RESUME
AKAD, RUKUN, SYARAT, DAN MACAMNYA
Diajukan
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah Fiqh II
(Mu’amalah)
Dosen
Pembimbing : Zakiyah Isnawati, M. Pd
Disusun
Oleh : Kelompok 4
Nama
: 1. Siti Fitriana
( 1310110041 )
2.
Edy Rofi’i
( 1310110064 )
3. Siti Khomsun ( 1310110072 )
4. Nurul Ainiyah ( 1310110078 )
Kelas : B2
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
2015
A. Pengertian Akad
Akad menurut bahasa ‘Aqad
yang mempunyai beberapa arti, antara lain: mengikat, sambungan, dan janji.[1]
Secara
bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang
keseluruhannya kembali kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal.
Sementara akad menurut istilah
adalah keterkaitan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang
memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyari’atkan.
Terkadang kata akad dalam
istilah dipergunakan dalam pengertian umum, yakni sesuatu yang diikatkan
seseorang bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain dengan kata harus.
Dalam Fiqih akad merupakan sesuatu
yang menjadi tekad seseorang untul melaksanakan, baik muncul dari satu pihak,
seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti
sewa, jual beli, wakalah dan gadai.
B. Rukun Akad
Akad
Memiliki tiga Rukun, yaitu :
1.
Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad
Dua orang atau lebih yang terikat dengan akad ini adalah dua orang
atau lebih yang secara langsung terlibat dalam perjanjian. Kedua belah pihak
dipersyaratkan harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses
perjanjian, sehingga perjanjian atau akad tersebut dianggap sah.
2.
Sesuatu yang diikat dengan akad
Yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang
disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya. Dalam hal itu juga ada beberapa
persyaratan sehingga akad tersebut dianggap sah, yakni sebagai berikut : pertama,
barang tersebut harus suci. Kedua, barang tersebut harus bisa
digunakan dengan cara yang disyari’atkan. Ketiga, komoditi harus bisa
diserahterimakan. Keempat, barang yang dijual harus merupakan milik
sempurna dari orang yang melakukan penjualan. Kelima, harus diketahui
wujudnya oleh orang yang melakukan akad jual beli bila merupakan barang-barang
yang dijual langsung.
3.
Pengucapan Akad
Yang
dimaksudkan dengan pengucapan akad itu adalah ungkapan yang dilontarkan oleh
orang yang melakukan akad untuk menunjukkan keinginannya yang mengesankan bahwa
akad itu sudah berlangsung. Ungkapan
itu harus mengandung serah terima (ijab-qabul).[2]
Menurut
para ulama’, rukun aka ada 4 yaitu :
a.
Kesepakatan untuk mengikatkan diri (shighat al-‘aqd),
b.
Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain/al-‘aqidain),
c.
Objek akad (al-ma’qud alaih/mahal al-‘aqd),
d.
Tujuan akad (maudhu’ al-‘aqd).
C. Syarat Akad
Syarat
akad
ada empat macam, yaitu :
a)
Syarat berlakunya akad (In’iqod)
b)
Syarat sahnya akad (Shihah)
c)
Syarat terealisasikannya akad (Nafadz)
d)
Syarat Lazim[3].
Syarat
– syarat terjadinya aqad, ada dua macam :
a.
Pertama, syarat – syarat yang bersifat umum, yaitu ; syarat – syarat
yang wajib sempurna wujudnya dalam segala macam aqad.
b.
Kedua, syarat yang sifatnya khusus, yaitu ; syarat – syarat yang
disyaratkan wujudnya dalam sebagian aqad, tidak dalam sebagian yang lain[4].
D. Macam-macam Akad
Akad dibagi menjadi beberapa macam sesuai
dengan tinjauan sifat pembagiannya, yaitu dapat ditinjau dari segi sifat dan
hukumnya, dari segi watak atau hubungan tujuan dengan shighat-nya, dan
dari akibat-akibat hukumnya. Akad
yang sah dapat dibagi menjadi dua, yaitu akad yang dapat dilaksanakan tanpa
tergantung kepada hal-hal lain dan akad yang bergantung kepada hal lain.
Dari segi sifat dan hukumnya, akad
dapat dibagi menjadi dua, yaitu akad yang sah dan akad yang tidak sah. Akad
yang dapat dilaksanakan tanpa bergantung kepada hal-hal lain dapat dibagi dua,
yaitu yang mengikat secara pasti tidak boleh dibatalkan (fasakh), dan
yang tidak mengikat secara pasti dapat dibatalkan (fasakh) oleh dua
pihak atau oleh satu pihak.
Berikut adalah pembagian macam-macam
akad :
1)
Akad dilihat dari segi keabsahannya, yaitu pertama, akad
shahih adalah akad yang memenuhi rukun dan syaratnya. Kedua, akad tidak
shahih yaitu akad yang tidak memenuhi rukun dan syarat-syaratnya, sehingga
seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang
berakad.
2)
Akad berdasarkan penamaannya, yaitu pertama, akad bernama (Al-Uqud
Al-Musamma) merupakan akad yang penamaannya telah disebutkan dan
diterangkan ketentuannya oleh syara’/telah disebutkan dalam Al-qur’an dan
Hadits. Kedua, akad tidak bernama (Al-Uqud Ghair Al-Musamma)
merupakan akad yang belum dinamai syara’, tetapi muncul dalam perjalanan
sejarah umat islam yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman,
seperti istishna, bai al-wafa, bai istijrar, dan al-tahkir.
3)
Akad berdasarkan Zatnya, yaitu pertama, akad terhadap benda
yang berwujud (‘ainiyyah) yaitu sesuatu akad dianggap sah apabila benda
atau objek akad tersebut telah diserahterimakan. Kedua, akad terhadap
benda tidak berwujud (Ghair Al-‘ainiyyah) yaitu sesuatu akad dianggap
sah setelah terjadinya shighat (ijab-qabul) sekalipun objek akadnya
belum diserahterimakan.
4)
Akad berdasarkan sifat akadnya, yaitu pertama, akad pokok
yaitu akad yang berdiri sendiri, yang keberadaanya tidak tergantung kepada
suatu hal lain. Kedua, akad asesoir (Al-aqd Al-Tabi’i) yaitu akad
yang keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada suatu hak
yang menjadi dasar ada dan tidaknya atau sah dan tidak sahnya akad tersebut.
5)
Akad dari segi terjadinya/keberlakuannya, pertama, akad
konsensual (Al-Aqd Al-Radha’i) adalah perjanjian yang terjadi hanya
karena adanya pertemuan kehendak atau kesepakatan para pihak. Kedua,
akad formalistik (Al-‘Aqd Al-Syakli) adalah akad yang tunduk kepada
syarat-syarat formalitas yang ditentukan oleh pembuat hukum, dimana apabila
syarat-syarat itu tidak terpenuhi akad tidak sah. Ketiga, akad riil (Al-Aqd
Al-‘Aini) adalah akad yang untuk terjadinya diharuskan adanya penyerahan
objek akad. Apabila tidak dilakukan penyerahan, akad dianggap belum terjadi dan
tidak menimbulkan akibat hukum.
6)
Akad berdasarkan watak/sifat/pengaruh akad (atsar al-aqd), pertama,
akad munjaz merupakan akad yang mempunyai akibat hukum seketika telah terjadi ijab
dan qobul. Dengan kata lain, akad yang tidak digantungkan pada syarat
atau sandaran waktu yang akan datang. Kedua, akad mudhaf ‘ila
al-mustaqbal merupakan akad yang disandarkan kepada waktu yang akan datang.
Jika suatu akad tidak dilaksanakan seketika, maka ada dua kemungkinan, yaitu
bersandar kepada waktu mendatang atau bergantung atas adanya syarat. Ketiga,
akad mu’allaq merupakan akad yang digantungkan atas adanya syarat tertentu.[5]
AKAD, RUKUN, SYARAT,
DAN MACAMNYA
AKAD
|
Pengertian Akad
|
Rukun Akad
|
Syarat Akad
|
Macam-macam Akad
|
Lazim
|
Terealisasikannya Akad
|
Sahnya Akad
|
Berlakunya Akad
|
Berdasarkan segi terjadinya/
keberlakuaanya
|
Berdasarkan sifat akadnya
|
Berdasarkan zatnya
|
Berdasarkan penamaannya
|
Berdasarkan keabsahannya
|
Berdasarkan watak/ sifat/ pengaruh akad
|
[4] Teungku
Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Rizki
Putra,Semarang: 2010, hlm. 29
[5] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi
di Lembaga Keuangan Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta: 2012, hlm. 42-47
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
al-Mushlih dkk, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Dar Al-Muslim, Jakarta: 2004
Ascarya,
Akad & Produk Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Yogyakarta: 2012
Fathurrahman
Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta: 2012
Sholikhul
Hadi, Fiqih Muamalah, Nora Media Enterprise, Kudus: 2011
Teungku
Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Rizki
Putra, Semarang: 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar