BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model pembelajaran dapat diartikan
sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model
pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau
metode
pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan
berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak
kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
B. Rumusan
Masalah
A. Apa
pengertian model pembelajaran ?
B. Apa
ciri-ciri model pembelajaran ?
C. Apa
macam-macam model pembelajaran ?
C. Tujuan
A. Mengetahui
pengertian model pembelajaran.
B. Mengetahui
ciri-ciri model pembelajaran.
C. Mengetahui
macam-macam model pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah perencanaan
yang dilakukan oleh seorang pendidik atau berbagai macam cara yang dilakukan
dalam proses belajar mengajar agar memperoleh hasil yang maksimal dalam
pembelajarannya.
Pembelajaran pada hakikatnya meruapakan
suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi secara langsung
seperti kegiatan tatap muka secara langsung maupun kegiatan tatap muka secara
tidak langsung, yaitu dengan berbagai media. Model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. [1]
Pembelajaran dapat dikatakan
sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap
pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi
ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses
alamiah setiap orang.
B. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori
belajar dari para ahli tertentu.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan
tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan
kegiatan belajar mengajar di kelas.
4. Memiliki bagian-bagian model yang
dinamakan:
a. Urutan langkah-langkah pembelajaran.
b. Adanya prinsip-prinsip reaksi.
c. Sistem social
d. Sistem pendukung
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan
model pembelajaran.
6. Membuat persiapan mengajar (desain
instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
C. Macam-Macam Model Pembelajaran
Berbagai macam model pembelajaran , meliputi:
1. Model Interaksi Social
Model interaksi
social menitikberatkan hubungan yang
harmonis antara individu dan masyarakat. Model ini mencakup strategi
pembelajaran sebagai berikut:
a. Kerja kelompok, bertujuan mengembangkan
keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara
mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skills dalam bidang
akademik.
b. Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan
pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa tanggung jawab baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap kelompok.
c. Pemecahan masalah social, bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah social dengan cara
berpikir logis.
d. Bermain peranan, bertujuan untuk memberikan
kepada peserta didik menemukan nilai-nilai social dan pribadi melalui situasi
tiruan.
e. Simulasi social, bertujuan untuk
membantu siswa mengalami berbagai kenyataan social serta menguji reaksi mereka.
2. Model Pemrosesan Informasi
Model
ini berdasarkan tori belajar kognitif dan berorientasi pada kemampuan siswa
memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan informasi
merujuk pada cara mengumpulkan atau menerima stimuli dari lingkungan
mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep dan menggunakan
symbol verbal dan visual.
Model
proses informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
a. Mengajar induktif, yaitu untuk mengembangkan
kemapuan berpikir dan membentuk teori.
b. Latihan inquiry, yaitu untuk
mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
c. Inquiry
keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu,
dan diharapkan akan memeperoleh pengalaman dalam domain-domain disiplin ilmu
lainnya.
d. Pembentukan konsep, bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir induktif, mengembangkan konsep, dan kemampuan
analisis.
e. Model pengembangan, bertujuan untuk
mengembangkan intelegensi umum, terutama berpikir logis, aspek social dan
moral.
f. Advanced organizer model,
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memproses informasi yang efisien untuk
menyerap dan menghubungkan suatu ilmu pengetahuan secara bermakna.
3. Model personal
Model
ini bertitik tolak dari teori humanistic, yaitu berorienatasi terhadap
pengembangan diri individu. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mamapu
membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses informasi secar efektif.
Guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa
bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional dan intelektual.
Pada model ini, pendidik seharusnya berperan sebagi pendorong, bukan menahan
sensitivitas siswa terhadap perasaannya.
Model
pembelajaran ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a. Pembelajaran non-direktif, bertujuan
untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman,
dan konsep diri)
b. Latihan kesadaran, bertujan untuk
meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian siswa.
c. Sintetik, untuk mengembangkan kreativitas
pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d. Sistem konseptual, untuk meningkatkan
kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
4. Model pembelajaran modifikasi tingkah
laku (behavioral)
Model
ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan
membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini lebih menekankan pada asapek perubahan perilaku psikologis dan
perilaku yang tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal
penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.
5. Model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran
kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Melalui pembelajaran
ini, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan
menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata,
akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemampuan untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian,
pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan
masyarakat (bukan dekat dari segi fisik) akan tetapi secara fungsional apa yang
dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan
kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Pembelajaran
di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan
pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman
belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan
actual yang terjadi di lingkunganya. Inti dari pembelajaran ini adalah
keterkaitan antara setiap materi dengan kehidupan nyata.
6. Model pembelajaran tematik
Model
ini digunakan pada pembelajaran untuk anak tingkat sekolah dasar kelas rendah
yaitu kelas 1, 2, 3 adalah pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema.
Tematik diberikan dengan maksud menyatukan konten kurikulum dalam unit-unit
atau satuan-satuan yang utuh dan membuat pembelajaran lebih terpadu, bermakna,
dan mudah dipahami oleh siswa SD/MI.
7. Model pembelajaan berbasis computer
Pemanfaatan
computer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran. Sejarah
pembelajaran berbasis computer dimulai dari munculnya ide-ide untuk menciptakan
perangkat teknlogi terapan yang memungkinkan seseorang melakukan proses belajar
secara individual dengan menerapkan prinsip-prinsip didaktik dan metodik.
Pembelajaran
berdasarkan computer sangat dipengaruhi oleh teori belajar kognitif model
pemrosesan informasi yang mulai berkembang pada tahun 60 dan 70-an. Model ini
menampilkan konseptualisasi dari sistem memori pada manusia yang mirip dengan
sistem memori pada manusia yang mirip dengan sistem memori pada computer.
8. Model PAILKEM (partisipasi, aktif,
inovatif, lingkungan, kreatif, efektif, menyenangkan)
PAILKEM
berasal dari konsepa bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak dan
pembelajaran harus bersifat menyenangkan , agar mereka termotivasi untuk
belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau
takut.
Konsep
pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran, tetapai
merupakan salah satu strategi yang adigunakan untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai orang
yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam
belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang aktif.
Konsep
pembealajran inovatif adalah dalam kegiatan pembelajaran itu terjadi hal-hal
yang baru, bukan saja oleh guru sebagai fasilitator belajar, tetapi juga oleh
siswa yang sedang belajar. Dalam strategi ini, guru tidak saja tergantung dari
materi pembelajaran dari buku, tetapai dapat mengimplementasikan hal-hal yang
baru yang menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang dihadapi.
Konsep
pembelajaran yang menggunakan lingkungan adalah salah satu strategi yang
mendorong siswa agar belajar tidak tergantung dari aapa yang ada dalam buku
yang merupakan pegangan guru.Konsep pembelajaran ini berangkat dari belajar
konstektual dengan lebih mengedepankan bahwa yang perlu dipelajari terlebih
dahulu olehg iswa adalah,apa yang ada dalam lingkungannya.
Konsep
pembelajaran yang kreatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa.
Konsep
pembelajran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang
ditetapkan guru dengan maksud untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan.Strategi
ini menghendaki agar siswa yang belajar dimana dia telah membawa sejumlah
potensi lalu dikembangkan melalui kompetensi,dan dalam waktu tertentu
kompetensi belajar dapat dicapai siswa dengan baik atau tuntas.
Konsep
pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang prosesnya bisa berjalan
dengan baik dan menarik bagi siswa yang belajar.[2]
9. Model pembelajaran berbasis web
(e-learning)
Pembelajaran
berbasis web merupakan pembelajran yang memanfaatkan teknologi internet selam
proses belajar mengajar. Teknologi internet meemberikan kemudahan bagi siapa
saja untuk mendapatkan informasi. Pembelajaran ini bersifat unik dan serius,
kata serius digunakan untuk meengungkapkan bahwa merancang sampai dengan
mengimplementasikan pembeljaran berbasis internet tidak semudah dibayangkan. Selain
infrastruktur internet, pembelajaran berbasis web memerlukan sebuah model
instruksional yang memang dirancang khusus untuk keperluan itu. Pembelajaran
berbasis web memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
1. Interactivity (interaktivitas);
tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara langsung atau
tidak langsung.
2. Independency (kemandirian);
fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu, tempat, pengajar dan bahan ajar.
Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi leih terpusat kepada siswa.
3. Accessibility (aksesibilitas);
sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses melalui pendistribusian
dijaringan internet dengan akses yang lebih luas daripada pendistribusian
sumber belajar pada pembelajaran konvensional.
4. Enrichment (pengayaan);
kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan materi pelatihan sebagai
pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat teknologi informasi seperti video
streaming, simulasi dan animasi.
Keempat
karakteristik di atas merupakan hal yang membedakan e-learning dari kegiatan
pembelajaran secara konvensional. Dalam e-learning daya tangkap siswa terhadap
materi pembelajaran tidak lagi tergantung kepada guru karena siswa mengonstruk
sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang disampaikan melalui
interface situs web.[3]
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
berbasis web
1. Kelebihan
a. Memungkinkan setiap orang di manapun
kapanpun untuk mempelajari apapun.
b. Pembelajar dapat belajar sesuai dengan
karakteristik dan langkahnya dirinya sendiri karena pembelajaran berbasis web
membuat pembelajaran menjadi berfsifat individual.
c. Kemampuan untuk membuat tautan (link),
sehingga pembelajar dapat mengakses informasi dari berbagai sumber, baik di
dalam maupun luar lingkungan belajar.
d. Sangan potensial sebagai sumber belajar
bagi pembelajar yang tidak memiliki cukup waktu untuk belajar.
e. Dapat mendorong pembelajar untuk lebih
aktif dan mandiri di dalam belajar.
f. Menyediakan sumber belajar tambahan yang
dapat digunakan untuk memperkaya materi pembelajaran.
g. Menyediakan mesin pencari yang dapat
digunakan untuk
mencari
informasi yang mereka butuhkan.
h. Isi dari materi pelajaran dapat di-update
dengan mudah.[4]
2. Kekurangan
a. Keberhasilan pembelajaran berbasis web
bergantung pada kemandirian dan motivasi pembelajar.
b. Akses untuk mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan web sering kali menjadi masalah bagi pembelajar.
c. Pembelajar dapat cepat merasa bosan dan
jenuh jika mereka tidak dapat mengakses informasi, dikarenakan tidak
terdapatnya peralatan yang memadai dan bandwith yang cukup.
d. Dibutuhkannya panduan bagi pembelajar
untuk mencari informasi yang eleven, karena informasi yang terdapat di dalam
web sangat beragam.
e. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis
web, pembelajar terkadang merasa terisolasi, terutama jika terdapat
keterbatasan dalam fasilitas komunikasi. [5]
10. Model pembelajaran mandiri
Belajar
mandiri tidak berarti belajar sendiri. Belajr mandiri bukan merupakan usaha
untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajrnya dan dari guru /instrukturnya.
Dalm belajar mandiri peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk memahami
isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media pandang dan dengar.
Tugas guru dalm proses belajar mandiri hanya sebagai fasilitator , yaitu
menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila
diperlukan.
11. Problem-based Learning
1. Gambaran umum
Dalam
model pembelajaran Problem-based Learning, sering digunakan akronim PBL,
belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan berbagai masalah terutama
yang terkait dengan aplikasi matrei pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama
siswa melakukan pemecahan masalah, guru harus bisa menjadi tutor atau
fasilitator yang akan membantu siswa untuk mendefinisikan sesuatu dan untuk
memberikan pemahaman terhadap siswa apa yang ia tidak ketahui untuk memecahkan
masalah tersebut.[6]
Pengembangan
model diantaranya didasari oleh :
a. Prinsip Enquiry Learnig yang memandang
belajar adalah upaya untuk menemukan sendiri sebuah pengetahuan.
b. Teori-teori psikologi belajar dan
pembelajaran modern yang menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan
dikemukakan kembali secara lebih efektif jika belajar dan pembelajaran
didasarkan dalam konteks menfaatnya di masa depan.
Hasil
nyata dan penerapan pendekatan ini alam pendidikan kedokteran terbukti bahwa
banyak siswa yang belajar dengan pendekatan PBL dapat mengingat materi
pelajaran dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan siswa yang
belajar dengna pendekatan lain dan tradisional. Perbedaan yang menonjol
disebabkan karena siswa lenih menyenangi pendekatan ini karena model ini dapat
menjadi motivasi dari suatu pembelajaran.
Tentu
saja keberhasilan penerapan PBL dalam pendidikan bidang kedokteran tidak bisa
begitu saja dijadikan pegangan mutlak ketika akan menerapkan ke dalam
pendidikan bidang lainnya. Akan tetapi dengan perkembangan yang komprehensif
terutama aspek-aspek spesifik seperti kematangan intelektual siswa dan
karakteristik materi yang diajarkan serta kompetensi yang akan dicapai, dan
berbagai aspek praktis maka PBL dapat diterapkan dalam berbagai bidang dan
jenjang pendidikan yang diracik dalam kemasan yang khas.
2. Tahapan-tahapan pemecahan masalah
a. Tahapan pemecahan masalah secara
akademik
Secara akademik
tahapan pemecahan masalah yang kompleks adalah sebagai berikut:
1) Kesadaran akan adanya masalah.
2) Merumuskan masalah.
3) Membuat jawaban sementara atas masalah
atau hipotesis.
4) Mengumpulkan data atau fakta-fakta.
5) Menganalisis data atau fakta-fakta
sebagai pengujian hipotesa.
6) Membuat kesimpulan berdasarkan hasil
pengujian hipotesa.
7) Membuat alternative pemecahan masalah.
8) Menetapkan pilihan diantara alternative
pemecahan masalah.
9) Menyusun rencana upaya pemecahan
masalah.
10) Melaksanakan upaya pemecahan masalah.
11) Mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
b. Tahapan pemecahan masalah secara praktis
Tahapan
pemecahan masalah yang lebih praktis adalah sebagai berikut:
1) Kesadaran akan adanya masalah.
2) Merumuskan masalah.
3) Mencari alternative pemecahan masalah.
4) Menetapkan pilihan diantara alternative
pemecahan masalah.
5) Melaksanakan pemecahan masalah.
6) Evaluasi hasil pemecahan masalah.
3. Pemecahan masalah sebagai pengambilan
keputusan
Ada
dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keterkaitan antara rumusan
masalah dan penetapan pilihan pemecahan masalah pendekatan pengambilan
keputusan sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
a. Keterkaitan rumusan masalah dan
pemecahan masalah
Ada
empat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah dan keputusan atau solusinya
yakni :
1) Kemungkinan 1 : rumusan masalah benar
dan pemecahan yang benar.
2) Kemungkinan 2 : rumusan masalah benar
tapi pemecahan yang salah.
3) Kemungkinan 3 : rumusan masalah salah
tapi pemecahan yang benar.
4) Kemungkinan 4 : rumusan masalah salah
dan pemecahan yang salah.
Mencermati
keempat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah berikut solusinya, maka
dapat difahami mengapa perumusan masalah sangat penting dalam proses pembuatan
keputusan dalam proses pemecahan masalah atau solusi pemecahan dan sebuah
masalah.
b. Jenis-jenis pendekatan pengambila
keputusan
Ada
empat kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan (Diajeng, 2002 halaman:81-83) yaitu:
1) Keputusan yang didasarkan pada intuisi.
2) Keputusan yang didasarkan pada
pengalaman.
3) Keputusan yang didasarkan pada
kekuasaan.
4) Keputusan yang didasarkan pada fakta.
Dari
keempat pendekatan tersebut, hanya keputusan yang berdasarkan fakta yang
merupakan keputusan bersifat akademik karena menggunakan fakta sehingga
obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya secara obyektif.
4. Tahapan dalam penerapan Problem-based
Learning
Para
guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesuia dengan permasalahan yang
akan didiskusikan serta kondisi kelas.
a. Mempelajari standar isi dan standar
kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang
sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b. Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk
mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan
pembelajaran.
c. Buatlah soal atau tugas yang berisi
maslah yang harus dicarikan solusinya oleh siswa atau kelompok siswa dengan
merujuk kepada hasil aalisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa.
d. Beri pengkondisian awal kepada siswa
sebelum diberi tugas masalah untuk dicarikan solusinya.
e. Kegiatan diskusi atau pelaksanaan
prosedur pemecahan masalah oleh siswa atau kelompok-kelompok siswa.
f. Menutup kegiatan dengan menyelenggarakan
diskusi tentang hasil pemecahan masalah.
g. Guru melakukan penilaian terhadap hasil
kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindak lanjuti
sebagia kegiatan pengayaan siswa.
12. Cooperative Learning
1.
Kesalahan
paradigma mengajar
Aliran
lama di bidang belajar dan pembelajaran lebih didasarkan pada teori tabularasa
yang dikemukakan oleh John Locke yang memandang bahwa siswa adalah sebagai
kertas kosong yang bebas untuk dicoret-coret gurunya atau sebagai botol kosong
yang siap diisi ilmu pengetahuan oleh gurunya. Akibat yang ditimbulkan dari
pendekatan ini adalah siswa menjadi pasif karena hanya guru yang memberikan
materi dan siswa hanya sebagai pendengar ceramah guru dan tidak menuntut siswa
untuk aktif. Karakter dan potensi setiap anak itu berbeda satu dnegan yang
lain, ada siswa yang pintar dan ada siswa yang kurang bahkan bodoh, oleh karena
itu, pendekatan yang menjadikan guru sebagai “teacher centered” akan
menjadikan siswa yang pintar mungkin faham dengan penyampaian guru, tapi bagaimana
dengan siswa yang bodoh itu? , maka hal ini akan menjadikan perilaku orang tua
untuk saling menyombongkan prestasi anaknya masing-masing. Padahal dalam
kehidupan masyarakat Indonesia budaya gotong royong atau kesetiakawanan sudah
mengakar dan memnjadi andalan dalam membangun kehidupan bangsa yang sejahtera
dan dalam pluralis.
2.
Paradigma
baru belajar dan pembelajaran
Paham
modern menyarankan bahwa penerapan belajar dan pembelajaran berpusat pada siswa
“student centered” dan salah satu kemasan model pembelajarannya adalah
cooperative learning yang mengandung gagasan-gagasan sebagai berikut:
a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk dan
dikembangkan oleh siswa.
b. Siswa membangun pengetahuan secara
aktif.
c. Pengajar perlu berusaha mengembangkan
kompetensi dan kemampuan siswa.
d. Pendidikan adalah interaksi pribadi
diantara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
3.
Falsafah
cooperative learning
Ada
dua kemungkinan kerjasama antar siswa dalam kelompok belajarnya, yaitu
kooperatif dan kolaboratif.
a. Kooperatif adalah kerjasama antara siswa
yang berbeda tingkatan kemampuannya. Siswa dengan kemampuan ynag lebih tinggi
akan menularkan dan mendorong siswa yang lebih rendah kemampuannya.dalam proses
ini diyakini bahwa tidak hanya siswa yang akan menerima manfaat dan siswa
dengan kemampuan yang lebih tinggi. Akan tetapi, dipihak lain siswa yang memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dalam proses kerjasama tersebut akan memperoleh tantangan baru untuk
meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih tinggi.
b. Kolaboratif adalah kerjasama antara
siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak berbagi (share) pengalaman
dan pengetahuan sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama akan saling mengisi
kekurangan sehingga saling melengkapi. Hasilnya, kedua pihak akan meningkatkan
pengetahuannya masing-masing.
4.
Unsur-unsur
cooperative learning
Ada
lima unsur dari cooperative learning yang membedakannya dengan model belajar
dan pembelajaran kelompok yang lain, yaitu :
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi porses kelompok
5.
Tahapan-tahapan
dalam menyelenggarakan cooperative learning
Berikut
ini akan diberikan contoh tahapan penyelenggaraan pembelajaran dengan model
cooperative learning. Contoh tahapan ini dapat dikembangkan oleh pembaca
disesusaikan dengan materi yang akan diajarkan dan kondisi kelas.
a. Mempelajari standar isi dan standar
kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang
sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b. Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk
mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan
pembelajaran.
c. Kelompokkan siswa ke dalam sejumlah
kelompok.
d. Tetapkan kegiatan yang harus dikerjakan
oleh setiap kelompok dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat
kemampuan siswa.
e. Lakukan penyusunan kelas meliputi
penempatan media dan pengaturan tempat duduk.
f. Beri pengkondisian awal kepada siswa
sebelum kegiatan kelompok dimulai.
g. Siswa melaksanakan kegiatan belajar
kelompok dengan mengikuti petunjuk guru.
h. Menutup kegiatan belajar dan
pembelajarandengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil kegiatan setiap
kelompok dan hasilnya.
i. Guru melakukan penilaian terhadap hasil
kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindaklanjuti
sebagai kegiatan pengayaan siswa.
Tujuan penting
dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerjasama
dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan ini akan dirasakan manfaatnya saat
siswa terjun di masyarakat, keterampilan sebagaimana diungkapkan oleh Lundgren
(1994) yang terdiri dari tiga bentuk, meliputi:
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal
Keterampilan ini
meliputi : a) menggunakan kesempatan, b) menghargai kontribusi, c) mengambil
giliran dan berbagi tugas, d) berada dalam kelompok, e) berada dalam tugas, f)
mendorong partisipasi, g) mengundang orang lain untuk berbicara, h)
menyelesaikan tugas pada waktunya, i) menghormati perbedaan individu.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Keterampilan ini
meliputi: a) menunjukkan penghargaan dan simpati, b) mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, c) mendengarkan dengan aktif,
d) bertanya, e) membuat ringkasan, f) menafsirkan, g) mengatur dan
mengorganisir, h) menerima tanggung jawab, i) mengurangi ketegangan.
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan ini
meliputi: a) mengelaborasi, b) memeriksa dengan cermat, c) menyatakan
kebenaran, d) menetapkan tujuan, e) berkompromi.
Dalam
pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, terdapat enam langkah
atau tahapan utama. Tahapan atau langkah utama tersebut meliputi:
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa.
2. Menyajikan informasi dan bahan bacaan
daripada verbal.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar.
4. Membimbing kelompok-kelompok tersebut
dalam bekerja.
5. Evaluasi.
6. Memberikan penghargaan. [7]
Ciri-ciri
pembelajaran kooperatif
a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk
menuntaskan materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang
memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (kelompok dibagi secara
heterogen).
c. Apabila memungkinkan, anggota kelompok
berasal dari ras, suku , budaya, dan jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada
kelompok daripada individu.
Pembelajaran
kooperatif mencerminkan pandangan manusia belajar dari pengalaman mereka dan
partisispasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan
sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan
keterampilan berfikir logis.[8]
13. Quantum Teaching
Dalam
ilmu fisika quantum diartikan sebagai interaksi yang mengubah energy menjadi
cahaya. Sedangkan dalam teknik belajar dan pembelajaran pengertian quantum
dapat diartikan “mendorong terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa,
siswa dengan guru, siswa dengan fasilitas belajar lainnya secara terarah sesuai
dengan karakteristik diri, potensi, kebutuhan individual siswa guna mengerahkan
seluruh energinya untuk mencapai kegemilangan dalam belajar.”
1. Kerangka perancangan kegiatan
Ada
enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran dengan model Quantum
Teaching. Agar mudah diingat maka disingkat menjadi TANDUR (Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).
2. Prinsip kecerdasan jamak (multiple
inteligence) dan pembelajarannya
Salah
satu prinsip yang dijadikan rujukan utama dalam kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan quantum learning adalah prinsip kecerdasan jamak atau multiple
intelligence. Prinsip yang dikembangkan oleh Gardner ini memandang bahwa:
a. Semua manusia berbakat untuk menjadi jenius
jika belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik belajar dan
bakatnya.
b. Kejeniusan manusia tidak dapat diukur
dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik
belajar dan bakatnya sendiri-sendiri. Misalnya, kita tidak dapat membandingkan
siapa yang lebih jenius antara Muhammad Ali, Socrates, Soekarno dan Mozart,
karena mereka terlahir dari kejeniusan dan bakat yang berbeda dan ahli dalam
bidangnya masing-masing.
Hingga
tahun 1999 Gardner baru menemukan delapan macam inteligensia manusia dengan
akronim SLIMNBIL (Special-visual, Linguistik-visual, Interpersonal,
Musikal-Ritmik, Naturalis, Bedan-Kinestetik, Interpersonal, Logis Matematis,
Eksistensi).
Dalam
pembelajaran quantum teaching tedrdapat lima prinsip, yaitu:
1) Segalanya berbicara.
2) Segalanya bertujuan.
3) Pengalaman sebelum pemberian nama.
4) Akui setiap usaha.
5) Rayakan jika layak dirayakan.
Kelima
prinsip yang terdapat dalam quantum teaching ini terdapat pula dalam ajaran Islam. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama,
bahwa prinsip segala sesuatu itu berbicara sebagaimana yang terdapat dalam quantum
teaching juga ada dalam Islam. Menurut Islam bahwa segala sesuatu memiliki
jiwa atau personalitas. Air, udara, tanah, gunung, tumbuh-tumbuhan, binatang,
manusia, dan lain sebagainya memiliki jiwa dan personalitas. Oleh karenanya
semua itu harus diperlakukan secara baik dan diberikan hak hidupnya.
Kedua,
bahwa prinsip yang ada dalam quantum teaching yaitu bahwa segalanya
bertujuan juga ada dalam Islam. Dengan berpegang teguh pada prinsip ini maka
seorang yang berakal akan selalu meneliti rahasia, manfaat, hikmah yang
terkandung dalam semua ciptaan.
Ketiga,
bahwa prinsip memberikan pengalaman
sebelum pemberian nama sebagaimana terdapat dalam quantum teaching, juga
sejalan dengan prinsip yang ada dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam
seseorang terlebih dahulu disuruh percaya kepada Allah, mengucapkan dua kalimah
syahadat, melaksanakan sholat, membaca al-Qur’an, dan mempraktekkan ajaran
Islam lainnya. Laksanakan dulu semuanya itu, baru keudian bertanya mengapa
semuanya itu harus dilakukan.
Keempat,
bahwa prinsip yang terdapat dalam quantum teaching yaitu akui setiap usaha juga sesuai
dengan prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam terdapat
predikat yang diberikan kepada seseorang yang didasarkan pada usahanya.
Kelima,
bahwa prinsip rayakan jika layak
dirayakan sebagaimana terdapat dalam quantum teaching juga terdapat
dalam ajaran Islam. Prinsip ini sejalan dengan adanya berbagai upacara tradisi
yang ada dalam Islam. [9]
14. Model Student Teams-Achievement
Divisions (STAD
STAD
nerupakan pembelajaran yang paling sederhana dan merupakan model yang paling
baik digunakan untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajaran verbal maupun
tertulis.
Siswa dikelompokkan secara heterogen, kemudian
siswa yang pandai menjelaskan anggotra lain sampai mengerti.
Langkah-langkah
:
a)
Membentuk
kelompok yang anggotanya empat orang secara hetrerogen(campuran menururt
prestasi,jenis kelamin,suku,dan lain-lain).
b)
Guru
menyajikan pelajaran
c)
Guru
memberikan kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab, tidak
boleh saling membantu.[10]
15. Model Examples Non Examples
Examples non examples
adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh.Conrtoh-contoh dapat
diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah
:
a)
Guru-guru
mempersiapkan gambar –gambar sesuai dengan tujuan pemberiajaran,
b)
Guru
menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP,
c)
Guru
member petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memerhatikan atau
menganalisis gambar,
Kelebihan metode ini
adalah siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar. Sedangkan kelemahan motede
ini adalah tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
Dengan demikian,
pembelajaran dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia
yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya. Selama proses ini, seseorang
bisa memilih untuk melakukan perubahan atau tidak sama sekali terhadap apa yang
ia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku,
tindakan, cara, dan performa, maka konsekuensinya jelas. Kita bisa
mengobservasi, bahkan menverifikasi pembelajaran itu sendiri sebagai objek.[11]
16. Model Pembelajaran Project-Based
Learning
Secara sederhana
pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang
mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang
yang akrab dengan siswa, atau dengan suatu proyek sekolah.
Dalam pelaksanaan
PjBL,para siswa mencoba menyelesaikan masalah
yang khas atau tidak umum (nontrivial Problem) dengan cara,
a.
Merasakan
dan mempertanyakan secara mendalam
b.
Mendebatkan
gagasan dalam timnya
c.
Membuat
prediksi
d.
Merancang
rencana kerja
e.
Mengumpulkan
dan menganalisis data
f.
Menarik
kesimpulan
Langkah
– langkah umum yang diterapkan dalam pembelajaran berbasis poyek sebagai
berikut,
a.
Timbulnya
masalah dari para siswa
b.
Memeunculkan
proyek sebagai aternatif
c.
Pembentukan
tim prembelajaran
d.
Siswa
yang pandai membantu siswa yang kurang pandai
e.
Hal
ini mrencapai titik kulminasinya.[12]
17. Model Pembelajaran CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
Pengertian
Secara harfiah CBSA dapat diartikan
sebagai system belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pemusatan proses belajar mengajar
pada diri anak bukanlah hal yang baru. Sejak tahun 1891 G. Stranley Hall telah
mencanangkan bahwa anak didik merupakan subjek yang utama dalam pendidikan, dan
anak bukanlah manusia dewasa kecil. Dalam kehidupan di sekolah sering terjadi
anak didik itu masih diperlakukan sebagai objek didik ynag seolah-olah dapat
dibentuk sekehendak pendidik dan dianggap mempunyai kemampuan yang sama. Oleh
karena itu, guru harus pandai menyuapi sekian banyak anak pada waktu yang sama
dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri.
Dalam hal ini anak tinggal menelannya tanpa protes bahwa makanannya itu pahit,
manis, atau basi sekalipun. Hal inilah yang mendorong para tokoh pendidikan
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif (CBSA) yang pada dasarnya
merupakan pengembangan metode yang terpusat pada anak didik.
CBSA merupakan konsep yang sukar
didefinisikan secara tegas, sebab sebenarnya semua cara belajar itu mengandung
unsur keaktifan pada diri anak didik, meskipun kadar keaktifannya itu
berbeda-beda. Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas. Bahkan banyak keaktifan anak yang tidak kurang
pentingnya yang sulit diamati oleh orang lain.
Akan tetapi, kesemuanya itu harus
dikembalikan kepada suatu karakteristik keaktifan dalam CBSA, yaitu
keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang
bersangkutan, asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan,
pebuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya (feedback) dalam
pembentukan keterampilan dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap. Dengan kata lain, keaktifan
dalam CBSA menunjuk pada keaktifan mental meskipun untuk mencapai maksud ini
dalam banyak hal dipersyaratkan ketrelbatan langsung dalam berbagai keaktifan
fisik (T. Raka Joni, 1980).
Tolok ukur CBSA
Sebagaimana telah dikemukakan, cara
apapun yang digunakan pada waktu belajar mengandung unsur keaktifan pada diri
siswa meskipun kadarnya berbeda-beda. Untuk dapat mengukur kadar keaktifan
siswa dalam belajar, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para pakar
CBSA:
1. McKeachie (Student. Centered versus
Instructor-Centered Instruction, 1954)
mengemukakan tujuh dimensi dalam proses belajar mengajar di mana terdapat
variasi kadar ke-CBSA-an sebagai berikut:
a. Partisipasi siswa dalam menentukan
tujuan kegiatan belajar mengajar.
b. Penekanan pada aspek afektif dalam
pengajaran.
c. Partisipasi siswa dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, utamanya yang berbentuk interaksi antarsiswa.
d. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan
sumbangan siswa yang kurang relevan atau yang salah.
e. Keeratan hubungan kelas sebagai
kelompok.
f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa
untuk mengambil keputusan yang penting dalam kegiatan di sekolah.
g. Jumlah waktu yang digunakan untuk
menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan ataupun yang tidak
berhubunagn dengan pelajaran.
2. K. Yamamoto (Many Faces of Teaching,
1969) melihat kadar keaktifan siswa itu dari segi intensionalitas atau
kesengajaan terencana dari peran serta kegiatan oleh kedua belah pihak (siswa
dan guru) dalam proses belajar mengajar.
3. H.O. Lingren
(Educational Psychology in the Classroom, 1976) melukiskan kadar
keaktifan siswa itu dalam interaksi di antara siswa dengan guru dan siswa
dengan siswa lainnya. Apabila kita perhatiakn suasana kelas pada waktu terjadi
kegiatan instruksional, akan tampak komunikasi yang beraneka ragam.
4. Ausebel
(1978), mengemukakan penjernihan
pengertian di dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan belajar
mengajar dengan mengemukakan dua dimensi, yaitu :
a. Kebermaknaan materi serta proses belajar
mengajar.
b. Modus kegiatan belajar mengajar.[13]
Rasionalisasi CBSA
dalam Pembelajaran
Seorang guru hendaknya memiliki
keterampilan untuk mentransfer pengetahuannya kepada peserta didik dengan
sebaik-baiknya agar peserta didik mampu memahami apa yang disampaikan oleh guru
di sekolah. Guru juga harus mengetahui apa yang dibutuhkan oleh peserta didik
itu, agar nanti dalam memberikan pembelajaran maka peserta didik itu mampu
memahami dan menangkap informasi atau keterangan guru. John Dewey (1916
dalam Devies, 1987:31) menekankan bahwa oleh karena belajar menyangkut apa
yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus
datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang
mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut harislah
berasal dari murid yang belajar.
Sedangkan Gage dan Berliner
secara sederhana mengungkapakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman yang diperolehnya (Gage dan Berliner, 1984:252).
Dari batasan belajar yang dikemukakan kedua tokoh di atas kita dapat menandai
bhwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secra orang per
orang sebagai satu kesatuan oeganisasi sehingga terjadi perubahan pada
pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Walaupun telah lama kita menyadari
bahwa belajar melibatkan secara aktif orang yang belajar, namun kenyataannya
masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih
tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa.
Proses belajar yang yang didominasi guru menyebabkan siswa lebih banyak
berperan secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada
mencari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mereka butuhkan. Bertolak dari
pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi
belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA
merupakan kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Guru hendaknya tidak lagi
mengajar sekadar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap kepada siswa. Namun, guru mengajar untuk membelajarkan siswa dalam
konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan, dan meresapkan
pegetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dengan penerapan CBSA, siswa
diharapkan akan lebih mapu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan
potensi yang dimilikinya secara penuh., menyadari dan dapat menggunakan potensi
sumber belajar yang terdapat di sekitarnya. Selain siswa, dengan penerapan CBSA
ini guru diharapkan bekerja secara professional, mengajar secara sistematis,
dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna.
Artinya guru dapat merekayasa system pembelajaran yang mereka laksanakan secara
sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran aktif (Raka Joni, 1992:11). Lambat laun penerapan CBSA dapat
mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan alam dan sosialnya.[14]
Rambu-rambu
Penyelenggaraan CBSA
Yang dimaksud rambu-rambu CBSA
adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik dalam
program maupun dalam proses pembelajaran. Rambu-rambu yang dimaksud adalah:
1) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang
membelajarkan.
2) Prakarsa dan keberanian siswa dalam
mewujudkan minat keinginan dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya.
3) Keberanian dan keinginan siswa untuk
ikut serta dalam proses pembelajaran.
4) Usaha dan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran.
5) Keingintahuan yang ada pada diri siswa.
6) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri
siswa.
7) Kuantitas dan kualitas usaha yang
dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa.
8) Kualitas guru sebagai inovator dan
fasilitator.
9) Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi
dalam proses pembelajaran.
10) Kuantitas dan kualitas metode dan media yang
dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran.
11) Keterikatan guru terhadap program
pembelajaran.
12) Variasi interaksi guru, siswa dalam proses
pembelajaran.
13) Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.[15]
18. Model DSI-PK (Desain Pembelajaran Berbasis
Pencapaian Kompetensi)
Model desain system instruksional
berorientasi pecapaian kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan
sistematis tentang pengembangan pembelajaran, baik mengenai proses maupun bahan
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Tujuan implementasi model ini adalah untuk mencapai solusi terbaik untuk
mencapai solusi terbaik untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah
informasi yang tersedia. Dengan demikian model ini muncul karena kebutuhan
manusia untuk memecahkan suatu persoalan, melalui model ini, didapatkan
langkah-langkah untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Selanjutnya,
rancangan tersebut di uji cobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk
menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Karakteristik model desain sistem
instruksional berorientasi pencapaian kompetensi (DSI-PK) :
a. Model desain yang sederhana engan
tahapan yang jelas dan brsifat praktis.
b. Secara jelas menggambarkan
langkah-langkah yang harus ditempuh.
c. Merupakan pengembangan dari analisis kebutuhan
(analisis kebutuhan akademis dan personal sesuai tuntutan social kedaerahan).
d. Ditekankan pada penguasaan kompetensi
sebagai hasil belajar yang dapat diukur.
Faktor penghambat dan solusi untuk
mengatasi penghambat Model Desan Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian
Kompetensi (DSI-PK) :
a. Guru belum memiliki kesiapan dan
pemahaman yang memadai tentang konseo model DSI-PK. Solousi untuk menghadapi
itu perlu diadakan pelatihan-pelatihan untuk guru, seperti penataran atau
workshop.
b. Penilaian hasil belajar peserta didik
merupakan hal yang cukup rumit, karena menyangkut pencapaian kompetensi dasar
peserta didik, dalam hal inimenyangkut semua aspek pendidikan (kognitif,
afektif, psikomotorik) pada peserta didik. Solusi untuk mengatasi hal tersebut
adalah harus diarahkan tidak hanya sebatas memahami materi pada aspek kognitif,
tetap lebih ditekankan pada aspek perilaku da sikap peserta didik.
c. Keterlibatan peserta didik dalm proses
pembelajarn kurang, karan penyajian pelajaran kurang menarik, sehingga
berakibat pada rendahnya motivasi peserta didik. Solusi untuk menghadapi hal
tersebut adalah dapat dilakukan dengan mendesain model DSI-PK secara sedrhana,
menggambarkan cara-cara yang akan ditempuh, membuat analisi kebutuhan yang
sesuai dengan kebutuhan personal dan tuntutan social kedaerahan, dan menekankan
kepada penguasaan kompetensi sebagai hasil yang bisa diukur.
d. Sarana dan prasarana belum memedai,
sehingga proses belajar mengajar di sekolah menjadi monoton, dan hanya
menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber pelajaran. Solusi untuk mengatasi
hal tersebut adalah guru harus kreatif mencari bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai sumber pembelajaran.[16]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Belajar pada hakikatnya adalah proses
interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat
dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat
melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati,
dan memahami sesuatu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu system, yang
terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat
komponen pembeljaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan
menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Model-model pembelajaran tersebut meliputi:
1) Model interaksi sosial
2) Model pemrosesan informasi
3) Model personal
4) Model pembelajaran modifikasi tingkah
laku
5) Model pembelajaran kontekstual
6) Model pembelajaran tematik
7) Model pembelajaran berbasis komputer
8) Model PAILKEM
9) Model pembelajaran berbasis web
(e-learning)
10) Model pembelajaran mandiri
11) Model pembelajaran problem based
learning
12) Model cooperative learning
13) Model quantum teaching
14) Model students teams achievement
divisions (STAD)
15) Model examples non examples
16) Model project based-learning
17) Model Pembelajaran CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif)
18) Model DSI-PK (Desain Pembelajaran
Berbasis Pencapaian Kompetensi)
B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis
Belajar dan Pembelajaran, Humaniora, Bandung;2012.
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung; 2013.
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Prenada
Media, Jakarta;2003.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan
Pembelajaran, PT Rineka Cipta,
Jakarta;1999.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar,
CV Pustaka Setia,Bandung:2011.
Husamah dan Yanur Setyaningrum, DESAIN
PEMBELAJARAN BERBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi Pustaka, Jakarta;2013.
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran
dan Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2013.
Moh.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung;
2002.
Rusman, dkk., Pembelajaran
BerbasisTeknologi Informasi dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta;2012.
Rusman, Model-Model Pembelajaran,
Rajawali Pers, Jakarta;2013.
[1] Rusman, Model-Model
Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta;2013, hal 144.
[3] Rusman, dkk., Pembelajaran
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta;2012, hal 264.
[4] Rusman, Ibid,
hal 271.
[5] Rusman, Ibid, hal
274.
[6] Abdorrakhman
Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Humaniora,
Bandung;2012, hal 201.
[7] Abdul Majid, Strategi
Pembelejaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung;2013, hal 178-179.
[8] Ibid, hal 176.
[9] Abuddin Nata, Manajemem
Pendidikan, Prenada Media, Jakarta;2003, hal 40-43.
[11] Miftahul
Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta;2013, hal 3.
[12] Husamah
dan Yanur Setyaningrum, DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi
Pustaka, Jakarta;2013, hal 147-155.
[13] Moh. Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung; 2002, hal 22-25.
[16] Husamah dan Yanur
Setyaningrum, DESAIN PEMBELAJARAN BEBASIS PENCAPAIAN KOMPETENSI, Prestasi
Pustaka, Jakarta;2013, hal 100-110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar