kami
turut segala yang diperintahkan Allah lalu yang kami sembah hanya Allah Yang
Maha Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan sispa pun juga. Segala
yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah
masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, menghasut kami agar meninggalkan
agama kami dan kembali menyembah berhala, supaya kami memebnarkan keburukan
yang pernah kami lakukan dulu. Oleh karena mereka menyiksa kami, menekan kami,
mereka menghalang-halangi kamidari agama kami, maka kami pun keluar pergi ke
negri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami
berada di dekat tuan, dengan harapan disinilah kami terhidar dari
penganiayaan.”
“Adakah ajaran
Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan-tuan bacakan kepada kami?” tanya Raja
itu lagi.
“Ya”, jawab
Ja’far. Lalu ia membacakan Surah Maryam dari pertama sampai pada firman Allah:
“Lalu ia
memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka: Bagaimana kami akan
bicara dengan anak yang masih muda belia? Dia (Isa) berkata: “Aku adalah hamba
Allah, diberi-Nya aku Kitab dan dijadikan-Nya aku seorang Nabi. Dijadikan-Nya
aku pembawa berkah dimana saja aku berada, dan dipesankan-Nya kepadaku
melakukan sembahyang dan zakat selama hidupku. Dan berbaktilah aku kepada
ibuku, bukan dijadikan-Nya aku orang yang congkak yang celaka. Bahagialah aku
tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati dan tatkali aku hidup kembali!” [6]
Setelah
mendengar keterangan tersebut membenarkan apa yang ada di Injil, pemuka-pemuka
istana itu terkejut, mereka mengatakan bahwa kata-kata tersebut merupakan
kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Yesus Kristus.
Kemudian Raja Najasyi meminta dua orang utusan dari Quraisy untuk pergi, dan
mengatakan bahwa beliau tidak akan menyerahkan para kaum Muslimin kepada mereka.
Keesokan
harinya ‘Amr bin ‘Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum
Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Maryam.
Panggillah dan tanyakan apa yang mereka katakan itu. Setelah mereka datang
Ja’far berkata: “tentang dia pendapat kami adalah seperti yang dikatakan Nabi
kami: Dia adalah hamba Allah dan Utusan-Nya, Ruh-Nya dan firman-Nya yang
disamapaikan pada perawan Maryam”. Lalu Raja Najasyi mengambil tongkat dan
menggoreskannya ke tanah. Dengan gembira sekali baginda berkata : ”antara agama
tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini.”
Selama di
Habsyi itu kaum Muslimin merasa aman dan tentram. Setelah dikabarkan pada para
kaum muslimin bahawa gangguan kaum Quraisy mulai reda, lalu mereka kembali ke
Mekkah untuk pertama kalinya, dan pada saat itu Muhammad masih berada di
Mekkah. Akan tetapi ternyata para kaum Quraisy masih mengganggu kaum Muslimin,
dan akhirnya mereka pun kembali lagi ke Habsyi dan hijrah yang kedua ini
terdiri dari delapan puluh orang laki-laki tanpa wanita dan anak-anak.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diplomasi
adalah seni mengeedapankan kepentingan suatu negara melalui cara negosiasi
dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam berubungan dengan negara
lain. Apabila cara-cara damai gagal
untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, cara kekerasan (dengan menggunakan
kekuatan) sangat mungkin untuk digunakan. Sedangkan suaka politik adalah
perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada orang asing yang terlibat
perkara/kejahatan politik di negara lain atau negara asal pemohon suaka.
2. Awal mula terjadinya kekerasan yang dilakukan
kaum Quraisy atas kaum Muslim adalah ketika Nabi Muhammad mendapatkan wahyu
untuk melakukan dakwah secara terang-terangan. Dari perihal tersebut kaum
Quraisy sangat tidak menyukai hal tersebut karena mereka tidak mengetahui
perbadaan antara kerasulan dan kekuasaan sehingga mereka menganggap bahwa jika
mereka tunduk kepada ajaran yang dibawa Nabi Muhammad berarti sama saja mereka
tunduk kepada keluarga Abu Muthalib. Banyak sekali cara yang dilakukan kaum
Quraisy untuk menghancurkan dakwah Nabi Muhammad diantaranya dengan mengadakan
diplomsi, serta bujuk rayu dan kekerasan, selain itu mereka juga melakukan
usaha pemboikotan, akan tetapi semua itu gagal menghancurkan keteguhan hati
Nabi Muhammad.
3. Gangguan serta
kekerasan yang dilakukan oleh kaum Quraisy semakin menjadi-jadi sehingga
membuat resah para kaum Muslimin. Oleh karena itu Nabi Muhammad mengutus para
kaum Muslimin untuk pergi ke Habsyi dan meminta perlindungan kepada raja
Najasyi yang terkenal adil dan bijaksana. Hijrahnya kaum Muslimin ke Habsyi
dilakukan dua kali, yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat
wanita. Dan hdelapan puluh orang laki-laki tanpa wanita dan hijrah mereka yang
kedua terdiri dari delapan puluh orang laki-laki tanpa wanita dan anak-anak.
B. Saran
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca kami harapkan
demi kesempurnaanya makalah kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam,
Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2000
Moenawar
Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 1, Jakarta, Gema Insani
Press, 2001
Muhammad
ahusain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, PT Pusaka Litera AntarNusa,
2001
http://agus-prayogi.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-diplomatik-dan-suaka-poli-tik.html, di
unduh pada tanggal 7 Oktober 2015, Pukul 12.00 WIB
[1] http://agus-prayogi.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-diplomatik-dan-suaka-poli-tik.html, di
unduh pada tanggal 7 Oktober 2015, Pukul 12.00 WIB
[2]
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 1, Jakarta,
Gema Insani Press, 2001, hlm 205
[4]
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hlm 9
[5] Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, PT
Pusaka Litera AntarNusa, 2001, hlm 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar