BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Umat Islam bukanlah kelompok
manusia yang tujuannya adalah untuk hidup dengan menghalalkan segala cara dan
menempuh jalan hidup tanpa arah asalkan dapat memperoleh makanan, kenikmatan
dan kesenangan.
Umat Islam memiliki akidah yang
menagtur hubungan mereka dengan Allah, menentukan pandangan hidup, mengatur
urusan intern secara khusus dan menuntun hubungan mereka dengan alam untuk
mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Sejak Rasulullah SAW mtinggal menetap di
Madinah, hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adalah untuk menampilkan syiar Islam yaitu dengan
membangun masjid, tempat melaksanakan shalat dan do’a-do’aserta untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran
duniawi.
- Rumusan Masalah
1. Bagimana sejarah tentang suatu masjid?
2. Bagimana masjid sebagai lembaga
pendidikan?
3. Bagaimana fungsi masjid secara
substansial ?
4. Bagaimana peran masjid dalam
perkembangan Islam di Negara non-Islam?
5. Bagaimana peran masjid dalam
perkembangan islam di negara islam pada masa lalu dan masa kini?
6. Bagaimana peran masjid di negara
mayoritas muslim?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Masjid.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Tirmidzi dari Abi Sa’id al-Khudry berbunyi bahwa tiap potong tanah itu
adalah masjid. Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW menerangkan, “telah
dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”.
Secara harfiah masjid diartikan sebagai
tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid
adalah “tempat shalat berjama’ah” atau tempat shalat untuk umum (orang banyak).
Dalam perkembangannya kata-kata masjid sudah memiliki pengertian khusus, yakni
suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu,
shalat jum’at maupun shalat Hari Raya.
Departemen Agama
RI, mendefinisikan masjid berdasarkan kategorinya adalah bangunan tempat ibadah
(shalat) yang bentuk bangunannya dirancang secara khusus dengan berbagai
atribut masjid seperti ada menara yang cukup megah, memiliki kubah, bangunannya
cukup besar, kapasitasnya dapat menampung ratusan bahkan ribuan jamaah dan
biasanya dipakai melaksanakan ibadah shalat jum’at atau perayaan hari-hari
besar Islam.
Masjid sebagai
salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi
sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial
kemasyarakatan seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beberapa
ayat dalam al-Qur’an menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang
di dalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf,
tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan Islam untuk membicarakan urusan
hidup dan perjuangan. Masjid memegang peranan
penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islami karena itu masjid merupakan
sarana pokok dan mutlak bagi perkembangan masyarakat Islam.[1]
B.
Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan
Masjid adalah lembaga pendidikan Islam
yang berfungsi aktif dalam mengajarkan dasar-dasar agama, bahasa dan sastra.
Oleh karena itu, masjid telah menjalankan peran agama dan kebudayaan yang berpengaruh
dalam kehidupan kaum muslimin.
Pendidikan Islam tingkat pemula lebih
baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga,
sementara itu dibutuhkan suau lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya. Dengan
tercipta lingkaran tersebut, bukan berarti fungsi masjid berhenti, tetapi tetap
memberikan sahamnya dalam menciptakan dan menimbulkan lingkaran baru lagi.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid
merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga
pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam,
menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta
menghilangkan stratifikasi status sosial ekonomi dalam pendidikan.[2]
Masjid merupakan lembaga pendidikan luar
sekolah yang merupakan intitussi utama dan terpenting dalam mendidik dan
membina umat. Umat Islam baru mengenal lembaga pendidikan sekolah yang
mendekati system dan bentuknya seperti sekarang ini pada abad XV H atau abad XI
M. Pada awalnya pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari masjid, akan tetapi
dengan perkembangan wilayah dan jumlah umat Islam yang semakin banyak,
anak-anak muslim banyak yang belajar di masjid dengan tidak atau kurang
memeprhatikan kebersihan dan kesuciannya sehingga disarankan oleh beberapa
kalangan kala itu agar anak-anak tidak belajar di masjid. Bahkan kalangan yang
ekstrim menganjurkan agar masjid dibersihkan dari anak-anak dengan alasan Nabi
pernah memerintahkan agar masjid dibersihkan dari anak-anak dan orang gila.
Setelah itu, mereka kemudian membuat tempat belajar di pinggir-pinggir jalan
dan pinggir-pinggir pasar.
Oleh karena adanya pendapat ekstrim
tersebut, masjid kemudian hanya diperuntukkan bagi kalangan mereka yang sudah
dewasa dan mahasiswa. Pada saat orang-orang dewasa ini enggan belajar di masjid
maka masjid pun menjadi sepi dari aktivitas akademis, seperti yang bisa
disaksikan di beberapa masjid saat ini.
Sejarah pendidikan Islam memiliki ikatan
yang kuat dengan masjid karena merupakan tempat yang amat vital untuk
mengembangkan budaya Islam dan di tempat yang suci ini pula lingkaran studi
berjalan sejak awal.
Pada periode awal Islam masjid dan
perpustakaan merupakan pusat pendidikan Islam. Setelah itu baru dikenal istilah
sekolah dan lembaga-lembaga lain yang dimanfaatkan untuk keperluan studi,
seperti istana Negara dan bahkan rumah sakit. Pendidikan di Masjid pada saat
itu menawarkan berbagai disiplin ilmu; filsafat, al-Qur’an, tafsir, hadits,
fiqih dll. Sendi-sendi pendidikan dalam Islam, seperti persamaan, demokratis,
persamaan kesempatan dan kebebasan dalam memilih subjek maupun mata pelajaran,
dan bahkan memilih guru, terlepas dari himpitan dana yang membebani dapat
diperoleh saat pendidikan diberlakukan di masjid.[3]
C.
Fungsi Masjid Secara Substansial
Dalam perspektif al-Qur'an Sunnah, secara
substansial masjid memiliki empat fungsi yakni[4]:
Pertama,
fungsi teologis, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung
ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah. (QS.Jin [72]: 11).
Kedua,
fungsi peribadatan (ubudiyah). Fungsi ini yang merupakan kelanjutan dari
fungsi teologis diatas yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat penyucian
diri dari segala ilah dan penyucian dari pengesaaan tersebut memiliki
makna yang sebenarnya, jikalau dibarengi dengan peribadatan yang menunjukkkan
kearah tersebut. (QS.An-nur [24]: 36-37). Pada fungsi kedua ini,
tumpuan masjid adalah untuk membangun nilai ketakwaan baik dalam hubungan
ketakwaan individual maupun sosial. Oleh karena masjid berfungsi sebagai ubudiyah,
maka pendirian masjid harus didasarkan takwa kepada Allah sebagaimana
dinyatakan dalam al-Qur'an surat at-Taubah [9]:107 , al-Baqarah [2]:114,
at-Taubah [9]:18-19.
Ketiga,
fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah). Secara
etik, peribadatan dianggap sebagai penyerahan total apabila disertai dengan
nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Bukan sekedar membangun
sebuah bangunan, tetapi juga membangun hati yang tegak dalam jalan Allah.
Prilaku halal, tetapi terlarang apabila melakukan hubungan seksual dengan istri
saat iktikaf di Masjid (QS. at-Baqarah [2]: 187 dan melakukan transaksi jual
beli di dalam masjid. (QS. At-Taubah [9]:29) dan (QS. Al-Hajj [22]: 40). Secara
sosial masjid juga menjadi jaminan keamanan bukan sekedar dari panas dan
hujan, tetapi lebih dari itu adalah jaminan akan marabahaya keamanan dan
ekonomi.
Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam
sejarah fungsi ini dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi
yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid.
Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan
perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.
Dari empat fungsi dasar masjid tersebut
diatas dapat dikembangkan menjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai
berikut[5]:
1.
Fungsi
keagamaan; untuk melakukan shalat, pembagian zakat, manasik haji, memberi fatwa
dan lain-lain.
2.
Fungsi
sosial, untuk tempat saling mengenal (ta’aruf), memahami dan menerima
orang lain, baik secara individu maupun kolektif.
3.
Fungsi
psikologi,
untuk memberi rasa aman dan kebersamaan, senasib dan seiman yang memupuk
persatuan dan rasa optimis.
4.
Fungsi
pendidikan dan dakwah; untuk pendidikan ulumul qur'an, ulumul hadits, ilmu-ilmu
sosial ekonomi dan eksak, pendidikan moral dan juga perpustakaan.
5.
Fungsi
politik; untuk perdamaian, tempat mengatur strategi perang, menerima delegasi
dan memusyawarahkan urusan kemasyarakatan dan kenegaraan.
6.
Fungsi
layanan kesehatan umat (fisik dan mental)
7.
Fungsi
peradilan, tempat untuk mengadili perkara perdata dan pidana.
8.
Fungsi
komunikatif, yaitu untuk mengkomunikasikan berbagai informasi aktual.
9.
Fungsi
estetis, untuk menuangkan kreatifitas seni.
D.
Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara
Non-Islam
Muslim korea dalam peta sejarah
perkembangan Islam di Korea memang tidak mudah. Hal ini didominasi oleh agama
Budha dan Konfusius, juga cepatnya perkembangan agama Nasrani, muslim Korea
hanya sekitar 40 ribu saja ditambah 100 ribu muslim pendatang. Jumlah itu
terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk korea yang
mencapai 40 juta jiwa. Belum lagi dominasi budaya yang jauh dari nilai-nilai
Islam membuat muslim korea benar-benar harus berjuang dalam dakwah.
Pertalian sejarah antara muslim Arab
dengan orang Korea sendiri berawal dari abad ke-7. Saat Arab muslim sering
berdagang ke wilayah Cina, saat itu pula pedagang Arab mengunjungi Korea yang
saat itu dikuasai oleh Dinasti Shilla. Walaupun tidak nampak bukti ada kegiatan
yang bersifat religious, namun hubungan dagang antar muslim Arab dengan Dinasti
Shilla berlangsung cukup baik.
Abad ke-11 Koryo mulai intensif
melakukan hubungan dagang dengan Arab Muslim. Raja Koryo waktu itu memberi
keleluasaan bagi para pedangan Muslim itu untuk tinggal di Korea dan
dipersilahkan untuk membangun masjid yang disebut Yekung dan para imamnya
disebut Doro. Namun di masa Dinasti Chosun, muslim korea mengalami kesulitan
karena dinasti tersebut menolak heterogenitas dan budaya yang berbeda dan
memutuskan untuk menutup diri dari asimilasi budaya luar. Muslim korea pun
secara bertahap melebur ke dalam budaya korea sehingga sulit ditemui jejak
perkembangan Islam di sini.
Setelah didirikannya masjid itu, selain
digunakan untuk beribadah umat muslim,
masjid juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan proses
belajar mengajar bagi Negara Korea.
Selain itu juga seiring dengan perkembangan zaman
dan derasnya aliran “sekularisasi” dan pandangan hidup “materalisme”,
tanpa disadari peranan masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit dan
bahkan terpinggirkan. Besarnya gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan
orang terhadap agama, telah menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai
pelengkap dalam kehidupan. Hal ini dilihat dari semakin kecilnya pengunjung
gereja di negara-negara barat.[6]
Dalam pandangan orang barat, gereja hanya sebagai tempat ibadah, bahkan lebih
ironis lagi mereka melihat gereja sebagai “lembaga sosial” yang meminta
sumbangan kepada jamaahnya. Mereka melihat gereja tidak memberikan keuntungan
materi dan hanya membuang waktu saja. Akhirnya banyak gereja yang kosong karena
ditinggalkan umatnya.
Fenomena
di barat tersebut menarik untuk di perhatikan, karena pandangan yang
demikian akhir-akhir ini juga telah banyak ditemukan pada umat Islam. Saat ini
banyak diantara umat Islam yang melihat masjid hanya sebagai tempat ibadah atau
sholat. Itupun kalau kita lihat hanya sedikit orang yang melakukan sholat
berjama’ah di masjid setiap waktu, kecuali sholat Jum’at. Maka tidak heran
masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu sholat, bahkan yang kadang-kadang
digunakan sebagai tempat istirahat melepas lelah setelah bekerja, sehingga kita
lihat masjid-masjid yang sepi tidak ada aktifitas apa-apa selain sholat dan
peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Tentunya kita tidak ingin
masjid-masjid kita mengalami nasib yang sama seperti di barat.
Hasil
analisa menyimpulkan bahwa kecenderungan umat meninggalkan masjid karena mereka
merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka yang
semakin komplek. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai
sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.[7]
Sedangkan
pro pembangunan masjid di Negara non muslim yaitu masjid
dibangun di Negara non muslim diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan ibadah
bagi warga muslim, namun kontranya yaitu dengan banyaknya pembangunan masjid di
Negara yang non muslim itu warga muslim dianggap sebagai pelopor munculnya
rezim baru dan dianggap sebagai teroris.
E.
Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara
Islam Pada Masa Lalu dan Masa Kini
Usaha pertama yang dilakukan Rasulullah
SAW setelah tiba di Madinah ialah membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun
banyak kaum muslimin. Disitulah mereka mengatur segala urusan, bermusyawarah
guna mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling
membahu dalam mengatasi berbagai masalah dan menghindarkan setiap perusakan
terhadap akidah, diri dan harta mereka. Masjid adalah pusat mereka untuk
berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan serta pertolongan
kepada-Nya. Di samping itu, masjid merupakan tempat mereka memakmurkan qalbu dengan
bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi ruhaniah. Dengan potensi tersebut,
Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran,
kegigihan, dan semangat.
Pada masa permulaan Islam, masjid
memiliki fungsi yang sangat agung. Pada masa dahulu, masjid berfungsi sebagai
pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari
penyembahan terhadap manusia, berhala-berhala, dan thagut, agar mereka
beribadah hanya kepada Allah SWT semata.
Dalam Islam merupakan salah satu dari
sekian banyak unsur penting dalam pendidikan. Masjid adalah tempat beribadah,
juga tempat berlangsungnya proses pendidikan. Dalam Islam, ibadah merupakan
bagian dari risalah masjid. Tidak hanya itu, Rasulullah juga telah berjanji
kepada sahabat-sahabat Beliau untuk menjaga dan melindungi mereka di dalam
masjid. Sehingga sudah menjadi rahasia umum masjid pada zaman Rasulullah SAW
telah melahirkan sekumpulan ulama fiqih, tafsir, dan hadits. [8]
Perjalanan Islam pun mulai berkembang
dan bendera Islam mulai meninggi diantara pojok-pojok masjid. Rasulullah SAW
telah menjadikan masjid sebagai tempat untuk memimpin dan pusat brebagai
operasi pasukan Islam, sebagaimana Beliau juga menjadikan masjid tersebut
sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran untuk para generasi muslim, guna
menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh negeri.
Masjid merupakan bagian-bagian dari
lembaga-lembaga peradaban yang mampu menciptakan kembali kebangkitan umat
Islam. Karena, masjid-masjid tersebut tetap sejalan dengan perkembangan
peradaban sepanjang masa tersebut. Masjid tidak hanya terbatas pada aktivitas
pendidikan dan pengajaran. Bahkan lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai
pengukuh ikatan-ikatan sosial dan persaudaraan antar kaum muslimin. Masjid
terus menerus melaksanakan peran pendidikan dan sosialnya di masa-masa kejayaan
Islam. Sehingga, tidak diragukan lagi, masjid telah dianggap sebagai salah satu dari sekian banyak
lembaga-lembaga pendidikan paling penting di tengah masyarakat Islam.
Masjid
memiliki peranan penting dalam masyarakat Islam pada masa kejayaannya di masa
lalu. Masjid merupakan tempat ibadah, pengajaran, pendidikan dan pengarahan.
Juga sebagai tempat bermusyawarahnya kaum muslimin dan tempat untuk saling
nasehat-menasehati diantara mereka. Maka pada saat itu masjid difungsikan
sebagai sarana berlangsungnya aktivitas peradilan, tempat ibadah, tempat
pengangkatan pasukan-pasukan yang siap berjihad di jalan Allah dan tempat
pengobatan orang sakit. Tidak hanya itu, di samping sebagai pusat kebudayaan
Islam masjid juga digunakan untuk melaksanakan akad nikah. Juga sebagai tempat
penerimaan para utusan dan duta-duta bangsa, pusat informasi, dan tempat
pertolongan serta tempat perlindungan soisal.
Oleh karena itu, masjid sudah menjadi
kebutuhan setiap individu muslim, baik dilihat dari sisi agama maupun sosial.
Para ahli pendidikan dan peletak metode pendidikan Islam menegaskan bahwa
masjid berfungsi sebagai pemandu dalam pembangunan manusia muslim. Untuk itu,
sudah selayaknya ditanamkan sebuah keyakinan dalam jiwa setiap insan muslim
bahwa masjid memiliki kedudukan yang paling tinggi.
Sudah semenjak zaman dahulu, masjid
selalu dijadikan sebagai tempat beribadah dan sebagai tempat pertemuan kaum
muslimin. Lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai pusat informasi Islam
dan tempat melaksanakan aktivitas-aktivitas kaum muslimin. Maka, jadilah msjid
sebagai pusat ilmu pengetahuan, informasi, aktivitas membaca, dzikir, nasehat
dan pengarahan.
Di samping itu, masjid berfungsi sebagai
markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan,
cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak
dan kewajiban mereka dalam Negara Islam yang didirikan guna merealisasikan
ketaatan kepada Allah SWT, syari’at, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia.
Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari
masjid Rasulullah SAW. Di samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral
karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Dalam masa kini, masjid masih
menjalankan fungsi khususnya dalam memberikan pendidikan keislaman di seluruh
lapisan masyarakat Islam. Semua itu masih mengakar erat dalam kehidupan kaum
muslimin, karena sejarah pendidikan Islam bagi generasi-generasi terdahulu
sangat erat kaitanya dengan masjid.
Bersamaan dengan semakin beragamnya
sumber-sumber ilmu pengetahuan, kebudayaan dan informasi termasuk di dalamnya
kebudayaan Islam barulah dirasakan perlunya membangun sekolah-sekolah secara
tersendiri terpisah dari masjid. Sekolah-sekolah tersebut akan digunakan untuk
pelaksanaan pengajaran berbagai ilmu agama dan sosial. Akan tetapi, keragaman
dan bermacamnya sumber kebudayaan dan informasi bukan berarti menghilangkan
peran masjid sebagai
tempat ibadah dan pendidikan. Karena, Islam sama sekali tidak melalaikan salah
satu sisi dari berbagai sisi kejiwaan manusia. Maka Islam tetap memperhatikan
aspek motoric, sebagaimana juga memperhatikan
aspek pengetahuan dan perilkau keimanan seorang muslim.[9]
Dalam masyarakat Islam, masjid
berkedudukan sebagai pusat pengarahan mental spiritual dan fisik material,
sekaligus pula merupakan tempat beribadah, tempat menuntut ilmu dan tempat
pengakajian sastra. Moral, akhlak dan tradisi Islam yang merupakan bagian dari
intisari agama, dalam masjid itu terjalin erat dengan kewajiban shalat dan
dengan barisan shafnya yang teratur rapi. Namun, kini orang-orang yang tidak
mampu lagi membina kepribadian berdasarkan akhlak yang kuat lalu mengutamakan
pembangunan masjid yang megah, tetapi jamaahnya adalah orang-orang yang tidak
karuan akhlaknya.[10]
Selain peran masjid di atas dapat
diperjelas lagi peran masjid Dalam bidang pendidikan, Rasulullah menggunakan masjid
untuk mengajarkan para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka,
seringkali dilakukan setelah sholat berjama’ah, dan juga dilakukan selain waktu
tersebut. Masjid pada waktu itu mempunyai fungsi sebagai “sekolah”
seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah dan murid-muridnya adalah para sahabat
yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih mendalam. Tradisi ini
juga kemudian di ikuti oleh para sahabat dan penguasa Islam selanjutnya, bahkan
dalam perkembangan keilmuan Islam, proses “ta’lim” lebih sering di lakukan di
masjid, tradisi ini dikenal dengan nama “halaqah”. Banyak ulama-ulama yang lahir dari tradisi halaqah ini.
Tradisi ini diadopsi di Indonesia dengan model “Pesantren”, menurut sejarah
berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia dimulai dengan adanya kyai dan
masjid. Pada perkembangan selanjutnya ketika proses ta’lim di adakan di
sekolah/madrasah, tradisi halaqah masih tetap dilestarikan di berbagai tempat
sebagai “madrasah non formal”. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa
tradisi ini merupakan cikal bakal berdirinya universitas-universitas Islam
besar di dunia. Salah satu contohnya adalah al-Azhar di Mesir.
Di
bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam di gunakan sebagai “Baitul
Mal” yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada
fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat
terbantu dengan adanya baitul mal.
Hasan Langgulung mengemukakan bahwa
masjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi dan Khulafa’ur
Rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki
masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu agama.
Menurut Asma Fahmi, masjid merupakan
sekolah menengah dan tinggi dalam waktu yang
sama. Pada mulanya, masjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan
tetapi, kaum muslimin kemudian lebih menyukai jika kepada kanak-kanak diberikan
tempat khusus karena kanak-kanak dapat merusak masjid dan tidak bisa menjaga
kebersihan.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengemukakan
bahwa pada masa keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang
telah berumur bersama-sama duduk di masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran
yang diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di masjid itu adalah
Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.
Masjid adalah symbol yang memiliki makna
sangat penting bagi Islam. Ia melambangkan hubungan erat antara hamba dengan Tuhan, hubungan
yang selalu diperbaharui seiring berjalannya waktu, dan berlangsung siang dan
malam. Peradaban yang dibawa oleh Islam tidak pernah putus hubungannya dengan
kebesaran dan kekuasaan Ilahi, senantiasa berpegang teguh pada kebajikan,
menentang kemunkaran dan setia kepada perintah dan larangan yang telah
ditetapkan Allah.[11]
Setelah Islam berkembang, semakin banyak
pula masjid. Kaum muslimin membina satu masjid atau lebih di tempat-tempat di
mana mereka tinggal. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan para komandannya
untuk mendirikan masjid di negeri,
di kota-kota yang mereka kuasai. Pada abad ketiga Hijriah, kota Baghdad sudah
penuh dengan masjid, begitu pula di kota-kota mesir.
Keadaan ini mengalami pasang surut
karena kemudian tujuan duniawi menguasai sebagian pengelola masjid. Padahal
mereka juga termasuk para ulama’. Akhirnya, fungsi masjid bergeser menjadi
sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme madzhab, golongan atau pribadi.[12]
Seperti masjid di Negara Jepang. Di masjid tersebut mengadopsi orang yang dapat
mengumandangkan adzan dan orang tersebut akan mendapat upah yang sangat besar.
Ini dapat disimpulkan fungsi masjid menjadi bergeser sebagai sumber pencarian
rezeki secara individual.
Namun pada masa sekarang ini fungsi
masjid tidaklah seperti dahulu. Sekarang ini banyak orang yang bermegah-megahan
dalam membangun masjid, tapi sedikit sekali orang yang mau berjama’ah di
masjid. Dengan sedikitnya jama’ah itu dapat mengurangi peran atau fungsi masjid
sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai lembaga pendidikan. Pada masa sekarang
ini sebagian kaum muslimin sudah terpengaruh oleh kemajuan teknologi yang
sangat pesat. Hanya beberapa yang
masih memfungsikan masjid
sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebagai contoh pada saat Ramadhan tiba, biasanya Masjid menyelenggarakan
tadarusan al-Qur’an.
Sekarang tampaknya lebih
berkembang lagi,
biasanya bila tiba ramadhan masjid ramai-ramai mengadakan kegiatan seperti
pesantren Ramadhan, pesantren kilat,
ngaji kitab, cerama-ceramah keagamaan, dan
sebagainya, terlebih lagi dengan didukukng pemuda masjid yang penuh
kreativitas, sehingga masjid lebih semarak.[13]
Dengan lahirnya
sekolah-sekolah yang terorganisir, beragamnya sarana-sarana pengetahuan dan kemudahan untuk mencapai
berbagai informasi dari
sumbernya yang beraneka ragam, membuat
adanya penyusutan peran masjid. Masjid tidak lagi menjalankan perannya seperti
zaman dahulu. Untuk mengatasi hal tersebut,
para ahli pendidikan dan para pemerhati perkembangan pengetahuan hendaknya
merancang kembali sistem
pendidikan Islam dengan memperjelas petunjuk dan tujuannya dalam rangka
mensukseskan pendidikan orang muslim. Mereka diharapakan dapat memasukkan
masjid sebagai bagian yang dapat melengkapi peran sekolah.
F.
Peran Masjid di Negara Mayoritas Muslim (Prancis)
Islam
adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar
itu, agama Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi
ini. Mulai dari jazirah Arabia, Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.[14]
Pada
abad ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa.
Perlahan-lahan, masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan
Katholik ini mulai menerima kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam
menjadi salah satu agama yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropa.
Di
Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada
tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya
Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri
di seantero Prancis.
Di
negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti
Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan
buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama
di Prancis.
Saat
ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan
jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa.
Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar
tiga juta jiwa.
Peran
buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang
dengan pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk
mengembangkan Islam. Secara perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak
yang memeluk Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Tak
hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin
dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin
berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.
Pelajar
Muslim Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus
trias politica itu. Kali ini, para pelajar Muslim yang datang ke Prancis untuk
menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang
mengambil peran besar dan penting dalam mendorong penyebaran Islam dan
berkehidupan Islam di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.
Tahun
1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami
(Organisasi Islam Dunia). Turut serta dalam konferensi itu 141 negara Islam
dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Prancis.
Hasil
konferensi dan terbentuknya federasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak
540 buah organisasi Islam di seluruh Prancis dan melindungi 1600 buah masjid,
lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan gedung-gedung milik umat Islam.
Dengan
kondisi ini, barisan umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih menggembirakan
lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda organisasi justru
berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Prancis sendiri.
Banyak
hal yang memengaruhi perkembangan Islam di Perancis. Salah satunya adalah
Perang Teluk 1991 yang menyebabkan munculnya krisis identitas di kalangan anak
muda Muslim di Prancis. Kondisi ini mendorong mereka lebih rajin datang ke
masjid. Gerakan Intifada di Palestina juga mendorong makin banyaknya Muslim
Perancis yang beribadah ke masjid.
Seiring
dengan berkembangannya agama Islam di negara Prancis, jumlah sarana ibadah dan
kegiatan keislaman pun semakin meningkat.
Menurut survei yang dilakukan kelompok Muslim Prancis, sampai tahun 2003, jumlah masjid di seantero Prancis mencapai 1.554 buah. Mulai dari yang berupa ruangan sewaan di bawah tanah sampai gedung yang dimiliki oleh warga Muslim dan dibangun di tempat-tempat umum.
Perkembangan Islam dan masjid di Prancis juga ditulis oleh seorang wartawan Prancis yang juga pakar tentang Islam, Xavier Ternisien. Dalam buku terbarunya, Ternisien menulis, di kawasan Saint Denis, sebelah utara Prancis, terdapat kurang lebih 97 masjid, sementara di selatan Prancis sebanyak 73 masjid.
Menurut survei yang dilakukan kelompok Muslim Prancis, sampai tahun 2003, jumlah masjid di seantero Prancis mencapai 1.554 buah. Mulai dari yang berupa ruangan sewaan di bawah tanah sampai gedung yang dimiliki oleh warga Muslim dan dibangun di tempat-tempat umum.
Perkembangan Islam dan masjid di Prancis juga ditulis oleh seorang wartawan Prancis yang juga pakar tentang Islam, Xavier Ternisien. Dalam buku terbarunya, Ternisien menulis, di kawasan Saint Denis, sebelah utara Prancis, terdapat kurang lebih 97 masjid, sementara di selatan Prancis sebanyak 73 masjid.
Tampaknya,
pada tahun-tahun mendatang, jumlah masjid akan makin bertambah di Prancis.
Sejumlah masjid yang ada sekarang terkadang tidak bisa menampung semua jamaah.
Masjid di kawasan Belle Ville dan Barbes, misalnya, sebagian jamaah terpaksa
harus shalat sampai ke pinggiran jalan.
Awalnya,
masjid-masjid yang ada di Prancis didirikan oleh orang-orang Muslim asal
Pakistan yang bekerja di pabrik-pabrik di Paris, Prancis. Mereka mengubah
ruangan kecil tempat makan siang atau berganti pakaian menjadi ruangan untuk
shalat. Terkadang, mereka menggunakan ruangan di asramanya sebagai sarana
ibadah. Sehingga, hal itu terus berkembang dan menyebar.
Perkembangan
yang terus meningkat itu membuat sebagian masyarakat Prancis khawatir.
Masjid-masjid yang ada sering menjadi sasaran serangan yang berbau rasisme.
Masa suram masjid di Prancis terjadi pada tahun 2001. Sejumlah masjid menjadi
sasaran serangan dengan menggunakan bom molotov. Bahkan, ada masjid yang
dibakar. Bentuk serangan lainnya adalah menggambari dinding-dinding masjid dan
dinding rumah imam-imam masjid dengan lambang swastika. Namun, sejauh ini,
belum ada organisasi hak asasi manusia atau asosiasi Muslim yang mempersoalkan
serangan-serangan itu. Sekolah Tak hanya masjid yang tumbuh, lembaga pendidikan
Islam di negeri mode ini pun turut berkembang. Sejumlah sekolah Islam berdiri
di Prancis. Sampai kini, sedikitnya ada empat sekolah Muslim swasta.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Riwayat imam Tirmidzi dari Abi Sa’id al-Khudry
berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadits yang lain,
Nabi Muhammad SAW menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku,
tempat sujud”. Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau
setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Sedangkan secara istilah Masjid adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat shalat
yang sah unutk beri’tikaf. Masjid bukan hanya berfungsi sebagai
tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan
seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beberapa ayat dalam
al-Qur’an menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang di
dalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf,
tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan Islam untuk membicarakan urusan
hidup dan perjuangan.
2. Masjid adalah lembaga pendidikan Islam
yang berfungsi aktif dalam mengajarkan dasar-dasar agama, bahasa dan sastra. Masjid telah menjalankan
peran agama dan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan kaum muslimin. Pendidikan
Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga
pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan suatu lingkaran (lembaga)
dan ditumbuhkannya. Dengan tercipta lingkaran tersebut, bukan berarti fungsi
masjid berhenti, tetapi tetap memberikan sahamnya dalam menciptakan dan menimbulkan
lingkaran baru lagi.
3. Dalam perspektif al-Qur'an Sunnah, secara
substansial masjid memiliki empat fungsi yakni: Pertama, fungsi teologis,
yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan
ketundukan total kepada Allah. (QS.Jin [72]: 11). Kedua, fungsi
peribadatan (ubudiyah). Ketiga, fungsi etik, moral dan
sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah). Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam
sejarah fungsi ini dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi
yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid.
Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan
perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.
4. Seiring
dengan perkembangan zaman dan derasnya aliran “sekularisasi” dan
pandangan hidup “materalisme”, tanpa disadari peranan masjid dalam
kehidupan umat Islam semakin menyempit dan bahkan terpinggirkan. Besarnya
gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan orang terhadap agama, telah
menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai pelengkap dalam kehidupan. Saat
ini banyak di antara umat Islam yang melihat masjid hanya sebagai tempat
ibadah atau sholat. Dalam faktanya, hanya sedikit orang yang melakukan sholat 5 waktu dengan berjama’ah di masjid, kecuali
sholat Jum’at. Maka tidak heran masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu
sholat, bahkan yang kadang-kadang digunakan sebagai tempat istirahat melepas
lelah setelah bekerja, sehingga masjid-masjid terlihat sepi, tidak ada aktifitas selain sholat
dan peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Hasil analisa menyimpulkan bahwa
kecenderungan umat meninggalkan masjid karena mereka merasa masjid tidak
memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka yang semakin komplek. Untuk
itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai sentral kegiatan umat yang
mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.
5. Pada masa permulaan Islam, masjid berfungsi
sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari
penyembahan terhadap manusia, berhala-berhala, dan thagut, agar mereka beribadah
hanya kepada Allah SWT semata. Masjid adalah tempat beribadah, juga tempat
berlangsungnya proses pendidikan. Dalam Islam, ibadah merupakan bagian dari
risalah masjid. Tidak hanya itu, Rasulullah
juga telah berjanji kepada sahabat-sahabat Beliau untuk menjaga dan melindungi
mereka di dalam masjid. Sehingga sudah menjadi rahasia umum masjid pada zaman
Rasulullah SAW telah melahirkan sekumpulan ulama fiqih, tafsir, dan hadits.
Perjalanan Islam pun mulai berkembang dan bendera Islam mulai meninggi diantara
pojok-pojok masjid. Rasulullah SAW telah menjadikan masjid sebagai tempat untuk
memimpin dan pusat berbagai
operasi pasukan Islam, sebagaimana Beliau juga menjadikan masjid tersebut
sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran untuk para generasi muslim, guna
menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh negeri.
6. Di
Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Islam
berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Al-jazair, Libya, Maroko, Mauritania,
dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah)
secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis. Saat ini, jumlah
penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah
tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa.
Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar
tiga juta jiwa. Pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat
megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih
dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.
[1] Iskandar Engku dan Siti
Zubaidah, Sejarah
Pendidikan Islami, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung;2014, hlm
112.
[2] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidikan Islam, Kencana
Prenada Media, Jakarta;2006, hlm
231-232.
[4] Moh. Roqib, Menggugat
Fungsi Edukasi Masjid, STAIN Porwokerto Press, Porwokerto; 2005, hlm
73-76.
[10] Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, Mitra
Pustaka, Yogyakarta;2004, hlm
230.
[14]http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/islammancanegara/09/07/27/65037-islam-di-prancis-terbesar-di-eropa,
diunduh pada hari Rabu Tgl 27 Mei 2015 pukul 10.25 WIB.
terima kasih artikelnya bermanfaat, semoga kita dalam lindungan Allah SWT
BalasHapusJual Karpet Masjid