BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum
memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan
arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan
pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah
maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita
sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal atau
informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan
generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum
mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Dengan
adanya kurikulum resmi yang bersifat nasional, semua “progam belajar” sudah
dibuat dalam bentuk “siap pakai”. Tugas guru di sekolahpada umumnya hanya
tinggal mengembangakan kurikulum pada tingkat pengajaran . agar implementasi
kurikulum dapat berjalan secara efektif.
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana pengertian Kurikulum?
b.
Bagaimana konsep Kurikulum?
c.
Apa fungsi Kurikulum?
d.
Apa saja komponen Kurikulum?
e.
Bagaimana pengembangan Kurikulum?
f.
Bagaimana landasan pengembangan Kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Istilah Kurikulum yang
berasal dari bahasa latin “curriculum” semula berarti “a running
course, or race course, especially a chariot race course” dan terdapat pula
dalam bahasa Prancis “courier” artinya “to run, berlari”.
Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah
“courses” atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai
suatu gelar atau ijazah.[1]
Secara tradisional Kurikulum
diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian
Kurikulum yang dianggap tradisional masih banyak dianut di Indonesia. Menurut
Harold Alberty dan John Kerr Kurikulum yaitu segala pengalaman anak di sekolah
di bawah bimbingan sekolah.
Kurikulum bukanlah buku,
Kurikulum bukanlah sekadar dokumen yang dicetak. Untuk mengetahui kurikulum
sekolah tidak cukup mempelajari buku kurikulumnya, melainkan juga apa yang
terjadi di sekolah, di dalam kelas, di luar kelas, kegiatan-kegiatan di
lapangan atau aula dan sebagainya.
Jadi, kurikulum adalah suatu
program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar
yang di programkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar
norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi
tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.
B.
Konsep Kurikulum
Kurikulum sebagai suatu rencana yang menjadi panduan
dalam menjalankan roda proses pendidikan di sekolah akan mempunyai bentuk-beda.
Menurut McNeil (1981), mengkategorikan konsep-konsep kurikulum ini ke dalam
empat macam, yaitu 1) konsep humanistis, 2) konsep kurikulum teknologis, 3)
konsep kurikulum rekontruksi social, dan 4) konsep kurikulum akademis.
1) Kurikulum
Humanistis
Konsep kurikulum
humanistis di samping dipengaruhi oleh konsep tentang fungsi pendidikan untuk
pengembangan pribadi, juga berakar pada konsep-konsep psikologi humanism,
seperti konsep yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, bahwa setiap individu
mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu
beranjak dari kebutuhan yang paling mendasar menuju kebutuhan yang paling
tinggi. Kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan jasmaniah, seperti
makan, minum, dan tidur. Kebutuhan pada jenjang di atasnya adalah kebutuhan
akan rasa aman, kebutuhan akan kasih saying atau rasa diterima di dalam
kelompoknya, kebutuhan akan rasa di hargai, dan kebutuhan tertinggi adalah
kebutuhan akan perwujudan diri atau self actualization.
Konsep kurikulum
humanistis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik, setiap
siswa berkesempatan untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya
masing-masing. Substansi kurikulum semacam ini hamper tidak tampak secara
jelas, melainkan berupa rencana yang disusun bersama antara anak dan guru.
2) Kurikulum
Rekonstruksi Sosial
Konsep kurikulum
ini menekankan pentingnya kirikulum sebagai alat untuk melakukan rekonstruksi
atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Meliputi segi-segi social, politik, ekonomi,
mental, dan spiritual. Melalui proses pendidikan di sekolah yang merupakan
implementasi kurikulum siswa diajak untuk mengenali berbagai permasalahan yang
muncul dimasyarakat, sesuai dengan timgkat kemampuan berpikirnya, kemudian
berupaya mencari alternative pemecahannya. Dampak dari penerapan konsep ini
adalah: 1) untuk kepentingan penyusunan kurikulum perlu dilakukan analisis
kebutuhan, 2) berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikenali dilakukan
penentuan prioritas, 3) proses pendidikan di sekolah menekankan pada kegiatan
menyacahan masalh, 4) masyarakat dijadikan sebagai sumber belajar.[2]
Konsep kurikulum
rekonstruksionis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau activity
curriculum. Kurikulum sekolah tidak menyediakan mata pelajaran secara
khusus tetapi menyediakan kemungkinan bagi siswa untuk merencanakan
proyek-proyek kegiatan tertentu. Oleh sebab itu, kurikulum semacam ini disebut
dengan kurikulum proyek. Tujuan semua kegiatan yan dilakukan adalah member
pengalaman belajar sebesar-besarnya secara langsung dalam kehidupan di
masyarakat. Praktek kurikulu semacam ini sering pula disebut dengan istilah
kurikulum pengalaman atau experience curriculum. Mrtode belajar utama
yang digunakan dalam implementasi kurikulum ini adalah metode pemecahan
masalah.
3) Kurikulum
Teknologis
Istilah
teknologi yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendekatansistem dalam
memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini memandang bahwa
kurikulum merupakan suatu system yang dikembangkan dengan pendekatan system.
Pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan sisten ini dimulai dari
perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujan, dirumuskan alat untuk
mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya, dirumuskan bahan-bahan
pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan, seperti mrtode dan
alat yang dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan itu. Konsep ini
lebih menekankan pada perancangan sistem belajar-mengajar berdasarkan
pendekatan system. Kurikulum yang dirancang dengan mengacu pada konsep ini
merupakan paket-paket belajar yang dapat dipelajari siswa secara individual.
4) Kurikulum
Akademis
Proses
pengembangan kurikulum
ini dilakukan dengan merencanakan kegiatan mempelajari bahan-bahan pelajaran
yang bersifat akademis, sepeti halnya
mempelajari mata pelajaran-mata pelajaran dalam kurikulum tradisional.
Konsep kurikulum akademis melahirkan bentuk-bentuk kurikulum yang berorientasi
pada mata pelajaran. Bahan-bahan pelajaran yang menjadi isi kurikulum diseleksi
dari disiplin-disiplin ilmu terkait yang dipandang dapat mengembangkan
kemampuan melakukan proses kognitif. Bentuk lain dari kurikulum yang lahir
berdasarkan konsep kurikulum akademis adalah kurikulum inti atau core
curriculum. Kurikulum ini berisi mata pelajaran dan bahan pelajaran yang
bersifat fundamental, dan dianggap paling penting untuk dikuasai oleh setiap
siswa. Jadi, kurikulum ini merupakan kurikulum imum atau mengenai materi
pendidikan umum. Bahan-bahan kurikulum ini dapat diambil dari bidang studi,
dapat pula diambil dari masalah-masalah kehidupan sehari-hari sesuai dengan
kepentingan pengembangan pribadi anak didik yang diharapkan.
C.
Fungsi Kurikulum
Alexander
Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education (1918),
mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fumgsi penyesuaian, fungsi
pengitregasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan
fungsi diagnostik.
1. Fungsi
penyesuaian (The Adjustive of Adaptive Function)
Individu hidup
dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah
dab bersifat dinamis, maka masing-masing individu pun harus memiliki kemampuan
menyesuaikan diri secara dinamis pula. Dibalik itu, lingkungan pun harus
sesuaikan dengan kondisi perorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai
alat pendidikan, sehingga individu bersifat well-adjusted atau
menyesuaikan diri.
2. Fungsi Diferensiasi (The differentiating function)
Kurikulum perlu
memberikan pelayanan terhadap perbedaan di antara setiap orang dalam
masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berfikir kritis
dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan social dalam masyarakat. Akan
tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas social dan
integrasi, karena diferensiasi juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi
social (kerusakan social).
3. Fungsi
Persiapan (The Propaedeutic Function)
Kurikulum
berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk
suatu jangkauan yang lebih jauh, misal melanjutkan studi ke sekolah yang lebih
tinggi atau persiapan belajar di dalam masyarakat. Persiapan kemampuan belajar
lebih lanjut lanjut ini sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkuin
memberikan semua yang diperlukan siswa atau apapun yang menarik perhatian
mereka.
4. Fungsi
Pemilihan (The Selective Function)
Perbedaan
(diferensiasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang saling berkaitan.
Pengakuan atas prebedaan berarti memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan
kebutuhan bagi masyarakat yang menganut system demokratis. Untuk mengembangkan
berbagai kemampuan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan
bersifat fleksibel.
5. Fungsi
Diagnostik (The Diagnostic Function)
Salah satu segi
pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami
dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan
kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi. Selanjutnya siswa sendiri
yang memperbaiki kelemahan tersebut dan
mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi diasnostik
kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.[3]
D.
Komponen Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum yang utama adalah
tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta
evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau
relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal, pertama, kesesuaian antara
kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat.
Kedua, ksesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan
tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai
dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
1. Tujuan
Pertama, perkembangan tuntutan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh
pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama
falsafah Negara.
Dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai
berikut: Tujuan pendidikan nasional yaitu, tujuan jangka panjang, tujuan ideal
pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional yaitu, sasaran pendidikan
suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler
yaitu, tujuan yang dicapai oleh suatu program studi. Tujuan instruksional
yang merupakan target yang harus dicapai
suatu mata pelajaran.
2. Bahan
Ajar
Siswa belajar
dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya dan lingkungan orang-orang. Tugas
utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong
siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan penglaman belajar yang
dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana
mengajar , yang mencakup komponen-komponen tujuan khusus, strategi mengajar,
media dan sumber belajar serta evaluasi hasil mengajar.
3. Strategi
Mengajar
Dalam proses
belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami suatu strategi. Strategi
menunjuk pada sesuatu pendekatan, metode, dan peralatan mengajar yang
diperlukan. Strategi pangajaran lebih lanjut bisa dipahami sebagai cara seorang
pendidik dalam pengajar.Dengan menggunakan strategi yang tepat dan akurat
proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta didik khususnya
pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta didik. Akan tetapi
penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat
kompetensi pendidik.
4. Media
Mengajar
Media mengajar
merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk
mendorong siswa belajar. Perumusan di atas menggambarkan pengertian media yang
cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar. Berbagai bentuk alat
penyaji perangsang belajar berupa,
alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video
cassette, televisi dan komputer.
5. Evaluasi
Pengajaran
Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan,
bahan ajar, strategi mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan
penyempurnaan. Evaluasi di tujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
6. Penyempurnaan
Pengajaran
Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar
maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik
bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Sesuai komponen-komponen yang
dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk
disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan prioritas lebih dulu atau mendapatkan
penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya.[4]
E.
Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah
mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena
adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau
dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa
depannya dengan baik.
Pihak universitas dapat mengembangkan komponen pokok
yang berupa: jenis-jenis mata kuliah dan pengelompokannya, alokasi waktu untuk
setiap progam, susunan mata kuliah, termasuk di dalamnya mata kuliah wajib
lulus dan wajib tempuh, jumlah mata kuliah per semester dan jumlah SKS per
semester.
Terdapat
empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan yaitu:
1. Merencanakan,
merancang, dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar
2. Karakteristik
peserta didik
3. Tujuan
yang akan dicapai
4. Kriteria-kriteria
untuk mencapai tujuan
Karakteristik peserta didik sekarang sangat
dipengaruhi oleh perkembangan IPTEKS, pengaruh globalisasi dan sebagainya.
Berbagai criteria yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah
pengembangan tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945, nilai-nilai
hidup, tujuan pendidikan nasional GBHN, peraturan pemerintah no.26,27,28,29,
dan 30 tahun 1990, undang-undang pendidikan tahun 2003, dan juga hendaknya
memperhatikan perkembangan IPTEKS dan karakteristik peserta didiknya.
Kurikulum
dikembangkan oleh orang-orang yang terkait dengan masalah kurikulum yaitu pihak
produsen, pihak konsumen, pihak ahli yang relevan, pihak guru. Yang sering
terjadi adalah pengembangan kurikulum pada komponen pokok misalnya:
1. Struktur
program
Hampir setiap perubahan kurikulum,
struktur program selalu ikut berubah baik hilangnya maupun lahirnya mata
pelajaran baru, alokasi waktu untuk setiap program maupun untuk setiap mata
pelajaran.
2. Pada
silabus
Untuk menyesuaikan perkembangan
zaman, maka sumber bahan, sistem penyesuaian, dan media yang dipakai selalu
menyesuaikan.[5]
F.
Landasan-landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan
yang sangat penting. Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai
suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik
tolak dalam mengembangkan kurikulum. Pada prinsipnya ada empat landasan pokok
yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan kurikulum yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Keempat jenis landasan pengembangan
kurikulum tersebut akan diuraikan dibawah ini.
1. Landasan
Filosofis Pengembangan Kurikulum
Landasan filosofis
yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat
pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimpliksi pada perumusan tujuan
pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta
pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.
2. Landasan
Psikologis Pengembangan Kurikulum
Landasan
psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan
titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi tersebut meliputi
kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana
peserta didik belajar. Atas dasar hal tersebut terdapat dua cabang psikologi
yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi
perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik
sebagai subjek pendidikan. Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam
pengembangan kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik,
diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta
didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau
bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.
Sedangkan
psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar.
Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan
kurikulum, yaitu teori psikologi kognitif, behavioristik, dan humanistik.
a. Teori
Psikologi Kognitif
Istilah cognitive berasal
dari bahasa Latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to know).
Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana
individu memahami dirinya dan lingkungannya. Teori belajar kognitif memandang
manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan
mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah
mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
b. Teori
Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik disebut
juga Stimulus-respons Theory (S-R). Kelompok ini mencakup tiga teori,
yitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Teori S-R Bond
(stimulus respons) bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi.
Belajar terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respons. Belajar adalah upaya
membentuk hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya. Menurut hukum kesiapan
(law of readiness), hubungan antara stimulus respons akan terbentuk atau
mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada sistem saraf individu. Selanjutnya,
hukum latihan (law of exercise) atau pengulangan, hubungan antara
stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang.
Menurut hukum akibat (law of efect), hubungan stimulus-respons akan
terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Teori ketiga adalah reinforcement.
Reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori S-R Bond dan
conditoning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada
stimulus, maka pada teori reinforcement kondisi diberikan pada respons.
Karena anak belajar sungguh-sungguh
(stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respons) maka guru
memberi angka tinggi, pujian mungkin juga hadiah. Angka tnggi, pujian dan
hadiah merupakan reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan
lebih giat dan sungguh-sungguh.
c. Teori
Psikologi Humanistik
Teori ini berpandangan bahwa
perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan
bukan oleh faktor eksternal. Manusia yang mencapai puncak perkembangannya
adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensi
dirinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi.
Berbeda dengan teori belajar behavioristik, toeri humanistik
menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses
mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak
ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh
siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional.
3. Landasan
Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Landasan
sosiologis merupakan asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan
titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus
mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam
lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat
dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Untuk
terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat
diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor
perkembangan masyarakat. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik
anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi
dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai
makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat
umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dam kecakapan.
4. Landasan
Teknologis Pengembangan Kurikulum
Ilmu pengetahuan
adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan
melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan
sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Baik secara langsung
maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi atau materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memilki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.[6]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang
berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan,
direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang
berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga
kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.
Konsep kurikulum yaitu, Kurikulum Humanistis,
Kurikulum Rekonstruksi sosial, Kurikulum sebagai Teknologi, Kurikulum Akademis.
Fungsi Kurikulum yaitu, Fungsi penyesuaian, Fungsi
Intregrasi, Fungsi Diferensiasi, Fungsi Persiapan, Fungsi Pemilihan, Fungsi
Diasnogtik.
Komponen Kurikulum yaitu, Tujuan, Bahan Ajar, Strategi
Mengajar,Media Mengajar, Evaluasi Pengajaran, Penyempurnaan Pengajaran.
Pengembangan Kurikulum yaitu, Struktur Progam, dan Silabus.
Landasan-landasan
Pengembangan Kurikulum yaitu, Landasan Filosofis Pengembangan
Kurikulum, Landasan
Psikologis Pengembangan Kurikulum,
Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum, Landasan Teknologis
Pengembangan Kurikulum.
B. SARAN
Semoga dengan dibuatnya makalah Pengembangan Kurikulum PAI
dengan tema Ruang Lingkup
Kurikulum dapat
membantu proses perkuliahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar