KEBUTUHAN dan MOTIVASI
GURU
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Profesi
Keguruan
Dosen Pembimbing : Anisah Setyaningrum, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok 06
1. Muhammad
Khasbi .M. (1310110047)
2. Zulfa
Rahmawati (1310110057)
3. Innayatul
Mustafidah (1310110059)
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
TAHUN AKADEMIK 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu didasarkan atas
alasan-alasan tertentu. Termasuk hal-hal yang dilakukan oleh seorang yang berprofesi
menjadi seorang guru ataupun
anggota-anggota kelompok lain yang melakukan suatu pekerjaan atau kerjasama
dengan banyak pihak dilandasi oleh alasan-alasan khusus. Salah satu alasan
tersebut yaitu untuk memenuhi kebutuhan, menyalurkan minat dan mencapai tujuan
bersama. Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi internal
tersebut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-sehari. Salah satu kondisi
internal tersebut adalah “Motivasi”. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
semangat kerja guru agar mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap
kemampuan pikiran dan keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan sesuai
harapan. Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik.
Jika seorang guru tidak memiliki motivasi untuk mendidik, maka ia tidak akan
berhasil untuk mendidik. Jika ia menjadi seorang guru dan mengajar
murid-muridnya karena terpaksa saja dan tidak ada kemauan yang berasal dari
dalam diri guru tersebut, maka proses
pendidikan juga tidak akan berhasil sesuai dengan harapan.
Dengan adanya hal tersebut,
makalah ini akan membahas tentang Kebutuhan-kebutuhan dan Motivasi
seorang Guru yang perlu diperhatikan agar tercipta keseimbangan antara pendidik
dan peserta didik untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran yang
menyenangkan. Selain itu, seorang guru juga dapat memahami bagaimana caranya
agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk menjadi seorang guru dan hal apa
saja yang termasuk motivasi menjadi seorang guru. Sehingga seseorang yang
berprofesi menjadi guru tidak melakukan hal yang menyimpang dari tanggung
jawabnya tersebut dan benar-menjadi guru yang bisa menjadi suri tauladan yang
baik bagi semua peserta didiknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
Pengertian Motivasi ?
2.
Bagaimana
Teori-teori Motivasi ?
3.
Bagaimana
Kebutuhan dan Motivasi Guru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Motivasi
Kata “motif”,
diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan
motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau
mendesak.[1]
Adapun menurut MC Donald bahwa motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sehingga akan
terdapat tiga elemen atau ciri pokok dalam motivasi, yakni : Motivasi mengawali
terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan
dirangsang karena adanya tujuan.
Motivasi juga dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi terkadang adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Tetapi pada intinya, motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu.
Ada tiga komponen dalam motivasi,
yaitu sebagai berikut:
1.
Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Menurut Maslow, manusia memiliki
beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu kebutuhan untuk hidup dan
kebutuhan akan rasa aman (Survival and Safety).[2]
2.
Dorongan
Dorongan merupakan kekutan mental yang berorientasi pada pemenuhan
harapan atau pencapaian tujuan.
3.
Tujuan
Harapan
atau tujuan yang ingin dicapai dari motivasi setelah adanya kebutuhan dan
dorongan.[3]
B.
Teori-teori tentang Motivasi
1.
Teori Kognitif
Manusia adalah makhluk rasional,
demikianlah pandangan dasar para penganut teori ini. Berdasarkan rasionya,
manusia bebas memilih dan menentukan apa yang akan dia perbuat, entah baik
ataupun buruk. Tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan
berfikirnya. Makin intelegen dan berpendidikan, otomatis seseorang akan semakin
baik perbuatan-perbuatannya, dan secara sadar pula melakukan perbuatan-perbuatan
untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan tersebut.
Menurut teori ini,
tingkah laku tidak digerakkan oleh apa yang disebut motivasi, melainkan oleh
rasio. Setiap perbuatan yang akan dilakukannya sudah difikirkan
alasan-alasannya. Oleh karena itu, setiap orang sungguh-sungguh bertanggung
jawab atas segala perbuatannya. Disini tidak dikenal perbuatan-perbuatan yang
berada diluar kontrol rasio.
2.
Teori Hedonistis
Bila di dalam teori kognitif sangat
ditekankan soal rasio dan kehendak, di dalam teori hedonistis justru hal itu
tidah dihiraukan. Teori ini mengatakan bahwa segala perbuatan manusia, entah
itu disadari ataupun tidak disadari,
entah itu timbul dari kekuatan luar ataupun kekuatan dalam pada dasarnya
mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan
menghindari hal-hal yang menyakitkan. Meskipun orang dapat mengatakan berbagai
macam alasan yang bagus, namun sebenarnya segala perbuatannya harus mempunyai
satu tujuan yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan.
Jika dikaitkan dengan masalah
motivasi, dapat dikatakan bahwa tindakan seseorang sangat tergantung pada
antisipasi atau ekspektansi seseorang terhadap objek atau rangsangan yang
dihadapinya. Antisipasi yang positif terhadap rangsangan akan menimbulkan
reaksi mendekat, sedangkan antisipasi negatif terhadap suatu rangsangan akan
menimbulkan reaksi menjauh. Suatu objek atau rangsang yang diduga akan membawa
rasa nikmat atau enak akan menimbulkan reaksi mendekat. Dengan kata lain,
menurut teori Hedonistis yang diperbaharui ini reaksi seseorang atau tingkah
laku seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Tingkah laku mendekati
rangsang yang dirasa akan membawa keenakan dan tingkah laku menjauhi rangsang
yang dirasa akan membawa rasa tidak enak. Unsur pokok motivasi adalah
antisipasi. Teori Hedonistis ini menggunakan “affctivearousal model”
yang intinya mengatakan bahwa setiap rangsang pada hakikatnya telah membawa
keadaan yang menimbulkan rasa enak atau tidak enak.
3.
Teori Insting
Setiap orang telah membawa “Kekuatan
biologis” sejak lahirnya. Kekuatan biologis inilah yang membuat seseorang
bertindak menurut cara tertentu, demikianlah dasar pemikiran teori insting.
Kekuatan instingtif inilah yang seolah-olah memaksa seseorang untuk berbuat
dengan cara tertentu, untuk mengadakan pendekatan kepada rangsang dengan cara
tertentu. Teori ini berkembang pesat pada waktu Darwin mencetuskan teori
evolusinya. dalam teori evolusinya Darwin menyatakan bahwa antara manusia dan
binatang tidak ada perbedaan yang tajam, karena pada hakikatnya manusia
merupakan hasil evolusi seperti halnya binatang-binatang. Tingkah laku binatang
disebut tingkah laku instingtif, karena binatang tidak mempunyai pikiran.
Segala tingkah lakunya boleh dikatakan semata-mata didasarkan pada kekuatan
biologis yang dibawanya sejak lahir. Karena manusia tidak jauh berbeda dengan
binatang, maka tingkah laku manusia pun bisa disebut berdasarkan insting. Teori
insting ini sangat bertentangan dengan teori rasionalis.
Pada umumnya, para ahli psikologis
dapat menerima pendapat bahwa sebagian tingkah laku manusia memang ditentukan
oleh instingnya, misalnya saja tingkah laku anak yang baru saja lahir. Pada
waktu anak lahir, fungsi pikiran tentu saja belum berjalan, namun anak tetap
berbuat sesuatu. Tingkah laku anak pada waktu itulah yang dapat dikatakan
tingkah laku instingtif.
4.
Teori Psikoanalitis
Sebenarnya teori psikoanalitis
merupakan pengembangan teori insting. Dalam teori ini pun diakui adanya
kekuatan bawaan di dalam diri setiap manusia, dan kekuatan bawaan inilah yang
menyebabkan dan mengarahkan tingkah laku manusia. Freud, seorang tokoh
psikoanalitis yang sangat tersohor, mengatakan bahwa tingkah laku manusia
ditentukan oleh dua kekuatan dasar, yaitu : Insting kehidupan dan insting
kematian. Insting kehidupan menampakan diri dalam tingkah laku seksual,
sedangkan insting kematian melatarbelakangi tingkah laku-tingkah laku agresif.
Insting kehhidupan (Eros) mendorong orang untuk tetap hidup dan
berkembang. Sedangkan insting kematian (Thanatos) mendorong orang ke
arah penghancuran diri sendiri, misalnya dalam bentuk bunuh diri, maupun
penhancuran diri orang lain dalam bentuk perbuatan-perbuatan agresif.
Berdasarkan dua kekuatan dasar itu,
Freud membagi motif manusia menjadi dua, yaitu motif seksual dan motif
menyerang. Kedua motif ini menggerakkan tingkah laku manusia sejak lahir,
misalnya saja anak kecil kalau diraba pada bagian yang sensitif akan merasa
senang juga kalau merasa jengkel, ia akan menggigit tangannya sendiri atau
memukul kepalanya sendiri. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa baik insting
kehidupan maupun insting kematian telah bekerja sejak anak masih kecil. Tingkah
laku-tingkah laku yang didorong oleh kedua insting dasar tadi seringkali tidak
sesuai dengan norma-norma sopan santun yang terdapat di lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu, tidak jarang para orang tua memberikan larangan-larangan dan
batasan-batasan terhadap beberapa tingkah laku yang sekiranya bertentangan
dengan norma sopan santun yang berlaku.
Pada umumnya, para ahli psikologi
mengaku bahwa tidak semua tungkah laku manusia itu jelas motivasinya, namun
belum berani mengatakan bahwa terdapat motif yang tidak disadari. Paling-paling
mereka mengatakan bahwa tingkah laku manusia yang memang kurang disadari
motivasinya. Oleh karena itu, kritik terhadap teori psikoanalitik ini umumnya
berkisar pada keraguan bahwa mimpi, salah ucapan, dan lain-lain itu tentu
sebagai akibat dari motif yang tidak disadari.
5.
Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan (Homeostasis)
berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan
di dalam diri manusia. Dengan kata lain manusia selalu ingin mempertahankan
adanya keseimbangan di dalam dirinya. Sebagai contoh, orang yang lama berada di
bawah terik matahari merasa panas, suhu tubuhnya naik sehingga terjadi keadaan
tidak seimbang maka ia segera berjalan mencari tempat teduh agar suhu badan
menjadi normal kembali, atau keadaan menjadi seimbang lagi. Demikian seterusnya
dimana terjadi tidak seimbang di dalam diri manusia, maka segeralah orang
bertindak untuk mengembalikan keadaan sampai seimbang lagi.
Prinsip keseimbangan pada binatang
bersifat statis, sedangkan pada manusia bersifat dinamis. Bila seekor binatang
merasa lapar, yang berarti terjadi disequilibrium di dalam dirinya, maka
binatang tersebut segera mencari makan dan makan sampai kenyang. Bila manusia
lapar (terjadi disequilibrium) ia segera mencari makan. Tetapi kalau ia makan
sampai kenyang, ia akan mengalami disequilibrum baru yang lebih tiggi sifatnya,
misalnya ia ingin merokok atau ingin membaca dan lain-lain.
Dengan demikian dapat ditarik suatu
kesimpulan, bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya suatu kebutuhan,
dan tingkah laku manusia tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat
memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Sehigga dapat terjadi suatu lingkaran
motivasi (motivational cycle).
6.
Teori Dorongan
Pada prinsipnya teori dorongan ini
tidak berbeda dengan teori keseimbangan, hanya penekanannya berbeda. Kalau
teori keseimbangan menekankan adanya keadaan tidak seimbang yang menimbulkan
suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, teori dorongan memberikan tekanan pada hal
yang mendorong terjadinya tingkah laku. Bahkan sebenarnya teori keseimbangan dasarnya
adalah teori dorongan ini, dan teori keseimbangan memperkuat kebenaran teori
dorongan ini. Teori dorongan ini diperkenalkan oleh Robert Woodworth pada tahun
1918. Pada waktu itu Woodworth mengartikan dorongan sebagai suatu tenaga dari
dalam diri kita yang menyebabkan kita berbuat sesuatu. Oleh karena itu kata
motif juga diberi arti dorongan yang menimbulkan dan mengarahkan tingkah laku
manusia. Timbulnya dorongan, bertambah kuatnya dorongan maupun berkurangnya
kekuatan dorongan dapat diukur secara objektif.
Teori dorongan ini semakin diakui
setelah munculnya teori homeostasis (teori keseimbangan), yang diajukan oleh
para psikologi Walter B.Cannon pada tahun 1932. Dalam konsep pemikiran tersebut
dikatakan bahwa seringkali terjadi ketidakseimbangan di dalam diri manusia.
Dorongan adalah salah satu usaha (otomatis) untuk dapat mengembalikan keadaan
seimbang.[4]
C.
Kebutuhan dan Motivasi Guru
a.
Pengertian Guru
Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia, disebutkan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar.
Namun lebih dari itu, guru tidak hanya seorang yang bertugas mengajar, tetapi
juga bertanggung jawab terhadap perkembangan karakter peserta didik. Guru
bertanggung jawab untuk mewariskan sistem nilai kepada peserta didik dan
menerjemahkan sistem nilai itu melalui kehidupan pribadinya.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik
yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawakan
hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sedangkan menurut Muhibbin Syah, guru adalah
tenaga pendidik yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, kegiatan mengajar yang
dilakukan guru tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan berdimensi
ranah cipta saja, tetapi juga kecakapan yang berdimensi ranah rasa.[5]
Motivasi memainkan peran penting
dalam membangun integritas dan kapabilitas profesi seseorang. Hal ini juga
terkait dengan keadaan dan peran para guru. Motivasi yang tepat akan menjadikan
seorang guru inspirator bagi murid-muridnya. Menurut Abraham Maslow dengan
teori Heararkhi kebutuhan, ada lima dasar motivasi bagi setiap orang. Dasar
motivasi tersebut juga dapat menjadi dasar motivasi para guru yang mempengaruhi
integritas dalam profesinya.
b.
Motivasi Guru
1.
Motivasi Fisiologis
Biasanya motivasi ini hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis seperti makan, minum, istirahat, bersenang-senang, bahkan tujuan
seksualitas. Guru yang berada pada lapis
ini adalah guru yang hanya ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya saja. Ia
hanya berharap mendapat gaji untuk makan dan minum. Ia hanya berharap dapat
bekerja dengan cukup santai. Bahkan parahnya, ada guru yang tega menyalurkan
hasrat seksual saat menjalankan tugasnya sebagai guru. Tak heran jika kita menemukan
ada oknum guru yang melakukan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap murid. Tak
salah memang jika ada guru yang berada pada lapis ini, karena motivasi adalah
kebebasan bagi setiap individu. Namun, kita berharap bahwa guru-guru kita tidak
terjebak pada lapis ini, karena lapis ini terlalu dangkal untuk sebuah profesi
yang sejatinya bisa menggapai bintang.
2.
Motivasi Rasa Aman
Motivasi ini bertujuan untuk mendapatkan rasa aman baik secara
fisik, maupun secara emosional. Contoh: guru yang masuk ke dalam kategori ini
adalah mereka yang hanya berharap menjadi PNS agar mendapat rasa aman di
masa-masa selanjutnya dengan bergantung pada dana pensiun. Sebenarnya, yang
perlu menjadi perhatian kita adalah maraknya kasus penyuapan untuk menjadi
seorang PNS. Kasus ini harus dijauhkan mungkin dari para guru. Setiap yang kita
ketahui, guru mempunyai peran yang sangat besar untuk membentuk karakter
bangsa. Jika dari awal guru sudah terbentuk dengan mental penyuap dan
pembohong, maka hal tersebut juga dapat merusak mental murid. Ketidak jujuran
bukanlah sebuah inspirasi yang mencerahkan, melainkan sebuah alat yang menuntun
semua orang kepada kegelapan. Guru-guru
yang professional harus sadar bahwa di
depan murid terdapat suatu jalan membentang, yang penuh penghalang. Mereka
harus membantu sang murid keluar dari comfortzone atau rasa aman.
Seharusnya guru harus memulai dari dirinya dahulu sebelum mengarahkn para
muridnya.
3.
Motivasi Sosial
Motivasi ini bertujuan untuk mendapat penerimaan, status, dan
relasi. Tak sedikit orang yang menjadi guru hanya karena ingin mendapat status
dan relasi. Terdapat beberapa kasus dimana seserang terpaksa menjadi guru,
hanya karena gagal atau tidak diterima dalam bidang lain. Istilah yang sering
diberikan untuk kasus ini adalah “Terpeleset”, karena kondisi tersebut membuat
orang jatuh terpeleset sehingga guru menjadi pilihan terakhir. Ia pun tetpa
memperjuangkan profesi ini, sehingga ia bisa diterima dalam masyarakat luas.
Memang tidak mudah menerima sesuatu yang berawal dari penolakan. Akan tetapi,
seharusnya hal ini tidak membuat guru berhenti pada lapis ini. Menjadi guru
bukan hanya sebuah status melainkan sebuah anugerah dan panggilan hidup.
4.
Motivasi Penghargaan
Motivasi ini bertujuan untuk mendapatkan penghargaan baik secara
internal maupun eksternal. Bisa dibilang guru yang ada di lapis ini adalah guru
yang penuh semangat dan kontribusinya dalam dunia pendidikan adalah nyata.
Motivasi ini juga sedang bermekaran di indonesia. Karena pemerintah sedang
memberi pupuk stimulus yang disebut dengan sertifikasi. Kesejahteraan guru pun
terus ditingkatkan melalui tunjangan sertifikasi. Akan tetapi, program
peningkatan kesejahteraan tersebut bisa menjadi bumerang. Hal ini membuat guru
bukan semakin tinggi mengabdi tetapi menjadi matrealistis. Ini berarti guru
justru kembali pada poin satu, yaitu motivasi Fisiologis. Jangan sampai program
sertifikasi malah membuat guru terjebak dalam belenggu tersebut. Perlu diingat
bahwa indikator keberhasilan guru adalah siswa. Sejauh ini program peningkatan
kualitas guru terus dilakukan, tetapi belum terlihat adanya peningkatan
kualitas murid secara signifikan. Keadaan ini tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi para guru.
5.
Motivasi Aktualisasi Diri
Motivasi ini bertujuan untuk mengekspresikan diri dan menggali
potensi. Guru pada lapis ini bisa dibilang akan memberikan segala yang terbaik
dalam rangka menunjukkan dirinya. Baginya menjadi guru adalah cita-cita dan
tujuan hidupnya. Ini adalah motivasi yang membuat guru menjadi tangguh dalam
menghadapi segala rintangan di tengah arus zaman maupun sistem pendidikan yang
cukup membingungkan. Motivasi ini yang mendorong para guru untuk terus
berinovasi walaupun seringkai terbatas oleh kurikulum-kurikulum yang ada.
Mereka juga tidak akan pernah berhenti menjadi murid, karena mereka akan terus
belajar sekalipun menjadi seorang guru.
Motivasi-motivasi di atas, telah
mewakili berbagai motivasi guru.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak
dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif
pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan atau mendesak.
Ada tiga komponen dalam motivasi, yaitu Kebutuhan, drongan dan
tujuan. Sedangakan teori-teori dalam motivasi ada 6, yaitu :
1.
Teori
Kognitif
2.
Teori
Hedonistis
3.
Teori
Insting
4.
Teori
Psikoanalitis
5.
Teori
Keseimbangan, dan
6.
Teori
Dorongan
Guru merupakan seseorang yang sangat berperan dalam proses
pembelajaran, dan seorang guru harus mempunyai motivasi untuk melaksanakan
tanggung jawabnya tersebut. Motivasi yang tepat akan menjadikan seorang guru
inspirator bagi murid-muridnya. Menurut Abraham Maslow dengan teori Heararkhi
kebutuhan, ada lima dasar motivasi bagi setiap orang. Dasar motivasi tersebut
juga dapat menjadi dasar motivasi para guru yang mempengaruhi integritas dalam
profesinya. Lima dasar tersebut meliputi : Motivasi Fisiologis, Motivasi
Rasa Aman, Motivasi Sosial, Motivasi penghargaan, dan Motivasi Aktualisasi
diri.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Untuk menyempurnakan
makalah ini, kami mohon kritik serta saran yang membangun dari para pembaca
demi melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Barnawi dan M.Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2013
Jamaludin dkk, Pembelajaran Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2015
Martin
handoko, Motivasi Daya Penggerak
Tingkah Laku, Yogyakarta, KANISIUS (Anggota IKAPI), 1992
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta,
PT RajaGrafindo Persada, 2011
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta, PT Bumi
Aksara, 2000
Suyanto dan Djihad Hisyam, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, TT
[1] Sardiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm.
73
[2] Suyanto dan
Djihad Hisyam, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, TT, hlm. 187
[3] Jamaludin dkk, Pembelajaran
Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2015, hlm.260
[4]
Martin
handoko, Motivasi Daya Penggerak
Tingkah Laku, Yogyakarta, KANISIUS (Anggota IKAPI), 1992, hlm.10-23
[5]
Barnawi dan
M.Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogjakarta,
Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 91-92
[6] S. Nasution, Didaktik
Asas-asas Mengajar, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2000, hlm. 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar