Shalat
Wajib, Shalat Sunnah dan Pengajarannya
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs dan MA
Dosen Pengampu: Ahmad Fatah, M. SI
Disusun oleh:
kelompok 03
1.
Noruddin
(1310110048)
2.
Zulfa Rahmawati (1310110057)
3.
Ulin Ni’mah (1310110060)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH PRODI PAI-B2
TAHUN
AKADEMIK 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan umat Islam masyarakat meyakini dan mengetahui bahwa shalat merupakan perintah yang harus dilakukan atau dianjurkan
oleh ummat islam itu sendiri. Shalat Merupakan salah satu ibadah yang paling mulia
dan paling dicintai oleh Allah Swt. Bahkan, Nabi Saw Sendiri telah menegaskan
tentang kedudukan shalat dalam agama, yaitu, dalam sabda beliau yang berbunyi :
“Shalat merupakan tiang agama.” Nabi sendiri disuruh Allah untuk
melakukan Shalat lima waktu pada saat Isra’ Mi’raj. itu merupakan perintah
langsung dari Allah untuk Nabi dan wajib disampaikan kepada umat-Nya.
Sholat merupakan kewajiban yang
tidak dapat di tinggalkan bagi umat muslim yang sudah mukallaf. Dalam proses
belajar-mengajar di lingkungan sekolah, seorang guru harus mampu mengajarkan
kapada semua peserta didiknya bagaimana
suatu kewajiban shalat harus dilakukan di setiap waktu yang telah ditetapkan.
Khususnya pada tingkat MTs dan MA. Siswa harus mampu menguasai materi sekaligus
mampu mempraktekkan cara shalat dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
itu, guru harus mampu memilih strategi dan metode yang tepat ketika mengajarkan
materi tentang shalat agar siswa mampu menguasai materi baik dilihat dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotornya. Metode yang tepat adalah metode yang
melibatkan siswa aktif secara langsung dan dan mendapatkan pengalaman dalam
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Pengertian Shalat ?
2.
BagaimanaPengertian
Shalat Wajib dan Shalat Sunnah ?
3.
Bagaimana
Pengajaran Materi Shalat di MTS dan MA ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Materi Shalat
1.
Pengertian Shalat
Pengertian Shalat
menurut bahasa adalah berdoa (memohon). Dalam bahasa Arab, perkataaan Shalatdigunakan
untuk beberapa arti. Diantaranya digunakan untuk arti do’a, seperti
dalam firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat (9) At Taubah, ayat 103:
digunakan untuk arti rahmat dan untuk arti mohon ampunan seperti
dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an surat (33) Al-Akhzab, ayat 43 dan 56.
Dalam istilah
ilmu Fiqih, shalat adalah suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, disertai dengan ucapan-ucapan tertentu,
dan dengan syarat-syarat tertentu pula. Digunakannya istilah shalat bagi
ibadah ini, adalah tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa
diatas, karena di dalamnya mengandung do’a-do’a, baik yang berupa permohonan,
rahmat, dan lain sebagainya.[1]
Sedangkan
menurut Syara’ sebagaimana kata Imam Rafi’i, pengertian shalat adalah :
وَشَرْعًا
كَمَا قَالَ الرَّافِعِي اَقْوَالٌ وَاَفَعالٌ مُفْتَتَحَةٌ باِلتَّكْبِيْرِ مُخْتَتَمَةٌ
باِلتَّسْلِيْمِ بِشَرَا ئِطِ مَخْصُوْصَةِ
Shalat ialah
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan ditutup
dengan salam disertai beberapa syarat yang sudah ditentukan.[2]
Jadi, shalat
ialah suatu ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim berupa suatu perbuatan
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai syarat-syarat dan
rukun yang telah ditentukan oleh syara’.
2.
Tujuan shalat
Adapun tujuan shalat diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Seseorang menjadi ingat
kepada Allah SWT.
2. Mendapat ketenangan dan ketentraman hati dalam menjalani hidup.
3. Menjaga hati untuk selalu ingat kepada Allah SWT.
4. Mendorong untuk mengetahui dan mengikuti tuntunan hidup yang
diberikan Allah SWT.
5. Dapat membentengi seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Shalat merupakan ibadah wajib yang harus dilakukan oleh setiap
muslim. Tujuan dalam melaksanakan shalat sangat banyak sekali. Karena dengan
shalat, setiap individu dapat berkomunikasi secara langsung dengan Allah Swt.
Dengan shalat, semua manusia dapat merasa lebih dekat dengan Allah Swt dan
selalu mengingat-Nya. Dengan begitu, shalat dapat menuntun setiap manusia untuk
menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt dan menta’ati segala
perintah-Nya sehingga terciptalah ketenangan dan ketentraman dalam diri
seseorang.
3.
Macam-macam Shalat
Dilihat dari hukum melaksanakannya, pada garis besarnya shalat
dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu dan shalat sunnah. Shalat fardhu yaitu
shalat yang harus dikerjakan dan tidak boleh diringgalkan.Artinya, jika
dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat dosa. Sedangkan
shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan. Artinya bagi yang
mengejakan akan mendapat pahala, jika ditinggalkan maka tidak mendapat dosa.
Selanjutnya shalat fardhu dibagi
menjadi dua, yaitu shalat fardhu ‘ain, dan shalat fardhu kifayah. Shalat fardhu
‘ain adalah shalat yang harus dikerjakan oleh setiap orang. Shalat ini sebanyak
lima kali dalam satu hari satu malam. Sedangkan shalat fardhu kifayah adalah
shalat yang diwajibkan kepada sekelompok kaum muslimin, yang apabila telah ada
seseorang atau sebagian dari mereka yang mengerjakan, maka berarti telah
lepaslah kewajiban tersebut dari mereka semua, dan jika tidak seorangpun dari
mereka yang mengerjakan, maka berdosalah mereka semua. Dalam hal ini, shalat
jenazah dihukumi fardhu kifayah.
Demikian juga shalat sunnah dibagi
menjadi dua, yaitu shalat sunnah mu’akkadah dan shalat sunnah ghoiru mu’akkad.
Shalat sunnah mu’akkadah adalah shalat sunnah yang selalu dikerjakan ileh
Rasulullah Saw. Seperti shalat witir, shalat ‘idain dan lain-lain. Sedangkan
shalat sunnah ghoiru mu’akkad adalah shalat sunnat yang jarang dikerjakan oleh
Rasulullah Saw. Seperti shalat dhuha, dan shalat-shalat rawatib yang tidak
mu’akkad.
Dengan adanya
pembagian shalat fardhu dan sunnah tersebut, menunjukkan bahwa agama Islam
merupakan agama yang penuh dengan kemurahan. Dimana banyak sekali waktu ibadah
shalat baik yang fardhu maupun yang sunnah untuk dapat dikerjakan oleh setiap
muslim.
B.
Shalat Wajib dan Sunnah
Shalat fardhu
atau biasa disebut dengan shalat wajib, yaitu shalat yang harus dikerjakan dan
tidak boleh ditinggalkan. Artinya jika dikerjakan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan akan mendapat dosa. Sebagaimana telah disebutkan di atas, shalat
fardhu dibagi menjadi dua macam yaitu shalat fardhu ain dan shalat fardhu
kifayah.
1.
Shalat
fardhu ‘ain, yaitu shalat
yang harus dikerjakan oleh setiap orang. Shalat ini sebanyak lima kali dalam
satu hari satu malam, mengingat sabda Rasulullah SAW, ketika ditanya oleh
seorang penduduk Najd tentang kewajiban-kewajiban tersebut, yaitu shalat lima
kali dalam satu hari satu malam, dimana beliau bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ
رواه البخا ري ومعلم عن طلحه بن عبيدالله
Artinya: Shalat
lima (kali) dalam satu hari satu malam”. (HR. Bukhari-Muslim dari Talhah bin
Ubaidillah).
Sedangkan yang dimaksud dengan shalat lima kali yaitu, shalat
dhuhur, asar, maghrib, isya’ dan subuh. Termasuk ke dalam pengertian shalat
lima kali ini, yaitu shalat jumat, yang menurut jumhur ulama’, diwajibkan
kepada laki-laki muslim, yang bukan budak, tidak sedang bepergian atau sakit,
kewajiban shalat jumat ini didasarkan kepada firman Allah dalam Al-qur’an surat
Al-jumuah : 9, juga didasarkan kepada beberapa hadits antara lai hadits dari
Jabir yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia wajib (shalat) jumuah,
kecuali wanita atau orang yang sedang yang bepergian, atau seorang hamba atau
orang yang sedang sakit.” (HR. Ad-daruquthniy dan Al-Baihaqi).
a.
Shalat
fardhu kifayah, yaitu shalat yang diwajibkan kepada sekelompok kaum muslimin,
yang apabila telah ada seseorang atau sebagian dari mereka yang mengerjakan,
maka berarti telah lepaslah kewajiban tersebut dari mereka semua, dan jika
tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakan, maka berdosalah mereka semua.
Dalam hal ini ulama’ sepakat bahwa shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah.
b.
Shalat
Sunnat
Shalat sunnat disebut juga dengan shalat tathawwu’, shalat
nawafil, shalat mandhub, dan shalat mustahab, yaitu shalat yang dianjurkan
untuk dikerjakan. Artinya bagi yang mengerjakan akan mendapat pahala, jika
ditinggalkan maka tidak mendapat dosa.
1). Shalat
sunnat mu’akkad, yaitu shalat sunnat yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah
SAW. Seperti : shalat witir, shalat ‘idain, dan lain-lain.
2). Shalat
sunnat ghairu mu’akkad, yaitu shalat sunnat yang jarang dikerjakan oleh
Rasulullah SAW, seperti shalat dhuha, dan shalat-shalat rawatib yang tidak
mu’akkad.
Semua
shalat, termasuk shalat sunnat dilakukan adalah untuk mencari keridhoan atau
pahala dari Allah SWT. Namun shalat sunnat, jika dilihat dari ada atau tidak
adanya sebab-sebab dilakukannya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
shalat yang bersebab dan shalat sunnah yang tidak bersebab.
1). Shalat
sunnah yang bersebab, yaitu shalat
sunnah yang dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu, seperti shalat istisqo’
(minta hujan) dilakukan karena terjadi kemarau panjang, shalat qushof (gerhana)
dilakukan karena terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan dan lain
sebagainya
2). Shalat
sunnah yang tidak bersebab, yaitu shalat
sunnah yang dilakukan tidak karena ada sebab-sebab tertentu. Sebagai contoh :
shalat witir, shalat dhuha danlain sebagainya.
4.
Syarat-syarat sah shalat
1.
Mengetahui
waktunya
Seperti
kita ketahui, bhwasannya setiap shalat mempunyai waktu-waktu yang telah
ditentukan untuk melakukannya. Untuk itu, orang yang akan melakukan shalat
harus mengetahui bahwa paad saat itu sudah masuk shalat yang akan dilaksanakan.
Hal ini dapat diperoleh, misalnya dengan melihat tanda-tanda sebagaimana yang
diterangkan oleh hadits-hadits tentang waktu shalat, atau mendengar suara
adzan, atau dengan pemberitahuan dari orang yang dapat dipercaya atau dari
jadwal waktu shalat yang dibuat oleh para ahli, dan lain sebagainya.
2.
Suci
dari hadast besar dan hadast kecil
Orang
yang shalat harus suci baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar. Apabila
ia berhadats ketika akan shalat, terlebih dahulu ia harus bersuci untuk
menghilangkan hadatsnya terlebih dahulu. Syarat ini didasarkan kepada firman
Allah SWT dalam QS Al-Maidah : 8, juga didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
لَا يَقْبَلُ
اللهُ صَلَا ةً اِلّا بِطُهُو رٍ ( رواه مسلم والترمذى وابن ماجه عن ابن عمر)
Artinya : “Allah
tiada menerima shalat tanpa bersuci.”
(HR. Al-Jama’ah
kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Umar).
3.
Suci
badan, pakaian, dan tempat dari najis
Untuk
syarat kesucian badan dari najis, didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
تَنَنَزَّ هُوْ
مِنَ الْبَوْلِ, فَاِ نَّهُ عَا مَّةٌ عَذا بِ الْقَبْرِ مِنْهُ ( روا ه الدا ر
قطنى عن انس)
Artinya : Bersucilah
engkau dari air kencing, karena pada umumnya siksa kubur itu, adalah disebabkan
karenanya. (HR. Ad-daruquthniy).
4.
Menutup aurat
Syarat
ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raaf :31
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
Artinya : Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534],
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al-A’raaf : 31)
5.
Menghadap
ke kiblat (ka’bah)
Yang
dimaksud dengan menghadap kiblat yaitu, menghadap ke ka’bah. Syarat ini
didasarkan kepada hadits dari Al-Barra’ bin Azib, sebagai berikut :
صَلَّيْنَا
مَعَ انَّبِيِّ صلى الله عليه و سلّم سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا اَوْ سَبْعَةَ
عَشرَشَهْرًا نَحْوَ بَيْتِ الْمُقَدَّ سِ ثُمَّ صُرِفنَا نَحْوَا الْكَعْبَةِ
(روا ه مسلم عن البرا ء)
Artinya : kami
shalat bersama dengan Rasulullah SAW selama 16 atau 17 bulan menghadap ke
Baitul Maqdis, keudian diperintahkan menghadap ke ka’bah. (HR. Muslim dari
Al-Barra’).
Syarat sah shalat adalah
segala sesuatu yang harus dipenuhi dengan sempurna atau cukup selama shalat, yaitu
memenuhi syarat dan rukunnya, dan dikerjakan secara benar. Dengan begitu,
shalatnya sah. Tetapi kalau tidak dikerjakan maka shalatnya tidak sah.
5.
Rukun Shalat
1.
Niat
Arti niat ada dua:
a.
Asal
makna niat ialah “menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini,
perbuatan dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri, bukan dipaksa).
b.
Niat
pada syara’ (yang menjadi rukun salat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja
suatu perbuatan karena mengikuti perintah Alla supaya diridhai-Nya. Inilah yang
dinamakan ikhlas. Maka orang yang shalat hendaklah sengaja mengerjakan shalat
karena mengikuti perintah Allah semata-mata agar mendapat keridhaan-Nya, begitu
juga ibadat yang lain.
2.
Berdiri
bagi orang yang kuasa
Orang
yang tidak kuasa berdiri, boleh shalat sambil duduk, kalau tidak kuasa duduk,
boleh berbaring, dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh menelentang, kalau
tidak kuasa jga demikian, shalatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat.
3.
Takbiratul
Ihram (membaca “Allahu Akbar”)
Takbirorul
ihram adalah ucapan takbir untuk memulai shalat. Rukun atau kewajiban ini,
didasarkan keterangan hadist, sabda Rasulullah Saw :
اِذَا قُمْتَ اِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ (رواه البخاري ومسلم عن ابي
هريرة)
Artinya: Jika
kamu akanmengerjakan shalat, maka bertakbirlah. (Hr. Al-Bukhori dan Muslim dari
Abi Hurairah).
4.
Membaca
surat al-Fatihah
Membaca
surat Al-Fatihah dalam shalat, diwajibkan dalam setiap rakaat baik dalam shalat
fardhu maupun shalat sunnah. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadist yang
diterangkan Abu Qatadah :
اِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ
رَكْعَةٍ بِفَا تِحَةِ الْكِتَا بِ. (رواه البخاري عن ابي قتا دة )
Artinya: “Bahwasanya
Nabi Saw membaca Fatihatul kitab (surat Al-Fatihah) pada setiap rakaat. (HR
Al-Bukhari dan Abu Qatadah).
5.
Rukuk
serta tuma’ninah (diam sebentar)
Rukuk
dilakukan setelah membaca surat atau ayat Al-Qur’an, yaitu dengan membungkukkan
badan, dengan telapak tangan sampai berada di atas lutut, sehingga dalam
keadaan tuma’ninah (berhenti dengan tenang). Kewajiban rukuk didasarkan
kepada firman Allah, dalam QS. Al-Hajj: 77).
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3/u (#qè=yèøù$#ur uöyø9$# öNà6¯=yès9 cqßsÎ=øÿè? ) ÇÐÐÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS. Al-Hajj: 77).
6.
I’tidal
serta tuma’ninah (diam sebentar)
Artinya
berdiri tegak kembali seperti posisi ketika
membaca Al-Fatihah.
Rasulullah
saw bersabda :
ثُمَّ
ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلْ قَائِمًا (متفق عليه)
Artinya: “Kemudian
bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk i’tidal.” (HR. Bukhari dan
muslim).
7.
Sujud
dua kali serta tuma’ninah (diam sebentar)
Sekurang-kurangnya
sujud adalah meletakkan dahi ke tempat sujud.
Rasulullah
Saw bersabda:
اِذَا
سَجَدْتَ فَمَكِّنْ جَبْهَتَكَ وَلاَتَنْقُرْنَقْرًا. (رواه ابن حبان وصحيحه)
Artinya: “Apabila
engkau sujud, letakkanlah dahimu, dan janganlah engkau mencotok seperti cotok
ayam.”(HR. Ibnu Hibban dan telah disahkan).
8.
Duduk
diantara dua sujud serta tuma’ninah (diam sebentar)
ثُمَّ
اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا. (متفق عليه)
Artinya: “Kemudian
sujudlah engkau hingga diam untuk sujud, kemudian bangkitlah engkau hingga diam
untuk duduk, kemudian sujudlah engkau hingga diam pula untuk sujud.”
9.
Duduk
akhir
Untuk
tasyahud akhir, shalawat atas Nabi Muhammad Saw dan atas keluarga beliau,
keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (beliau selalu duduk ketika membaca
tasyahud dan shalawat).
10.
Membaca
tasyahud akhir
11.
Membaca
shalawat atas Nabi Muhammad Saw
Waktu
membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun
shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’i tidak wajib melainkan hanya
sunnat. Sekurang-kurangnya membaca shalawat seperti berikut:
اَللّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى مُحَمَّدٍ.
Artinya: “Ya
Tuhanku, berilah rahmat atas Muhammad dan keluarganya.”
12.
Memberi
salam yang pertama (ke kanan)
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ
يُسَلِّمُ عَنْ يَمْنِهِ وَعَنْ يَسَا رِهِ اَلسَّلَا مُ عَلَيْكُمْ وَرّحْمَةُ
اللهِ اَلسَّلَا مُ عَلَيْكُمْ وَرّحْمَةُ اللهِ حّتَّى يُرّى بَيَاضُ خَدِّهِ.
(رواه الخمسة وصححه الترمذي )
Artinya: Dari
Ibnu Mas’ud, Sesungguhnya Nabi Saw memberi salam ke kanan dan ke kiri. Beliau
mengucapkan, “Assalaamu’alaikum warahmatullaah.
Assalaamu’alaikum warahmatullaah. “Sehingga kelihatan putih pipi beliau.
(Riwayat Lima Ahli Hadits dan Disahkan oleh Tirmidzi).
13.
Menertibkan
rukun
Artinya
meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang
telah disebutkan di atas.
Rasulullah
Saw bersabda :
وَعَنْ مَا لِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَلُوْاكَمَارَأَيْتُمُوْنِيْ
اُصَلِّىْ. (رواه
البخاري)
Artinya: Dari
Malik Bin Huwairits Ra. Rasulullah Saw bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihat saya shalat.” (HR. Bukhari).[3]
Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan dan merupakan bagian pokok
yang tidak boleh ditinggal, seperti membaca surat Al-Fatihah dalam shalat.
Tegasnya, tidak membaca surat Al-Fatihah dalam shalat maka shalatnya tidak sah.
Jadi, surat Al- Fatihah tidak bisa ditinggalkan dalam shalat. Begitu juga
dengan rukun-rukun yang lainnya.
C.
Metode Pengajaran Shalat
Pada materi pembelajaran tentang shalat ini, model pembelajaran
yang digunakan adalah Jigsaw. Model pembelajaran jigsaw merupakan
model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama
saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model
pembelajaran jigsaw ini, siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, dan mengolah informasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab
atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan
dapat menyampaikan kepada kelompoknya.
Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw adalah sebagai
berikut:
1.
Siswa
dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan anggota maksimal 5 siswa pada tiap kelompok.
2.
Masing-masing
siswa dalam setiap kelompok diberi bagian materi yang berainan.
3.
Masing-masing
siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang ditugaskan.
4.
Anggota
dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bagian yang sama berkumpul dalam
kelompok baru yang disini disebut sebagai kelompok ahli untuk mendiskusikan sub
bab mereka.
5.
Setelah
anggota dari kelompok ahli selesai mendiskusikan sub bab bagian mereka, maka
selanjutnya masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke dalam kelompok
asli dan secara bergantian mengajar teman dalam satu kelompok mengenai sub bab
yang telah dikuasai. Sedangkan anggota lainnya mendengarkan penjelasan dengan
seksama.
6.
Masing-masing
kelompok ahli melakukan presentasi hasil diskusi yang telah dilakukan.
7.
Guru
melaksanakan kegiatan evaluasi.
8.
Penutup.
Sedangkan
metode pembelajaran yang dapat mendukung berhasilnya proses belajar-mengajar
materi tentang shalat ini adalah sebagai
berikut:
1.
Metode
Ceramah
Metode
ceramah merupakan metode yang digunakan dari dulu hingga sekarang. Dengan
metode ceramah ini, guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai
pembelajaran tentang shalat.
2.
Metode
Diskusi
Metode
diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi
kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok) siswa untuk mengadakan
perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternative pemecahan atas suatu masalah. Dengan metode
diskusi ini, guru dapat membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan materi tentang shalat. Agar siswa dapat saling memahami dan
menerapkan materi yang didiskusikan dengan baik.
3.
Metode
Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara penyajian materi pelajaran dengan meragakan atau
mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, keadaan atau benda
tertentu yang sedang dipelajari, baik yang sebenarnya ataupun tiruan, yang
sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi ini, guru
dapat mempraktekkan bagaimana cara melaksanakan shlat dengan baik dan benar.
Kemudian guru menyuruh salah satu atau beberapa siswa untuk mempraktekkan cara
shalat yang benar untuk dapat diperlihatkan kepada teman sekelasnya.
Dengan
menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan beberapa metode pembelajaran
seperti metode ceramah, diskusi dan demonstrasi yang diterapkan oleh guru
tersebut, diharapkan siswa mampu menguasai materi dan benar-benar mampu
mengaplikasikan dengan baik dan benar tentang bagaimana cara melaksanakan
shalat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian Shalat
menurut bahasa adalah berdoa (memohon). Dalam bahasa Arab, perkataaan Shalat
digunakan untuk beberapa arti. Diantaranya digunakan untuk arti do’a, seperti
dalam firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat (9) At Taubah, ayat 103:
digunakan untuk arti rahmat dan untuk arti mohon ampunan seperti
dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an surat (33) Al-Akhzab, ayat 43 dan 56.
Adapun tujuan
shalat diantaranya adalah seseorang menjadi ingat kepada Allah SWT, mendapat
ketenangan dan ketentraman hati dalam menjalani hidup, menjaga
hati untuk selalu ingat kepada Allah SWT, mendorong
untuk mengetahui dan mengikuti tuntunan hidup yang diberikan Allah SWT, dan dapat
membentengi seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Dilihat dari
hukum melaksanakannya, pada garis besarnya shalat dibagi menjadi dua, yaitu
shalat fardhu dan shalat sunnah. Selanjutnya shalat fardhu dibagi menjadi dua,
yaitu shalat fardhu ‘ain, dan shalat fardhu kifayah. Demikian juga shalat
sunnah dibagi menjadi dua, yaitu shalat sunnah mu’akkadah dan shalat sunnah
ghoiru mu’akkad.
Syarat-syarat
sah shalat antara lain mengetahui
waktunya, suci
dari hadast besar dan hadast kecil, suci badan,
pakaian, dan tempat dari najis, menutup aurat, menghadap
ke kiblat (ka’bah).
Dalam
menyampaikan materi shalat, untuk siswa MTS dan MA menurut hemat kami metode
yang cocok dan efektif adalah menggunakan metode ceramah, diskusi, dan demonstrasi
dengan model pembelajaran jigsaw.
B.
Saran
Demikian
makalah yang kami susun, selebihnya kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan
untuk makalah berikutnya agar lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiyah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid 1, PT Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta,
1995
Imron Abu Amar, Fathul Qarib Jilid 1, Menara Kudus, Kudus,
1982
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
2012
Heri
Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Remaja rosdakarya, Bandung, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar