Akhlak secara etimologis merupakan bentuk jamak (plural) dari kata
“khuluqun” yang diartikan sebagai perangai atau budi pekerti, gambaran batin
atau tabiat karakter. Kata akhlak juga berarti kejadian atau berkaitan dengan
wujud lahir atau jasmani. Sedangkan akhlak berkaitan dengan faktor rohani, yaitu sifat atau sikap
batin. Faktor lahir dan batin adalah dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, sebagaimana tidak dapat
dipisahkannya jasmani dan rohani. Untuk itulah islam lewat ajaran-ajarannya yang
universal dan eternal mengatur keduanya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
jasmaniah dan rohaniah. Akhlak merupakan pokok esensi ajaran islam di samping
aqidah dan syari’ah karena dengan akhlak, akan terbina mental dan jiwa
seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak dapat
melihat corak dan hakikat manusia yang sebenarnya.
Akhlak atau etika menurut ajaran islam meliputi hubungan
dengan Allah (khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluk (baik manusia maupun
non manusia) yaitu kehidupan individu, keluarga rumah tangga, masyarakat,
bangsa, dengan makhluk lainnya seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, alam sekitar dan
sebagainya. Dengan ajaran akhlak merupakan indikator kuat bahwa prinsip-prinsip
ajaran islam sudah mencakup semua aspek dan kehidupan manusia lahir maupun
batin dan mencakup semua bentuk komunikasi, vertikal dan horizontal.
Praktek pelaksanaan akhlak adalah berpedoman kepada nash Al-Qur’an
dan Al-Hadist, perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan-perbuatan yang
berpijak pada kebenaran yang telah digariskan oleh nash agama yang bersumber
kepada wahyu yang terdapat di dalam al-Qur’an. Menurut asas ilmu jiwa (
psikologi ), menjelaskan bahwa kehidupan manusia banyak dipengaruhi unsur-unsur
hewaniyah (the animal nature of man). Dan unsur hewaniyah inilah yang banyak
menjerumuskan manusia ke alam yang lebih rendah dari hewan itu sendiri. Di
dalam QS. Al-A’raaf ayat 176 telah diterangkan
secara jelas bahwa jika seorang manusia hidup di dunia hanya menuruti hawa
nafsunya yang rendah, seakan-akan manusia tersebut diumpamakan seperti seekor anjing yang sama sekali tidak
memiliki akhlak mahmudah ( akhlak terpuji ). Maka dalam kehidupannya, manusia
yang hidup seperti itupun tidak akan merasakan kenikmatan yang hakiki karena
hanya akan diperdaya oleh hawa nafsunya. Jadi, disini akhlak sangat memiliki
peran penting yang harus dimiliki oleh setiap individu, apalagi sebagai orang
muslim. Yakni akhlak terhadap semua makhluk Tuhan yang telah diciptakan di alam
semesta ini. Tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap
makhluk-makhluk tak bernyawa sekalipun seperti tumbuh-tumbuhan dan lainnya.
Akhlak sangat berperan untuk
menanggulangi unsur-unsur hewaniyah. Urgensi akhlak tidak saja dirasakan oleh
manusia dalam kehidupan perseorangan (sebagai individu), tetapi juga di alam
hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Akhlak juga sebagai alat pembeda yang
jelas antara manusia dengan hewan. Dengan pengertian bahwa tanpa modal akhlak,
manusia akan kehilangan derajat kemanusiaannya sebagai makhluk yang paling
mulia, dan hal ini membawa akibat sangat fatal, manusia akan lebih jahat dan
lebih buas daripada binatang yang terbuas.
Tenaga penggerak
akhlak ialah pada perasaan (emosi) atau hati nurani, dari sini terpancar
perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk. Pada prinsipnya, menurut akhlak dalam
islam (moral islam), yang dikatakan benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan
tidak pantas dalam amalan seorang muslim adalah yang telah ditentukan oleh
syari’at islamiyah yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadist. Agama islam
memandang seseorang sesuai dengan fitrahnya baik ditinjau dari segi psikologis,
biologis, dan sosiologis. Fitrah ialah tabi’at/watak yang dijadikan Allah yang cocok atau sesuai bagi manusia yang
bersangkutan. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang sempurna, yakni memiliki akal
agar dapat digunakan dengan baik. Yaitu untuk dapat membedakan mana hal yang
baik untuk dilakukan dan mana hal yang buruk untuk ditinggalkan. Di dalam usaha
mengerjakan budi baik dan mencegah budi buruk, manusia selalu berada dalam
jihad atau perjuangan besar dalam hidupnya. Mengapa begitu ? karena manusia
harus selalu berusaha menahan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Hawa nafsu
yang seringkali mengajak manusia pada hal-hal yang negative yang pada akhirnya
hal tersebut dapat memberikan simbol pada setiap manusia, apakah manusia itu
berakhlak ataukah tidak. Ketika manusia mencoba menahan hawa nafsunya itupun
merupakan suatu akhlak.
Penerapan selanjutnya, budi luhur dalam ajaran islam sangat rapat
hubungannya dengan inti ajaran islam yang pertama (keimanan) dan kedua
(syari’at/ibadah). Beberapa contoh misalnya perintah mendirikan shalat,
dikaitkan dengan penghindaran diri dari perbuatan keji (fahsya) dan mungkar. Hal
ini juga disinyalir oleh Imam Ghazali di dalam kitabnya “Khuluqul Muslim”, yaitu: “ Masalah budi
pekerti adalah yang terpenting dan harus ada tuntunan/petunjuk yang
terus-menerus (kontinue), nasihat, agar budi itu tetap dapat meresap di dalam
hati. Sesungguhnya iman, ibadah, dan budi pekerti harus merupakan tri tunggal
yang bertalian erat, tidak boleh terpisah. Adapun hal-hal yang mempengaruhi
akhlak itu adalah bersumber pada nafsu manusia itu sendiri; yakni nafsu
mempertahankan kehidupan dan nafsu mempertahankan jenis (keturunan) atau berupa
keinginan hidup dan berkembang biak.
Di samping itu menurut Imam al-Ghazali bahwa kejahatan dan kebaikan
masing-masing bersumber atau berinduk pada sepuluh induk akhlak yang buruk dan
sepuluh induk akhlak yang baik. Sepuluh induk akhlak yang buruk yang banyak menimbulkan
kejahatan, adalah : (1) serakah dalam makan; (2) serakah dalam berbicara; (3)
sifat pemarah; (4) sifat pendengki; (5) sifat bakhil dan gila harta; (6) gila
pangkat/kehormatan (ambisi); (7) cinta keduniaan; (8) sikap takabur/sombong;
(9) suka membanggakan diri; (10) riya (suka pamer).
Adapun sepuluh
induk akhlak yang baik yang melahirkan kebaikan bagi kehidupan manusia, adalah
(1) taubat (suka mengakui dosa kesalahan); (2) takut kepada Allah; (3) zuhud
(menerima apa adanya, tidak mengharapkan apa yang tidak ada); (4) sabar; (5)
syukur (menerima karunia Tuhan); (6) ikhlas; (7) tawakkal (serah diri); (8)
cinta kepada Tuhan; (9) ridha ( rela terhadap ketentuan Tuhan ); (10) selalu
ingat kepada kematian.
Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir
mendalam, radikal, sampai ke akar-akarnya, universal dan sistematik dalam
rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Dengan begitu,
akhlak merupakan suatu sikap yang diterapkan melalui berbagai bentuk, dimana
akhlak tersebut tidak akan terealisasikan tanpa adanya panca indera yang
mendorong terciptanya sebuah akhlak seorang manusia. Contoh dari akhlak itu
sendiri seperti halnya ketika seseorang melakukan suatu hal yang baik ataupun
sebaliknya, orang lain pun dapat memberikan penilaian kepada seseorang tersebut
apakah dia berakhlak baik atau justru berakhlak buruk.
Al-Ghazali membagi umat manusia ke dalam tiga golongan. Pertama,
kaum awam, yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua, kaum pilihan
yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam. Ketiga, kaum penengkar,
kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat menangkap
hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini
harus dihadapi dengan sikap memberi nasihat dan petunjuk. Kaum pilihan yang
daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan
hikmat-hikmat, sedang kaum penengkar dengan sikap mematahkan argumen-argumen.
Pemikiran al-Ghazali ini memberi petunjuk adanya perbedaan cara dan pendekatan
dalam menghadapi seseorang sesuai dengan tingkat dan daya ungkapnya. Pemikiran
yang demikian akan membantu dalam merumuskan metode dan pendekatan yang tepat
dalam mengajarkan akhlak.
Dengan begitu dapat saya simpulkan bahwa dari pemikiran al-Ghazali
yang membagi umat manusia ke dalam tiga golongan di atas yaitu dalam menghadapi
dan menyikapi berbagai jenis sifat manusia yang berbeda-beda, kita perlu
menyesuaikan sifat dari masing-masing manusia tersebut. Kita tidak bisa
menyikapi berbagai jenis manusia yang mempunyai sifat dan watak yang
berbeda-beda dengan satu sikap yang sama. Karena hal itu tidak akan menemukan
adanya kesesuain, tetapi justru akan bertolak belakang. Di sinilah peran akhlak
sebenarnya. Sikap yang kita tunjukkan dalam menyikapi tiga golongan yang
disebutkan oleh al-Ghazali di atas merupakan sebagai wujud adanya akhlak dalam
diri kita.
Jauh sebelum itu, al-Qur’an telah pula menggambarkan manusia dalam sosoknya
yang sempurna melalui istilah basyar, insan dan al-nas. Musa Asy’arie melalui
penelitiannya yang mendalam terhadap al-Qur’an berkesimpulan bahwa melalui
aktivitas basyariahnya manusia dalam kehidupannya sehari-hari yang berkaitan
dengan aktivitas lahiriahnya yang dipengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya,
seperti makan, minum, bersetubuh, dan akhirnya mati mengakhiri kegiatannya.
Manusia dalam konteks insan adalah manusia adalah manusia yang berakal yang
memerankan diri sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian ideal. Sementara
kata al-nas mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial. Gambaran tentang
manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan
yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina
manusia, memperlakukannya, berkomunikasi dengannya dan sebagainya. Dengan cara
demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan
kehidupan yang aman dan damai. Selain itu, filsafat juga membahas tentang
Tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini, akan dapat merumuskan
cara-cara bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan serta makhluk-makhluk
Tuhan yang lainnya sehingga terciptalah proses pembentukan akhlak yang
menjadikan manusia berkembang menjadi lebih baik lagi.
Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan Ilmu Akhlak
tersebut, maka seseorang yang akan memperdalam Ilmu Akhlak, perlu pula
melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang disebutkan di atas.
Selain itu, uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Ilmu Akhlak
adalah ilmu yang sangat akrab atau berdekatan dengan berbagai permasalahan
lainnya yang ada di sekitar kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar