PINJAM MEMINJAM, SEWA DAN GADAI SERTA PENGAJARANNYA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs-MA
Dosen Pengampu : Ahmad Fatah, M.S.I
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1.
Intan Wakhidah (1310110040)
2.
Nita Solfiana (1310110063)
3.
Siti Fatimah (1310110067)
4.
Djesica Maharani H (1310110069)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqih Muamalah merupakan segenap peraturan hukum Islam mengenai
perilaku manusia di dunia yang berkaitan dengan harta. Fiqih muamalah mencakup
masalah transaksi komersial seperti pinjam meminjam, sewa menyewa dan gadai.
Jadi fiqih muamalah berarti serangakaian aturan hukum Islam yang mengatur pola
akad atau transaksi antar manusia yang berkaitan dengan harta. Aturan yang
mengikat dan mengatur para pihak yang melaksanakan muamalah tertentu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada saat ini aktivitas ekonomi
sebagai salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia berkembang cukup dinamis
dan begitu cepat.[1]
Namun, realitas sekarang konsep muamalah sedikit banyak telah
bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Tidak bisa
dipungkiri ada pihak yang dalam menjalankan tujuannya mencari keuntungan
semata. Adapun dalam Gadai, sebagian orang masih ragu terhadap hukum
pemanfataan barang gadai, karena dalam hukum gadai dikhawatirkan terdapat
penyalahgunaan dalam pemanfaatan barang gadai.
Di sinilah bertapa pentingnya pembahasan tentang Pinjam-meminjam,
Sewa-menyewa, dan Gadai untuk diketahui umat islam. Agar nantinya pelaksanaan
kegiatan tersebut sesuai dengan syariat Islam.
Untuk itu, pemakalah akan membahas tentang pinjam meminjam, sewa
menyewa dan gadai serta pengajarannya di MTs MA.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakekat pinjam meminjam ?
2. Bagaimana hakekat sewa menyewa ?
3. Bagaimana hakekat gadai ?
4. Bagaimana pengajarannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pinjam Meminjam (‘Ariyah)
1.
Pengertian
Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam ialah membolehkan kepada orang lain mengambil
manfaat sesuatu yang halal untuk mengambil manfaatnya dengan tidak merusak
zatnya, dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak
rusdak zatnya. Pinjam meminjam itu boleh, baik dengan secara mutlak artinya
tidak dibatasi dengan waktu, atau dibatasi oleh waktu.[2]
Pinjam meminjam adalah akad berupa suatu benda halal dari seseorang
kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda
itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.[3]
2.
Dasar
Hukum Pinjam Meminjam
Islam sangat menganjurkan untuk saling membantu dalam kebaikan.
Diantaranya dengan saling meminjam sesuatu yang bermanfaat dan sangat
diperlukan. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 2
#qçRur$yès?ur....
n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur (
wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur ....4
Artinya :
...Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...[4]
Pinjam meminjam wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan sesuai
sabda Nabi SAW
“Dari Abi Umama
Ra. Dari Nabi SAW. Ia berkata pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang yang
menjamin dialah yang berhutang, dan hutang itu wajib dibayar.” (HR. Turmudzi
dan Abu Dawud)[5]
3.
Hukum
Pinjam Meminjam
a.
Meminjamkan
sesuatu hukumnya sunnat malah tekadang menjadi wajib dan kadang-kadang haram
meminjamkannya
b.
Orang
yang meminjamkan sewaktu-waktu boleh meminta kembali barang yang dipinjamkanya
c.
Sesudah
yang meminjam mengetahui, bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akadnya, dia
tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya
d.
Pinjam-meminjam
sudah tidak berlaku (batal) dengan matinya atau gilanya salah seorang dari
peminjam atau yang meminjamkannya.[6]
4.
Syarat
Pinjam Meminjam
a.
Syarat
orang yang meminjam dan yang meminjamkan ialah baligh, berakal dan melakukannya
dengan kemauannya.
b.
Manfaat
barang yang dipinjamkan harus merupakan milik orang yang meminjamkan. Oleh
karena itu orang yang meminjam sesuatu barang tidak boleh meminjamkan barang
itu kepada orang lain.
c.
Orang
yang meminjam suatu barang hanya dibolehkan mengambil manfaatnya menurut apa
yang diijinkan oleh orang yang memnjamkan.
d.
Mengembalikan
barang pinjaman jika dibutuhkan biaya maka biayanya atas tanggungan peminjam.
e.
Pinjaman
yang dibatasi waktunya setelah habis waktunya, si peminjam wajib segera
mengembalikannya. Pengambilan manfaat setelah lewat batas waktu yang ditentukan
adalah diluar ikatan pinjam meminjam. Hilang atau rusaknya barang dipinjamkan
penuh atas tanggungan yang meminjamkan.
5.
Hikmah
Pinjam Meminjam
Hikmahnya dapat mencukupi keperluan seseorang terhadap manfaat
sesuatu barang yang tidak ia miliki.[7]
B.
Sewa Menyewa (Al-Ijarah)
1.
Pengertian
Sewa Menyewa
Menurut bahasa, ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau
“imbalan”. Dalam arti luas, ijarah bermakan suatu akad yang berisi
penukaran manfaat dengan suatu jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentuu.
Hal ini sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu dengan jalan memberikan
imbalan dalam jumllah tertentu. Dengan istilah lain dapat pula disebutkan bahwa
ijarah adalah salah satu akad yang berisi pengambilan manfaat sesuatu
dengan jalan penggantian.[8]
Menurut pengertian hukum Islam sewa-menyewa (Ijarah) adalah
suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan
menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepamilikan barang itu
sendiri.[9]
2.
Dasar
Hukum Sewa Menyewa
Ulama bersepakat bahwa ijarah
diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan legitimasi dari
al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’. Legitimasi dari Al-Qur’an tercantum dalam Q.S
Al-Baqarah:233
÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
Artinya:
“Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Sementara legalitas dari As-Sunnah, salah satunya berasal dari
hadits riwayat dari Abdullah bin Umar, yang artinya:
“Dari
Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: berikanlah upah orang yang
bekerja sebelum keringatnya kering.”
Selain legalitas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijarah diperbolehkan
berdasarkan kesepakatan ulama atau ijma’. Ijarah juga dilaksanakan berdasarkan
Qiyas. Ijarah diqiyasakan dengan jual beli, dimana keduanya sama-sama ada unsur
jual beli, hanya saja yang menjadi obyek jual beli adalah manfaat barang.[10]
3.
Rukun
dan Syarat Sewa Menyewa
Menurut golongan Syafi’iyah, Malikiah, dan Hanabilah bahwa rukun
ijarah terdiri atas muajjir (pihak yang memberikan ijarah), musta’jir (orang
yang membayar ijarah), al-ma’qud ‘alaih, dan sighat.
Adapun syarat pelaksanaan ijarah menurut Golongan Syafi’iyah
dan Hanabilah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad mestilah orang yang
sudah dewasa dan tidak cukup hanya mumayiz saja.[11]
Akad ijarah dapat terlaksana bila ada keppemilikan dan penguasaan, karena tidak
sah akad ijarah terhadap barang milik atau sedang dalam penguasaan orang lain.[12]
C.
Gadai (Al-Rahn)
1.
Pengertian
Gadai
Menurut bahasa, gadai adalah (al-rahn) yaitu penetapan dan
penahanan. Menurut istilah syara’ adalah akad yang objeknya menahan harga
terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran sempurna darinya.[13]
Jaminan dalam fiqih mu’amalat diistilahkan dengan rahn. Artinya barang sebagai
jaminan untuk menguatkan kepercayaan dalam hal utang-piutang. Tujuan utama akad
rahn yakni menguatkan kepercayaan. Akad ini bersifat mengikat, baik yang
berutang maupun yang mengutangi. Selanjutnya, barang yang akan dijadikan
jaminan dapat dijual kalau ternyata utang tidak jadi dibayar.[14]
2.
Dasar
Hukum Gadai
Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam dengan
jaminan adalah firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283:
bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×p|Êqç7ø)¨B (
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ Ïjxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u 3
wur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4
`tBur $ygôJçGò6t ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Artinya:
“Apabila
kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menulisakn utang, maka hendaklah
rungguhan yang diterima ketika itu”(Q.S. al-Baqarah :283)
Dan
juga sabda Rasulullah saw
“Rasulullah SAW merungguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang
Yahudi”.
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak
membeda-bedakan antara orang muslim dengan orang non muslim dalam bidang
muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada
non muslim.[15]
3.
Rukun
dan Syarat Gadai
Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa
rukun antara lain:
a.
Ijab
Qabul
b.
Sayarat
harat yang digadaikan ialah benda yang sah dijual
c.
Orang
yang menggdaikan dan yang menerima gadaian irtu akil baligh, dan tidak dilarang
mempergunkan hartanya dan dilakukannya dengan kemauannya,
d.
Tidak
boleh merugikan orang yang menggadai
e.
Tidak
merugikan orang yang menerima gadai[16]
4.
Hikmah
Barang yang Dirungguhkan
Yang memegang atau menerima rungguhan boleh mengambil manfaat barang
yang dirungguhkan dengan sekedar ganti ruginya untuk menjaga barang itu. Adapun
yang punya barang tetap berhak mengambil manfaat barang yang dirungguhkan,
malahan semua kepunyaan manfaat tetap kepunyaan dia, juga kerusakan barang atas
tanggungannya ia berhak mengambil manfaat barang yang dirungguhkan itu walaupun
tidak seizing orang yang menrima rungguhan tetapi usahanya untuk menghilangkan
miliknya dari barang itu atau mengurangi harga barang itu tidak dibolehkan
kecuali dengan seizing yang menerima rungguhan. Dalam hal ini perlu dipahami
sabda Nabi:
“Rungguhan tidak
menutup yang punyanya dari manfaat barang itu. Faedahnya kepunyaan dia dan dia
wajib bayar dendanya”
(Riwayat
Syafi’i dan Daruquthin).[17]
D.
Pengajaran Materi Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa dan Gadai Mts-MA
1.
Model Pembelajaran
Model yang digunakan dalam pembelajaran materi fiqih
Pinjam-meminjam, Sewa-menyewa, dan Gadai menggunakan model pembelajaran bermain
peran. Model ini, pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah
mungkin menciptakan analogi otentik kedalam situasi permasalahan kehidupan
nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan
perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis
melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan serta mengarahkan pada kesadaran melalui
keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk
membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan
masalah dengan bantuan kelompok.
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung
pada kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya.
Disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tetang peran yang dimainkan
terhadap situasi yang nyata.
Langkah pertama, pemanasan.
Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai
suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajarai dan menguasainya. Bagian
berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas
disertai contoh.
Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas
karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya.
Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan
dengan siswa bagaimana peran itu akan dimainkan. Yang paling sederhana adalah
hanya membahas skenario yang menggambarkan urutan permainan peran.
Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat.
Guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar terlibat aktif dalam
permainan peran tersebut.
Langkah kelima, permainan peran dimulai. Selanjutnya guru
mengevaluasi dan mengajak siswa berbagi pengalaman tentang permainan peran yang
telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.[18]
2.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah :
a.
Metode
Ceramah
Metode ceramah adalah cara belajar atau mengajar yang menekankan
pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar (pelajar aktif, pelajar
pasif).[19]
Pada ilmu fiqih,metode ini paling cocok dalam menyampaikan hal-hal yang
bersifat uraian. Sebagai contoh pengertian Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa,
Gadai, dan Syarat-syaratnya.
b.
Metode
Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu proses belajar mengajar yang
menempuh cara adanya kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa.[20]
c.
Metode
Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya
berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Metode simulasi merupakan bentuk metode
praktik yang sifatnya untuk mengembangakan ketrampilan peserta belajar
(ketrampilan mental maupun fisik atau teknis).[21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Definisi Pinjam Meminjam
a.
Pinjam
meminjam adalah akad berupa suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain
tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan
dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.
b.
Dasar
hukum Pinjam meminjam terdapat pada QS. Al-Maidah ayat 2, dan Hadis Rasulullah
SAW.
c.
Hukum
pinjam meminjam awalnya sunnah, tetapi bisa menjadi wajib dan kadang-kadang
bisa menjadi haram.
d.
Syarat
pinjam meminjam, orang yang meminjamkan, peminjam, barang yang dipinjamkan, dan
akad.
e.
Hikmah
pinjam meminjam, hikmahnya dapat mencukupi keperluan seseorang terhadap manfaat
sesuatu barang yang tidak ia miliki.
2.
Definisi Sewa menyewa
a.
Menurut
pengertian hukum Islam sewa-menyewa (Ijarah) adalah suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
b.
Dasar
hukum sewa menyewa terdapat dalam QS. Al-Baqarah : 233, As-sunnah, ijma’, dan
Qiyas.
c.
Rukun
dan Syarat sewa menyewa, muajjir (pihak yang memberikan ijarah), musta’jir
(orang yang membayar ijarah), al-ma’qud alaih, dan sighat.
3.
Definisi Gadai
a.
Menurut
istilah syara’ adalah akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak
yang mungkin diperoleh bayaran sempurna darinya.
b.
Dasar
hukum, QS Al-Baqarah : 283, dan Hadis Rasulullah SAW.
c.
Rukun
dan Syarat Gadai, ijab qabul, benda gadaian, orang yang menggadaikan dan
menerima gadai.
d.
Hikmah
Gadai adalah yang memegang atau menerima rungguhan boleh mengambil manfaat
barang yang dirungguhkan dengan sekedar ganti ruginya untuk menjaga barang itu.
4.
Pengajaran Materi Pinjam Meminjam, Sewa Menyewa, Dan Gadai Mts-MA
a.
Model
Pembelajaran, Model yang digunakan dalam pembelajaran materi fiqih
Pinjam-meminjam, Sewa-menyewa, dan Gadai menggunakan model pembelajaran bermain
peran.
b.
Metode
Pembelajaran yang digunakan adalah Metode Ceramah, Tanya Jawab, dan Simulasi.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini penulis
sampaiakan. Semoga bermanfaat bagi para pembacanya. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, untuk itu penulis mohon kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Falah. Materi
Fiqih MTs-MA STAIN Kudus, Kudus, 2009
Chairuman
Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Hamzah B. Uno, Model
Pembelajaran, Bumi Aksara, Gorontalo, 2007
Helmi Karim, Fiqh
Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997
Imam Musthofa, Fiqih
Muamalah Kotemporer, KAUKABA, Yogjakarta, 2014
Isriani Hardini
dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu, Familia,
Yogyakarta, 2007
Khabib Bashori,
Muamalat, Pustaka Insan Madani, Yogjakarta, 2007
Moh Rifa’i, Ilmu
Islam Fiqih Lengkap, PT Karya Toha Putra , Semarang, 1978
Musthofa Diib
Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, Media Zikir, Solo, 2010
Sudarsono, Pokok-Pokok
Hukum Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993
Kelas IX, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1. Memahami muamalah di luar jual
beli
|
1.1 Menjelaskan ketentuan pinjam meminjam
1.2 Menjelaskan ketentuan utang piutang, gadai, dan borg
1.3 Menjelaskan ketentuan upah
1.4 Mendemonstrasikan ketentuan tata cara
pelaksanaan pinjam meminjam, utang piutang, gadai dan borg serta pemberian
upah
|
2. Melaksanakan tatacara perawatan jenazah
dan ziarah kubur
|
2.1 Menjelaskan ketentuan
tentang pengurusan jenazah, takziyah dan ziarah kubur
2.2 Menjelaskan ketentuan-ketentuan harta si
mayat (waris)
2.3 Mempraktikkan tatacara pengurusan jenazah
|
Ruang lingkup
1. Fikih
Ruang lingkup fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi ketentuan
pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
antara hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan sesama
manusia. Adapun ruang lingkup mata pelajaran
Fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi :
a.
Aspek
fikih ibadah meliputi: ketentuan dan tatacara taharah, salat fardu,
salat sunnah, dan salat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah, berzikir dan berdoa
setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan akikah, makanan,
perawatan jenazah, dan ziarah kubur.
b.
Aspek
fikih muamalah meliputi:
ketentuan dan hukum jual beli, qirad, riba, pinjam- meminjam, utang piutang, gadai, dan borg
serta upah.
[1]
Imam Musthofa, Fiqih
Muamalah Kotemporer, KAUKABA, Yogjakarta, 2014, hlm 5-6
[2]
Moh Rifa’i, Ilmu
Islam Fiqih Lengkap, PT Karya Toha Putra , Semarang, 1978, hlm 426.
[3]
Musthofa Diib
Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, Media Zikir, Solo, 2010, hlm 293.
[4]
Khabib Bashori,
Muamalat, Pustaka Insan Madani, Yogjakarta, 2007, hlm 15.
[5]
Moh Rifa’i, Ilmu
Islam Fiqih Lengkap, hlm 427.
[8] Helmi Karim, Fiqh
Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm 29
[9] Chairuman
Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
hlm, 52.
[10] Imam Mustofa, Fiqih
Muamalah Kontemporer, hlm86-88
[11]
Helmi Karim, Fiqh
Muamalah, hlm 34
[12] Imam Mustofa, Fiqih
Muamalah Kontemporer, hlm 89
[13]
Ahmad Falah. Materi
Fiqih MTs-MA STAIN Kudus, Kudus, 2009
hlm 160.
[14] Khabib
Bashori, Mu’amalat, hlm 29-30.
[15]
Ahmad Falah. Materi
Fiqih MTs-MA ,hlm, 160-161.
[16] Moh Rifai, Ilmu
Fiqih Islam Lengkap, hlm, 423-424.
[17] Sudarsono, Pokok-Pokok
Hukum Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm, 474.
[18] Hamzah B. Uno,
Model Pembelajaran, Bumi Aksara, Gorontalo, 2007, hlm 25-28
[19] Isriani
Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu, Familia,
Yogyakarta, 2007, hlm 14
[20] Ahmad Falah, Materi
dan Pembelajaran Fiqih MTs/MA, hlm 164
[21] Isriani
Hardini dan Dewi Puspitsari, Strategi Pembelajaran Terpadu, hlm 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar