BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
Agama Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Setiap
pendidikan itu tidak terlepas dari yang namanya proses belajar mengajar (proses
pembelajaran). Proses belajar mengajar merupakan proses dimana seorang pendidik
itu memberikan suatu pengetahuan atau ilmu kepada peserta didik untuk menjadi orang yang lebih baik lagi.
Pada
hakikatnya kegiatan belajar mengajar, berhasil atau tidaknya tujuan dalam
proses pembelajaran di sekolah merupakan tanggung jawab seorang guru, sehingga sebelum mengadakan proses belajar
mengajar seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan pengajaran tersebut. Misalnya mempersiapkan materi
pengajaran, metode-metode yang digunakan dan komponen lain yang berkaitan.
Sebelum mengetahui metode-metode pengajaran, terlebih dahulu pendidik itu harus
mengetahui tentang prinsip-prinsip metode pengajaran yang bisa digunakan dalam
proses belajar mengajar.
B. Permasalahan
1. Apa
yang dimaksud Metode Mengajar PAI ?
2. Bagaimana
prinsip-prinsip Metode Mengajar PAI ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Mengajar PAI
Istilah metode mengajar terdiri dari dua
kata yaitu “metode” dan “mengajar”. Metode atau metoda berasal dari bahasa
Yunani (Greeka) yaitu metha + hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos
berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan tertentu. Istilah mengajar berasal dari kata “ajar”
ditambah dengan awaalan “me” menjadi “mengajar” yang berarti
“menyajikan atau menyampaikan”. Jadi, “metode mengajar” berarti suatu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan
pengajaran.[1]
Pendidikan Agama diartikan sebagai suatu
kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dan menanamkan
aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk
menjadi manusia yang taqwa kepada Allah SWT. Bilamana dikaitkan dengan
pengajaran agama Islam yang harus disampaikan kepada siswa di sekolah atau
madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih
cocok digunakan dalam penyampaian materi agama tersebut, dan prinsip-prinsip
pengajaran yang bagaimanakah ynag seharusnya diterapkan oleh seorang guru dalam
kegiatan belajar mengajarnya.
Jadi Metode Mengajar Pendidikan Agama
Islam adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran
agama Islam kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien.[2]
B. Prinsip-Prinsip Metode Mengajar PAI
Betapapun baiknya metode pengajaran,
apabila tidak dibarengi dengan cara belajar yang benar, hasilnya tentu tidak
akan seperti yang diharapkan. Dalam metode-metode tersebut terdapat
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakannya.[3]
Prinsip mengajar atau dasar mengajar merupakan usaha guru dalam menciptakan dan
mengkondisikan situasi belajar-mengajar agar siswa melakukan kegiatan belajar
secara optimal. Usaha tersebut dilakukan guru pada saat berlangsungnya proses
belajar-mengajar.
Penggunaan prinsip mengajar bisa
direncanakan guru sebelumnya, bisa pula secara spontan dilaksanakan pada saat
berlangsungnya proses belajar-mengajar, terutama bila kondisi belajar siswa
sudah menurun.[4] Prinsip-prinsip
itu adalah individualitas, motivasi, aktivitas, minat dan perhatian,
keperagaan, pengulangan, keteladanan, dan pembiasaan. Prinsip-prinsip tersebut
tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan
pengajaran yang diberikan dapat membawa hasil yang memuaskan. Prinsip-prinsip
pengajaran tersebut yakni sebagai berikut:
1.
Individualitas
Individu adalah manusia atau orang yang
memiliki pribadi atau jiwa sendiri. Kekhususan jiwa itu menyebabkan individu
yang satu berbeda dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain, tiap-tiap
manusia mempunyai jiwa sendiri. Secara terperinci perbedaan itu dapat dilihat
pada:
1) Perbedaan
umur
Sejak dahulu hingga sekarang orang
menentukan tingkat kelas murid berdasarkan umurnya, misalnya kelas satu SD
terdiri dari anak-anak yang usianya enam tahun. Semua anak-anak yang duduk pada
tingkat atau kelas berdasar umur dianggap dapat memperoleh keuntungan yang sama
dari pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang diberikan dengan metode penyajian
yang sama. Ketidakmampuan seseorang menguasai materi yang diberikan dijelaskan
secara sederhana bahwa hal itu hanya disebabkan oleh faktor kemalasan. Jadi
sama sekali tidak diperhatikan kenyataan bahwa murid-murid berbeda kemampuannya
dalam menerima pelajaran atau dengan kata lain tidak dipertimbangkan bahwa
anak-anak yang usianya sama tidak selalu memiliki tingkat kematangan belajar
yang sama.
2) Perbedaan
intelegensi
Jika kita bandingkan antara yang anak
pada dasarnya pandai dengan anak yang kurang pandai maka akan kelihatan
beberapa perbedaan sebagai berikut:
Anak yang pandai:
a) Cepat
menangkap isi pelajaran.
b) Tahan
lama memusatkan perhatian pada pelajaran dan kegiatan.
c) Dorongan
ingin tahu kuat, banyak inisiatip.
d) Cepat
memahami prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian.
e) Sanggup
bekerja dengan pengertian abstrak.
f) Dapat
mengkritik diri sendiri, tahu bahwa ia tidak tahu.
g) Memiliki
minat yang luas.
Sedang anak yang kurang pandai berlaku
keadaan sebaliknya:
a)
Lambat menangkap
pelajaran.
b)
Perhatiannya
terhadap pelajaran cepat hilang.
c)
Kurang atau
tidak punya inisiatif.
3) Perbedaan
kesanggupan dan kecepatan
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan
sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda. Anak yang cerdas akan jauh
lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam hitungan daripada anak yang
kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat perbedaan
kesanggupan. Namun demikian jarang dijumpai orang yang pandai atau bodoh dalam
segala bidang. Yang umum ialah kurang pandai dalam satu atau beberapa bidang
tetapi dalam hal ini menunjukkan kesanggupannya.
Ada beberapa teknik untuk menyesuaikan
pelajaran dengan kesanggupan ideal, dengan melakukan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a) Individualized
assignments: guru merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan
murid yang bersangkutan.
b) Pengajaran
unit atau proyek: para murid dapat mengerjakan sesuatu yang disesuaikan dengan
minatnya.
c) Homogeneous
groupping: tujuan utama dari pengelompokan ini adalah menyatukan murid-murid
yang dapat mengambil manfaat dari aktivitas-aktivitas kelompok yang sama.
Umumnya pengelompokan ini didasarkan atas kemampuan, bukan atas usia.
d) Remedial
work: cara ini ditempuh bila terdapat kesalahan-kesalahan atau
kesulitan-kesulitan yang dibuat atau dihadapi oleh murid secara individual.
e) Mengusahakan
pemberian tugas-tugas pelajaran di sekolah: tugas ini bersifat latihan-latihan
atau mengulang pelajaran yang sudah dipelajari bagi anak yang kurang, sedang
bersifat menambah hal-hal yang belum dipelajari bagi anak yang pandai.[5]
2.
Motivasi
Motivasi memiliki peranan yang sangat
penting dalam kegiatan pembelajaran. Motivasi adalah dorongan atau kekuatan
yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi berhubungan
erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat lebih tinggi pada suatu mata
pelajaran cenderung memiliki perhatian yang lebih terhadap mata pelajaran
tersebut sehingga akan menimbulkan motivasi yang lebih tinggi dalam belajar.[6]
Dorongan yang timbul dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu dinamakan
motivasi instrisik. Sedangkan dorongan yang timbul karena adanya pengaruh luar
disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Macam-macam
motivasi sebagai berikut :
a. Memberi
angka, banyak anak belajar semata-mata untuk mencapai atau mendapatkan angka
yang baik. Angka yang baik bagi mereka merupakan motivasi dalam kegiatan
belajarnya.
b. Hadiah,
hal ini dapat membangkitkan motivasi yang kuat bagi setiap orang dalam
melakukan suatu pekerjaan atau belajar sekalipun.
c. Persaingan,
faktor persaingan sering digunakan sebagai alat untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi dilapangan industri, perdagangan dan sekolah.
d. Tugas
yang menantang, memberi kesempatan terhadap anak untuk memperoleh kesuksesan
belajar.
e. Pujian,
pujian diberikan ketika pekerjaan atau belajar anak dapat memperoleh hasil
belajar yang memuaskan.
f. Teguran
dan kecaman, digunakan untuk memperbaiki kesalahan anak yang melanggar disiplin
atau melalaikan tugas yang diberikan.
g. Hukuman,
hal ini diberikan kepada anak yang telah melanggar peraturan dan ketika itu si anak sudah di
beri teguran tetapi tetap melanggar, maka anak itu boleh diberi hukuman.[7]
3.
Aktivitas
Mengajar adalah proses membimbing
pengalaman belajar. Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh bila murid
itu dengan keaktifan sendiri bereaki terhadap lingkungannya. Kalau seorang
murid ingin belajar memecahkan suatu problem, ia harus berpikir menurut
langkah-langkah tertentu kalau ia ingin menguasai suatu keterampilan ia harus
berlatih mengkoordinasikan otot-otot tertentu; kalau ia ingin memiliki sikap
tertentu, ia haru memiliki sejumlah pengalaman emosional.
Dari contoh di atas dapat diketahui
bahwa belajar itu hanya berhasil bila melalui bermacam-macam kegiatan. Kegiatan
tersebut dapat digolongkan menjadi keaktifan jasmani dan rohani. Keaktifan
jasmani ialah murid giat dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain-main
atau bekerja. Jadi, murid tidak hanya duduk dan mendengar. Murid aktif
rohaninya jika daya jiwa anak bekerja sebanyak-banyaknya, jadi anak
mendengarkan, mengamati-amati, menyelidiki, mengingat-ingat, menguraikan,
mengasosiasikan ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain.
Keuntungan dari penggunaan prinsip
aktivitas adalah tanggapan sesuatu dari yang dialami atau dikerjakan sendiri
lebih sempurna dan mudah direproduksikan dan pengertian yang diperoleh adalah
jelas. Selain itu beberapa sifat watak tertentu dapat dipupuk misalnya:
hati-hati, rajin, bertekun dan tahan uji, percaya pada diri sendiri, perasaan
sosial dan sebagainya.[8]
4.
Minat dan
Perhatian
Minat dan perhatian merupakan suatu
gejala jiwa yang selalu bertalian. Seorang siswa yang memiliki minat dalam
belajar, akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran yang diminati tersebut.
Akan tetapi perhatian seseorang kadang kala timbul dan ada kalanya hilang sama
sekali. Suatu saat anak kurang perhatiannya terhadap penjelasan yang diberikan
oleh guru di depan kelas, bukan disebabkan dia tidak memiliki minat dalam
belajar, boleh jadi ada gangguan dalam dirinya atau perhatian lain yang
mengusik ketenagannya di dalam kelas atau guru kurang dapat memberikan teknik
pengajaran yang bervariasi.
Tidak semua siswa mempunyai perhatian
yang sama terhadap pelajaran yang disajikan oleh seorang guru. Oleh karena itu
diperlukan kecakapan guru untuk dapat membangkitkan perhatian anak didik.
Perhatian yang dibangkitkan oleh guru disebut perhatian yang di sengaja, sedangkan
perhatian yang timbul dengan sendirinya dalam diri anak tersebut disebut dengan
perhatian spontan.
5.
Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan
oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang
disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan
peragaan, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam
pengajaran terutama terhadap siswa ditingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indra
yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang suatu hal secara tepat. Agar
peragaan berkesan secara nyata, anak tidak hanya mengamati benda atau modal
yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, akan tetapi harus mencapai
berbagai segi, dianalisis, disusun dan dibanding-bandingkan untuk memperoleh
gambaran yang jelas dan lengkap.
Dasar psikologis azas peragaan tersebut
yakni: sesuatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui
pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan
yaitu peragaan langsung dan peragaaan tidak langsung.[9]
6.
Pengulangan
Perlakuan yang
dilakukan secara berulang akan melahirkan kebiasaan. Karena kebiasaan adalah
perilaku yang diulang. Dengan adanya pengulangan maka akan memudahkan tertanamnya
konsep, fakta, informasi, pemahaman, dan
pemikiran ke dalam benak (memori otak) peserta didik.
Para pendidik
hendaknya membiasakan dan melakukan pengulangan dalam menanamkan fakta, konsep
dan informasi dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada para peserta
didiknya, hal ini akan lebih efektif dalam memahamkan peserta didiknya tentang
apa yang disampaikannya. Pengulangan yang dilakukan secara baik, dengan
informasi yang menarik akan membangkitkan motivasi belajar mereka, dan
pembelajaran akan lebih bermakna.[10]
7.
Keteladanan
Keteladanan adalah hal-hal yang dapat
ditiru atau dicontohkan oleh seseorang dari orang lain. Keteladanan yang dimaksud disini adalah
keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu
keteladanan yang baik. Keteladanan dapat direalisasikan dengan cara memberi
contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik
fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan
memberikan konstribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak,
kesenian dan lain-lain.
8.
Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat
dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai
dengan tuntutan ajaran agama islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif jika
dalam penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena
memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang,
sehingga mereka mudah terlalur dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan
setiap hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan
merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam
jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan
termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak semenjak ia mulai melangkah ke
usia remaja dan dewasa.[11]
Pemilihan metode mengajar yang "tepat" ditentukan oleh berbagai
faktor, yaitu:
1.
Kemampuan atau keterampilan guru.
2.
Kebutuhan peserta didik.
3.
Besarnya kelompok.
4.
Tujuan pelajaran.
5.
Keterlibatan peserta didik.
6.
Kesesuain dengan bahan pelajaran.
7.
Fasilitas yang tersedia.
8.
Waktu yang tersedia.
9.
Variasi pengalaman belajar.
10.
Keterampilan tertentu dari peserta
didik.[12]
C.
Critical
Thinking
Prinsip metode mengajar Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk menciptakan
situasi belajar mengajar secara efektif dan efisien agar siswa dapat belajar
secara optimal.
Kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
dengan baik apabila segala komponen-komponen pengajaran itu dapat terpenuhi. Proses
belajar akan lebih bermakna dan berjalan secara optimal jika para pendidik
memperhatikan prinsip-prinsip belajar dan dapat mengkorelasikan antara prinsip
yang satu dengan prinsip yang lain agar peserta didik lebih mudah dalam
memahami materi yang disampaikan. Prinsip-prinsip pengajaran diantaranya yaitu
individualitas, motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, peragaan,
pengulangan, keteladanan, dan pembiasaan.
Dalam kegiatan belajar mengajar tersebut
seorang pendidik tidak hanya menyampaikan materi saja, tetapi juga harus bisa
membuat para siswa paham apa maksud atau isi materi yang disampaikan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode Mengajar Pendidikan Agama Islam adalah suatu
cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agama Islam kepada
siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
Dalam metode-metode mengajar terdapat
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakannya. Prinsip-prinsip itu adalah individualitas,
motivasi, aktivitas, minat dan perhatian, keperagaan, pengulangan, keteladanan,
dan pembiasaan. Prinsip-prinsip tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
saling berhubungan erat satu sama lain.
Dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan pengajaran yang diberikan dapat
membawa hasil yang memuaskan.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
______, Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam, TP, Jakarta: 1985.
Binti Maimunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, TERAS,
Yogyakarta: 2009.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta,
Jakarta: 2010.
Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, Alfabeta, Bandung: 2012.
M.
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers,
Jakarta: 2002.
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar
Baru Algensindo, Bandung: 2002.
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran,
Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2013.
Yusri, Prinsip-prinsip Metode Mengajar, http://yusrikeren85.blogspot.com/2011/11/prinsip-prinsip-metode-mengajar.html, 16 Februari 2015.
[2] M. Basyiruddin
Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta: 2002,
hal. 4-5
[4] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar
Baru Algensindo, Bandung: 2002, hal.160
[5] ______, Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, TP, Jakarta: 1985, hal. 91-95
[6] Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran,
Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2013, hal.183-184
[10] Heri
Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung:
2012, hal.136-137
[11] Binti Maimunah, Loc.Cit,
hal. 93-102
[12] Yusri, Prinsip-prinsip Metode Mengajar, http://yusrikeren85.blogspot.com/2011/11/prinsip-prinsip-metode-mengajar.html, 16
Februari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar