BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Proses belajar
mengajar merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam lembaga
pendidikan supaya siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pendidikan pada dasarnya menghantarkan para siswa menuju perubahan tingkah laku
baik intelektual, moral, maupun sosial budaya. Dengan pendidikan diharapkan
supaya siswa dapat hidup mandiri sebagai individu maupun makhluk sosial. Proses
belajar mengajar itu sendiri menekankan pada terjadinya interaksi antara
peserta didik, guru, metode, kurikulum, sarana, dan aspek lingkungan yang
terkait untuk mencapai kompetensi pembelajaran. Teori pengajaran terus
mengalami perbaikan dan perkembangan seiring perubahan zaman dan permasalahan
di dalam dunia pendidikan itu sendiri. Kalau dahulu kita mengenal teori
pembelajaran behavioristik sebagai pembelajaran klasik, maka saat ini kita
mengelank teori pembelajaran yang sedang dipakai pada masa ini.
B. Permasalahan
1. Bagaimana
konsep dasar dalam proses belajar mengajar?
2. Apa
saja teori-teori belajar mengajar?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar dalam Poses Belajar Mengajar
Ada berbagai definisi yang diungkapkan oleh para
ahli tentang pengertian belajar adalah sebagai berikut:
1. Menurut
pandangan Skinner, belajar adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara progresif.
2. Benjamin
Bloom berpendapat, belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, masyarakat ataupun
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
3. Robert
M. Gagne, belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa
kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh stimulus yang berasala dari
lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.[1]
Selanjutnya ada yang
mendefinisikan: “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini dimaksudkan belajar
berarti berusaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu
perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbantuk kecakapan,
ketrampilan sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.
Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang.
Dengan demikian dapatlah dikatakan belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa
raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang
berarti menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Ada beberapa teori yang
berpendapat bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur
kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga
membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik. Teori semacam
ini beleh jadi diterima, dengan satu alasan bahwa dari struktur kognitif itu
dapat mempengaruhi perkembangan afeksi ataupun penampilan seseorang. Dari
konsep ini, pada perkembangan berikut akan melahirkan teori belajar yang
bertumpu pada konsep pembentukan super
ego, yakni suatu proses belajar melalui suatu peniruan, proses interaksi
antara pribadi seseorang dengan pihak lain, misalnya seorang
Secara umum, belajar
boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya
yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini
terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah:
a. Proses
internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar, dan
b. Dilakukan
secara aktif dengan segenap panca indra ikut berperan.
Proses internalisasi
dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indra perlu ada follow up-nya yakni proses sosialisasi.
Proses sosialisasi dalam hal ini dimaksudkan mensosialisasikan atau
menginteraksikan atau menularkan kepada pihak lain. Dalam proses sosialisasi
karena berinteraksi dengan pihak lain sudah barang tentu melahirkan suatu
pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, akan menyebabkan
proses perubahan pada diri seseorang. Sudah dikatakan di awala bahwa belajar
adalah peubahan tingkah laku. Orang yang tadinya tidaka tahu setelah belajar
menjadi tahu. Jelasnya, proses balajar senantiasa merupakan perubahan tingkah
laku, dan terjadi karena hasil pengalaman. Oleh karena itu, dapat dikatakan
terjadi proses belajar apabila seseorang menunjukkan tingkah laku yang berbeda.
Sebagai contoh, misalnya orang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan
tentang fakta-fakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak
dapat melakukannya. Jadi belajar menempatkan seseorang dari status abilitas
yang satu ke tingkat abilitas yang lain.
Sedangkan pengertian
mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau
sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses
belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan
guru.
Konsep mengajar dalam
proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau
penyerahan pengetahuan. Pandangan semacam ini masih umum digunakan dikalangan
pengajar. Hasil penelitian dan pendapat para ahli sekarang lebih menyempurnakan
konsep tradisional diatas.[2] Mengajar
adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut pengertian ini
berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau
menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi, pengertian semacam ini dapat
membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi
atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang
memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru menyampaikan
pengetahuan agar anak didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan
oleh guru. Oleh karena itu, pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya
dengan pengajaran yang intelektualitas.
Kelanjutan dari
pengertian mengajar seperti di atas adalah menanamkan pengetahuan itu kepada
anak didik dengan suatu harapan terjadi proses pemahaman. Dalam proses ini pula
siswa atau anak didik mengenal dan mengasai budaya bangsa untuk kemudian dapat
memperkayanya. Hal ini berangkat dari intelektualnya siwa dapat menciptakan
sesuatu yang baru.
Kemudian pengertian
yang luas, mengajar diartikan sebagai sesuatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga
terjadi proses belajar. Atau dikatakan mengajar sebagai upaya menciptakan
kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Dalam
membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif itu tidak dapat mengabaikan
faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar
mengajar, termasuk misalnya bagaimana dirinya sendiri, keadaan siswa, media,
metode, dan sumber-sumber belajar lainnya. Konsep mengajar ini memberikan
indikator bahwa pengajarannya lebih bersifat pupil centered. Sehingga tercapainya suatu hasil yang optimal,
sangat tergantung oleh kegiatan siswa itu sendiri.
B. Teori Belajar Mengajar
1.
Teori Belajar
Menurut Ilmu Jiwa Daya
Menurut teori ini, jiwa manusia
terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka
untuk memahami fungsinya. Untuk melatih suatu daya itu dapat digunakan berbagai
cara atau bahan.
2.
Teori Belajar
Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa
keseluruhan lebih penting dari bagian/unsur-unsur. Sebab keberadaannya
keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada
suatu pengamatan.pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa belajar itu pada pokok yang terpenting adalah
penyesuaian pertama, yakni mendapatkan respon yang tepat. Karena penemuan
respon yang tepat tergantung pada kesediaan diri si subjek belajar dengan
segala panca indra. Dalam kegiatan pengamatan keterlibatan semua panca indra
itu sangat diperlukan.
3.
Teori Belajar
Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ilmu jiwa asosiasi
berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan
bagian-bagian atau unsur-unsurnya.[3]
Ada tiga
kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,
yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar humanistik, dan
teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya
berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui
perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan
konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun
atau membangun ide-ide baru atau konsep.
1. Teori Belajar Behavioristik
Teori
Behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Dalam teori
ini, masalah matter (zat) menempti kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku
segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behavioristik dapat menjelaskan
kelakuan manusia secara saksama dan menyediakan program pendidikan yang
efektif.
Dari uraian
tersebut, ternyata konsepsi behavioristik besar pengaruhnya terhadap masalah
belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan
antara stimulus respon.
2.
Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia
atau proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Teori ini mengajarkan peserta didik untuk berkreasi dan
berinofasi sebebas-bebasnya untuk menemukan hal-hal baru sebagai latihan. Peran
guru disini tidak begitu banyak karena guru hanya membimbing dan mengarahkan
bukan mengatur peserta didik. Guru hanya membantu peserta didik untuk mengenal
dirinya juga lingkungannya. Teori ini lebih mementingkan apa yang dipelajari
bukan bagaimana cara belajarnya. Humanistik sangat bertentangan dengan
behavioristik karena menurutnya manusia bukan gelas yang siap diisi dengan apa
saja. Pembelajaran ini biasanya menciptakan suasana yang menyenangkan agar
peserta didik tidak bosan dan dapat membangkitkan semangat belajar mereka
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi
berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern.
Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Dengan teori
konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari
idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat
langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu
mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Pembelajaran
konstruktivisme juga memungkinkan tersedianya ruang yang lebih baik bagi
keterlibatan siswa, memungkinkan siswa untuk bereksplorasi menggali secara
mendalam kemampuan, potensi, keinginan dan sikap perilaku yang lebih terbuka
dan beberapa ciri yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran konstruktivisme
lainnya.
Mengajar pada hakekatnya adalah
kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk merobah tingkah laku
atau memberikan keterampilan baru kepada seseorang.[4]
Beberapa teori mengajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain adalah:
1. Teori
Mengajar Bruner
Bruner berpendapat bahwa mengajar
hendaknya:
a.
Menguraikan pengalaman belajar yang perlu
ditempuh oleh siswa
b.
Menguraikan cara organisasi batang
tubuh ilmu pengetahuan yang akan dipelajarinya.
c.
Menguraikan secara sistematis
pokok-pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa
d.
Menguraikan pengaturan-pengaturan
dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan
Bagi Bruner,mengajar adalah
penyajian konsep-konsep dan masalah secara bertahap dalam bentuk yang mudah
untuk dipahami.
Bruner mengemukakan beberapa tekhnik
penyajian :
1.
Simbolik berupa
penggunaan bahasa dalam penyajian ide objek dengan memperhatikan perkembangan
kejiwaan anak.
2.
Ikonik berupa
penggunaan gambar dalam penyajian konsep terhadap siswa. Penyajian ini bersifat
abstrak
3.
Enaktif berupa
kegiatan kognitif dalam bentuk gerak psikomotor,artinya si pelajar dan guru
langsung mempraktekkan apa yang diajarkan.
Bila seorang siswa mengalami
kesulitan dalam menerima pelajaran secara simbolik atau dengan pemberian objek
oleh guru secara verbal,maka guru akan melanjutkan dengan penggunaan secara
ikonik,akan tetapi masih dalam bentuk abstrak. Dan kalau siswa masih belum
mengerti tentang apa yang dijelaskan,maka selanjutnya guru mengajak siswa untuk
mempraktekkan langsung atau siswa langsung di ajak ke situasi sesungguhnya.
2.
Teori Mengajar Ausubel
Dalam teori
mengajar menurut Ausubel ini, sering juga disebutkan bahwa mengajar adalah
memberikan bahan verbal yang bermakna bagi siswa . inti utama
dalam mengajar adalah mengidentifikasi apa yang telah diketahui siswa dan
menerangkan apa yang perlu diketahuinya lebih lanjut serta bagaiman menstrukturnya
sehingga apa yang dipelajarinya tersebut mudah untuk di pahami sebagai suatu
kebulatan pengetahuan yang utuh.berhubungan dengan itu,maka Ausubel mengemukakan
konsep antara lain:
1. Bahan Pengait
Berupa bahan atau materi
pembelajaran lain akan tetapi sangat berkaitan dengan materi yang akan atau
sedang diajarkan. Sehingga guru dituntut untuk tahu dan dapat mempelajari
bahan-bahan lain yang berkaitan dengan materi yang disaksikan. Seperti jika
seorang guru menerangkan tentang gerhana matahari total maka bahan pengaitannya
adalah perdasaran planet.
2. Belajar
Bermakna
Mempelajari bahan pelajaran dengan
berusaha menghayati makna logis dan makna psikologis dari materi yang
disajikan.
a. Makna Logis
yaitu makna yang terdapat dalam kamus atau dengan perkataan lain adalah makna
yang tidak terbantah kebenarannya.
b. Makna
Psikologis yaitu menurut persepsi seseorang terhadap apa yang
diterimanya,sehingga bisa saja makna psikologis ini akan berbeda masing-masing
orang.
Menurut Ausubel ,beberapa definisi
mengajar :
a. Menanamkan
pengetahuan pada anak
b. Menyampaikan
kebudayaan pada anak
c.
Mengatur lingkungan-terjadi PBM
3. Teori Mengajar Gagne
Menurut
Gagne,mengajar sesungguhnya adalah penataan situasi dan kondisi belajar
seseorang. Dan orang yang belajar itulah yang sesungguhnya yang akan berusaha
untuk mencari sendiri sedangkan gurunya hanya akan menata situasi sedemikian
rupa.
Dalam menata
situasi mencakup beberapa hal,antara lain:
a.
Motivasi
b. Arah minat dan perhatian
c.
Evaluasi hasil belajar
Prinsip-prinsip
belajar diantaranya :
a.
Tujuan belajar harus diketahui anak
b. Tujuan belajar perkalian dengan kehidupan anak
c.
Tujuan berharga bagi siswa
d. Proses dan hasil belajar berpusat berhubungan dari acuan
C. Critical thinking
Dalam proses belajar
seseorang akan mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Tingkah laku
seseorang terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap
perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah:
pengetahuan, pengalaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani budi pekerti, sikap dan lain-lain. Kalau seseorang
telah melakukan belajar maka terjadi perubahan pada salah satu atau beberapa
aspek tingkah laku tersebut.
Dalam belajar seseorang
yang asalanya tidak tahu akan menjadi tahu dari hasil proses belajar yakni
pengetahuan. Dalam pembentukan karakter siswa dibutuhkan proses belajar yang
baik, antara siswa dan guru harus ada stimulus dan respon yang baik. Dibutuhkan
juga gaya belajar mengajar yang menarik agar siswa dapat memahami apa yang
telah disampaikan oleh pengajar. Agar nantinya dapat menghasilkan anak didik
yang berkompeten.
Mengajar merupakan
proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermakna hanya
terjadi kegiatan belajar siswa maka dari itu penting sekali bagi setiap guru
memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan
bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
Mengajar juga dapat
diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar. Dengan demikian, maka
pengajar harus berperan sebagai organisator yang baik untuk menghasilkan produk
yang baik pula. Kemudian pengajaran yang dikatakan berhasil baik itu di
dasarkan pada pengakuan belajar secara esensial merupakan proses yang bermakna,
bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis belaka, tidak sekedar rutinisme.
Makna yang sebenarnya
dari mengajar adalah membimbing dan membantu untuk memudahkan siswa dalam
menjalani proses perubahnnya sendiri, yakni proses belajar untuk meraih tujuan
yang dikehendaki.
Pembelajaran berfungsi
utuk membekali kemampuan siswa untuk mengakses berbagai informasi yang
dibutuhkan dalam belajar. Dan dari berbagai teori diatas maka dapat kami
simpulkan bahwa belajar mengajar itu merupakan hubungan yang saling berkalitan
antara satu sama lain untuk proses pembelajaran siswa.
Mengajar mempunyai berbagai peran, misalnya mengajar
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai teknologi, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar adalah proses
adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Jadi
belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga
berbantuk kecakapan, ketrampilan sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,
dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah
laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan belajar itu sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi
manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Mengajar adalah
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut pengertian ini berarti
tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai
pengetahuan. Sebagai konsekuensi, pengertian semacam ini dapat membuat suatu
kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau
pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang
memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru menyampaikan
pengetahuan agar anak didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan
oleh guru. Oleh karena itu, pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya
dengan pengajaran yang intelektualitas.
Teori Belajar Mengajar
a. Teori
Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
b. Teori
Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
c. Teori
Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ada tiga kategori utama atau
kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajar
1.
Teori Belajar Behavioristik
2.
Teori Belajar Humanistik
3.
Teori Belajar Konstruktivisme
Beberapa teori
mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain adalah:
1.
Teori Mengajar Bruner
2.
Teori Mengajar Ausubel
3.
Teori Mengajar Gagne
B. Saran
Semoga makalah
ini dapat menjadi acuan untuk kemajuan dan perbaikan dalam kualitas pendidikan
di negara ini dan makalah selanjutnya menjadi lebih baik dengan menoleh dari
memperbaiki kesalahan dalam makalah ini dengan harapan menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus n Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar
Mengajar Teraktual dan Terpopuler, Diva Press, Jogjakarta; 2013, hal 33.
Anas Salahuddin
dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa, cv Pustaka Setia, Bandung; 2003, hal 59-61.
Hasibuan
dkk, Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosda Karya, Bandung; 2008, hal 37.
Sadiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011, hal
30-33.
26- 02- 2015
[1] Anas Salahuddin dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, cv Pustaka
Setia, Bandung; 2003, hal 59-61.
[2] Hasibuan dkk, Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosda Karya, Bandung; 2008, hal 37.
[3] Sadiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2011, hal
30-33.
[4] Agus n Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler,
Diva Press, Jogjakarta; 2013, hal 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar